Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juntara Semilu Rosesar
"Percepatan laju urbanisasi dan kebijakan terkait perumahan yang kurang terencana di perkotaan menjadi salah satu penyebab munculnya permukiman kumuh kota. Pada saat yang bersamaan, kota sebagai sumber yang tidak berkelanjutan dari segi konsumsi sumber daya sehingga menjadi penyumbang produksi limbah, emisi gas rumah kaca, dan merupakan kontributor utama perubahan iklim. Kemudian permukiman kumuh kota menjadi wilayah yang lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim dibanding permukiman lainnya. Akan tetapi rumah tangga di permukiman kumuh menjadi bagian salah satu penyumbang emisi CO2 di perkotaan berdasarkan aktivitas maupun pola konsumsi masyarakat. Hal tersebut menjadi perhatian bagi pemerintah dalam inventarisasi emisi gas rumah kaca perkotaan. Sedangkan belum tersedianya data penelitian tentang emisi yang dihasikan oleh rumah tangga di permukiman kumuh kota. Sehingga studi ini bertujuan untuk mengestimasi emisi CO2 dari Sembilan sektor aktivitas rumah tangga antara lain persampahan, air bersih, air buangan, listrik, penggunaan gas elpiji, penggunaan bahan bakar bensin, biaya pendidikan, biaya rekreasi dan biaya transportasi umum. Pengambilan data melalui sampling dan wawancara masyarakat diharapkan mampu menggambarkan karakteristik dan pola konsumsi rumah tangga. Sebanyak 532 responden telah diwawancara untuk mengetahui pola konsumsi masyarakat dan 100 Kg sampah dilihat di wilayah penelitian selama 8 hari. Perhitungan emisi CO2 menggunakan faktor emisi yang ada dan sesuai dengan sektor masing-masing. Sedangkan pada sektor persampahan menggunakan Waste Reduction Model (WARM) umtuk menghitung emisi CO2 yang dihasilkan. Hasil analisis didapatkan total emisi sebesar 14.636,43 ton CO2/tahun dimana rata-rata emisi sebesar 6,87 ton CO2/orang/tahun. Persentase emisi tertinggi berada pada sektor listrik sebesar 63,77% dari total yang dihasilkan. Sementara persampahan menyumbang sebesar 6,33% emisi CO2 dari total emisi. Pengelolaan sampah seperti recycling dan composting menjadi salah satu alternative dalam menurunkan emisi CO2 dimana pada tahap tersebut dapat mereduksi emisi CO2 hingga 81% pada sektor persampahan.

The acceleration of the rate of urbanization and policies related to unplanned housing in urban areas is one of the causes of the emergence of urban slums. At the same time, cities as unsustainable sources in terms of resource consumption thus contributing to waste production, greenhouse gas emissions, and are the main contributors to climate change. Then urban slums become more vulnerable to climate change than other settlements. However, households in slums are part of a contributor to CO2 emissions in cities based on their activities and consumption patterns. This is a concern for the government in an inventory of urban greenhouse gas emissions. Whereas the unavailability of research data on emissions produced by households in urban slums. So this study aims to estimate CO2 emissions from nine sectors of household activities including solid waste, drinking water, waste water, electricity, the use of LPG gas, the use of gasoline, education costs, recreation costs and public transportation costs. Data collection through sampling and community interviews is expected to be able to describe the characteristics and patterns of household consumption. A total of 532 respondents were interviewed to find out the consumption patterns of the community and 100 kg of solid waste were identified in the study area for 8 days. CO2 emission calculations use existing emission factors with their respective sectors. Whereas the solid waste sector uses the Waste Reduction Model (WARM) to calculate the CO2 emissions produced. The results of the analysis obtained total emissions of 14,636.43 tons of CO2/year where the average emissions of 6.87 tons of CO2/person/year. The highest percentage of emissions was in the electricity sector at 63.77% of the total produced. While solid waste accounts for 6.33% of CO2 emissions from total emissions. Waste management such as recycling and composting is an alternative in reducing CO2 emissions where at that stage can reduce CO2 emissions by 81% in the waste sector."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alditho Farrasi Anantoputra
"ABSTRAK
PLTG Borang 60 MW, Palembang, menghasilkan polutan-polutan ke udara di sekitar, diantaranya SO2, NOx, CO, dan Total PM yang kemudian dipantau dengan alat CEMS. Selain pemantauan, perlu adanya penetapan strategi dan rencana aksi pengelolaan kualitas udara untuk masa akan datang dengan menggunakan faktor emisi. Faktor emisi merupakan nilai representatif yang mencoba untuk menghubungkan kuantitas suatu polutan yang dilepas ke atmosfer dengan aktivitas yang terkait dengan pelepasan polutan tersebut. Faktor emisi di beberapa wilayah berbeda-beda, di Indonesia sendiri menggunakan AP-42 sebagai sumber faktor emisinya. Pada penelitian ini dibahas mengenai perbandingan nilai total emisi tiap polutan antara polutan berdasarkan pendataan CEMS dengan faktor emisi berbagai sumber AP-42, IPCC, dan Kurokawa et al. serta pemilihan faktor emisi turbin gas yang cocok digunakan di Indonesia berdasarkan hasil perbandingan tersebut. Dengan menggunakan rumus dari PermenLH No. 21 Tahun 2008 untuk perhitungan total emisi berdasarkan pendataan CEMS dan PermenLH No. 12 Tahun 2012 untuk perhitungan total emisi berdasarkan faktor emisi dan kemudian kedua nilai ini dibandingkan, didapatlah nilai perbandingan yang paling mendekati, yaitu: nilai rata-rata data CEMS SO2 dengan faktor emisi AP-42 sebesar 1,87 , nilai rata-rata data CEMS NOx dengan AP-42 sebesar 9 , nilai maksimum CO dengan faktor emisi Kurokawa et al. sebesar 75,64 , dan nilai median Total PM dengan IPCC sebesar 40,6 . Faktor emisi yang baik digunakan di Indonesia adalah faktor emisi dari USEPA, yaitu AP-42.

ABSTRACT
Borang 60 MW Gas Power Plant, Palembang, produces pollutants which affected surroundings, such as SO2, NOx, CO, and Total PM, that monitored by CEMS. In addition to monitoring, it is necessary to establish a strategy and action plan for the management of air quality for the future by using emission factor. Emission factor is a representative value that attempts to associate the quantity of a pollutant released to the atmosfer with its releasing activities. Emission factors in several regions vary, in Indonesia Itself is using AP 42 as a source of emission factor. This experiment discussed about the comparison of total emission values of each pollutants based on CEMS data which are AP 42, IPCC, and Kurokawa et al., also selection of gas turbine emission factors that most suitable for use in Indonesia based on the comparison result. By using the formula from PermenLH No. 21 2008 for the calculation of total emissions based on CEMS and PermenLH Number 12 2012 for the calculation of total emission based on emission factor, these two values are compared. Data showed that the most approximate values of the comparability are the average value of SO2 based on CEMS with AP 42 emission factor is 1,87 , the average value of NOx based on CEMS with AP 42 emission factor is 9 , maximum value of CO based on CEMS with emission factor from Kurokawa et al. is 75,64 , and median value of Total PM with IPCC emission factor is 40,6 . In conclusion, the most suitable gas turbine emission factors for use in Indonesia is emission factor from USEPA, which is AP 42."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library