Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lestari Indah
"ABSTRAK
Indonesia sejak paruh kedua tahun 1997 dilanda krisis ekonomi yang diawali dengan
apresiasi nilai dollar yang diikuti dengan kebijakan uang ketat yang dijalankan Pemerintah.
Kondisi dan kebijakan Pemerintah ini , secara umum telah memukul hampir seluruh sektor
bisnis.
Sektor properti adalah salah satu sektor yang mengalami tekanan paling berat. ini
terjadi karena perkembangan sektor
properti sangat tergantung pada pasang surutnya
perekonomian makro Suatu negara . Bila ekonomi makro sedang baik maka bisnis properti
akan memberikan keuntungan yang besar, sebaliknya bila kondisi ekonomi makro sedang
surut maka sektor inilah yang terkena dampak paling berat.
Sebelum terjadinya krisis ekonomi, para pengembang melakukan investasi besar-
besaran di bisnis ini dengan menggunakan sumber dana pinjaman dalam jangka pendek baik
dalam nominal rupiah maupun dalam dollar AS.
Pada saat dollar AS terapresiasi, besarnya dana pinjaman luar negeri dalam dollar AS
memberikan tekanan yang sangat berat pada perusahaan, kondisi ini makin diperburuk dengan
melemahnya kinerja pasar properti dan macetnya kredit-kredit properti. Dampak hal ini adalah
para investor di pasar modal sangat hati-hati untuk mengambil keputusan membeli saham
properti. Akibatnya harga saham properti anjiok sangat rendah. Selain itu kebijakan
pengetatan likuiditas telah mengakibatkan kenaikan suku bunga dan mengharuskan sektor
perbankan untuk sangat selektif dalam pengucuran kredit.
Terjadinya kenaikan suku bunga mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat.
Hal ini karena secara umum pembelian produk properti dilakukan dengan menggunakan kredit
pemilikan rumah (KPR). Kondisi ini penjualan produk propeti menurun tajam
hingga para pengembang mengalam kesulitan untuk mempertahankan arus kas dan
likuiditasnya.
Dalam kondisi ketidakpastian makro ekonomi saat ¡ni tampak bahwa perusahaan
perusahaan dalam industri inì mengalami kondisi financial distress. Hal ini menyebabkan
kinerjanya merosot Sampai titik terendah yang untuk Pemulihannya dibutuhkan waktu. Dengan
kondisi keuangan perusahaan yang kian memburuk mengharuskan manajemen perusahaan
terus mempertahankan diri dari kondisi financial distres. yang mengarah kepada ancaman
kebangkrutan.
Memprediksi terjadinya kebangkrutan menggunakan indikator finansial, dilakukan
dengan menghitung besarnya Z Score (skala kebangkrutan) yang merupakan indikator
terjadinya kebangkrutan perusahaan. Besarnya angka Z tergantung pada kinerja perusahaan
yang dinyatakan dalam rasio keuangan yaitu quick ratio, DER, ROI dan TATO.
Dari hasil analisa kondisi keuangan perusahaan (neraca peniode tahun 1997)
menunjukkan bahwa 50% perusahaan emiten properti memiliki angka Z > 1. Perusahaan
yang memiliki nilai Z besar dapat diinterpretasikan sebagai perusahaan yang mempunyai
kemungkinan yang tinggi untuk terjadinya kebangkrutan.
Mengenali tanda-tanda kebangkrutan merupakan satu upaya yang dapat dilakukan
pihak manajemen perusahaan untuk memperbaiki operasi perusahaan pada pos penjualan,
biaya, laba maupun likuiditas.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chazanah Indharti
"Obligasi konversi (disingkat OK) adaiah obilgasi yang memberikan hak kepada pemegang obilgasi untuk menukarkan obligasinya menjadi saham pada atau dalam periode yang
teiah ditentukan dan pada tingkat harga yang teiah ditetapkan
pada saat emisi. Keistimewaan tersebut menjadikan OK
menarik untuk digunakan sebagai alternatif pembiayaan
perusahaan. Karenanya tujuan dari penulisan skripsi ini
adaiah untuk memberikan kerangka dasar pembuatan keputusan
bagi perusahaan yang akan menerbitkan OK guna memenuhi
kebutuhan dananya.
Dalam melakukan penelitian, metode yang digunakan penulis adalah kombinasi analisa saham dan obligasi karena.sifat OK yang hybrid, dengan penekanan terhadap aspek akuntansi dari OK.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila suatu perusahaan
memutuskan untuk inenerbitkan OK maka untuk inenentukan
jenis OK yang clipllih, perusahaan terlebih dahulu harus menentukan tujuan diterbitkannya OK apakah untuk memperkuat struk±uz parmodalan perusahaan atau sebagal alternatif hutang dengan bunga rendah.
Sedangkan dari segi akuntansi
OK, karena dalam Pninsip Akuntansi Indonesia (PAl) belum
diatur akuntansi khusus untuk OK maka pninsip yang kita
gunakan adalah pninsip akuntansi hutang jangka panjang dan
prinsip akuntansi modal saham.
Penulis berkesimpulan bahwa OK merupakan alternatif pembiayaan yang menarik bagi perusahaan, akan tetapi memerlukan analisis yang relatif lebih rumit dibandingkan
instrumen-instrumen lalnnya karena perusahaan penerbit (emiten) perlu mempertimbangkan banyak faktor : tingkat bunga kupon, harga konversi, periode konversi, harga call, aspek perpajakan OK balk dari segi emiten maupun investor,
aspek hukum OK, dll. Untuk itu emiten disarankan untuk
melakukan analisis yang cermat terhadap faktor-faktor
tersebut sebelum memutuskan untuk inenerbitkan OK."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18785
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulima Agessa
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24845
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aprianti Kartika
"Dalam rangka memberikan kemudahan kepada Emiten untuk menerbitkan Obligasi dalam beberapa tahap penerbitan, Bapepam-LK mengeluarkan Peraturan Nomor IX.A.15 perihal Penawaran Umum Berkelanjutan yang merupakan lampiran dari Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor : Kep-555/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010 yang diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36/POJK.04/2014 tanggal 8 Desember 2014 tentang Penawaran Umum Berkelanjutan Efek Bersifat Utang Dan/Atau Sukuk (?POJK No. 036?). POJK tidak memberikan batasan tugas/tanggung jawab Wali Amanat selaku wakil pemegang Obligasi. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan tanggung jawab Wali Amanat terhadap Emiten dan pelaksanaan tugas Wali Amanat dalam penerbitan Obligasi melalui Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi dibuatlah penelitian ini. Metode penelitian yang akan digunakan adalah penelitian normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat hubungan tanggung jawab antara Wali Amanat terhadap Emiten. Dalam rangka menjalankan tugasnya untuk melindungi kepentingan para pemegang Obligasi dari setiap Obligasi yang diterbitkan dalam rangkaian Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi, Wali Amanat harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan perjanjian terkait penerbitan Obligasi melalui Penawaran Umum Berkelanjutan seperti akta pernyataan Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi dan perjanjian perwaliamanatan.

In order to provide convenience to the Issuer to issue Bond in several issuing phase, the Bapepam-LK has issued Regulation No. IX.A.15 regarding Continuous Public Offering which is an annex of the Decision of the Chairman of Bapepam-LK Number: Kep-555 / BL / 2010 dated December 30, 2010, as amended by the Financial Services Authority Regulation No. 36 / POJK.04 / 2014 dated December 8, 2014 on Continuous Public Offering of Debt Securities And / Or Sukuk ("POJK No. 036"). POJK No. 036 does not regulate the limitation of duty or responsibility of Trustee. This research is made to understand is Trustee has responsibility relationship Issuer and implementation of Trustee's duty in Bond issuing through Bond Continues Public Offering. The research method used is normative research. Based on research, there is no responsibility relationship between the Trustee and the Issuer. To conduct his duties in protecting the bondholders from each Bond issued through Bond Continues Public Offering, Trustee shall comply with the legislation in force and agreements related Bond issued through Continuous Public Offering, such as the deed of Declaration of Continuous Public Offering and trustee agreement."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Adrias Pitaloka
"Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh right issue terhadap respon pasar yang terjadi pada emiten (perusahaan yang telah go public) pada tahun 1997-2002. Faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi respon pasar adalah perbandingan saham, ukuran perusahaan_ ukuran likuiditas saham, fraksi harga, Debt to Equity Ratio (DER), umur perusahaan. dan persentase saham publik.
Untuk mencapai tujuan penelitian, peneliti mengelompokkan sampel ke dalam dua kelompok yaitu untuk emiten jasa keuangan dan emiten di luar jasa keuangan yang melakukan right issue tahun 1997-2002. Total sampel yang diperoleh sebanyak 126 emiten yang terdiri dari 54 emiten jasa keuangan dan 72 emiten di luar jasa keuangan.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t-test, multiple regresion, dan F.test. Regresi dilakukan dengan menetapkan Cumulative Average Abnormal Return (CAAR) pada periode long event window (pengamatan jangka panjang) yaitu pada pengamatan t = -40 sampai dengan t = +5, di mans t = 0 merupakan tanggal efektif sebagai variabel terikat dengan beberapa variabel bebas. Untuk variabel bebas terdiri dari perbandingan saham, ukuran perusahaan, ukuran likuiditas saham, fraksi harga, DER, umur perusahaan, dan persentase saham publik.
Berdasarkan penelitian ini, pengumuman right issue yang dilakukan oleh emiten di Bursa Efek Jakarta tahun 1997-2002 berpengaruh negatif dan signifikan untuk periode long event window (pengamatan jangka panjang) dan short event window (pengamatan jangka pendek). Untuk pengamatan jangka panjang pada t = -40 sampai dengan t = +5, sedangkan pengamatan jangka pendek pada t = -3 sampai dengan t = +3.

This research has been performed to analyze the impact of right issue to the market response during the period 1997-2002. Some factors predicted to be influence to market response are stock comparison, the size of the company, stock liquidity, price fraction, debt to equity ratio, age of the company, and the percentage of public share holder.
This research takes samples of 124 public companies listed in Jakarta Stock Exchange (JSX) with have clone right issue during 1997-2002. The samples separate into the two groups are total company and non-financial services public company. Hypothetical test to the samples have been performed with the t-test analysis, multiple regression, as well as F-test. Regression analysis performed with period t = -40 until t = +5 with t = 0 is effective date is stated CAAR (Cumulative Average Abnormal Return) as dependent. Variable and several variables are independent variable. The independent variables are stock comparison, the size of the company, stock liquidity, price fraction, debt to equity ratio, age of the company, and the percentage of public share holder.
According to the final research, right issues tend to give negative reaction to the market in the short event window period as well as in the long event window. Short event window period with period t = -40 until t = +5. Long event window period with period t=-3 until t=+3.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Azwar
"Penelitian struktur modal menarik untuk terus dilakukan, terlebih dengan menggunakan metode baru dalam pengujiannya. Pengujian kali ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemilihan struktur modal di Indonesia khususnya pada emiten Bursa Efek Jakarta pada periode sebelum dan setelah krisis moneter. Penekanan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah Pecking Order Theory (POT) dan Static Trade-Off (STO) dengan pendekatan penelitian yang dilakukan sebelumnya
Pada pengujian POT digunakan proksi yang sama dengan David E. Allen dan Martyn R. Clissold menggunakan periode penelitian tahun 1994 - 1996 dan 1999 - 2001. Variabel yang digunakan sebagai variabel terikat adalah perubahan jumlah hutang jangka panjang serta variabel eksplanatori adalah defisit arus kas. Pada pengujian variabel yang menjadi determinan penetapan struktur modal menggunakan pendekatan penelitian yang dilakukan oleh Philippe Gaud et. al. Variabel yang digunakan sebagai dependent variable adalah rasio total hutang terhadap total asset, rasio hutang jangka panjang terhadap total asset dan rasio hutang jangka pendek terhadap total asset. Sedangkan untuk eksplantori digunakan variabel rasio ukuran perusahaan (size), rasio asset tetap (tang), rasio pertumbuhan (growth), rasio profitabilitas (prof) dan risiko operasional (risk).
Hasil pengujian POT diperoleh bahwa pada periode sebelum krisis moneter perusahaan tidak menggunakan POT dalam penetapan struktur modalnya (perubahan hutang jangka panjang perusahaan tidak signifikan dipengaruhi oleh defisit arcs kas). Sedangkan setelah terjadi krisis moneter perusahaan khususnya di BEJ menggunakan POT dalam struktur pendanaannya
Pada pengujian variabel yang mempengaruhi struktur modal sesuai STO dan POT menggunakan pooled cross section, ukuran perusahaan dan tingkat keuntungan mempengaruhi seluruh rasio hutang dengan hubungan positif dan negatif Sedangkan tangibilitas hanya mempengaruhi rasio hutang jangka panjang pada periode sebelum krisis dan tingkat pertumbuhan signifikan negatif pada rasio hutang jangka pendek setelah krisis. Sedangkan risiko mempengaruhi rasio total hutang perusahaan secara positif. Pengujian dengan metode fixed effect memperlihatkan tingkat profitabilitas mempengaruhi seluruh rasio hutang kecuali rasio hutang jangka panjang setelah krisis.

Research for capital structure is still interest and continues to study, which use new method for testing. The objective of the test is to know determinant of capital structure in Jakarta Stock Exchange Company before and after monetary crisis. This paper focuses on Pecking Order Theory (POT) and Static Trade-Off (STO).
The POT test using the same model as David E. Allen and Martyn R. Clissold for period 1994 - 1996 and 1999 - 2001. Changes in long term debt as the dependent variable and internal funds flow deficit as the independent variable. Determinant variables in capital structure which is using research of Philippe Gaud et. al. The dependent variables for this test are total debt to total assets, long term debt to total asset and short term debt to total asset. Explanatory variables are firm size (size), tangibility (tang), firm's growth (growth), profitability (prof) and operational risk (risk).
Result of POT test shows that before monetary crisis, JSX Company did not use POT in their capital structure policy, but after monetary crisis the POT was used. Before the crisis, internal funds flow deficit is not significant to changes in long term debt, and after the crisis internal funds flow deficit shows positive significance.
Variables testing, which influence capital structure based on STO and POT using pooled cross section, shows that firm size and level of profitability significant to all type of debt ratio. While tangibility influence ratio of long term debt to total asset before crisis and firm growth negative significantly for ratio of short term debt to total asset after crisis. Firms risk influence only for ratio total debt to total asset positively. Research using fixed effect method shows that profitability influence for all type of debt ratio except for long term debt ratio after crisis.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Martin Natanael
"Pemerintah senantiasa mengembangkan pasar modal sebagai salah satu wahana investasi dan mobilisasi dana masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan profesionalisme para pelaku pasar modal sehingga pasar modal menjadi iebih efisien dan mencerminkan kondisi riil pasar itu sendiri. Permasalahan yang dihadapi oleh investor dalam menginvestasikan dananya di pasar modal bahwa investor tidak dapat mengetahui secara pasti hasil yang akan diperoleh dari investasi tersebut. Para investor hanya dapat memperkirakan berapa tingkat keuntungannya dan berapa peluang penyimpangannya.
Tujuan penelitian adalah mengkaji bagaimana perkembangan investasi portofolio di BEJ selama periode 1997-1999 serta bagaimana tingkat keuntungan dan risiko investasi selama periode tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji perkembangan BEJ dan metode analisis kuantitatif dengan bantuan Microsoft Statistic Package untuk mengkaji tingkat keuntungan dan risiko atau sensitivitas suatu saham terhadap perubahan pasar yang biasa disebut beta (13).
Selama periode tahun 1997-1999, perkembangan BEJ secara materiil meningkat. Jumlah emiten saham, jumlah lembar saham tercatat dan kapitalisasi pasar sekunder pada BEJ dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang berfluktuasi. Meningkatnya kapitalisasi pasar sekunder didominasi oleh 40 (empat puluh) emiten terbesar, kondisi demikian belum mencerminkan kondisi riil seluruh kapitalisasi saham tercatat pada BEJ.
Perkembangan perdagangan saham pada BEJ, dapat ditinjau dari volume, nilai, dan frekuensi perdagangan saham. Kegiatan transaksi perdagangan saham, 9O% terjadi pada pasar reguler dan crossing. Kegiatan perdagangan saham secara umum didominasi oleh 40 (empat puluh emiten) terbesar, kondisi demikian belum mencerminkan kegiatan perdagangan saham seluruh saham tercatat. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua saham tercatat pada BEJ aktif diperdagangkan.
Ditinjau dari transaksi antar investor, kegiatan jual beli saham dapat dilihat dari sudut pandang investor asing jual-investor asing beli, investor lokal jual-investor lokal beli. Kegiatan jual beli saham pada BEJ masih didominasi oleh investor asing. Kondisi demikian mencerminkan bahwa investasi pada BEJ masih tetap menarik investor asing sebagai wahana membentuk diversifikasi investasi internasional.
Setiap investor melakukan investasi pasti mengharapkan tingkat kemungkinan hasil semaksimal mungkin dengan risiko seminimal mungkin. investasi saham aktif diperdagangkan pada BEJ akan lebih menguntungkan dari pada investasi pada deposito. Keuntungan yang diperoleh investor dari investasi itu adalah capital gain dan deviden. Setiap investasi pasti mengandung risiko. Risiko investasi saham dapat dibedakan menjadi risiko tidak sistematis dan risiko sistematis. Risiko tidak sistematis dapat dihilangkan dengan diversifikasi dan risiko sistematis tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Investor dapat membentuk investasi portofolio, untuk menurunkan risiko tidak sistematis saham. Semakin banyak saham yang membentuk portofolio, semakin efektif untuk menurunkan risiko tidak sistematis saham.
Analisis portofolio pada keseimbangan, risiko tidak sistematis saham diukur dengan varian kesalahan tingkat keuntungan yang berkaitan dengan perubahan indeks pasar dan risiko sistematis (risiko pasar) diukur dengan beta saham.
Hasil yang diperoleh dari penelitian bahwa dari 40 (empat puluh) saham LQ-45 hanya 24 (dua puluh empat) emiten yang menghasilkan keuntungan investasi lebih besar daripada tingkat suku bunga deposito rata-rata selama satu bulan. Hasil penelitian melalui data sekunder juga menunjukkan bahwa ke 40 (empat puluh) saham emiten adalah saham defensif dimana beta saham tersebut Iebih kecil dari 1 (satu) artinya bila terjadi perubahan baik naik atau turun maka tingkat keuntungan akan berubah dengan arah yang berlawanan. Pemerintah harus menciptakan iklim investasi yang kondusif yang mendukung terciptanya pasar modal yang bergairah sehingga dapat mengurangi risiko sistematis."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T2392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Suryanah
"Peneliti menganalisis responsivitas ketaatan perusahaan-perusahaan yang tercatat di BEJ terhadap peraturan board governance yang dikeluarkan oleh BEJ berdasarkan variabel besar aset perusahaan, umur go public, dan industri. Peneliti menemukan bahwa reponsivitas ketaatan emiten yang terbagi berdasarkan kategori industri terhadap aturan board governance berbeda secara signifikan. Di sisi lain, responsivitas ketaatan emiten yang terbagi berdasarkan kategori besar aset dan umur go public tidaklah berbeda secara signifikan. Emiten yang berada pada industri bank dan sektor keuangan lebih respon/ taat dalam menerapkan aturan board governance dibandingkan perusahaan-perusahaan lain yang berada dalam indutri lain selain bank dan sektor keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa responsivitas ketaatan emiten terhadap aturan board governance adalah lebih disebabkan karena faktor industri.
Peneliti juga meneliti hubungan komposisi dan struktur board governance perusahaan. Peneliti menemukan bahwa nilai perusahaan lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar komposisi dan struktur board governance. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas board governance yang secara teori bisa mengurangi agency cost yang kemudian bisa meningkatkan nilai perusahaan tidak berjalan.

I analyze the responsiveness of listed company?s compliance with board governance regulation, authorized by JSX, based on the asset's size, the age of emiten listed in JSX, and the industries. I find that the responsiveness of listed companies' compliance categorized by the industries is significantly different. On the other hand, the responsiveness of listed companies' compliance categorized by the asset's size and the.age of emiten listed in JSX is not significantly different. The listed companies in the banking and financial sector industry are more responsive to comply the board governance regulation than the other listed companies in the other industries. So that, I conclude that the responsiveness of listed companies' compliance with board governance regulation is because of industry factor.
I also investigate the relationship between the board governance's composition and structure, and the value of the firm. I find that the firm value is influenced by factors other than the board governance's composition and structure. This result proves that the effectiveness of board governance, which theoretically will reduce the agency cost and the end result is increase the value of the firm, is not working.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T20020
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Fajarina
"Dari sekitar 400 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Islamic Index (JII) sebagai indeks saham syariah hanya menempatkan 30 saham pada indeksnya. Di luar 30 saham tersebut, masih terdapat saham-saham yang dapat dikategorikan syariah. Namun karena bukan termasuk saham dengan nilai kapitalisasi pasar yang besar, maka saham-saham tersebut tidak terdaftar pada JII.
Interview dilakukan kepada pihak Bapepam-LK, DSN-MUI, DIM, serta BEI, juga dilakukan penyebaran kuisioner kepada emiten JII. Kemudian dilakukan analisis pada data debt to equity ratio (DER). Berdasarkan interview, kriteria debt to equity ratio (DER) tidak langsung diterapkan begitu ada Fatwa DSN-MUI No:20/DSN-MUI/IV/2001 tentang kondisi emiten yang tidak layak untuk diinvestasikan oleh Reksa Dana Syariah, karena pada pertengahan tahun 1997 dimana terjadi krisis moneter, banyak perusahaan terlilit utang dalam mata uang asing.
Hingga sampai saat ini banyak yang menderita kerugian kurs. Masih sulit jika kriteria DER maksimum 82% diterapkan. Namun sejak Januari 2008, kriteria berdasarkan Fatwa DSN-MUI No:20/ DSN-MUI/ IV/2001 mulai diterapkan, karena pada November 2007 Bapepam-LK mengeluarkan Daftar Efek Syariah (DES) dengan kriteria yang disesuaikan dengan Fatwa DSN-MUI No:20/DSNMUI/ IV/2001.
Hasil analisis DER mengindikasikan bahwa sebelum terbit DES, kriteria yang ditetapkan untuk JII, tidak sepenuhnya diterapkan. Sedangkan hasilb kuisioner mengindikasikan dampak positif yang diperoleh emiten karena sahamnya terdaftar pada JII.

There are about 400 stocks in Jakarta Stocks Exchange (JSE), and 30 of them included in Jakarta Islamic Index (JII). Besides those 30 stocks there are other stocks that could be included as sharia stocks. Because of their lower market capitalization, those stocks are not listed in JII. Interview was held on Bapepam-LK, DSN-MUI, DIM and BEI.
Questionaire was also held to JII emiten. Next step is to analyze debt to equity ratio. Based on the interview, the criteria of debt to equity ratio (DER) were not directly applied after Fatwa DSN-MUI No:20/DSN-MUI/IV/2001 about the emiten condition that were not deserve to be invested by Reksa Dana Syariah, because there were monetary crisis in the middle of 1997, many companies have trouble with loan in kurs.
Until now there are many companies that suffering the kurs loose. It is still difficult if the DER criteria are 82% applied. But since January 2008, the criteria based on the Fatwa DSN-MUI No:20/ DSN-MUI/IV/2001 were starting applied, because in November 1997 Bapepam-LK released Daftar Efek Syariah (DES) with the criteria which is matched with Fatwa DSNMUI No:20/DSN-MUI/IV/2001.
The decision of the DER analysation indicated that before DES released, the criteria for JII were not applied generaly. On the other side, the quisionire shows the positif impact that emiten get because their shares were registered in JII."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T24318
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Andrew William
"Penelitian ini mengambil obyek emiten saham perbankan yang masih terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang aktif diperdagangkan yang melakukanm pengumuman pembagian deviden di tahun 2007, yang berdasarkan sampling terdapat 11 emiten perbankan yang melakukan penhgumuman pembagian deviden tsb.
Dari hasil penelitian ini, pengumuman pembagian deviden untuk masing-masing emiten bisa memberikan dampak positif dan negatif."
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008
T25562
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>