Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Prasetyo Nugroho
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan metode gabungan khususnya explanatory mixed methods design, yaitu menggunakan metode kuantitatif pada tahap awal, lalu ditindaklanjuti dengan metode kualitatif untuk memperkuat temuan. Terdapat beberapa faktor penyebab gangguan hutan di Kawasan Taman Nasional yang dibedakan menjadi penyebab tidak langsung, langsung dan geografis serta bentuk gangguan hutan. Pengelolaan hutan yang keliru, intervensi kebijakan yang keliru, kemiskinan dan rendahnya perkembangan sosial merupakan faktor penyebab tidak langsung gangguan hutan. Kemudian eksploitasi berlebih, pekerjaan dan subsisten merupakan faktor penyebab langsung gangguan hutan. Adapun faktor geografis seperti akses darat dan laut serta kedekatan dengan permukiman merupakan penyebab geografis gangguan hutan. Terdapat beberapa bentuk gangguan yang terjadi seperti pencurian kayu, perambahan, penggembalaan, pertanian dalam hutan dan perburuan hewan tersebar di berbagai desa dengan tingkat gangguan hutan tertinggi berada di Desa Sumberkelampok. Masing-masing penyebab dan bentuk gangguan hutan memiliki keterkaitan tersendiri. Pola perkembangan gangguan hutan mengikuti aksesibilitas yang terdapat di hutan yang mengarah ke hutan penyangga, kemudian ke hutan inti (TNBB). Proses dimulai dengan adanya pembalakan liar di hutan penyangga, kemudian lahan kosong hasil pembalakan liar ditanami palawija dibarengi dengan aktivitas penggembalaan di hutan penyangga, kemudian perambahan dan pencurian kayu mulai terjadi di hutan inti (TNBB).
This study uses an explanatory mixed methods design, which uses quantitative methods at an early stage, then followed up with a qualitative method to strengthen the findings. There are several factors of forest encroachment in West Bali National Park area which is divided into indirect cause, direct cause and geographical cause as well as the form of forest encroachment. There are several indirect factor of forest encroachment specifically mistaken of forest management, mistaken policy interventions, poverty and low social development; and direct factors of forest encroachment specifically over exploitation, work and subsistence. The geographical factors such as accesibility in mainland and coastal area, proximity to settlements is a geographical causes of forest encroachment. The form of encroachment such as logging, encroachment, grazing, farming and hunting animals in the forest are scattered in various villages with the highest levels of forest encroachment in the Sumberkelampok Village. Patterns of forest encroachment followed the development of accessibility contained in the woods that leads to the buffer zone of forest, then into the forest core (TNBB). First illegal logging take place in the forest buffer, second empty land planted with crops, third the grazing activity appear at buffer forest, and then illegal logging began to enter forest core (TNBB).
2016
S62389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqy Mulya Alfiyanti
Abstrak :
Slack Space merupakan jenis ruang yang tidak memiliki kerangka kerja tertentu. Sehingga ruang dapat mengakomodasi aktivitas dan kebutuhan ruang pengguna yang berubah seiring waktu dan situasi, dalam berbagai fungsi ruang. Dalam pemukiman yang padat penduduk, seperti Gang Ampiun, ruang begitu terbatas. Sehingga seringkali dilakukan penjangkauan ranah privat ke publik public sphere private encroachment atau privatisasi ruang publik yang dapat menimbulkan penumpukan fungsi ruang. Sifat ruang yang slack memungkinkan hal ini terjadi. Dilakukan pengamatan melalui pengumpulan data kualitatif dan wawancara, dilanjutkan dengan analisis kualitatif-deskriptif, untuk memahami: apakah Gang Ampiun termasuk kedalam ruang yang slack, bagaimana ruang yang slack dapat menimbulkan penumpukan ruang, dan mengetahui apa yang terjadi dalam slack space. dalam segi publik-privat ruang. Serta bagaimana implikasi terhadap aktivitas yang saling berkaitan. ......Slack space is a type of space that does not have any specific frameworks. It can accommodate activities and spatial needs through the change of time and situation in various spatial functions. In dense settlements, like in Gang Ampiun, space is limited. So the inhabitants fulfill their spatial needs through public sphere private encroachment or privatization of public space, that creates overlapping of spatial functions. This might happen in slack space. To understand what is Gang Ampiun considered slack, how slack space can create overlapping of spatial functions and what happens in a slack space in public private matter or the implication in activities that occur in it. Observation be done through qualitative descriptive analysis and data collection.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akmal Hasan
Abstrak :
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu bentuk upaya terhadap konservasi yang mempunyai fungsi dan peran penting sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya, yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1980. Dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sisters zoning yang telah dideklarasikan pada The IV th World Congres on National Park and Protected Area di Caracas, Venezuela 1992. Penelitian dengan judul "Sebaran Wilayah Berpotensi Rawan Perambahan Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Dan Sekitarnya" bertujuan ingin mengkaji perubahan spatial terhadap kondisi wilayah yang telah ditentukan menurut hukum yang secara formal (legal) maupun yang terjadi saat ini berkembang. Adanya penetapan suatu daerah Taman Nasional sering menimbulkan konflik antara masyarakat sekitar dengan pihak pengelola, untuk mengurangi gangguan tersebut perlu adanya pengaturan yang memadai untuk kehidupan masyarakat serta pengetahuan tentang pentingnya kawasan hutan/ Taman Nasional sebagai penyangga kehidupan masyarakat sekitar. Sasaran yang ingin dicapai secara umum memberikan kerangka pendekatan yang dapat mengakomodasikan kepentingan sosial masyarakat disekitar bufferzone Taman nasional Gunung Gede Pangrango. Secara singkat perrmasalahan yang muncul dalam study ini adalah "bagaimana sebaran wilayah rawan rambah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, baik menurut kebijakan Pemerintah maupun keberadaan (existing) penggesarannya?" selanjutnya, pertanyaan lainnya adalah "dimana wilayah yang berpotensl rawan rambah ?". Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh perubahan spatial penggunaan lahan yang secara fisik rawan rambah terdapat diwilayah bagian utara TNGGP pada Kabupaten Bogor khususnya di kecamatan Caringin, Megamendung dan Ciawi. Sedangkan Kabupaten Sukabumi adanya penambahan areal kawasan hutan khususnya di Kecamatan Cisaat. Kata Kunci : Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kebijaksanaan Pemerintah, Konservasi, Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, Masyarakat, Rawan Perambahan, Penggunaan Lahan.
a Distribution Which is Potential to be Encroached in Gunung Gede Pangrango National Park and Its Surrounding.Gunung Gede-Pangrango National Park has been determined as a National Park by the Ministry of Agriculture in 1980. As a conservation area, the National Park has its function as a protection of livelihood buffer system and sustainability biodiversity including its ecosystem. According to law no. 5/1990 concerning Conservation of Natural Resources and Biodiversity with its ecosystem, it has been defined that as a nature reserve area which has natural and original ecosystem, the area should be managed by zoning system such as being declared by the IV th World Congress on National Park and Protected area in Caracas, Venezuela 1992. The Research on :"Area Distribution which is potential to be encroached in Gunung Gede Pangrango National Park and its surrounding:, has objective to analyze the spatial change of area condition which has been defined based on legal and formal law or based on situational condition. By declaring the area as a National Park, it has caused conflict between community surrounding the area and the management site. To minimize the conflict, it is needed a standard regulation for a community livelihood and a knowledge on how important is the forest area/National park as a buffer for livelihood of the community. The general objective is to give a framework of approach which could accommodate social communities' needs in the buffer zone of Gunung Gede-Pangrango National Park. In Brief, the problem rise on this study is about "How is the distribution pattern of the area potential to be encroached in Gunung Gede-Pangrango, either based on the Government policy or by the existing movement?" and the next question is : "Where is the area potentially being encroached?" Result of the study showed that there has a spatial change in using area that physically potential being encroached. The areas are located within the North Part of Gunung Gede-Pangrango National Park that is in Bogor District especially in Caringin Regency, Megamendung and Ciawi. The other location is in Sukahumi district, which is located in Cisaat Regency. Keywords: Gunung Gede-Pangrango National Park, Government Policy, Conservation, Biodiversity Natural Resources and Ecosystem, Community, Encroachment, Land Use.
2001
T2819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library