Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Khairani
"Xerostomia merupakan masalah yang sering terjadi pada penderita penyakit ginjal terminal PGT di perkotaan dan menimbulkan dampak terhadap kualitas hidup klien. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada penderita PGT dengan xerostomia menggunakan oral hygiene dengan kassa basah dingin. Hasil intervensi menunjukkan penurunan Visual Analog Scale VAS Xerostomia setelah intervensi oral hygiene dari 59 menjadi 16. Gejala yang menurun secara signifikan adalah sensasi kurangnya saliva, sensasi bibir kering, sensasi mulut kering, dan derajat haus. Intervensi ini juga memberikan kepercayaan diri pada klien untuk mengurangi asupan cairannya. Oral hygiene direkomendasikan bagi penderita PGT yang mengalami xerostomia dan dapat mendukung intervensi restriksi cairan dengan mengurangi haus.

Xerostomia is a common problem found in ESRD clients in urban area that affect the quality of life. This case study aimed to analyze nursing care in ESRD with xerostomia by performing oral hygiene with cold and wet gauze. The result shows oral hygiene decreased Visual Analog Scale Xerostomia from 59 to 16. This intervention significantly decreased lack of saliva sensation, dry lips sensation, dry mouth sensation, and degree of thirst. Also, it encouraged client to reduce fluid intake. Thus, oral hygiene is recommended for ESRD with xerostomia which in turn will support fluid restriction through reducing thirst.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Tuty Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian gagal ginjal tahap akhir pada pasien DM tipe 2. Desain pada penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan penelitian case control. Jumlah responden kelompok kasus adalah 23 orang dan kelompok kontrol 46 orang. Analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal tahap akhir adalah lama menderita DM (p = 0,028), kebiasaan merokok (p = 0,027), minum minuman beralkohol (p = 0,034), pola diit (p = 0,000), hipertensi ( p = 0,036 ). Pada analisis regresi logistik diketahui bahwa pola diit merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya gagal ginjal tahap akhir pada pasien DM tipe 2 (p = 0.008). Diharapkan perawat perlu mengembangkan standar asuhan keperawatan yang berfokus pada upaya preventif untuk mencegah terjadinya komplikasi terutama gagal ginjal tahap akhir.

This research aims to know the risk factors which related to end stage renal disease. Research design is analitic description with case control approaching. The number of case group respondent are 23 people and control group respondent are 46 people. Bivariat analysis showed that risk factors corellated with end stage renal disease is duration of DM suffered (p = 0.028), smoking habit (p = 0,027), drinking alcoholic (p = 0.034), diet pattern (p = 0.000), Hypertension (p = 0.036). In logistic regression analysis is known that diet pattern is the most influencing factor in end stage renal disease in type 2 DM patient ( p = 0,008). It's recommended that nurses develop a nursing care standardization focused on preventif effort to prevent complication, especially end stage renal disease.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Nova Romaida
"ABSTRAK
Gagal ginjal terminal adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif. Salah satu terapi pengganti ginjal yang dilakukan adalah hemodialisis. Bagi pasien hemodialisis sangat lah penting untuk melakukan pengelolaan cairan dalam mencegah hipo/hipertensi, sesak, oedem, dan lainnya. Hal tersebut harus didukung oleh perawat dengan memberikan edukasi kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif sederhana dengan menggunakan analisis univariate analisis deskriptif . Selanjutnya pengambilan data diperoleh dengan menggunakan kuesioner pertanyaan terbuka yang dibagikan kepasa pasien hemodialisis. Analisis penelitian ini adalah univariat yang merupakan analisis tiap variabel yang dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik. Teknik pengambilan sampel adalah metode Non ndash; Random Sampling dengan tehnik Quota Sampling yaitu 65 orang berdasarkan kriteria inklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan cairan yang telah dilakukan oleh pasien hemodialisis sudah baik. Perawat harus mempertahankan bahkan meningkatkan kembali dalam memberikan edukasi kesehatan agar tetap menciptakan pengelolaan cairan yang baik kepada pasien yang melakukan hemodialisis. Kata Kunci : gagal ginjal terminal, edukasi kesehatan, pengelolaan cairan pasien hemodialisis.

ABSTRACT
End Stage Renal Disease is The pathophysiologic process with diverse etiology, resulting in a progressive decline in renal function. One of renal replacement therapy does is hemodialysis. For patients on hemodialysis is so important to the management of fluids in preventing the occurrence of such a state of excess fluid volume hypo hypertension, tightness, edema, and others. It must be supported by a nurse to provide health education. This research was a simple descriptive using univariate analysis descriptive analysis . Furthermore data collection was obtained through a questionnaire distributed an open question revelation of hemodialysis patients. Univariate analysis of this research was that an analysis of each variable declared by describing and summarizing the data in a scientific manner in the form of tables or graphs. The sampling technique was the method of non random sampling with quota sampling technique with 65 peoples based on inclusion criteria. These results showed that the management of fluid that has been done by hemodialysis patients is good. Nurses should maintain and even increase back in providing health education in order to keep creating good fluid management to patients who do hemodialysis. Keyword End Stage Renal Disease, Management Fluid, Health Education"
2015
S70089
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Eva Chris Veronica
"Gagal ginjal terminal merupakan tahap akhir dari kondisi Chronic Kidney Disease (CKD) dengan nilai Glomerulus Filtrasi Rate (GFR) kurang dari 15 ml/menit/1,73m². Gagal ginjal terminal dapat ditangani dengan terapi hemodialisis (National Kidney Foundation, 2015;Thomas, 2014). Adanya hemodialisis ini memberikan pembatasan cairan pada pasien yang menjalaninya. Kepatuhan pembatasan cairan pada sebagian pasien sulit untuk dilakukan dengan alasan banyak faktor (Chironda&Bhengu, 2015). Faktor yang terbesar dan dominan adalah faktor psikologis, yakni self compassion. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan self compassion dengan kepatuhan pembatasan cairan pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis, dan faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan pembatasan cairan. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional, sebanyak 89 pasien pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis dalam tiga kali seminggu yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien memiliki self compassion tinggi (69,7%). Hubungan self compassion dengan kepatuhan pembatasan cairan tidak signifikan (p=0,076), faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan pembatasan cairan adalah adalah usia (p=0,033), jenis kelamin (p=0,937), status menikah (p=0,473), status bekerja (p=0,885), tingkat pendidikan (p=0,126), lama menjalani hemodialisis (p=0,425), dan dukungan sosial (p=0,206) Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan pembatasan cairan adalah usia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan acuan bagi perawat dalam mengembangkan pengkajian keperawatan pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis.

End Stage Renal Disease is the final stage of the Chronic Kidney Disease (CKD) with a Glomerular Filtration Rate (GFR) value of less than 15 ml/min/1.73m². End Stage Renal Disease can be treated with hemodialysis therapy (National Kidney Foundation). The hemodialysis provides fluid resctrictions for patients who undergo. There are many factors that make fluid restrictions adherence difficult to do. (Chironda & Bhengu, 2015). The biggest and dominant factor is psychological factor, which is self compassion. The purpose of this study was to identify the correlation between self compassion and fluid adherence in the end stage renal disease patients undergoing hemodialysis, and other factors that influence fluid adherence. This study used a cross sectional method, with 89 end stage renal disease patients who underwent hemodialysis three times a week and who were selected using a purposive sampling technique. The results showed that the majority of patients had high self compassion (69.7%). The correlation of self compassion with fluid adherence was not significant (p = 0.076), other factors affecting fluid adherence were age (p = 0. Is related to fluid restriction adherence was age. This research is expected to be a reference for nurses in developing nursing studies in align end stage renal disease patients undergoing hemodialysis."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvi Suryati
"Latar belakang: Kejadian penyakit ginjal kronik (PGK) pada anak terus meningkat, sebagian kasus mengalami proses yang cepat menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Fungsi ginjal yang buruk dapat memengaruhi kualitas hidup yang dilaporkan pasien (patient-reported quality of life) terkait kesehatan dan kesejahteraan fisik serta mental. Beberapa studi mendapatkan kualitas hidup berkaitan dengan kesehatan (health related quality of life/HRQoL) pada pasien yang menderita hipertensi terbukti menurun dibandingkan pasien dengan normotensi. Bersamaan dengan itu, stres fisiologis dan psikologis yang terjadi dapat memengaruhi regulasi tekanan darah.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara hipertensi tidak terkontrol dengan skor PedsQL ESRD dalam metode Patient Reported Outcome Measures (PROM) pada pasien anak PGTA yang menjalani terapi dialisis.
Metode: dilakukan penelitian potong lintang dengan menganalisis data primer dan sekunder pasien anak PGTA yang menjalani dialisis di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) Gedung Kiara pada bulan April sampai Juni 2024.
Hasil: Sebanyak 59 pasien anak PGTA yang menjalani terapi pengganti ginjal, hemodialisis dan dialisis peritoneal, berusia 8–18 tahun, diikutsertakan dalam penelitian ini dari rumah sakit pendidikan nasional di Indonesia. Berdasarkan analisis bivariat, faktor yang berhubungan dengan skor PedsQL ESRD pada pasien anak PGTA adalah durasi dialisis (p = 0,006), kejadian anemia (p = 0,036) dan hipertensi tidak terkontrol (p = 0,003). Kami menemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara HRQoL yang dinilai dengan skor PedsQL ESRD dalam metode PROM dengan hipertensi tidak terkontrol (p = 0,003), yang memiliki risiko 5 kali lipat lebih tinggi untuk memiliki luaran kualitas hidup yang terganggu.
Kesimpulan: Penelitian potong lintang ini melaporkan bukti terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara hipertensi tidak terkontrol dengan kualitas hidup pasien anak PGTA yang sedang menjalani terapi dialisis. Pasien anak PGTA dengan hipertensi tidak terkontrol memiliki risiko 5 kali lipat lebih tinggi untuk memiliki luaran kualitas hidup yang terganggu dinilai dengan skor PedsQL ESRD.

Background: The incidence of chronic kidney disease (CKD) in children is increasing, with some cases rapidly progressing to end-stage renal disease (ESRD). Poor kidney function can affect patient-reported quality of life in terms of physical and mental health and well-being. Several studies have found that health-related quality of life (HRQoL) in patients with hypertension has been shown to decrease compared to patients with normotension. At the same time, physiological and psychological stress may affect blood pressure regulation.
Objective: To investigate the relationship between uncontrolled hypertension and the PedsQL ESRD score in Patient Reported Outcome Measures (PROM) method in PGTA pediatric patients undergoing dialysis therapy.
Methods: A cross-sectional study was conducted by analyzing primary and secondary data of ESRD pediatric patients undergoing dialysis at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) Kiara Building from April to June 2024.
Results: A total of 59 pediatric patients with CKD undergoing renal replacement therapy, hemodialysis and peritoneal dialysis, aged 8-18 years, were included in this study from national teaching hospitals in Indonesia. Based on multivariate analysis, factors associated with PedsQL ESRD score in pediatric ESRD patients were duration of dialysis (p = 0.006), incidence of anemia (p = 0.036) and uncontrolled hypertension (p = 0,003). We found a statistically significant effect between Health Related Quality of Life (HRQoL) assessed by PedsQL ESRD score in PROM method with uncontrolled hypertension, who have a 5-fold higher risk of having impaired quality of life outcomes assessed by the PedsQL ESRD score.
Conclusion: This cross-sectional study reported evidence of a statistically significant association between uncontrolled hypertension and the quality of life of pediatric patients with ESRD who are undergoing dialysis therapy. Pediatric patients who have uncontrolled hypertension have a 5-fold higher risk of having impaired quality of life outcomes assessed by PedsQL ESRD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Meiliani
"ABSTRAK
Penyakit gagal ginjal terminal mengharuskan pasien menjalani hemodialisis dengan sejumlah penyesuaian gaya hidup seperti diet dan pembatasan asupan cairan yang memunculkan berbagai pikiran dan perasaan negatif. Kebanyakan pasien berusaha menghindari ataupun denial dengan perilaku melanggar diet yang mengarahkan berbagai komplikasi medis. Untuk meningkatkan kepatuhan diet, diusulkan teknik intervensi Acceptance and Commitment Therapy (ACT). Kekuatan dari intervensi ini adalah tujuannya yang membuat individu menyadari segala pengalaman negatif tanpa berusaha menghindari/menghilangkan. Hal ini membuat individu lebih menyadari hal yang penting untuk mengarahkan pada hidup yang bermakna dan penggunaan strategi yang efektif dalam masalah diet. Desain penelitian yang digunakan adalah single subject design dengan purposive sampling pada tiga pasien gagal ginjal. Pada pelaksanaannya, satu partisipan yang dapat menyelesaikan sesi. Hasilnya menunjukkan peningkatan partisipan dalam menyadari pengalaman negatif dari diet dan tampak usaha mengatur asupan minum. Walaupun demikian, pengukuran kuantitatif tidak menunjukkan perubahan signifikan pada perilaku kepatuhan diet dan asupan cairan.

ABSTRACT
End-Stage Renal Disease (ESRD) patients have to follow hemodialysis with some life changes as dietary and fluid restriction that emerges some negative thoughts and emotions. Patients used to solve this problems by avoid or denial in non-adherence behaviors. These behaviors cause some health problem and make problem getting worse. To overcome this problem, it is used Acceptance and Commitment therapy. Strength of this intervention is accepts and aware all of experience (thoughts, emotions, memories, bodily sensations) without avoid it. So, patient can aware values that compass to do meaningful life and choose better strategies for dietary and fluid restriction problems. This study used single subject design and purposive sampling with 3 ESRD patients. Only one participant that completing the sessions and reported increased awareness to dietary negative experiences without avoidance it. He also showed efforts to controlled fluid consumptions. Nevertheless, quantitative measurement showed no significant changes in dietary and fluid adherence behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T36863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Rifki
"Pendahuluan: Akses vaskular merupakan komponen penting pada terapi hemodialisis. Akses vaskular sementara menggunakan kateter sebelum akses permanen berupa fistula arteriovena. Kateter hemodialisis sebaiknya menggunakan tunneled double lumen catheter (TDLC). KDOQI 2006 menyarankan posisi ujung kateter berada di mid-atrium kanan. Pemasangan TDLC pada pasien-pasien dewasa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) belum sepenuhnya menggunakan panduan fluoroskopi dalam mengetahui lokasi ujung kateter. Diperlukan penelitian untuk membandingkan ketepatan lokasi ujung kateter pada pemasangan TDLC dengan panduan fluoroskopi dibandingkan dengan tanpa panduan fluoroskopi.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang, dilakukan di RSCM dan RS. Hermina Bekasi pada bulan Maret-April 2017. Subjek penelitian adalah pasien penderita penyakit ginjal tahap akhir dewasa yang menjalani hemodialisis dengan menggunakan TDLC yang ditindak di RSCM dan RS Hermina Bekasi. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive. Luaran penelitian ini adalah ketepatan lokasi ujung kateter pada pemasangan TDLC dengan panduan fluoroskopi dibandingkan dengan pemasangan tanpa panduan fluoroskopi. Luaran lain yang dinilai adalah adekuasi berupa tarikan aliran darah pada saat hemodialisis (blood flow/Qb).
Hasil: Studi ini meliputi 97 sampel dari masing-masing kelompok pemasangan TDLC. Terdapat perbedaan bermakna pada ketepatan posisi ujung kateter di dalam mid-atrium antara pemasangan TDLC dengan panduan fluoroskopi dibandingkan dengan tanpa panduan fluoroskopi, RR 5,603 (CI 95% 3,11-10,08; p < 0,001). Studi mengenai Qb meliputi 115 sampel dari kelompok fluoroskopik dan 55 sampel dari kelompok non fluoroskopik. Pada kelompok fluoroskopi, terdapat 3 subjek blood flow nya 300mL/menit ke atas, sedangkan pada kelompok non fluoroskopi terdapat 37 subjek yang blood flow nya 300mL/menit ke atas.
Kesimpulan: Penggunaan panduan fluoroskopi pada pemasangan TDLC meningkatkan ketepatan posisi ujung kateter dibandingkan dengan tanpa panduan fluoroskopi. Terdapat limitasi penelitian pada luaran Qb, dikarenakan tidak memenuhi besar jumlah sampel minimal, sehingga penelitian ini tidak dapat melakukan analisis hubungan ketepatan lokasi ujung kateter dengan adekuasi.

Introduction: Vascular access is an important part of hemodyalisis therapy. Temporary vascular access uses catheter before permanent access is set such as arteriovenous fistula. Hemodyalisis catheters sould use tunneled double lumen catheter (TDLC). KDOQI 2006 suggested that the position of the tip of the catheter ends in right mid-atrium. TDLC installment in adult patients in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo hospital (RSCM) does not fully use fluoroscopy guidance to ensure the locaation of the catheter tip. Research is needed to compare the position of catheter tip of TDLC installation between the usage of fluoroscopy guide and not.
Method: This was a cross sectional study conducted in RSCM and Hermina Bekasi Hospital from March to April 2017. The subjects of this research were patients with end stage kidney disease that underwent hemodyalisis with TDLC that were installed in RSCM and Hermina Bekasi Hospital. The subjects were taken consecutively. The outcome of this study was comparison between the accuracy of catheter tip position in TDLC installation with fluoroscopy guided and non guided. The other outcome was adequation in the form of blood flow in hemodyalisis (blood flow/Qb)
Results: This study included 97 samples from each group of TDLC installation. There is a significant difference between fluoroscopy guided and non guided in TDLC installation catheter tip position wether it is in the mid-atrium or not with RR 5,603 (CI 95% 3,11-10,08; p < 0,001). The study about Qb included 115 samples from fluoroscopic group and 55 samples from non fluoroscopic group. There are 3 subjects whose blood flow were >300mL/minute, while in the non fluoroscopic group there were 37 subjects whose blood flow were > 300mL/minute.
Conclusion: The usage of fluoroscopy guide in TDLC installment rises the accuracy of catheter tip position compared to non fluoroscopy guided TDLC installment. There was limitation in Qb outcome because the sample size was not enough, therefore the study about catheter tip position and adequation could not be analyzed.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Imelda
"Pendahuluan. Berbagai panduan menganjurkan hemodialisis HD tiga kali seminggu. Di Indonesia pasien dengan hemodialisis dua kali seminggu lebih banyak ditemukan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran klinis dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisis dua kali seminggu dibandingkan tiga kali seminggu.
Metode. Merupakan studi potong lintang pada pasien yang menjalani HD dua dan tiga kali seminggu di RS Cipto Mangunkusumo dan beberapa RS swasta. Dilakukan pemeriksaan laboratorium dan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan Kidney Disease Quality of Life KDQOL-SF 36.
Hasil. Didapatkan 80 subjek dengan kelompok usia >50 tahun lebih banyak ditemukan. Secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali yaitu Interdialytic Weight Gain IDWG 4,91 SB 1,52 dan 3,82 SB 1,28 p=0,002. albumin 4,05 SB 0,26 dan 3,86 SB 0,48 p=0,027, saturasi transferin 25,5 12,0-274,0 dan 21,95 5,8-84,2 p=0,004, kadar fosfat 5,82 SB 1,68 dan 5,82 SB 1,68 p=0,026. Kadar TIBC 235,20 SB 55,72 dan 273,73 SB 58,29 p=0,004 pada kelompok tiga kali HD secara bermakna lebih tinggi. Pada kelompok HD dua kali seminggu 68 mencapai Kt/V>1,8, 93,3 yang HD tiga kali seminggu mencapai Kt/V>1,2. Kualitas hidup antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna baik pada Physical Componet Score PCS p=0,227, Mental Component Score MCS p=0,247 dan Kidney Disease Component Score KDCS p=0,889.
Simpulan. Didapatkan secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali seminggu pada pemeriksaan IDWG, albumin, saturasi transferin, fosfat, sedangkan TIBC lebih tinggi pada kelompok HD tiga kali seminggu. Kualitas hidup kedua kelompok tidak berbeda bermakna.

Introduction. Many guidelines recommend hemodialysis HD three times a week. In Indonesia there are more patients undergoing hemodialysis twice a week. It is necessary to investigate the clinical features and the quality of life in patients undergoing hemodialysis twice a week.
Method. A cross sectional study in patients undergoing HD two and three times weekly at Cipto Mangunkusumo Hospital and some private hospitals. Laboratory examination and assessment of quality of life by using Kidney Disease Quality of Life KDQOL SF 36.
Results. There were 80 subjects with age group 50 years is more common. Significantly higher in group HD twice a week were Interdialytic Weight Gain IDWG 4.91 SB 1.52 and 3.82 SB 1.28 p 0.002. 4,05 albumin SB 0.26 and 3.86 SB 0.48 p 0.027, transferrin saturation 25.5 12.0 to 274.0 and 21.95 5.8 to 84.2 p 0.004, the phosphate level 5.82 SB 1.68 and 5.82 SB 1.68 p 0.026. The TIBC level 235.20 55.72 SB and 273.73 58.29 SB p 0.004 was significantly higher in group HD thrice a week. In twice a week HD group 68 reached Kt V 1.8, 93.3 of HD thrice a week achieved Kt V 1.2. Quality of life between the two groups was not significant either on Physical Componet Score PCS p 0.227, Mental Component Score MCS p 0.247 and Kidney Disease Component Score KDCS p 0.889.
Conclusion. There were significantly higher in group HD twice a week on examination IDWG, albumin, transferrin saturation and phosphate levels, whereas the TIBC was higher in group HD three times a week. Quality of life of the two groups was not significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Putri Lenggogeni
"Perubahan kualitas tidur sering dikeluhkan oleh pasien yang menjalani hemodialisis. Beberapa faktor-faktor diketahui berhubungan dengan kualitas tidur pasien yang menjalani hemodialisis antara lain faktor demografi, patofisiologis dan psikologis. Disamping faktor tersebut terdapat sebuah faktor baru yang berhubungan dengan kualitas tidur yakni faktor spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pasien yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian ini adalah analitik cross sectional dengan jumlah sampel 100 orang. Analisis data menggunakan Chi-square dan Regresi Logistik.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara usia p= 0,003, jadwal hemodialisis p=0,001, adekuasi hemodialisis p=0,000, interdialytic weight gain IDWG p=0,004, depresi p=0,000 dan spiritualitas p=0,000 . Depresi merupakan faktor yang paling berhubungan dengan kualitas tidur pasien yang menjalani hemodialisis p=0,002; OR=23,063 . Perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur dalam menyusun intervensi keperawatan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien yang menjalani hemodialisis.

The changing of sleep quality is often being complained by hemodialysis patients. Several influencing factors of sleep quality in hemodialysis patients included demographic, pathophysiological and psychological factors. In addition, there is a new related factor of sleep quality which is spirituality factor. This study is aimed to identify and explain the influencing factors of sleep quality in hemodialysis patients. This study used cross sectional analytic with 100 hemodialysis patients. Chi square and Logistic Regression was used to analyze data.
The results showed there was a relationship between age p 0,003, hemodialysis schedule p 0,001, hemodialysis adequacy p 0,000, interdialytic weight gain IDWG p 0,004, depression p 0,000 and spirituality p 0,000 with sleep quality in hemodialysis patients. Depression is the most influencing factor of sleep quality in hemodialysis patients p 0,002 OR 23,063 . It is necessary to consider influencing factors of sleep quality in developing nursing interventions to improve sleep quality in hemodialysis patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Ayu Ary Antari
"Pasien gagal ginjal terminal dengan hemodialisis seringkali melaporkan mengalami pemanjangan waktu pemulihan pascahemodialisis yang berdampak pada rendahnya kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu pemulihan pascahemodialisis. Rancangan yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian yaitu 185 pasien hemodialisis di RSUP Sanglah Denpasar yang dipilih dengan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama waktu pemulihan pascahemodialisis adalah 578,41 402,27 menit. Jadwal hemodialisis p=0,029 , penyakit penyerta p = 0,046 , jumlah komplikasi akut p = 0,0001 dan depresi p = 0,004 ditemukan berhubungan signifikan dengan waktu pemulihan pascahemodialisis. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa jumlah komplikasi akut selama hemodialisis merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan waktu pemulihan pascahemodialisis =0,747.
Kesimpulannya adalah jenis kelamin, lingkar lengan atas, jadwal hemodialisis, kadar sodium dialisat, intradialytic weight loss, penyakit penyerta dan jumlah komplikasi akut secara bersama-sama memiliki hubungan bermakna dengan waktu pemulihan pascahemodialisis.

End stage renal disease undergoing hemodialysis patient often reported a prolonged post hemodialysis recovery time which related to the patient rsquo s low quality of life. This study aimed to identify the factors related to post hemodialysis recovery time. This study used descriptive correlation design with cross sectional method. The samples of the study were 185 hemodialysis patients at Sanglah Central Hospital, Denpasar, recruited by consecutive sampling technique.
The result of the study showed that the mean of recovery time was 578.41 402.27 minute. Hemodialysis schedule p 0.029 , comorbid diseases p 0.046, the number of acute complication p 0.0001 and depression p 0.004 were significantly related to post hemodialysis recovery time. The result of multivariate analysis showed that the number of acute complication during hemodialysis was the most dominant factor related to recovery time 0.747.
As the conclusion, gender, upper arm circumference, hemodialysis schedule, sodium dialysate concentration, intradialytic weight loss, comorbid diseases, and the number of acute complication altogether shared significant correlation with post hemodialysis recovery time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>