Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hafiz Audhar
"Latar belakang:Penggunaan pipa endotrakeal merupakan tindakan yang dapat menciptakan jalan napas yang aman selama operasi. Nyeri tenggorok pascaoperasi masih menempati rangking ke-8 dari komplikasi pascaoperasi terutama akibat intubasi dan penggunaan pipa endotrakeal.Metode: Penelitian ini menggunakan metode uji klinis prospektif acak tersamar ganda pada 88 pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum dengan pipa endotrakeal. Pasien dibagi menjadi dua kelompok secara acak; Grup A 44 orang dan Grup B 44 pasien. Sebelum induksi, pada grup A diberikan inhalasi NaCl 0,9 10 mL dan injeksi deksametason intravena, grup B diberikan inhalasi lidokain 2 1,5 mg/KgBB dan injeksi NaCl 0,9 2 mL. Penilaian tenggorok menggunakan Numerica Rating Scale dalam 3 waktu yang berbeda, jam ke-0, 2 jam dan 24 jam pascaoperasi. Kekerapan dan derajat nyeri dicatat dan dianalisa dengan menggunakan uji chi-kuadrat.Hasil: Tidak didapatkan perbedaan kekerapan nyeri tenggorok pascaoperasi bermakna pada kedua kelompok sesaat setelah operasi selesai 16,3 pada grup A dan 7 pada grup B, p = 0,313 , jam ke-2 dan jam ke-24 pascaoperasi tidak didapatkan nyeri tenggorok pada kedua grup . Derajat nyeri tenggorok pascaoperasi tidak berbeda bermakna di antara kedua kelompok.Simpulan: Inhalasi lidokain sebelum intubasi memiliki efektivits yang sama dengan profilaksis deksametason intravena dalam mencegah nyeri tenggorok pascaoperasi.Kata kunci: Nyeri tenggorok pascaoperasi, intubasi endotrakeal, deksametason, lidokain.

Background The use of endotracheal tube ETT is securing airway during surgery. Postoperative sore throat still holding the 8th rank of anesthesia complication however because endotracheal tube and intubation.Methods This study is prospective randomized clinical trials double blind in 88 patients undergoing surgery under anesthesia with endotracheal tube ETT . Patients was divided into two groups at random Group A 44 patients and group B 44 patient. Before the induction, patient in group A was given NaCl 0,9 inhalation 10 mL and intravenous dexamethasone injection 10 mg, group B was given lidocaine inhalation 1,5 mg KgBW and intravenous NaCl 0,9 injection 2mL. The evaluation using Numerical Rating Scale in three different times early after extubation, 2 hours and 24 hours postoperative. The frequency and degree of POST were recorded and analyzed using chi square.Result there are no differences in postoperative sore throat between both groups at early after surgery 16,3 in group A and 7 in group B, p 0,313 , 2 hour and 24 hour postoperative there is no POST were found in both group . The degree of POST was not significantly different between two group.Conclusion lidocaine inhalationbefore intubation has the same effectiveness compare to prophylactic intravenous dexamethason injection in reducing POST."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Isnarsandhi Yustisia
"Latar Belakang: Dalam sistem pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, keterampilan klinik dasar Intubasi pada mahasiswa ikut melibatkan PPDS Anestesi tahap mandiri sebagai bentuk aplikasi dari modul komunikasi efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pelatihan intubasi yang dilakukan oleh PPDS Anestesi dibandingkan dengan Konsulen Anestesi pada Mahasiswa Kedokteran FKUI
Metode: Penelitian dilakukan menggunakan desain eksperimental dengan membagi subyek menjadi dua kelompok antara mahasiswa yang dilatih oleh PPDS Anestesi tahap mandiri dan Konsulen anestesi. Selanjutnya kedua kelompok melalui ujian OSCE yang dinilai oleh tim penilai. Analisis data dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 26.
Hasil: Dalam penelitian ini, 100 subjek memenuhi kriteria inklusi dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok mahasiswa yang dilatih oleh PPDS Anestesi dan kelompok yang dilatih oleh Konsulen Anestesi. Demografi subjek menunjukkan proporsi laki-laki dan perempuan yang seimbang di kedua kelompok. Hasil penilaian kedua kelompok menggunakan skor rubrik menunjukkan perbedaan nilai statistik yang tidak signifikan (p > 0.001) sedangkan nilai global rating scale memberikan perbedaan nilai statistik yang signifikan (p = 0.001).
Simpulan: Pelatihan keterampilan klinis intubasi endotrakeal yang dilakukan PPDS Anestesi Tahap Mandiri dibandingkan dengan Konsulen Anestesi memberikan hasil yang tidak berbeda bermakna pada mahasiswa kedokteran FKUI.

Background: In the learning system at the Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, basic clinical skills in intubation for students also involve the Resident of Anesthesiology as a form of application of the effective communication module. This study aims to determine the comparison of intubation training carried out by Resident of anesthesiology compared to Attendings for Medical Students in Universitas Indonesia
Methods: The research was carried out using an experimental design by dividing subjects into two groups, one group contains students trained by Resident of Anesthesiology and other group contains students which trained by Attendings. Both groups went through the OSCE exam which was assessed by the assessment team. Data analysis was carried out using the SPSS version 26.
Results: In this study, 100 subjects met the inclusion criteria and were divided into two groups, namely the student group trained by Resident of Anesthesiology and the group trained by Attendings. Subject demographics showed an equal proportion of men and women in both groups. The results of the assessment of the two groups using rubric scores showed that the differences in statistical values were not significant (p > 0.001) while the global rating scale values provided significant differences in statistical values (p = 0.001).
Conclusion: Endotracheal intubation clinical skills training carried out by Resident of Anesthesiology compared to attendings gave results that were not significantly different for medical students in Universitas Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Anggun Pratiwi
"Latar Belakang: Pandemi COVID-19 telah menjadi tantangan besar bagi dunia kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan populasi yang sangat rentan tertular dikarenakan tingginya intensitas dan frekuensi pajanan SARS-CoV-2. Risiko penularan meningkat apabila tenaga medis melakukan tindakan yang memicu aerosilisasi, salah satunya adalah intubasi endotrakeal karena tingginya viral load pada saluran napas. Sebanyak 3,2% pasien COVID-19 memerlukan tindakan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis. Intubasi endotrakeal yang efektif pada pasien COVID-19 penting dilakukan untuk menurunkan mortalitas dan risiko penularan. Penelitian ini bertujuan intuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas intubasi endotrakeal pada pasien terkonfirmasi COVID- 19 di RSUP Persahabatan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di IGD, ICU Rasmin Rasjid dan ICU PINERE RSUP Persahabatan pada bulan Juni 2021 – Juni 2022. Subjek peneltian ini adalah pasien terkonfirmasi COVID-19 yang dilakukan tindakan intubasi endotrakeal yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tindakan intubasi endotrakeal dinilai dari observasi rekaman CCTV. Selanjutnya karakteristik subjek, karakteristik intubasi endotrakeal dan faktor-faktor yang memengaruhi intubasi endotrakeal dievaluasi.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 59 subjek penelitian. Proporsi intubasi endotrakeal efektif pada pasien COVID-19 sebesar 20,34%. Median lama waktu tindakan intubasi endotrakeal adalah 38 (19-189) detik. Sebanyak 32 (54,24%) tindakan intubasi endotrakeal dilakukan oleh spesialis anestesi dan 27 (45,76%) oleh PPDS Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. Hasil analisis bivariat didapatkan hasil bermakna secara statistik pada variabel penyakit kardiovaskular+DM (OR 0,24 (IK 95% 0,06-0,91), p=0,028) dan variabel operator (OR 0,07 (IK 95% 0,01-0,62), p=0,004). Hasil analisis multivariat menunjukkan hasil bermakna secara statistik hanya pada variabel operator (adjusted OR 0,06 (IK 95% 0,01-0,60), p=0,016).
Kesimpulan: Terdapat hubungan penyakit kardiovaskular+DM dan operator terhadap intubasi endotrakeal efektif pada pasien COVID-19 di RSUP Persahabatan.

Background: The COVID-19 pandemic has become a major challenge for the healthcare system. Healthcare workers are vulnerable population of COVID-19 transmission due to high intensity and frequency of exposure to SARS-CoV-2. The risk of transmission increases in aerosolization procedure such as endotracheal intubation because of the high viral load in the airways. Approximately 3.2% of COVID-19 patients require endotracheal intubation and mechanical ventilation. Effective endotracheal intubation in COVID-19 patients is important parameter to reduce mortality and the risk of transmission to healthcare workers. This study aims to determine the factors that influence the effectiveness of endotracheal intubation in patients with COVID-19 in National Respiratory Center, Persahabatan Hospital.
Methods: This study is an observational study using a cross-sectional design which was carried out in the emergency department, ICU Rasmin Rasjid and ICU PINERE of National Respiratory Center, Persahabatan Hospital in June 2021 – June 2022. The subjects of this study were COVID-19 patients who underwent endotracheal intubation who met the criteria inclusion and exclusion. The endotracheal intubation procedure was assessed from the observation of CCTV recordings. The characteristics of the subject, the characteristics of endotracheal intubation and the factors that influence endotracheal intubation were evaluated.
Results: In this study, there were 59 subjects. The proportion of effective endotracheal intubation in COVID-19 patients was 20.34%. The median length of time for endotracheal intubation was 38 (19-189) seconds. Among the subjects, 32 (54.24%) endotracheal intubation were performed by anesthesiologists and 27 (45.76%) were performed by Pulmonology and Respiratory Medicine residents. The results of the bivariate analysis showed statistically significant results on the cardiovascular disease + DM comorbid (OR 0.24 (95% CI 0.06-0.91), p=0.028) and operator (OR 0.07 (95% CI 0.01-0.62), p=0.04). The results of the multivariate analysis showed statistically significant results only for operator (adjusted OR 0.06 (95% CI 0.01-0.60), p=0.016).
Conclusion: There is relationship of cardiovascular disease + DM comorbid and operator with effective endotracheal intubation in COVID-19 patients at National Respiratory Center, Persahabatan Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adriana Lukmasari
"Latar belakang: Intubasi endotrakeal merupakan tindakan yang cukup rumit dan memiliki risiko tinggi. Intubasi endotrakeal neonatus memiliki angka keberhasilan yang rendah pada percobaan pertama (first attempt) yaitu 20,3% dikarenakan kondisi desaturasi atau bradikardia. Angka mortalitas dan gangguan neurodevelopmetal meningkat pada neonatus yang gagal pada percobaan pertama intubasi. Penggunaan teknik HFN sebagai oksigenasi tambahan saat percobaan intubasi terbukti meningkatkan keberhasilan intubasi endotrakeal neonatus akan tetapi teknik tersebut memerlukan perangkat tambahan yang tidak selalu tersedia di fasilitas kesehatan. Teknik oksigenasi tambahan berupa VTP nasal dengan kanula RAM belum pernah diteliti.
Tujuan: Untuk mengetahui efikasi ventilasi tekanan positif nasal dengan kanula RAM terhadap keberhasilan intubasi endotrakeal bayi prematur.
Metode: Uji klinis terbuka yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni 2024. Sampel penelitian adalah bayi prematur usia gestasi ≥ 25 minggu sampai 34 minggu dengan asfiksia berat atau distres napas berat atau apnea yang memenuhi kriteria inklusi. Dilakukan randomisasi dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol (VTP standar) dan kelompok perlakuan (VTP standar yang ditambahkan VTP nasal dengan kanula RAM).
Hasil: Terdapat 78 sampel yang terdiri dari 39 kelompok perlakuan dan 39 kelompok kontrol. Keberhasilan intubasi pada kelompok perlakuan adalah 84,6% dibandingkan kelompok kontrol 41% dengan nilai Absolute Risk Reduction (ARR) 44% dan Number Need to Treat (NNT) 2. Kejadian desaturasi pada kelompok perlakuan adalah 10,3% dibandingkan kelompok kontrol 59% dengan nilai Absolute Risk Reduction (ARR) 49% dan Number Need to Treat (NNT) 2. Rerata rentang waktu sampai terjadi desaturasi pada kelompok perlakuan sebesar 46 detik dibandingkan kelompok kontrol 29,74 (p=0,142).
Kesimpulan: VTP nasal dengan kanula RAM meningkatkan keberhasilan intubasi endotrakeal neonatus dan mengurangi desaturasi. Rerata rentang waktu sampai terjadi desaturasi secara klinis bermakna antara kedua kelompok penelitian.

Background: Endotracheal intubation in neonates is a complex and risky procedure, with a low initial success rate of 20.3% primarily due to desaturation or bradycardia. Neonates who fail in the first attempt of endotracheal intubation are at increased risk of mortality and neurodevelopmental disorders. High-flow nasal (HFN) techniques have been shown to enhance the success of neonatal endotracheal intubation, but their implementation may be limited by the availability of necessary equipment in healthcare settings. Additional oxygenation techniques such as Nasal Positive Pressure Ventilation (PPV) through a RAM cannula in neonatal endotracheal intubation has not been studied.
Objective: To evaluate the efficacy of nasal positive pressure ventilation with ram cannula compared to the outcomes of endotracheal intubation in preterm neonates.
Methods: Open clinical trials conducted from January to June 2023. The research sample consists of preterm neonates with a gestational age of ≥ 25 weeks to 34 weeks with severe asphyxia or severe respiratory distress or apnea that meet the inclusion criteria. Randomization was performed and divided into 2 groups, namely the control group (standard PPV) and the treatment group (standard PPV with the addition of nasal PPV with RAM cannula).
Results: The study sample included 78 neonates consisting of 39 in the treatment groups and 39 in the control groups. The intubation success rate in the treatment group was 84.6%, significantly higher than the 41% success rate observed in the control group. This discrepancy resulted in an Absolute Risk Reduction (ARR) of 44% and a Number Needed to Treat (NNT) of 2. Furthermore, the occurrence of desaturation in the treatment group was notably lower at 10.3% compared to 59% in the control group, leading to an Absolute Risk Reduction (ARR) of 49% and a Number Needed to Treat (NNT) of 2. The mean time to desaturation in the treatment group was 46 seconds compared to 29.74 seconds in the control group (p=0.142).
Conclusion: Nasal PPV with RAM canula improves the success of neonatal endotracheal intubation and decrease desaturation episodes. There is a clinically significant difference in the mean time interval until desaturation occurs between the two research groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library