Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Sundari rangkuti
Surabaya: Airlangga University Press, 2005
344.046 SIT h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdian Rozal Nanda
Abstrak :
Tulisan ini membahas studi corporate environmental crime terhadap penegakan hukum atas kasus pencemaran Sungai Cikijing yang dilakukan oleh PT Kahatex di Kecamatan Rancaekek Jawa Barat. Data yang digunakan diperoleh melalui data sekunder berupa dokumen lembaga, karya tulis ilmiah, dan dokumen online. Hasil analisis studi corporate environmental crime menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap PT Kahatex cenderung lemah. Hal ini disebabkan karena penegakan hukum tidak mampu memberikan kepastian dan beratnya hukuman. Permasalahan berkaitan dengan aktivitas korporasi di dalam konteks kejahatan lingkungan juga mendorong kompleksitas kasus ini. Oleh karena itu, kualitas penegakan hukum lingkungan yang baik diperlukan untuk mencegah praktik pencemaran sungai. Studi corporate environmental crime dikembangkan untuk memahami penegakan hukum terhadap korporasi.
This article discusses the study of corporate environmental crime about law enforcement over water pollution in Cikijing River caused by PT Kahatex, in Kecamatan Rancaekek West Java. The data that were used obtained through secondary data form documents from community institution, scientific research, and online articles. Analysis of the study of corporate environmental crime shows that a poor environmental law enforcement towards PT Kahatex, that caused by law enforcement that is unable to give legal certainty and a proper punishment. Problems related to corporate activities in environmental crime also illustrate the complexity of this case, therefore the better quality of environmental enforcement is needed to halt the practice of river pollution. The studies of corporate environmental crime were developed to understanding the law enforcement towards corporation.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cicilia Sulastri
Abstrak :
Salah satu tujuan dari penggantian dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ke Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah peningkatan efektivitas penegakan hukum lingkungan. Berdasarkan hasil pemantauan Kementerian Lingkungan Hidup, sampai saat penelitian ini dilakukan, efektivitas penegakan hukum lingkungan di DKI Jakarta belum efektif. Hal ini dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut: 1. Pelaksanaan penegakan hukum lingkungan melalui sarana administratif maupun keperdataan di Propinsi DKI Jakarta kurang didayagunakan sehingga memberikan peluang untuk didayagunakannya instrumen penegakan hukum lingkungan melalui sarana kepidanaan terhadap pelaku pencemaran lingkungan; 2. Penegakan hukum lingkungan melalui sarana kepidanaan kurang didayagunakan. Indikator dari hal ini terlihat dari: a. Dari 32 pengaduan kasus pencemaran lingkungan yang diajukan kepada Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) DKI Jakarta dan BPLHD Kotamadya Jakarta Barat, Utara, Pusat, Timur selama Tahun 2001 tidak ada satu kasuspun yang ditindaklanjuti dengan langkah penegakan hukum pidana (Laporan Program Penegakan Hukum Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Tahun 2002); b. Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sampai digantikannya dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sampai sekarang (21 tahun), hanya 2 kasus pencemaran lingkungan di Propinsi DKI Jakarta yang diproses melalui penegakan hukum pidana; c. Kondisi kualitas lingkungan (misalnya air sungai) di Propinsi DKI Jakarta tidak membaik tetapi makin memburuk, misalnya kualitas sungai di Jakarta pada Tahun 2000 lebih buruk dari pada kualitas air sungai di Jakarta Tahun 1995 (Laporan Prokasih DKI Jakarta Tahun 1995 dan Tahun 2000). Sehubungan dengan hal tersebut, pertanyaan timbul dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perbandingan efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup di propinsi DKI Jakarta berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997; 2. Faktor-faktor apa yang secara signifikan mempengaruhi efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup di Propinsi DKI Jakarta. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, maka penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Mengetahui pengertian penegakan hukum lingkungan, pengertian, ruang lingkup dan pelaksana penegakan hukum lingkungan melalui sarana kepidanaan serta teori-teori yang mendukung mengenai indikator efektivitas penegakan hukum pidana dan faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup. 2. Menentukan tindak pidana pencemaran lingkungan hidup yang akan diteliti, penentuan lokasi penelitian, menentukan responden penelitian secara purposif, menyusun pedoman wawancara, melakukan penelitian awal, memperbaiki pedoman wawancara, melakukan penelitian lapangan dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam dengan responden, membaca data dan dokumen-dokumen yang terkait dengan pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap PT. Menara Jaya dan UD. Kurnia. Langkah-langkah tersebut dilakukan untuk menguji pendugaan mengenai perbandingan efektivitas penegakan hukum pidana berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dan menggunakan metode analisis komparatif bertahap dan Penjumlahan (Scoring) yang didukung dengan penggunaan simbol (+) dan (-). Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 ( kasus Munjul) lebih efektif dibandingkan dengan efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 (kasus PT. Menara Jaya) , yaitu dengan kategori cukup efektif dengan jumlah 5 simbol (+) atau 55,6% dan kategori kurang efektif dengan 3 simbol (+) atau 33,3%. Adapun 4 indikator dari efektivitas penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup adalah kasus ini adalah: a).Pendayagunaan instrumen penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup; b).Kelancaran proses penegakan hukum pidana; c).Pelaksanaan penegakan hukum pidana dan dampaknya pada peningkatan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup; dan d).Dampak pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup. 2. Penegakan hukum pidana terhadap PT. Menara Jaya kurang efektif . Hal ini ditunjukkan dengan indikator: a). Daya tanggap pejabat penerima pengaduan lamban, instrumen penegakan hukum pidana digunakan, tetapi masih berdasarkan pengaduan pihak yang dirugikan; b). Proses penegakan hukum pidana selesai, tetapi kurang lancar baik dari aspek waktu maupun teknis lingkungan hidup; c). Putusan pengadilan tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum, kepentingan umum dan misi pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan pelaksanaan penegakan hukum pidana tidak meningkatkan ketaatan terdakwa terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup; d). Pelaksanaan penegakan hukum pidana meningkatkan kualitas lingkungan hidup di lokasi pencemaran. 3. Penegakan hukum pidana terhadap UD. Kurnia (kasus Munjul) cukup efektif, hal ini ditunjukkan dengan indikator: a). Daya tanggap pejabat penerima pengaduan lamban, instrumen penegakan hukum pidana telah digunakan, tetapi masih berdasarkan pengaduan pihak yang dirugikan; b). Proses penegakan hukum pidana selesai, cukup lancar baik dari aspek waktu maupun teknis lingkungan hidup; c). Putusan pengadilan sesuai dengan fakta-fakta hukum, kepentingan umum dan misi pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan pelaksanaan penegakan hukum pidana tidak meningkatkan ketaatan terdakwa terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup; d). Pelaksanaan penegakan hukum pidana tidak meningkatkan kualitas lingkungan hidup di lokasi pencemaran. 4. Faktor Aparat Penegak Hukum dan Aparat Penerima Pengaduan yang terdiri dari sub-faktor Kapasitas Aparat Penegak Hukum dan Aparat Penerima Pengaduan, Komitmen Aparat Penegak Hukum dan Aparat Penerima Pengaduan, Koordinasi antara Aparat Penegak Hukum dan antara Aparat Penegak Hukum dengan Instansi Teksnis Terkait merupakan faktor (sub-sub faktor) signifikan yang mempengaruhi kurang efektivitas penegakan hukum pidana terhadap PT. Menara Jaya (kasus PT. Menara Jaya) dan terhadap UD. Kurnia (Kasus Munjul), yaitu memiliki angka signifikasi terbesar yaitu 88,3% dan 75%. 5. Faktor-faktor berikutnya yang cukup signifikan mempengaruhi efektivitas penegakan hukum pidana terhadap kasus PT. Menara Jaya adalah Faktor Peran Kontrol Legislatif dan Masyarakat dan Faktor Budaya Hukum dengan angka signifikasi 50%, disusul dengan Faktor Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 dan Peraturan-peraturan Terkait Lainnya yaitu dengan angka signifiknasi 33,3% dan yang terakhir adalah Faktor Sarana dan Fasilitas dengan angka signifikasi pengaruh terendah yaitu 20%. 6. Faktor-faktor berikutnya yang cukup signifikan mempengaruhi efektivitas penegakan hukum pidana terhadap kasus Munjul adalah Faktor Budaya Hukum dengan angka signifikasi pengaruh sebesar 50%. Berikutnya secara berurut adalah Faktor Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 dan Peraturan-peraturan Terkait Lainnya serta Faktor Peran Pengawasan Masyarakat dan Legislatif dengan angka signifikasi pengaruh 33,3% dan 25%. Selanjutnya yang terakhir adalah Faktor Sarana dan Fasilitas dengan angka signifikasi pengaruh terendah yaitu 20%. ......An objective of alteration of Act Number 4 of 1982 concerning Basic Provisions For The Management of The Living Environment by Act Number 23 of 1997 concerning The Management of Living Environment is to improve effectiveness of environmental law enforcement. According to the monitoring of Ministry of Environment, until right now implementation of environmental law enforcement in Province of Jakarta is uneffective. As shown by following indicators: 1. 32 cases environmental complaints to Environmental Management Agency of Province of Jakarta and Environmental Management Agency of West, Central, North, East and south Jakarta in 2001, were not handled by criminal law enforcement; 2. Since of enactment Act No.4 of 1982 concerning Basic Provisions For The Management of The Living Environment until changed by Act No23 of 1997 concerning The Management of Living Environment until right now (21 years), only 2 environmental pollution cases which be handled by Criminal Law Enforcement: 3. Environmental condition (air, water dan land) in Province of Jakarta in 2000 more bad than environmental condition of Jakarta in 1995 (Report of Prokasih Programme of 1995 and 2000). According of above condition, the problems that rised in this research are: 1. How are the comparation of effectiveness of criminal law enforcement for environmental polluters in Province of of Jakarta based on Act Number 4 of 1982 with based on Act Number 23 of 1997; 2. What are significant factors that influences the effectiveness of criminal law enforcement for environmental polluters in Jakarta Province. To answer the research questions, the research is conducted by following processes: 1. To understand the meaning of environmental law enforcement, definition, scopes and actors of environmental law enforcement by criminal sanction and theories of the effectiveness and significant factors that influences of the effectiveness of criminal law enforcement for environmental polluters. 2. To determinate environmental pollution cases that be researched, to determinate of research location, to determinate the purposive repondent, to create the guidelines of interview, act the preliminary research, to improve the guidelines of interview, act the field research by qualitative methodology by dept interview with respondents, read of data and documents linked with the implementation of criminal law enforcement for PT. Manara Jaya and UD. Kurnia. The above actions be done for examine the hypothesis of comparation of the effectiveness of criminal law enforcement based on Act Number 4 of 1982 concerning Basic Provisions For The Management of The Living Environment and Act Number 23 of 1997 concerning The Management of The Living Environment. 3. The collected data will be analysed descriptively by The Stage Comparation Analysis Methodology and Scoring that use symbol (+) and (-). According of the result of the data analysis, it can be concluded that: 1. The effectiveness of criminal law enforcement based on Act Number 23 of 1997 (a case study UD.Kurnia) is more effective than the effectiveness of criminal law enforcement for environmental polluters based on Act Number 4 of 1982 (a case study PT.Menara Jaya), with sufficiently effective category with 5 symbol (+) or 55,6,3% and lack of effective with 3 symbol (+) or 33,3%. Four (4) of indicators are: a. Use the instrument of crminal law enforcement for environmental polluters; b. The fluent the process of criminal law enforcement; c. Implementation old criminal law enforcement and its impact for the improvement of the compliance of environmental regulation; and d. The impacts of implementation of criminal law enforcement for the improvement of environment quality. 2. Criminal law enforcement for PT. Menara Jaya are lack of effective. As shown by indicators: a). Responsibility of officials to handle the received public complaints officials is indolent, the instrument of Criminal law enforcement be used, but based on the complaints of the victim; b). The process of criminal law enforcement has finished, but lack of fluent, timely as well as environmental technics; c). Court decision are not suitable with the legal facts, the public interest and the mission of environmental sustainability and implementation of criminal law enforcement does not improved the suspected compliance; d). Implementation of criminal law enforcement has improved environmental quality in the criminal law location. 3. Criminal Law Enforcement for UD. Kurnia (Munjul case) is sufficiently effective. As shown by following indicators: a). Responsibility of officials to handle the received public complaint is indolent, instrument of criminal law enforcement be used, but based on the complaints of the victim; b). The Process of criminal law enforcement has finished, sufficiently fluent, timely as well as environmental technics; c). Court decision are suitable with the legal facts, the public interest and the mission of environmental sustainability and implementation of criminal law enforcement does not improved the suspected compliance; d). Implementation of criminal law enforcement has not improved the environmental quality in the criminal law location. 4. Factors of The Law Enforcement Apparatus and The Complaint Received Apparatus , which consist of sub factors of the The Law Enforcement Apparatus and The Complaint Received Apparatus capacity and commitment and coordination among the Law Enforcement Apparatus and between The Law Enforcement Apparatus with The Relevanced of Technical Agencies are the significant factors that influences effectiveness of criminal law enforcement for PT. Menara Jaya (PT. Menara Jaya case) and UD. Kurnia (Munjul case), that has biggest signification cipher of 88,3% and 75%. 5. The next factors that sufficiently significant influences the effectiveness of criminal law enforcement for PT. Menara Jaya are Control Role of Public and Legislative and Public Law Culture Factors with signification chipper of 50%, continued by significantless influenced factors are Act Number 4 of 1982 and The Relevant Regulations Factors and Tools and Facilities Factor with signification chipper 33,3% and 20%. 6. The next factors that influences the effectiveness of criminal law enforcement for UD. Kurnia are Public Law Culture Factors with signification chipper of 50%, continued by significantless influenced factors are Act Number 23 of 1997 and the Relevant Regulations and Tools and Facilities with signification chipper of 33,3% and 25% and Control Role of Public and Legislative Factor with lowest signification chipper of 20%;
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pekei, Titus
Abstrak :
Masyarakat Indonesia dalam kenyataannya lebih akrab dengan lingkungan alamnya daripada penerapan teknologi. Perkembangan teknologi yang mengelola sumber daya alam harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya sehingga tetap bermanfaat bagi generasi-generasi mendatang. Dengan memperhatikan kualitas lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi sebagai komoditi masyarakat setempat yang tersubsistem. Hanya tindakan manusia yang membuat seolah-olah mampu menguasai alam sehingga hampir semua lingkungan hidup sudah tersentuh oleh kehidupan manusia. Manusia adalah sebagian dari ekosistem, manusia adalah pengelola pula dari sistem tersebut. Kerusakan lingkungan adalah pengaruh sampingan dari tindakan manusia untuk mencapai suatu tujuan yang mempunyai konsekuensi terhadap lingkungan. Pencemaran lingkungan adalah akibat dari ambiguitas tindakan manusia. Kewajiban pengusaha untuk melakukan pengendalian pencemaran lingkungan hidup adalah salah satu syarat dalam pemberian izin usaha maka pengusaha dapat dimintakan .pertanggungjawaban jika dia lalai dalam menjalankan kewajibannya. Dengan hal tersebut, aspek perdata penegakan hukum terpadu lingkungan hidup atas kasus Teluk Buyat oleh NMR, merupakan upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup dengan penerapan asas tanggung jawab mutlak membayar ganti rugi dan pemulihan lingkungan hidup sekitarnya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui upaya penegakan hukum lingkungan hidup dan secara khusus bertujuan untuk mengetahui: (1) mengetahui proses penyelesaian litigasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; (2) Mengetahui kedudukan hukum dan kepentingan penggugat; (3) Mengetahui petitum dan optimalisasi penggugat terhadap tergugat I (PT.NMR) dan Tergugat 11 (Direktur PT.NMR) hingga putusan. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (a) Evaluasi aspek perdata penegakan hukum lingkungan terhadap kasus PT.NMR, Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan peraturan perundang-undangan lingkungan hidup terkait dapat implementasikan instrumen penegakan hukum lingkungan untuk mencapai tujuan namun kenyataannya tidak efektif; (b) Kurangnya kapasitas dan komitmen aparat penegakan hukum dalam melaksanakan penegakan hukum lingkungan hidup untuk merealisasikan pelaksanaan satuan tugas tim penegakan hukum lingkungan hidup sebagai gabungan satuan tugas penelitian dan pengembangan melakukan serangkaian kegiatan terhadap dampak besar dan penting untuk mengembangkan sistem penegakan hukum lingkungan hidup terpadu (satu atap) atap ke depan; (c) Keterbatasan kuantitas dan kualitas aparat penegakan hukum lingkungan hidup dalam hal -penanganan litigasi dan non-litigasi kasus Newmont Minahasa Raya di Teluk Buyat - Sulawesi Utara. Penelitian ini digunakan penelitian kualitatif dengan penyajian data menggunakan metode deskriptif analitis, terhadap proses litigasi aspek perdata penegakan hukum terpadu lingkungan terhadap kasus PT.NMR. Dimana pemerintah (KLH) sebagai penggugat terhadap PT.NMR dan Direktur NMR, Sulawesi Utara sebagai tergugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Implementasi kaidah-kaidah hukum perdata dalam menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, pada hakikatnya memperluas upaya penegakan hukum dari berbagai peraturan perundang-undangan termasuk ruang lingkup hukum lingkungan keperdataan. Dalam hubungannya dengan sengketa lingkungan hidup, akan membedakan adanya tiga fungsi dari penegakan hukum perdata, yaitu: (1) dengan melalui hukum perdata dapat dipaksakan ketaatan pada norma-norma hukum lingkungan baik yang bersifat hukum privat maupun hukum publik. (2) dapat memberikan penentuan norma-norma dalam masalah lingkungan hidup, (3) memberikan kemungkinan untuk mengajukan gugatan ganti kerugian atas pencemaran lingkungan terhadap pihak yang menyebabkan timbulnya pencemaran tersebut, yang biasanya dilakukan melalui gugatan perbuatan melawan hukum. Hasil analisis penelitian sebagai teknik penegakan hukum melalui upaya-upaya yang bersifat persuasif-edukatif (preventif) dan teknik penegakan hukum yang bersifat represif, yang disebut penindakan hukum bagi para perusak/pencemar lingkungan melalui peran, para pihak yang terlibat secara langsung, meliputi Penggugat, Hakim, Saksi, Ahli, maupun peran para pihak yang tidak terlibat secara langsung, meliputi Instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup, legislatif, media massa. Kesimpulan penelitian aspek perdata penegakan hukum terpadu lingkungan hidup merupakan pengelolaan dan pengawasan untuk mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup maka dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: (1). Gugatan KLH melawan PT.NMR dan Direktur PT.NMR merupakan proses menguji atau uji coba Standi in Judicio. 2. Kedudukan pemerintah sebagai pelaksana instrumen maka tuntutan ganti-kerugian harus konkrit - nyata. 3. Pemerintah sebagai penggugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, nampak tidak tegas dan aktual sesuai kondisi dan desakan masyarakat korban untuk mendorong proses penegakan hukum melalui proses class action terdahulu tanpa Standi in Judicio untuk mengukur posisi gugatan litigasi dengan kekuatan proses hukum acara perdata. Adapun saran Standi in Judicio dimana penulis menyarankan, bahwa saatnya untuk merevisi. UUPLH (UU No.2311997), yakni: 1. instrumen administrasi, perdata, pidana, dan upaya alternatif harus diatur proses beracara, 2. valuasi ekonomi atas kerugian lingkungan hidup dan kerugian sosial-budaya masyarakat dilegalkan, 3. penaatan peraturan internal maupun eksternal harus menigkatkan kemampuan agar supaya proaktif, preventif, represif. 4. dimensi social control dan sarana social engineering kurang efektif maka ke depan diprioritaskan. ......In fact, the Indonesian people know better their nature environment than the technology aspects. The development of technology that manage natural resource should bring people to reach their welfare as great as possible but still concern to natural conservation and equilibrium so that it is useful continually to our next generation. Only human actions sign as if they are able to manage the nature whole after which giving the effects that almost all natural environment aspects have been explored by them. Human is a part of ecosystem, human also one who manage this ecosystem. Human actions also give the effect of environment damage when they want to reach their goals connected with the environment aspect itself. The ambiguities of human action result in the environment damage. Assuasive instrument. The entrepreneur has the obligation in controlling environmental pollution which it is one of the requirements of giving permission of venture processing so that he could be asked for the responsibility in case he derelict in his obligation. Based on that fact, civil aspect on integrated law enforcement of life environment on NMR of Teluk Buyat environment pollution case is an effort to solve legal action of Buyat's life environment by implementing the total responsibility term with pay the compensation and restore the environment to normal condition. This research has generally purpose to know how life environmental law efforts are enforced and has specifically purpose to know : (1) The Court session process of civil aspect on integrated law enforcement of life environment on pollution impact and/or life environmental damage of Teluk Buyat, Minahasa Province of South Sulawesi. (2) The decisive factor of civil aspect on integrated law enforcement of life environment in fulfill the duty and authority in remanding or handling pollution and/or damaging of Teluk Buyat's life environment case and how is the mechanism the government agencies law enforcement process which they responsible for live environment section which stand for the interest of life environment and local people management. (3) Petitum and the optimal of government development as the litigant which has submitted the claim to accused I (PT. NMR) and Accused II (PT. NMRDirector) until the verdict of the judge of court of first instance in North of Jakarta which connected with UUPLH and other regulations. The hypothesis used in this research are : (1) Civil aspect on integrated law enforcement of life environment to NMR case based on UUPLH, AMDAL, B3 License and other life environment regulation could represents of life environment law enforcement to reach its goal. (2) The institution of law enforcement commitment in bringing about their integrated life environment civil duty by the form of PT. NMR case handling team work, by the goal to bring about the life environment law enforcement task team Minister of Life environment decree as the combination of developing and researching task team for bringing about a series of activities to integrally important and extensive impact to develop the integrated system of life environment law enforcement for furthermore. (3) By limitedness of quality and quantity of civil aspect on life environment law enforcement of PT. NMR case, it should capable. In this research the writer use qualitative research by providing the data using analytic descriptive method to litigation process of civil aspect on law enforcement of life environment in PT. NMR case. The government, represented by Life Environment Ministerial (KLH), as the litigation to PT. NMR and the director of PT. NMR as the accused in North Jakarta court of first instance. In fact, the implementation of legal norms in solving of life environment legal action case would expand law enforcement efforts from various constitution regulations include within environment civil law scope. Related to life environment legal action, there are three civil law enforcement functions: (1) By civil law, one subject could be enforced to obey environment law norms; either in private law or public law. (2) By civil law, it could determine the norms inside the life environment terms. (3) It gives the opportunity for someone or corporation to submit the compensation claim to the party which carry out pollution in life environment, it is usually implemented by a claim of against the law. The result of research analyze as the law enforcement technique by the persuasive-educative (preventive) efforts and also repressive law enforcement technique, which also called a legal action for those who carry out the pollution through roles of directly involved parties- such; Litigant, Judge, Witness, Expert and also roles of indirectly involved party such; Government Instance which is responsible in life environmental matters; organizations, legislative and mass media. The conclusion of this research is that the civil aspect on integrated law enforcement of life environment connecting to manage and sustain the function of environmental conservation completed with various instruments, they are : 1. KLH against PT. NMR and Director of PT NMR is an examination process or standi judicio try-out, 2. The position of .government _ party as instrument organizer so the compensation claim submitted properly and concretely, 3. Government as litigant party seems unclear and actual in accordance with people pressure as the victim to enforce the law enforcement by class action claim without standi judicio to measure litigation claim position by the power of civil law process. The Standi In Judicio suggestion, the writer suggest that it is time to make a revision of UUPLH (UU No.2311997). Consist of : I. The Criminal, Civil , Administration instrument and also other alternative efforts must be set up in procedure, 2. Economic valuation upon the detriment of life environment and social-culture detriment of people should be determined in regulations, 3. The obedience of internal and external regulations should increase the capability in order to be preventive, reactive, and repressive, 4. The social control and social engineering dimensions are still ineffective; for furthermore they should be a priority. The instrument of next life environment law enforcement should be bringing out gradually; the stage is: (a) Preparation. (b) Initiation. (c) Development. (d) Program adoption. (e) The Implementation or realization of program. (f) Completing and consolidation.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T17930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library