Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Neilands, J.B.
New York: John Wiley & Sons, 1955
612.015 1 NEI o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Putra Pratama
"Enzim merupakan protein yang digunakan sebagai katalis biokimia. Sifatnya yang spesifik membuat proses penggunaannya sebagai katalis menjadi optimal. Produksi enzim secara besar sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pasar akan enzim. Salah satu pasar terbesar dalam industri enzim adalah enzim α-Amilase. Enzim α-Amilase memiliki aplikasi yang luas pada industri seperti pangan, tekstil, dan kertas. Proses produksi yang dilakukan adalah dengan sistem kontinyu menggunakan cell recycle untuk meningkatkan jumlah enzim yang dihasilkan selama produksi. Proses produksi dilakukan dengan sistem batch selama 24 jam terlebih dahulu kemudian mulai dialirkan media steril pada laju alir 1ml/menit dan dilakukan separasi sel untuk dikembalikan kedalam fermenter terhadap supernatant dengan membran jenis TFF dengan ukuran pori 0.1μm dan MWCO 1000 kD. Ukuran sel yang lebih besar dari ukuran membuat sel terpisah dari supernatan dan berat molekul α-amilase sebesar 10 kD-200kD menyebabkan enzim tidak tersaring. Pada media umpan dilakukan perubahan konsentrasi tapioka menjadi 0,1%, 0,5%, dan 1%. Setelah memasuki proses kontinyu recycle jumlah sel tidak mengalami kenaikan yang signifikan dan pada konsentrasi pati 1% sel mengalami penurunan hingga proses fermentasi dihentikan. Media umpan yang menghasilkan aktivitas tertinggi adalah media umpan dengan konsentrasi tapioka sebanyak 0,5%.

Enzymes are proteins that are used as biochemical catalysts. Specific nature makes the process of its use as a catalyst to be optimal. Production of the enzymes needed to meet market demand for enzymes. One of the biggest markets in the industrial enzymes are enzymes α-amylase. α-amylase enzyme has wide applications in industries such as food, textiles, and paper. The production process is carried out by using a continuous cell recycle system to increase the amount of enzymes produced during production. The production process is carried out with a batch system for 24 hours first and then start flow of sterile medium at a flow rate 1ml/minute and performed cell separation to be returned into the fermenter supernatant with membrane type TFF with poresize 0.1μm. Size of bacteria is more large than poresize, made the bacteri can separate form supernatant and molecule weight of enzyme is 20kD-200kD made enzyme can not be filtrate. In the media feed starch concentration changes made to 0.1%, 0.5%, and 1%. Upon entering the continuous process recycle cell number did not increase significantly and at a concentration of 1% starch cells decreased until the fermentation process is stopped. Media who produced the highest feed is the feed media with starch concentration of 0.5%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inggriani Listiawan
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Adenosin Trifosfat (ATP) sintase berfungsi sebagai tempat sintesis ATP dari ADP dan Pi dengan menggunakan energi gradien proton. Kompleks ATP sintase marupakan satu dari enzim penting yang sangat diperlukan untuk metabolisme sel secara umum. Enzim ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang mengandung situs katalitik (F1) dan bagian proton channel (F0). Subunit β dari F1 merupakan salah satu subunit kunci karena memiliki situs aktif atau situs katalitik bagi ATP dan merupakan protein yang highly conserved memiliki 70 % homologi antara manusia dengan E. coli, yang memberikan indikasi akan pentingnya bagian tersebut.
Saat ini telah diketahui secara lengkap dua sekuens gen ATP sintase subunit β yaitu dari Ohta S. et al.(1988) dan Neckelmann et. al. (1989) yang menunjukkan adanya variasi polimorfik. Karena perbedaan sekuens dapat mempengaruhi ekspresi dan fungsi protein ATP sintase subunit β dalam metabolisme energi mitokondia, dan mungkin berasosiasi dengan keadaan patologis tertentu, maka dalam penelitian ini dilakukan studi untuk mencari bukti adanya variasi polimorfik ATP sintase subunit β dengan memanfaatkan keragaman etnik di Indonesia. Sekuens DNA dari gen ATP sintase subunit β ditentukan dengan menentukan disain primer dan mengamplifikasi daerah penyandi asam amino (ekson 1 sampai dengan ekson 10) dari gen tersebut. Penapisan varian polimorfik dilakukan dengan metode PCR-RFLP.
Hasil dan Kesimpulan: Hasil sekuens DNA pada dua individu populasi Indonesia ternyata serupa dengan sekuens Neckelmann dan memiliki banyak perbedaan dengan sekuens Ohta. Dari hasil metoda PCR-RFLP serta analisis hasil sekuensing ini ditemukan adanya delapan artefak sekuens pada daerah penyandi asam amino pada sekuens gen ATP sintase subunit β hasil publikasi Ohta S. et al. Oleh karena itu sekuens gen ATP sintase subunit β hasil publikasi Ohta S. et. al. tidak dapat digunakan sebagai sekuens referensi. Dengan menggunakan sekuens referensi baru ditemukan adanya polimorfisme pada sekuens gen ATP sintase subunit β pada etnik Jawa dengan frekuensi 20 % dan frekuensi alel 10%.
Varian polimorfik baru yang ditemukan, mengakibatkan perubahan asam amino dari prolin menjadi leusin (P12L). Perubahan asam amino P12L dari ATP sintase subunit β ini terletak pada daerah presekuens sehingga tidak berpengaruh terhadap struktur maupun fungsi dari ATP sintase subunit β akan tetapi mungkin berpengaruh pada efektivitas penghantaran protein subunit β ke membran dalam mitokondria.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Sekuens Ohta tidak dapat digunakan sebagai sekuens referens karena mengandung sejumuah artefak. (2) Konservasi gen ATP sintase subunit β tinggi karena sebagian besar populasi Indonesia termasuk Papua sama dengan populasi Kaukasia dan Jepang. (3) Ditemukan polimorfisme baru pada sekuens gen ATP sintase subunit β (P12L) pada populasi etnik Indonesia dengan: (a) alel frekuensi polimorfisme pada populasi Jawa sebesar 10%, (b) terdapat perubahan asam amino yang non konservatif, (c) P12L terdapat pada daerah presekuens yang unik untuk manusia. (4) Ada empat kumparan heliks yang memperlihatkan adanya gambaran amfipatik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T4019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulhasri
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Talasemia adalah penyakit kelainan darah herediter yang disebabkan oleh gangguan sintesis rantai globin-β. Penyakit ini diturunkan secara otosom resesif dan dicirikan antara lain oleh adanya anemia hemolitik akibat destruksi dini sel darah merah pada sumsum tulang dan pada peredaran darah perifer. Penyakit talasemia-βsampai saat ini masih menjadi masalah medik dan sosial. Hal ini disebabkan belum ditemukannya pengobatan yang efektif dan masih diperlukannya transfusi darah yang berkelanjutan.
Dari penelitian terdahulu telah diketahui bahwa pada talasemia-β terjadi gangguan susunan dan fungsi membran yang disebabkan oleh adanya radikal bebas dalam jumlah yang lebih besar dari pada biasanya. Asetilkolinesterase (AchE) diketahui merupakan petanda untuk integritas membran. Mengingat bahwa pada membran SDM Talasemia-β terjadi perubahan susunan dan fungsi membran maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauhmana perubahan tersebut mempengaruhi aktivitas AchE.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas AchE pada SDM Talasemia-β dan SDM Normal serta untuk melihat kemampuan vitamin E dalam menahan beban oksidatif yang disebabkan oleh penambahan t-BHP pada SDM Normal dan Talasemia-β. Penentuan aktivitas dilakukan pada suspensi SDM 10 % dari 20 sampel SDM Normal dan 20 sampel SDM Talasemia-β yang diberi beban oksidatif dengan atau tanpa pemberian antioksidan. Khusus pada SDM Talasemia-β dilakukan pengukuran aktivitas AchE setelah pemberian antioksidan. Aktivitas enzim ditentukan dengan metode Beutler, yaitu dengan mengukur warna yang terbentuk antara substrat asetiltiokolin dengan asam 5-5 ditiobisnitrobenzoat (DTNB) secara spektrofotometri. Sebelum pengukuran aktivitas AchE dilakukan pengukuran kadar Hb, kadar protein dan jumlah eritrosit.
Hasil dan kesimpulan :
Kadar Hb SDM Talasemia- β(2,23 ±0,38 g/dL) lebih rendah dibandingkan SDM Normal (2,84 ± 0,31 g/dL). Kadar protein SDM Talasemia-β (5,41 ± 1,12 g/dL) lebih rendah (p <0,05) dibandingkan SDM Normal (6,92 ± 0,71 g 1 dL). Jumlah eritrosit Talasemia-β (1,003 ±0,045/mLx106) tidak terlalu berbeda (P> 0,05) daripada SDM Normal (1,004±0,1261mLx106). SDM Normal yang diberi beban oksidatif (SDMN2) mempunyai nilai aktivitas AchE/g Hb, aktivitas spesifik AchE dan aktivitas AchE/jumlah eritrosit yang lebih rendah dibandingkan SDM Normal yang hanya diberi KRP (SDMN1). Pemberian t-BHP pada SDM Normal menurunkan aktivitas AchE, baik yang dinyatakan per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit. Pemberian vitamin E pada SDM Talasemia-β dapat memperbaiki aktivitas AchE yang dinyatakan per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit. Pemberian vitamin E pada SDM Talasemia-β yang diberi beban oksidatif dapat mengurangi penurunan aktivitas AchE per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T10344
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Puspita Sari
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap kinerja biosensor optik yang menggunakan enzim alcohol oxidase terimobilisasi dalam membran polimer poli(nBA-NAS) yang mengandung kromoionofor ETH 5294 untuk mendeteksi formaldehida dalam larutan. Respon biosensor berdasarkan pada perubahan warna kromoionofor sesuai dengan perubahan konsentrasi formaldehida yang terdeteksi menggunakan spektroskopi UV-Vis. Hasil pengujian kinerja biosensor optik ini menunjukan bahwa selektifitas biosensor terhadap formaldehida baik dan tidak didapatkan adanya gangguan oleh analit yang memiliki gugus berdekatan dengan formaldehida yaitu metanol, etanol dan asetaldehida. Biosensor ini mempunyai kemampuan pemakaian ulang yang baik (n=3) dengan RSD 1.9%, dan keseragaman hasil dari 3 biosensor yang disediakan adalah sangat baik (RSD=2.1%). Respon biosensor stabil lebih dari 35 hari dan menurun 41,77% setelah 49 hari penyimpanan. Biosensor mempunyai masa pakai yang cukup lama sebab ikatan kovalen antara enzim dengan NAS pada membran menyebabkan enzim stabil pada waktu yang lebih lama.

ABSTRACT
Study has been worked for optical biosensor performance using poly(nBA-NAS) contained chromoionophor ETH 5294 and NaTFPB liphopolic salt. This membrane used as a place of alcohol oxidase enzyme imobilization which reacted with formaldehyde in solution. Biosensor response based on changing colour of chromoionophor which corelated with the detected concentration of formaldehyde in Spectoscopy UV-Vis. Selectivity biosensor to another analyte which has similar chemichal formula with formaldehyde, that are metanol, etanol and acetaldehyde, was good with no distruption from another analytes. Biosensor has good repeatability (n=3) with RSD 1.9%, and good reproducibility from 3 biosensors (RSD=2.1%) which showed good uniformity. In addition, life time of biosensor has been observed, biosensor stable more than 35 days and decrease 41.77% after 49 days. Biosensor has long life time because covalent bonding between enzyme and NAS in membrane which caused the enzyme is stable for a long time. "
2016
S64384
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Haryanto
"Ultrasound-assisted enzymatic – aquous two phase extraction (UAE-ATPE) adalah salah satu metode ekstraksi hijau yang memiliki kelebihan seperti kondisi ekstraksi yang ramah lingkungan, biaya investasi yang rendah dan kebutuhan energi yang relatif kecil. Penggunaan enzim dalam metode ekstraksi ini akan mengkatalisis hidrolisis sitoderm dan glikoprotein, sehingga meningkatkan pelepasan zat bioaktif dengan memecah sel-sel daun keji beling. Senyawa fenolat yang terkandung dalam daun keji beling memiliki manfaat sebagai zat anti kolesterol, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai metode ekstraksi zat tersebut. Ekstraksi ultrasonik dilakukan dalam ekstraktor sistem batch dengan dilakukan selama 3 jam menggunakan sonikator dengan frekuensi 20 kHz dan variasi suhu 30oC dan 40oC. Ekstraksi dilakukan simultan dengan meggunakan enzim selulase (konsentrasi 30 mg/g daun kering) di dalam 509 mL buffer fosfat pH 6,5. ATPS yang digunakan adalah sistem etanol-ammonium sulfat dengan rasio konsentrasi 33:14 % w/w. Analisis nilai TPC menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 765 nm. Kadar fenolat tertinggi pada ekstraksi menggunakan konsentrasi enzim 30 mg/g daun kering adalah untuk suhu 30oC didapatkan pada menit ke 120 yakni 3,269 mg GAE/g serbuk daun sedangkan untuk kadar fenolat tertinggi untuk suhu 40oC didapatkan pada menit yang sama yaitu 3,758 mg GAE/g serbuk daun. Perbedaan kadar fenolat terbesar antara konsentrasi enzim 30 mg/g daun kering untuk suhu 30oC adalah 6,919% lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi enzim 70 mg/g daun kering, sedangkan untuk suhu 40oC adalah 4,401% lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi enzim 70 mg/g daun kering.

Ultrasound-assisted enzymatic – aqueous two phase extraction (UAE-ATPE) is a green extraction method which has advantages such as environmentally friendly extraction conditions, low investment costs and relatively small energy requirements. The use of enzymes in this extraction method will catalyze the hydrolysis of cytoderm and glycoproteins, thereby increasing the release of bioactive substances by breaking plant cells. The phenolic compounds contained in the keji beling leaves have benefits as anti-cholesterol substances, so it is necessary to do research on the method of extracting these substances.. Ultrasonic extraction was carried out in a batch system extractor for 3 hours using a sonicator with a frequency of 20 kHz and temperature variations of 30oC and 40oC. Extraction was carried out simultaneously using the cellulase enzyme (concentration 30 mg/g dry leaves) in 509 mL of phosphate buffer pH 6.5. The ATPS used is the ethanol-ammonium sulfate system with a concentration of 33;14% w/w. Analysis of TPC values using a UV-Vis spectrophotometer with a wavelength of 765 nm. The highest phenolic content in extraction using an enzyme concentration of 30 mg/g of dry leaves was obtained at a temperature of 30oC at the 120th minute, namely 3,269 mg GAE/g leaf powder, while the highest phenolic content for a temperature of 40oC was obtained at 120 minutes, namely 3,758 mg GAE/g. leaf powder. The biggest difference in phenolic levels between the enzyme concentration of 30 mg/g dry leaves for a temperature of 30oC was 6,919% lower than the enzyme concentration of 70 mg/g dry leaves, while for a temperature of 40oC it was 4,401% lower than the enzyme concentration of 70 mg/g. g dry leaves."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Oktarina
"Penelitian penapisan dan uji aktivitas xilanase isolat bakteri alkalo termofilik dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri (LTB), BPPT, Serpong. Penapisan dilakukan menggunakan medium Nakamura yang dimodifikasi. Produksi enzim dilakukan dengan fermentasi substrat cair pada pH 9, suhu 55o C dan 150 rpm. Uji aktivitas dilakukan dengan metode Bailey yang dimodifikasi. Hasil penapisan xilanase terhadap 136 isolat bakteri menunjukkan bahwa 18 isolat menghasilkan xilanase. Tiga isolat yang memiliki indeks xilanolitik yang tinggi adalah isolat Pawan/Tanah(2)/9/3/NM sebesar 3,095, Riau/Kayu/9/2/NM sebesar 0,955, dan Riau/Sludge/9/1/LB sebesar 0,91. Hasil uji aktivitas xilanase dari masing-masing isolat adalah Pawan/Tanah(2)/9/3/NM sebesar 0,917 ± 0,093 U/ml, Riau/Kayu/9/2/NM sebesar 8,529 ± 0,093 U/ml, dan Riau/Sludge/9/1/LB sebesar 1,283 ± 0,060 U/ml. Isolat yang memiliki aktivitas xilanase tertinggi ialah Riau/Kayu/9/2/NM."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S31532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library