Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuli Karina
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S7140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Churchill Livingstone, 1984.
616.853 LAI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Harsono
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2007
616.853 HAR e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Priguna Sidharta, 1924-2003
Jakarta: Gaya Favorit Press, 1986
616.853 PRI e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Raven Press, 1983
616.853 061 CRO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lumbantobing, S.M.
Jakarta : Depkes , 1994
616.853 LUM e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Harini
"PT. Ciba-Geigy dan Persatuan Penderita Epilepsi seluruh Indonesia (PERPEI) melalui Iklan Layanan Masyarakat tentang Epi1 epsi (ILMTE) ingin meluruskan anggapan-anggapan yang salah mengenai epilepsi seperti menular, penyakit keturunan dan sebagainya, yang tumbuh dalam masyarakat. Menurut pendekatan integrasi informasi, informasi yang diterima dan diintegrasikan kedalam sistem informasi sikap seseorang dapat mempengaruhi sistem sikap orang tersebut. Melalui penelitian ini dilihat bagaimana pengaruh ILMTE yang ditayangkan oleh media audio-visual televisi pada sikap pemirsa terhadap epi1epsi. Untuk ILMTE yang sudah berjalan 6 bulan, penelitian sikap before and after dengan tenggang waktu tidak dapat dilakukan. Karena itu untuk menghindari bias maka cara yang digunakan dai am mengukur sikap sebelum dan sesudah melihat ILMTE dibedakan. Sikap sebelum melihat ILMTE diukur berdasarkan pernah tidak nya responden berpendapat negatif terhadap epilepsi sebelum melihat ILMTE. Sedangkan untuk mengukur sikap sesudah melihat ILMTE digunakan model multiatribut dari Fishbein, dimana sikap diukur berdasarkan penjumlahan faktor—faktor khususnya yaitu helief (kepercayaan) dan evaluasi terhadap atribut epilepsi yang dibawa oleh ILMTE. Untuk keperluan pengukuran sikap ini telah ditarik tujuh buah atribut epilepsi dari ILMTE. Sebagai variabel independen ditempatkan nilai ILMTE bagi pemirsa. Pada penelitian ini nilai ILMTE bagi pemirsa diukur berdasarkan valence yang menilai baik buruknya informasi yang diterima dan weight yang menilai benar tidaknya informasi tersebut. Sedangkan faktor-faktor non psikologis seperti pendidikan dan pengenaan pesan diletakkan sebagai variabel kontrol. Sebanyak 49 responden tingkat pendidikan rendah, 32 responden tingkat pendidikan menengah,dan 19 responden tingkat pendidikan tinggi ditarik secara purposive dari populasi yang tersebar di 7 rukun warga di kelurahan Gandaria Selatan, Jakarta Selatan. Secara ringkas hasil penelitian atas 100 responden ini menunjukkan bahwa sebelum melihat ILMTE kebanyakan responden bersikap menolak terhadap epilepsi. Mereka ini pernah berpendapat negatif terhadap hampir semua atribut epilepsi. Tetapi setelah melihat ILMTE, sikap mereka kebanyakan dapat menerima epilepsi sesuai dengan atribut epilepsi yang dibawa oleh ILMTE. Valence dan weighi sama-sama mempunyai hubungan positif terhadap sikap pemirsa terhadap epilepsi. Valence telah mempengaruhi arah sikap responden, dan weight menegaskan bentuk sikap yang telah diarahkan oleh valence tersebut.
Nilai ILMTE bagi pemirsa ternyata cukup kuat mempengaruhi sikap responden terhadap epilepsi setelah melihat ILMTE. Semakin tinggi nilai ILMTE bagi pemirsa, sikap mereka terhadap epilepsi terlihat semakin cenderung menerima. Pengaruh nilai ILMTE bagi pemirsa pada sikap mereka terhadap epilepsi setelah melihat ILMTE tersebut ternyata semakin jelas ketika dikontrol dengan tingkat pendidikan. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih terpengaruh oleh ILMTE daripada responden yang tingkat pendidikannya rendah, sehingga sikap mereka cenderung lebih dapat menerima epilepsi sesuai dengan- atribut yang dibawa oleh ILMTE. Namun ketika dikontrol dengan pengenaan pesan, kecenderungan tersebut tidak terlihat. Perubahan sikap kearah positif yang terjadi, meskipun tidak besar, telah menunjukkan adanya kecenderungan yang cukup baik. Perubahan sikap dari menolak menjadi menerima tersebut teriihat semakin besar sesuai dengan kenaikan nilai ILMTE bagi pemirsa dan juga kenaikan tingkat pendidikan, tetapi tidak terlihat meningkat sesuai dengan kenaikan tingkat pengenaan pesan. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S3938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvi Lavina
"Latar belakang. Gangguan perilaku pada anak epilepsi memiliki prevalens yang tinggi dan dapat menyebabkan dampak psikososial pada anak. Namun sejauh ini di Indonesia belum terdapat studi yang meneliti gangguan perilaku pada anak epilepsi serta faktor-faktor yang berhubungan.
Tujuan. Penelitian ini untuk mengetahui: (1) proporsi dan jenis gangguan perilaku pada anak epilepsi berdasarkan child behavior checklist (CBCL), (2) hubungan antara: usia awitan kejang, frekuensi kejang, durasi epilepsi, obat anti epilepsi, tingkat sosial ekonomi, dan pendidikan orangtua, dengan gangguan perilaku pada anak epilepsi, (3) adaptasi keluarga dalam menghadapi anak epilepsi.
Metode. Penelitian potong lintang di Klinik Neurologi Anak FKUI RSCM. Skrining gangguan perilaku dengan kuesioner CBCL dilakukan pada 30 anak epilepsi tanpa defisit neurologis dan disabilitas intelektual. Studi kualitatif untuk menilai adaptasi keluarga dalam menghadapi anak epilepsi.
Hasil. Terdapat tiga dari tiga puluh anak epilepsi yang mengalami gangguan perilaku, dengan jenis gangguan perilaku eksternalisasi (perilaku melanggar aturan dan agresif), masalah sosial dan gangguan pemusatan perhatian. Faktor usia awitan kejang (p=0,280), frekuensi kejang (p=0,007; RP 0,036; IK95% 0,005-0,245), durasi epilepsi (p=1,000), obat anti epilepsi (p=0,020; RP 0,019; IK95% 0,001-0,437), tingkat sosial ekonomi (p=0,251), dan pendidikan orangtua (p=1,000), tidak berisiko meningkatkan gangguan perilaku. Terdapat sikap dan reaksi, serta persepsi dan stigma orangtua yang negatif dalam menghadapi anak epilepsi yang mengalami gangguan perilaku. Terdapat masalah keluarga sejak anak mengalami epilepsi dan gangguan perilaku. Orangtua tidak dapat menerapkan pola asuh displin dan kemandirian pada anak dengan gangguan perilaku.
Simpulan. Proporsi gangguan perilaku pada anak epilepsi tanpa defisit neurologis dan disabilitas intelektual tidak tinggi. Tidak terdapat faktor-faktor yang memengaruhi gangguan perilaku. Adaptasi keluarga baik dalam menghadapi anak epilepsi tanpa gangguan perilaku, dibandingkan dengan keluarga anak epilepsi yang mengalami gangguan perilaku.

Background. Behavior problems are prevalent in children with epilepsy and have psychosocial impact in children. However, in Indonesia, no research has ever been done to study behavior problems in children with epilepsy and related factors.
Objectives. This study aimed to define: (1) proportion behavior problem and type of behavior disorder based on child behavior checklist (CBCL), (2) the relationship between factors: age at seizure onset, seizure frequency, epilepsy duration, antiepileptic drug, socio-economic, and parents education, with behavior problems in epileptic children, (3) family adaptation on managing children with epilepsy.
Method. A Cross sectional study in Pediatric Neurology Clinic FKUI RSCM. Screening for behavior problems with CBCL questionnaires in 30 children with epilepsy without neurologic deficit and intellectual disability. A qualitative study examined family adaptation on managing children with epilepsy.
Results. There were three of thirty children with epilepsy, who have behavior problems, with externalizing disorder (delinquent and agressive behavior), social and attention problems. Age at seizure onset (p=0,280), seizure frequency (p=0,007; PR 0,036; CI95% 0,005-0,245), epilepsy duration (p=1,000), anti epileptic drug (p=0,020; PR 0,019; CI95% 0,001-0,437), socio-economic (p=0,251), dan parents education (p=1,000), are not risk factors for development of behavior problems. Parents’ behavior and reaction, their perception and stigma are negative on managing children with epilepsy and behavior problems. There are family problems since their children have epilepsy and behavior problems. Parents are unable to discipline children with behavior problems and teach them to be independent.
Conclusion. The proportion of behavior problems in children with epilepsy without neurologic deficit and intellectual disability, are not high. There are no risk factors for development of behavior problems. Family adaptation on managing children with epilepsy without behavior problems are better than family who have children with epilepsy and behavior problems.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Budikayanti
"ABSTRAK
Latar belakang: Pada semua sindrom epilepsi, epilepsi lobus temporal ELT memiliki kemungkinan paling besar untuk menjadi resisten terhadap obat.Polimorfisme gen multidrug resistant-1 MDR1 C3435T dicurigai sebagai salahsatu penyebabnya. Di RS Cipto Mangunkusumo RSCM , sebagai pusat rujukannasional, prevalensi ELT potensial resisten obat adalah 84.51 dan duapertiganya dalam terapi karbamazepin KBZ .Tujuan: Mengetahui polimorfisme dan ekspresi gen MDR1 C3435T serta kadarplasma KBZ pada penderita epilepsi yang responsif dan resisten terhadap obat.Metode: Penelitian potong lintang komparatif dilakukan di RSCM dari Juni 2015sampai Desember 2016. Penderita ELT dipilih secara konsekutif. Kelompokkontrol terdiri dari subjek sehat tanpa riwayat epilepsi. Identifikasi genotipemenggunakan teknik restriction Fragment Length Polymorphism PCR denganenzim restriksi Mbo1. Pemeriksaan kadar plasma KBZ menggunakan HighPerformance Liquid Chromatography. Ekspresi mRNA dengan metodesequencing and real time quantitative PCR.Hasil: Didapatkan 61 subjek dan 25 kontrol. Sebaran genotipe TT 71,43 danalel T genotipe CT dan TT lebih tinggi pada grup resisten x= 10,41; p =0,001 . Terdapat korelasi sangat kuat antara dosis dan kadar plasma KBZ padagrup responsif r = 0,75; p = 0,000 dengan rerata dosis 405,21 226,50mg dankadar plasma 7,59 2,32mcg/mL. Ekspresi kuantitatif relatif Rq mRNA palingtinggi pada grup kontrol diikuti resisten dan responsif. Genotipe TT menunjukkanRq yang berbeda pada tiap grup. Terdapat perbedaan bermakna antara dosis dankadar plasma KBZ pada masing-masing genotipe tiap grup, terutama antaragenotipe CT reponsif dengan semua genotipe grup resisten.Kesimpulan: Genotipe TT dan alel T MDR1 C3435T secara statistik berhubungandengan dosis dan kadar plasma KBZ yang lebih tinggi pada ELT resisten obat.

ABSTRACT
Background Among epilepsy syndrome, temporal lobe epilepsy TLE has thehighest probability to become drug resistant. Multidrug resistant 1 MDR1 C3435T polymorphism was suspected to be one of the caused. In CiptoMangunkusumo hospital RSCM , as the national reference hospital, potentialdrug resistant epilepsy prevalence was 84.51 and carbamazepine CBZ usagein two third of the patients.Objective This study was performed to learn about MDR1 C3435T polymorphismand expressions, and CBZ plasma concentration in drug responsive and resistanttemporal lobe epilepsy patients.Methods A comparative cross sectional study was performed in RSCM. TLEpatients were selected consecutively. Healthy people were also selected as thecontrol group. Restriction Fragment Length Polymorphism PCR technique withMbo1 restriction enzyme was used to identify the genes. High Performance LiquidChromatography method was used to determine CBZ concentration in plasma.mRNA expressions identification were using sequencing and real timequantitative PCR methods.Result There were 61 subjects in study group and 25 in control group. Frequencyof TT genotype 71.43 and T allele CT and TT genotype were higher inresistant one x2 10.41, p 0.001 . There was a very strong correlationsbetween CBZ plasma concentration in drug responsive epilepsy r 0.75, p 0.000 in mean dosage of 405,21 226,50mg and plasma concentration of 7,59 2,32mcg mL. mRNA expressions were highest in control group followed byresistant and responsive ones. TT genotype expression was relatively different ineach group. There were signifant differences between genotype in each groupwith CBZ dosage and plasma concentration, especially in CT responsivecompare to all genotypes in resistant group.Conclusion TT genotype and T allele of MDR1 C3435T statistically associatedwith higher CBZ dosage and plasma concentration in drug resistant TLE patients."
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>