Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Michelle Madeira Anggita Putri
"Perkebunan sawit merupakan sektor dengan jumlah konflik agraria tertinggi di Indonesia. Konflik yang terjadi pada sektor perkebunan sawit kerap memunculkan aktivitas yang didalamnya melibatkan penggunaan kekerasan. Tugas Karya Akhir ini bertujuan untuk menganalisis konflik kebun sawit di Desa Bangkal dan mengidentifikasi kekerasan yang muncul sebagai bagian dari proses eskalasi konflik. Dalam tulisan ini, data terkait kasus konflik kebun sawit PT. HMBP 1 dan Masyarakat Desa Bangkal dikumpulkan melalui kajian kepustakaan dan dianalisis dengan menggunakan Teori Segitiga Konflik. Hasil analisis menemukan bahwa kedua aktor yang berkonflik mengembangkan sikap negatif terhadap satu sama lain akibat adanya pertentangan terkait pengelolaan tanah yang diwujudkan dalam berbagai bentuk perilaku, baik koersif maupun non koersif. Konflik ini bereskalasi melalui lima tahapan, yaitu mobilisasi, perluasan, polarisasi, disosiasi, dan jebakan. Dari lima tahap tersebut, empat diantaranya melibatkan dua jenis kekerasan, yakni kekerasan struktural dan kekerasan langsung, seperti ancaman kekerasan, penembakan gas air mata, dan penembakan menggunakan senjata api.

Oil palm plantations are the sector with the highest number of agrarian conflicts in Indonesia. Conflicts in the oil palm sector often involve activities that include the use of violence. This Final Project aims to analyze the oil palm plantation conflict in Bangkal Village and identify the violence that emerged as part of the conflict escalation process. In this paper, data related to the palm oil plantation conflict between PT. HMBP 1 and The Bangkal Village Community were collected through literature review and analyzed using the Conflict Triangle Theory. The analysis found that both conflicting parties developed negative attitudes towards each other due to disagreements over land management, manifested in various forms of behavior, both coercive and non-coercive. This conflict escalated through five stages, namely mobilization, enlargement, polarization, dissociation and entrapment. Among this five stages, four of them involve two types of violence, structural violence and direct violence, such as threats of violence, tear gas and firearms shootings.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Idaman
"Penelitian mengenai Eskalasi Hubungan Pertemanan
Antara Etnis Cina dan Etnis Bugis/Makassar. Penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang
bagaimana eskalasi hubungan yang terjadi. Serta
mengungkap berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya
hubungan pertemanan antar mereka.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah,
yang dikenal dengan penetrasi sosial (Altman dan Taylor,
1973). Teori ini terdiri dari empat tahapan pengembangan
hubungan yaitu; tahap orientasi menuju ke tahap
penjajakan afektif, tahap pertukaran afektif dan tahapan
pertukaran stabil.
Hubungan pertemanan yang terjadi di antara mereka,
pada tahap orientasi, beberapa pasangan mengalami
hambatan, karena masih terdapat prejudis yang
mempengaruhi mereka. Juga pengalaman lingkungan mereka
tidak mendukung sehingga memerlukan waktu untuk
menjadi akrab (stabil).
Tahap penjajakan afektif dan pertukaran afektif,
hubungan mulai bergerak ke tahap yang lebih akrab untuk
mengungkapkan topik-topik tertentu yang terpilih dan
memusatkan perasaan pada tingkat yang lebih akrab
(Budyatna,1993)
Tahap akhir dari pembentukan hubungan adalah
pertukaran stabil, hubungan pada tahap ini menekankan
keterbukaan, dukungan, empaty, rasa positif dan
kesetaraan (Devito, 1995). Kemudian ditandai oleh
derajat keakraban yang tinggi para partisipan berhak
untuk memprediksi prilaku pasangannya dan memberikan
respon (Budyatna,1973).
Pada teori pertukaran sosial, bila estimasi tentang
hasil dari hubungan antarpribadi terbentuk selama proses
pembentukan, dan, pengembangan membuat hubungan tersebut
menyenangkan maka akan terbentuk hubungan menjadi akrab
dan stabil. Ketika hubungan pertemanan tersebut menjadi
akrab. Perhitungan imbalan (reward) dan biaya (cost)
bukan lagi hal dipertentangkan.
Strategi informasi oleh (Berger dan Calabrace,
1975) menawarkan strategi pasif, aktif dan interaktif,
digunakan oleh masing-masing pasangan untuk memperoleh
data-data diri dari setiap pasangan.
Untuk menyelesaikan konflik, digunakan negosiasi dan
klarifikasi (Wilmot dan Hocker). Konflik di dalam hubungan antarpribadi adalah suatu yang normal, bahkan
memperlancar pertumbuhan antarpribadi (Altman dan Taylor,
1973). Konflik terjadi terutama mengenai masalah
kesalahpahaman, perbedaan sikap, perbedaan pendapat salah
dalam mempersepsikan perilaku pasangan, namun dapat
diselesaikan dengan baik (konstruktif), kecuali bila
menyangkut prinsip/ harga diri.
Penelitian yang menggunakan, persfektif interaksi
simbolik, merupakan penelitian kwalitatif (non-
positivistik interpretatif) dimana pendekatan
kepada latarbelakang kehidupan indnvidu secara holistik
(utuh). Metode kualitatif menggunakan data yang bersifat
deskriptif, dikumpulkan dari hasil pengamatan dan
wawancara secara mendalam."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Dewanda Dawangi
"Penetapan TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris telah menimbulkan kekhawatiran atas meningkatnya kekerasan dan eskalasi konflik di Papua. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan kekerasan struktural dan eskalasi konflik TPNPB-OPM dengan aparat keamanan (TNI dan Polisi) setelah ditetapkannya TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara tidak terstruktur terhadap narasumber dari Kontras, Papua Center UI, BRIN, BNPT dan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Penelitian ini menggunakan teori structural violence untuk menggambarkan bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi pasca disematkan TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris. Selanjutnya melalui pemahaman konsep tahapan eskalasi konflik Mitchell, peneliti mencoba menggambarkan eskalasi konflik yang terjadi antara aparat keamanan dengan TPNPB-OPM. Hasil penelitian ini menunjukan penetapan TPNPB-OPM sebagai organisasi teroris menciptakan kekerasan di Papua. Kekerasan tersebut dilakukan baik oleh pihak apparat keamanan maupun TPNPB-OPM. Selain itu penyematan teroris terhadap TPNPB-OPM meningkatkan eskalasi konflik antara aparat keamanan dengan TPNPB-OPM.

The designation of TPNPB-OPM as a terrorist organization has raised concerns over the increasing violence and conflict escalation in Papua. This study purposed to describe the structural violence and conflict escalation between security forces (TNI and Police) and TPNPB-OPM after the designation of TPNPB-OPM as a terrorist organization. This research was conducted using a qualitative approach through unstructured interviews with informants from Kontras, Papua Center UI, BRIN, BNPT and lecture from the Faculty of Law University of Brawijaya. This study uses the theory of structural violence to describe the forms of violence that occurred after the TPNPB-OPM was designated as a terrorist organization. Furthermore, by understanding the concept of conflict escalation stages, researchers tried to describe the conflict escalation that occurred between the security forces and TPNPB-OPM. The results of this study show that the designation of TPNPB-OPM as a terrorist organization creates violence in Papua. This violence was carried out by both the security forces and the TPNPB-OPM. In addition, the designation of terrorists to TPNPB-OPM increased the conflict escalation between security forces and TPNPB-OPM."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library