Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Jakarta: Penerbit Wedatama Widya Sastra, 2015
959.847 CEC e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Abstrak :
ABSTRAK
Hakekat data arkeologi yang terbatas baik kualitas maupun kuantitasnya memacu kita berupaya keras untuk memperoleh, merekam, dan terutama menafsirkan data-data tersebut. Rentang waktu yang sangat panjang sejak data tersebut berada dalam konteks sistem tingkah laku manusia hingga sekarang, menuntut kita untuk mencari kiat penjelasannya. Salah satu kiat yang diperqunakan adalah dengan menggunakan kajian etnoarkeologi. Dengan meiihat praktik yang barlalu pada masyarakat sekarang yang relatif sederhana dan masih menjalankan tradisi yang hampir sama, diharapkan dapat membantu menjelaskan arti. fungsi, dan sebagainya dari data-data arkeologi tersehut.

Tulisan ini berusaha mengkaji mengenai tata ruang masyarakat megalitik dengan menganalogikannya dengan masyarakat Baduy yang sekarang ini masih hidup bersahaja. Di samping itu, masyarakat Baduy masih menjalankan 'tradisi mega1itik'.

Dari hasil kajian ini diketahui bahwa konsep tata ruang suatu masyarakat pada dasarnya ditentukan oleh sustem religi atau kepercayaannya. Masyarakat Baduy percaya bahwa arah ruang yang baik adalah selatan di mana terdapat Sasaka Pusaka Buana atau dalam dunia arkeologi disebut Area Domas yang merupakan kompleks peninggalan megalitik. Sasaka Pusaka Buana ini dianggap sebagai pusat bumi, awal penciptaan dunia. asal-usul kehidupan, dan tempat berkumpulnya roh leluhur nenek moyang. Arah selatan yang magis dan suci itu kemudian berpengaruh dan menjadi landasan dalam penataan ruang kehidupan lainnya, seperti penataan wilayah, pemukiman, rumah, dan lingkungan binaan lainnya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aldhy Setiadi
Abstrak :

ABSTRAK
Batik Teluki/Jupri adalah batik dengan motif burung-burung kecil yang berpadu dengan sulur-suluran daun dan memiliki warna khas merah tua atau yang biasa disebut juga warna merah laseman. Batik yang hampir seluruh permukaan kainnya dipenuhi titik-titik atau cocoan ini sudah dibuat sejak 200 tahun yang lalu di Cirebon, tepatnya di Trusmi, sebuah desa yang hampir seluruh penduduknya membuat batik. Sebagai sebuah kegiatan yang turun-temurun, pembuatan batik Teluki/Jupri ini sangat unik, karena bukan dibuat untuk dipakai atau dikonsumsi oleh orang Cirebon sendiri seperti batik-batik yang dibuat di Cirebon pada umumnya, tetapi dibuat untuk dipasarkan ke Palembang, lebih khusus lagi ke Kayu Agung. Di Kayu Agung batik bermotif burung yang di tempat asalnya sendiri tidak begitu popular ini ternyata mengalami perubahan nilai menjadi benda yang eksklusif. Batik Teluki/Jupri menjadi semacam simbol status, karena yang memiliki batik tersebut pada umumnya adalah orang-orang kaya. Selain itu, batik ini dijadikan sebagai mas kawin dalam upacara pernikahan dan diwariskan secara turun-temurun dan seorang ibu kepada anak perempuannya ketika akan menikah. Pada dasarnya tahapan penelitian mengenai batik Teluki/Jupri ini adalah observasi, deskripsi, dan eksplanasi, tetapi pada tiap tahapan tersebut dilakukan analisis yang konteksnya terus meluas termasuk dengan melakukan studi etnoarkeologi, sehingga akhirnya tujuan penelitian ini dapat dicapai.
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library