Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus R. Rahman
"This study proposes a research question on why six of Eastern European countries held the same their foreign policy orientation toward EU. To answer the question,the study relies on comparative perspective in which its level analysis is still nation state level.Despite of same factors on European-based context, there are substantial different factors on individual contex and process of their negotiations. Breakdown of the Soviet Union and the Warwasa Pactare dominant factors of the regional context, and by this way, EU gives the highest point of his foreign policy's priority to this Eastern Europe countries.Basically,changing of their political systems from close to open society determined their positions in process of the negotiation and the current "
2006
JKWE-II-1-2006-31
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Matindas, Rudolf Woodrow
"Tahun 1957 Deklarasi Djuanda memproklamasikan Indonesia sebagai satu negara kepulauan. melalui perjuangan lama, dengan disahkannya Konvensi Hukum Laut International 1982 (HUKLA-82; UNCLOS-III), deklarasi Indonesia sebagai Negara Kepulaua mendapat pengakuan internasional. HUKLA-82 telah meluaskan wilayah nasiona ldari sekita 2 (dua) juta km2 daratan dan laut territorial hanya 3 mil lau dari garis pantai air terendah menjadi sekitar 5 (lima) juta km2 wilayah 'territorial' ditambah sekita 3 (tiga) juta km2 Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) di luar batas territorial. Sesuai Deklarasi Djuanda dan HUKLA-82 lebar laut territorial telah berubah dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut dari garis pangkal kepulauan. Ini hasil diplomasi dan perjuangan untuk mendapatkan satu pembagian juridikasi atas wilayah laut yang lebih equitable bagi semua negara-negara pantai (coastal states). Khususnya bagi negara-negara kepualauan dan negara-negara berkembang yang banyak lahir setelah perang dunia ke-2. "
2003
HUPE-XXXIII-1-Mar2003-134
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Goepolitik berperan penting terhadap eksitensi sebuah bahasa dan bangsa. Perencanaan bahasa di sebuah negara menjadi penting karena dapat berperan menjaga kebutuhan bangsa, melancarkan hubungan diplomatik, dan melakukan ekspansi bahasa bagi kebutuhan industri dan ekonomi..."
JSIO 13:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raja Yendri Saputra
"Sejak bergulirnya reformasi, masalah otonomi sering menjadi bahan pembicaraan banyak kalangan, baik kalangan politisi, birokrasi, akademisi dan bahkan masyarakat awam, terlebih kaitannya dengan kepentingan daerah. Begitu juga dengan daerah Indragiri hilir yang ingin dimekarkan dengan Indragiri Selatan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyrakat lokal. Permasalahannya adalah, mengapa kabupaten Indragiri Hilir harus melakukan pemekaran dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, dan bagaimana pengaturannya dan kelayakan daerah otonom baru bagi Indragiri Hilir, serta apa kemungkinan lain bila tidak dimungkinkan pemekaran. Untuk menjawab penelitian ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriftif serta menggunakan bahan hukum primer, sekunder, tertier, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pertama Kabupaten Indragiri Hilir memang sangat perlu melakukan pemekaran untuk memdapatkan pemerataan di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang selama ini dinilai belum merata, kedua Kabupaten Indragiri Hilir memang sudah sangat layak untuk dimekarkan karena sudah memenuhi segalah pesyaratan yang datur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 serta serta sudah memenuhi seluruh nilai indikator yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007, ketiga apabila tidak dimungkinkan pemekaran maka ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu infrastruktur, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan pemanfaatan sumber daya yang harus di prioritaskan pemerintah kabupaten Indragiri Hilir. Kedepannya pemerintah harus benar-benar menseleksi lebih baik dan lebih rinci lagi setiap daerah yang ingin melakukan pemekaran, apabila daerah tersebut memang layak menjadi daerah otonom baru maka pemerintah harus mendukungnya, namun bila belum layak maka pemerintah wajib mencegahnya, hal ini untuk menciptakan penyamarataan pembangunan di seluruh Indonesia.

Since the ongoing reforms, the issue of autonomy has often been the subject of much discussion among politicians, bureaucracies, academics and even ordinary people, especially in relation to regional interests. So also with Indragiri downstream area who want to expand with Indragiri Selatan to further improve the welfare of local society. The problem is, why Indragiri Hilir regency should do expansion in an effort to improve the welfare of local people, and how the regulation and feasibility of new autonomous regions for Indragiri Hilir, and what other possibilities if not possible division. To answer this research the author uses normative legal research with the nature of descriptive research and using primary law materials, secondary, tertiary, the data obtained were analyzed by using qualitative approach. The result of this research shows that firstly Indragiri Hilir regency really need to do expansion to get equity in infrastructure sector, education, and health which have been considered unevenly, both of Indragiri Hilir Regency have been very feasible to be expanded because they have fulfilled every requirement that datur in Law Number 23 Year 2014 and also has fulfilled all the values of the indicators set out in Government Regulation Number 78 Year 2007, the third if not possible the division there are four aspects that must be considered, namely infrastructure, educational facilities, health facilities, and resource utilization which should be prioritized by Indragiri Hilir district government. In the future, the government should really select better and more detailed every regions that want to expand, if the region is indeed worthy of being a new autonomous region then the government should support it, but if not feasible then the government must prevent it, this is to create generalization of development in throughout Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ahd. Fahmi Zendrato
"Tulisan ini menganalisis konsep pemekaran daerah otonomi baru berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan selanjutnya melakukan tinjauan terhadap keberlanjutan pembentukan daerah otonomi baru provinsi kepulauan nias. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Daerah otonomi baru dapat lahir sebagai perwujudan terjadinya penggabungan hingga pemekaran suatu daerah. Esensi dilakukannya pemekaran daerah ialah untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan publik berdasarkan asas desentralisasi. UU No. 23 Tahun 2014 menjadi landasan yuridis pembentukan daerah otonomi baru dan selanjutnya diatur dalam PP No. 78 Tahun 2007. Persyaratan dalam pemekaran daerah diantaranya: 1) persyaratan dasar kewilayahan; 2) persyaratan dasar kapasitas daerah; dan 3) persyaratan administratif. Masyarakat Kepulauan Nias dan pemerintah Kepulauan Nias menyetujui pemekaran daerah mendorong BPP-PKN untuk mengupayakan terealisasinya pembentukan daerah otonomi baru Provinsi Kepulauan Nias. Kepulauan Nias telah memenuhi seluruh persyaratan untuk melakukan pemekaran. Proses rancangan pembentukan daerah otonomi baru Provinsi Kepulauan Nias telah sampai pada pembahasan di tingkat pusat antara pemerintah dan DPR. Adapun yang menjadi kendala terhambatnya pemekaran wilayah disebabkan oleh landasan teknis terkait pemekaran yang masih diuji relevansinya dengan UU No. 23 Tahun 2014 serta penundaan pemekaran wilayah yang dilakukan pemerintah saat ini dikarenakan bukanlah menjadi program kerja prioritas.

This paper analyzes the concept of the expansion of a new autonomous region based on applicable laws and regulations and then reviews the sustainability of the formation of a new autonomous region in the Nias Islands province. This thesis uses doctrinal research methods. New autonomous regions could be born as a manifestation of the merger or expansion of a region. The essence of regional expansion is to achieve effectiveness and efficiency of public services based on the principle of decentralization. Law No. 23 of 2014 became the juridical basis for the formation of new autonomous regions and was further regulated in the Government Regulation No. 78 of 2007. Requirements for regional expansion include: 1) basic regional requirements; 2) basic regional capacity requirements; and 3) administrative requirements. The people of the Nias Islands and the government of the Nias Islands agreed to regional expansion, encouraging BPP-PKN to strive for the realization of the creation of a new autonomous region for the Nias Islands Province. The Nias Islands have fulfilled all the requirements for expansion. The design process for the formation of a new autonomous region for the Nias Islands Province has reached discussions at the central level between the government and the House of Representatives. The obstacles to regional expansion are caused by the technical basis related to expansion which is still being tested for its relevance to Law No. 23 of 2014 and the current government's postponement of regional expansion because it is not a priority work program."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Azaria Hashifah
"Diversity Atlas, yang dikembangkan oleh Cultural Infusion pada tahun 2019, mengukur dan mengelola keragaman tenaga kerja menggunakan platform online. Analisis ini mengidentifikasi peluang untuk ekspansi dan perbaikan produk agar perusahaan tetap kompetitif. Rekomendasi mencakup peluncuran layanan konsultasi dan pelatihan keragaman dengan mitra yang sudah ada serta integrasi platform perekrutan untuk menawarkan solusi yang komprehensif. Strategi-strategi ini, didukung oleh analisis SWOT, STP, kompetitor, dan PESTLE, bertujuan untuk menjadikan Diversity Atlas sebagai platform keragaman end-to-end terkemuka. Implementasinya akan berfokus pada kemitraan, integrasi teknologi, dan pemasaran yang ditargetkan untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih tinggi dan kesadaran pelanggan.
Diversity Atlas, developed by Cultural Infusion in 2019, measures and manages workforce diversity using an online platform. The analysis identifies opportunities for expansion and enhancement for the company to stay competitive. Recommendations include launching diversity consulting and training services with existing partners and integrating hiring platforms to offer comprehensive solutions. These strategies, supported by SWOT, STP, competitor, and PESTLE analysis, aim to elevate Diversity Atlas as a leading end-to-end diversity platform. Implementation will focus on partnerships, technology integration, and targeted marketing to achieve higher market penetration and customer awareness."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Suyanto
"Telah dilakukan pembangkitan plasma gelombang kejut hasil interaksi antara laser Nd-YAG pada moda Q swicthed berenergi 80 mj dengan target tembaga di udara tekanan rendah. Untuk mengetahui karakteristik plasma lebih mendalam dan untuk menghindari penggunaan transformasi Abel, dilakukan analisa plasma dalam dua cara yang berbeda yaitu plasma ekspansi bebas (free expansion plasma) dan plasma ekspansi terbatas (confined plasma) yaitu dengan cara membatasi plasma ekspansi bebas dengan dua kaca sejajar tegak. Karena kesamaan karakteristik antara dua plasma ini, maka dapat dibandingkan harga intensitas emisi dan temperaturnya sebagai fungsi ruang dan waktu serta tekanan udara disekitar plasma.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas relatif maksimum Cu 1521,8 nm untuk plasma ekspansi bebas lebih tinggi dan datang lebih lambat dari pada plasma ekspansi terbatas. Pola semacam ini juga berlaku untuk temperatur. Selain dari itu, intensitas emisi juga membesar dengan bertambah besarnya tekanan udara disekitar plasma (1-15 ton) baik plasma ekspansi bebas maupun plasma ekspansi terbatas. Untuk membuktikan kesamaan kelakuan antara plasma ekspansi bebas dengan plasma ekspansi terbatas dan juga untuk keperluan transformasi Abel, maka dilakukan pengujian kesimetrisan dan hemisperis pada kedua plasma tersebut."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Sabarno
"Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 telah mengamanatkan sebagaimana tersurat dalam alenia keempat yang juga merupakan visi dan cita-cita bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, yaitu : "...Untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,dan keadilan sosial....".
Untuk mewujudkan visi dan cita-cita bangsa tersebut, perlu didukung oleh adanya kejelasan fisik dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan adanya kejelasan ruang lingkup pengolahan perbatasan agar nantinya dapat meminimalkan terjadinya konflik perbatasan dengan negara tetangga. Apabila ditinjau secara fisik Indonesia merupakan negara terbesar kelima di dunia yang dibatasi dua matra, yaitu di laut dengan sepuluh ( 10 ) negara (Australia, Malaysi, Singapura, India, Thailand, Vietnam, Filipina, Papua New Guinea, dan Timor Leste).dan di darat dengan tiga (3) negara tetangga (malaysia, Papua New Guinea,dan Timor Leste). Karakteristik sosial dalam pendefinisian batas negara di kedua matra tersebut sangat berbeda, demikian pula sifat permasalahany."
2003
HUPE-XXXIII-1-Mar2003-67
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yustinus Sadmoko
"Waralaba X adalah sebuah upaya untuk melaksanakan pengembangan Sekolah X melalui waralaba. Usaha ini melibatkan beberapa pihak yang mempunyai tujuan yang berbeda-beda baik yang berorientasi mencari laba maupun berorientasi nirlaba. Pihak-pihak tersebut meliputi Yayasan X, yang bertujuan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan, sosial dan kemanusiaan, Pendiri Yayasan X sekaligus pemegang saham PT X, yang menjadi master pewaralaba, dengan misi pendidikan dan mencari laba, serta para calon terwaralaba yang bertujuan mencari laba. Karya akhir ini bertujuan untuk mencari skema waralaba yang tepat yang dapat mengakomodasi tujuan masing-masing pihak yang terlibat di atas. Di samping itu, upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan/meningkatkan tingkat profitabilitas waralaba sehingga sustainability dari waralaba dapat diperoleh juga menjadi tujuan dari penyusunan karya akhir ini.
Struktur industri pendidikan tingkat pra sekolah dan sekolah dasar saat ini masih over demand tetapi tingkat persaingannya akan semakin ketat di masa depan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, skema waralaba yang akan di lakukan harus difokuskan untuk memperoleh daya saing yang lebih tinggi di masa depan. Di samping investasi berkesinanibungan untuk meningkatkan mutu jasa pendidikannya, percepatan penetrasi pasar melalui pendirian sekolah di lokasi-lokasi yang dekat dengan target pasar dapat mendukung upaya peningkatan daya saing tersebut. Skema waralaba ini dibuat untuk membantu percepatan tadi tanpa membebani tuntutan dana bagi Yayasan X maupun PT X. Oleh karena itu, skema harus dibuat supaya Waralaba X ini menarik bagi para calon terwaralaba.
Sebelum menentukan format waralaba yang mampu mengakomodasi semua tujuan di atas, harus dilakukan identifikasi atas proyeksi laba (atas basis kas) operasi waralaba yang akan dialokasikan untuk memenuhi tujuan masing-masing pihak. Setelah dilakukan perhitungan dengan asumsi tertentu kondisi penyelenggaraan sekolah, hasilnya adalah sebagai berikut:
- Program Taman Bermain dan Taman Kanak-Kanak diproyeksikan akan menghasilkan laba (atas basis kas) sebesar Rp 784 juta di tahun pertama dan naik secara bertahap sampai Rp 1.211 juta di tahun kesepuluh.
- Program Sekolah Dasar diproyeksikan akan menghasilkan laba (atas basis kas) operasi sebesar Rp 994 juta di tahun pertama dan naik secara gradual sampai Rp 5.456 juta di tahun kesepuluh.
Dengan proyeksi laba operasi di atas, supaya proyek waralaba ini menarik bagi terwaralaba sehingga tingkat penetrasi pasar yang tinggi bisa diperoleh, imbal hasil bagi terwaralaba harus memenuhi dua persyaratan yaitu return atas investasi awal yang tinggi serta payback period. Dengan melakukan benchmarking dengan waralaba jasa pendidikan "LP3I", ditentukan return tersebut adalah 25% serta payback period maksimal 5 tahun . Selain itu, untuk mengakomodasi preferensi dan ketersediaan modal calon terwaralaba, perlu diberikan beberapa opsi kombinasi initial fee - ongoing fee yang fleksibel. Kombinasi yang bisa memenuhi persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
- Untuk program TB dan TK, tersedia 3 opsi kombinasi initial fee - ongoing fee untuk pewaralaba adalah Rp 600 juta dan 20,43% (dari arus kas operasi operasi), Rp 400 juta dan 27,40% serta Rp 200 juta dan 34,27%.
- Untuk program Sekolah Dasar, kombinasi initial fee - ongoing fee untuk pewaralaba adalah Rp 700 juta dengan 48,32% (dari arus kas operasi operasi), Rp 500 juta dengan 51,10% serta Rp 300 juta dengan 53,88%.
Kombinasi initial .fee ongoing fee bisa diturunkan secara bertahap oleh pewaralaba untuk meningkatkan keuntungannya setelah tingkat penetrasi pasarnya cukup tinggi. Initial fee dan ongoing fee ini selanjutnya harus dibagi antara Yayasan X di satu pihak, dengan PT X serta Pendiri. Karena Yayasan X tidak mengeluarkan biaya apapun dalam rangka skema waralaba ini, berapapun hasil yang diperolehnya nilai net present value-nya pasti positif. Selain itu, Yayasan X juga bisa memperoleh manfaat tambahan dalam pencapaian tujuan keagamaannya melalui penerapan prinsip ekonomi Islam dalam skema waralaba. Penerapan prinsip ini bisa dilakukan untuk mengakomodasi pembayaran initial fee dengan akad jual beli, pembayaran ongoing fee dengan cara bagi basil. Prinsip ini juga bisa diterapkan dalam penghitungan bagian Yayasam X melalui penggunaan tarif zakat, yaitu sebesar 2,5% sampai 10% dan laba sebelum pajak dan fee waralaba yang diperoleh waralaba (sesuai kesepakatan). Namun, Yayasan X tidak mendapat bagian dari initial fee. PT X dan pendiri mendapatkan seluruh sisanya tetapi bertanggung jawab untuk melaksanakan seluruh program pemasaran, supervisi dan kegiatan lain dalam skema waralaba ini.
Umuk mencapai tujuan meningkatkan daya saing di masa depan sehingga profitabilitas Waralaba X dapat terjaga, perlu dibuat strategi untuk meningkatkan perceived quality atas jasa Sekolah X. Perceived quality jasa ini sangat ditentukan oleh kemampuan penyedia jasa memenuhi harapan konsumen pada atribut-atribut yang dianggap penting bagi mereka dalam mengambil keputusan mengkonsumsi jasa ini. Dari hasil analisis dengan model Analytic Hierarchy Process diperoleh ranking atribut-atribut tersebut berdasarkan tingkat kepentingannya bagi konsumen yang menjadi target pasar Sekolah X sebagai berikut:
1. Prioritas pada pendidikan agama 26%
2. Letak sekolah yang dekat dengan tempat tinggal 17%
3. Kelengkapan fasilitas belajar dan bermain 16%
4. Biaya yang mnirah 15%
5. Penggunaan kurikulum dan sistem pengajaran dari negara maju 8%
6. Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar 7%
7. Merk dan reputasi sekolah yang sudah terkenal 6%
8. Tersedianya jenjang pendidikan berikutnya 6%.
Dari data tersebut dapat disirnpulkan bahwa untuk meningkatkan perceived quality jasanya, selain mempertahankan posisinya sebagai sekolah yang memprioritaskan pendidikan agama, PT X juga harus berinvestasi lebih banyak pada fasilitas belajar dan bermain. Di samping itu juga diperlukan upaya untuk lebih mendekatkan diri secara fisik dengan konsumen. Kedekatan fisik pada konsumennya ini juga akan menurunkan biaya bagi konsumen untuk mengkonsumsi jasa Sekolah X yang menawarkan peluang bagi Waralaba X untuk meningkatkan keuntungannya dengan menaikkan harga jasanya tanpa menurunkan perceived quality-nya. Maka dari itu, skema waralaba di atas tepat untuk dipilih PT X dalam rangka ekspansinya.

Franchise X is the former of School X's expansion through franchising. This form of expansion will be done by various parties that have different objectives, both profit and non profit oriented. The parties are Foundation X, a religion, social and humanity oriented foundation, PT X. a profit oriented entity, Founder (of Foundation X and PT X), the master franchiser with both profit and social (education) orientation, and the candidates of franchisees with their profit orientation. The main objective of this study is to find a suitable scheme of the franchise that accommodate the above various objectives. Besides, the efforts to sustain/grow the profitability of Franchise X so that the business will be sustainable are also important things that will also be discussed.
The structure of the pre-school and elementary school industry is currently over demand, but the internal rivalry is growing higher. The industry is predicted to be more competitive in the future. To anticipate this matter, the scheme of the franchise should focus on earning higher competitive advantage in the future. Beside continuously investing on building higher quality, of its education service, speeding up the market penetration through establishing more schools that close to target market can also be useful to build the competitive advantage. Because the scheme should be developed with little fund from the franchiser (Foundation X and PT X), the scheme should also be interesting to the target franchisees.
Before developing the scheme the projected income (on cash basis) of the franchise that will be used to satisfy each objective of the parties should be calculated first. With certain assumption, the results of the projection arc as follow:
- Play Group and Kindergarten Program is projected to earn (on cash basis) Rp 784 million in the first year and growing continuously to Rp 1.211 million in the 10th year
- Elementary School Program is projected to earn (on cash basis) Rp 994 million in the first year and growing continuously to Rp 5.456 million in the 10th year.
With the above projected income, in order to make the project interesting for the candidates of franchisees so that the expected level of penetration can be reach, the return offered to them should fulfill two requirements: high return on investment and short payback period. From benchmarking with "LP3I", a franchise of a non-formal education, the return offered is 25% and the payback period is 5 year. Besides, to accommodate the various preference and capital adequacy of the candidates of the franchisees, some option of flexible combination of initial fee -- ongoing fee is also necessary to be offered. The combinations that fulfill the above two requirements are:
- For Play Group and Kindergarten Program, there arc three option of combination of initial fee - ongoing fee: Rp 600 million and 20,43% (from income on cash basis), Rp 400 million and 27,30%, and Rp 200 million and 34,27%.
- For Elementary School Program, there are three option of combination of initial fee - ongoing fee: Rp 700 million and 48,32% (from income on cash basis), Rp 500 million and 51,10%, and Rp 300 million and 53,88%.
The offered return for the franchisees can be gradually reduced to increase the profit of the franchiser after PT X can reach the expected level of penetration. The Ices should then be split to Foundation X and PT X (and Founder as the owner of PT X). Because Foundation X does not bear any expenses for this project, the net present value for the foundation will always be positive. Besides, Foundation X will also gain an achievement of its objectives in religion mission through the application of Islamic Economic principles in the scheme. The principles can be applied to accommodate the payments of initial fee through sale-purchase akad, and payment of ongoing fee through profit sharing agreement. The principles will also be applied to calculate the share of Foundation X from the ongoing fee received by PT X through the application of zakat tariff (between 2,5% to 10% from net profit (on cash basis) before franchise fee and income tax. Nevertheless, Foundation X will not get any share from initial fee. As a consequence, PT X should bear all the expenses in relation with the franchising project, including marketing, supervision and other related expenses.
To build a higher future competitive advantage so that the level of profitability of Franchise X can be sustainable, some efforts should be done to build the perceived quality of the education service of School X. The perceived quality of the service is determined by the ability of the service provider to fulfil the customers (parents)' expectation on certain attributes that they perceive to be important for choosing school for their children. The result from analysis with Analytic Hierarchy Process (AHP) model, the ranking of importance of the attributes are as follow:
1. Priority on religion subjects 26%
2. Close to home 17%
3. Completeness of education and playing facilities 16%
4. School Fees 15%
5. Application of curriculum from advanced countries 8%
6. Using English as daily language 7%
7. Brand and reputation of the school 6%
8. Presence of next level of education 6%
The conclusion that can be drawn from the above information is that to build its perceived quality, beside strengthening its positioning as a school that prioritizing education on religion, PT X should also investing more on education and playing facilities. Besides, the effort to build closer schools to target market is also important. The closer school can also be used to reduce the cost for consuming the service (for customers) that will offer a chance for Franchise X to increase its profitability by increasing the price without reducing the perceived quality. Because of those, the above scheme is suitable to be chosen by PT X for implementation if its expansion program.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18264
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>