Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Carolina Parera
"Ketentuan pengecualian dan pembatasan hak cipta dalam TRIPS Agreement membebaskan anggota untuk membuat pengaturannya sendiri, dengan syarat memenuhi tiga syarat dalam Pasal 13 TRIPS Agreement. Hal ini menimbulkan menimbulkan perbedaan pengaturan diantara anggota WTO. Skripsi ini hendak menjawab permasalahan mengenai pengaturan, penerapan dan keselarasan ketentuan pengecualian dan pembatasan hak cipta di Indonesia, anggota WTO lain dan TRIPS Agreement. Metode penelitian yang dilakukan adalah yuridis-normatif dengan menganalisis norma-norma hukum dan penerapannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua ketentuan pengecualian dan pembatasan hak cipta yang berbeda diantara anggota WTO.

Agreement membuat ketentuan three step test yang bersifat terbuka sebagai penengah dari perbedaan tersebut. Ketentuan pengecualian dan pembatasan yang berdasarkan doktrin fair use, maupun fair dealing perlu memenuhi ketentuan three step test. Indonesia sebagai penganut fair dealing memiliki beberapa ketentuan pembatasan hak cipta yang tidak sesuai dengan TRIPS Agreement, yakni ketentuan Pasal 43 huruf C, E dan Pasal 49 ayat (2) UU Hak Cipta.

Exception and limitations regulations in TRIPS Agreement give leniency for contracting members, to regulate their own exception and limitations as long as they are in accordance to the three conditions in Article 13 of TRIPS Agreement. This has caused differences in regulations among WTO members. This thesis answers matters regarding regulations, applications and conformity of exception and limitations of copyright in Indonesia, WTO members and TRIPS Agreement. This research is conducted using juridical-normative method by analyzing legal norms and their implementation. The result of this thesis shows that there are two different doctrines used in exception and limitations regulations among the WTO members, fair use and fair dealing. TRIPS Agreement regulates an open-ended wording regulation called the three step test to intermediate the difference. Both exception and limitations regulations based on fair use and fair dealing must fulfill the three step test. Indonesia as a fair dealing adherent has a few copyright limitations that are not in accordance to TRIPS Agreement. They are article 43 C, E and article 49 (2) Indonesia Copyright Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danadhyaksa Zulu Savano
"Disrupsi teknologi telah mendorong perkembangan konten digital, terutama video pendek modifikasi di platform User-Generated Content (UGC) seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. Jenis konten ini sering memanfaatkan elemen ciptaan orang lain yang diolah menjadi karya kreatif, menimbulkan isu hukum terkait pelanggaran dan perlindungan hak cipta. Indonesia mengadopsi konsep fair dealing, seperti Inggris dan Kanada, berbeda dengan fair use di Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif untuk menganalisis perlindungan hukum atas video pendek modifikasi di kedua negara. Analisis dilakukan terhadap UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) di Indonesia dan Copyright Act of 1976 di Amerika Serikat, termasuk studi kasus Campbell v. Acuff-Rose Music (1994) yang memperjelas konsep fair use. Hasil penelitian menunjukkan bahwa doktrin fair use di Amerika Serikat lebih fleksibel, mendukung karya modifikasi (transformative work), sementara fair dealing di Indonesia lebih kaku dan kurang mendorong kreativitas di ruang digital. Hal ini menjadi tantangan bagi content creator Indonesia yang terlibat dalam pembuatan video pendek modifikasi.

Technological disruption has accelerated the creation and distribution of digital content, particularly modified short videos popular on platforms like TikTok, Instagram, and YouTube. These videos often transform copyrighted materials into creative works, raising legal concerns about copyright infringement and protection. Indonesia adopts the concept of fair dealing, similar to the UK and Canada, while the United States follows fair use. This research uses a normative juridical method to analyze and compare copyright protection in both systems, focusing on Indonesia’s Law No. 28 of 2014 on Copyright (UUHC) and the United States Copyright Act of 1976. It also examines cases like Campbell v. Acuff-Rose Music (1994) to elucidate the fair use doctrine. Findings show that fair use in the U.S. provides more flexibility for content creators to produce transformative works, supporting creativity and innovation. In contrast, Indonesia’s fair dealing framework is more rigid, restricting creativity in the digital space. This poses challenges for Indonesian content creators in adapting to global content trends, as the regulatory environment limits their ability to engage in transformative practices, which are more widely supported under the fair use doctrine in the U.S. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library