Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kim, Jin Gyong
Seoul: Muhhakdorgne, 2002
KOR 398.4 KIM g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kim, Ku-Hee
Korea, Seoul: (Ju) Bi Ryong So, 2002
KOR 398.21 KIN h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Seoul: Hwanggeumgaji, 2003
KOR 398.206 8 SEG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kim, Jung-Mi
Seoul: Najeunsan, 2010
KOR 398.205 KIM j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Geovanni Bertha Rini
"Snow White and the Huntsman merupakan sebuah film Hollywood tahun 2012 yang mendekonstruksi jalan cerita dan penokohan yang terdapat dalam film Snow White karya Brothers Grimm sehingga dianggap sebagai film yang memuat nilai feminis yang kuat. Meskipun begitu, jumlah penelitian yang mengkaji nilai patriakal dan ambivalensi terhadap representasi perempuan dalam film ini masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana kontrol konsep Idealized Beauty dalam tokoh utama perempuan, dan bagaimana perempuan direpresentasikan dalam film Snow White and the Huntsman melalui penokohan tokoh utama perempuan. Hasil penelitian membuktikan bahwa Snow White and the Huntsman memiliki ambivalensi. Dalam satu sisi perempuan ditampilkan sebagai seorang pahlawan, namun perempuan juga ditampilkan sebagai men's stuff yang dikontrol oleh konsep Idealized Beauty pada di sisi yang lain. Penelitian ini bermanfaat sebagai rujukan untuk memahami ambivalensi nilai-nilai patriakal yang masih berlaku dalam masyarakat sekarang.

Snow White and the Huntsman is a 2012 Hollywood film that dramatically deconstructs a classic Grimm's fairytale story of Snow White both in its plot and character, and is regarded as a film that is made with a conscious feminist agenda. Unfortunately, this film has not been extensively discussed for the ambivalences in women's representation that perpetuate the long-held patriarchal beliefs of women. This is what this study attempts to accomplish through a critical and textual analysis of Snow White and Huntsman. It explores, in particular, how women are controlled by men's idealized beauty and how the ambivalence towards women's representation is depicted in this film. The findings show that Snow White and the Huntsman has ambivalences towards feminism: on the one hand, women are strongly depicted as heroes, but on the other hand they are depicted as men's stuff that controlled by men's idealized beauty. This study contributes to women studies on the representations of women in today's film, providing a framework for understanding how patriarchal bias is in today's society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Choi, Nae-ok
Seoul, Korea: (Ju) Chang jak gwa bi pyeong sa, 2001
KOR 398.21 CHO m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Unsriana
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dongeng dalam pendidikan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan moral mengenai on dan ongaeshi. Pendidikan ini dapat disampaikan kepada anak melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam dongeng dengan cara mengidentifikasi perbuatan atau lakuan tokoh-tokohnya. Melalui dongeng anak-anak dapat menemukan tokoh identifikasi yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.
Data pustaka menunjukan bahwa dongeng dapat dipakai sebagai salah satu sarana untuk pendidikan nilai dan pendikan moral. Data ini dipakai untuk memperkuat penelitian bahwa dongeng juga dapat dipakai untuk pendidikan nilai on dan ongaeshi. On dan Ongaeshi sendiri mempunyai beberapa pengertian yang diungkapkan beberapa ahli. Dengan menganalisa lima buah dongeng anak Jepang, ditemukan arti atau makna on dan ongaeshi seperti apa yang ingin disampaikan pembuat dongeng atau kepada pendengarnya, khususnya pendengar anak-anak.
Pada bagian akhir disimpulkan bahwa Dongeng adalah sarana yang efektif untuk memberikan pendidikan nilai-nilai pada anak, karena cara penyampaiannya yang tidak memaksa anak-anak untuk menerimanya. Tokoh-tokoh dalam cerita dapat memberikan teladan bagi anak-anak. Sifat atau karakter anak adalah mempunyai kecenderungan untuk meniru dan mengidentifikasikan diri dengan tokoh yang dikaguminya. Melalui dongeng, anak akan dengan mudah memahami sifat-sifat, figur-figur, dan perbuatan-perbuatan yang baik dan yang buruk."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Aulia Wati
"ABSTRAK
Dongeng merupakan prosa pendek imajinatif dan fiktif yang disampaikan secara turun-temurun. Dongeng seringkali beredar dalam versi yang berbeda-beda di berbagai negara, tetapi semua variasi tersebut memiliki struktur tema dan tindakan aksi yang sama. Penelitian ini membahas mengenai fungsi tindakan dalam dongeng Br derchen und Schwesterchen dan H nsel und Gretel dengan menggunakan teori fungsi yang dikemukakan oleh Vladimir Propp. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif yang bertujuan agar memahami suatu permasalahan secara mendalam dan luas dengan analisis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua dongeng tersebut memiliki fungsi yang berbeda dan fungsi tersebut tidak muncul secara berurutan, seperti yang dikemukakan oleh Propp. Dalam dongeng Br derchen und Schwesterchen ada 10 fungsi, yaitu fungsi ketiadaan ? , larangan ? , pelanggaran ? , penyampaian ? , penipuan ? , kejahatan A , penerimaan unsur magis F , tokoh utama dikenali Q , penyingkapan tabir Ex , dan hukuman U , sedangkan di dalam dongeng H nsel und Gretel terdapat 11 fungsi, yaitu fungsi pengintaian ? , penipuan ? , keterlibatan ? , kejahatan A , kekurangan a , peristiwa penghubung B , fungsi pertama tokoh penolong D , reaksi tokoh pahlawan E , perpindahan tempat G , kepulangan darr; , dan penyelamatan Rs .

ABSTRACT
Tales are imaginative short prose which are fictional. They are something inheritance that is being continued since the old times. Tales often come up with different kinds but the themes and actions are still similar from one to another. This research discuss about the functions of dramatis personae in Br derchen und Schwesterchen and H nsel und Gretel based on functions of dramatis personae theory by Vladimir Propp. Qualitative method is being used in this research, in order to deeply and wholly understand a problem. The result shown that the two fairy tales have different functions and these functions do not appear chronologically as being told by Propp. In Br derchen und Schwesterchen there are 10 functions, such as the function of Absentation , Interdiction , Violation , Delivery , Trickery , Villany A , Provision or receipt of a magical agent F , Recognition Q , Exposure Ex , and Punishment U , meanwhile in H nsel und Gretel there are 11 functions, such as the function of Reconnaissance , Trickery , Complicity , Villany A , Lack a , Mediation B , The first function of donor D , The hero rsquo s reaction E , Spatial transference between two kingdoms, guidance G , Return darr , and Rescue Rs ."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amir Faruqi Aziz
"ABSTRAK
Dongeng karya Grimm bersaudara telah banyak diadaptasi menjadi film untuk konsumsi populer, seperti yang dilakukan oleh Disney dan Hollywood. Konsumsi populer dilakukan untuk mengangkat kembali cerita-cerita yang sudah kehilangan popularitasnya dengan cara merekontekstualisasikan isi cerita, sehingga menjadi relevan dan relatif lebih mudah dipahami oleh penonton. Hal seperti ini dapat dilihat pada film produksi Warner Bros Pictures Red Riding Hood (2011) yang disutradarai oleh Catherine Hardwicke yang mengalami perubahan narasi dari versi aslinya, yaitu cerita rakyat Jerman karya Grimm bersaudara Rotkäppchen (1812). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berupa analisis deskriptif dengan hasil bahwa setiap adaptasi mengalami perombakan besar terhadap isi cerita. Film adaptasi ini menjadikan dongeng tidak hanya sebagai tradisi lisan, melainkan juga sebagai budaya massa.

ABSTRACT
The Grimm brothers' tales have been widely adapted into films for popular consumption, as has been done by Disney and Hollywood. Popular consumption is carried out to bring back stories that have lost popularity by way of contextualizing the storyline so that it becomes relevant and relatively more easily understood by the audience. This can be seen in the film Red Riding Hood (2011) directed by Catherine Hardwicke undergoing a narrative change with the original version, namely the German folklore by Grimm brothers Rotkäppchen. This study uses a qualitative method of descriptive analysis with the result that each adaptation has undergone an overhaul of the contents of the story, such as in the film Production Warner Bros Pictures which produces a narrative change with the original version. This film adaptation makes fairy tales not only an oral tradition but also mass culture."
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Yunita Permatasari
"Dongeng telah mengusung konsep 'Hidup Bahagia Selamanya', di mana hal itu umumnya ditandai dengan bagaimana para protagonis dalam cerita dapat menikahi pasangan hidup mereka di akhir film. Rumus seperti ini telah banyak digunakan dan dapat dengan mudah ditemukan dalam dongeng klasik. Namun, apakah itu berarti konsep 'Hidup Bahagia Selamanya' benar-benar berakhir di sana? Waralaba Shrek sebagai salah satu kisah dongeng modern telah membawa gagasan ini lebih jauh dengan menciptakan alur cerita yang tidak hanya berakhir dengan bagaimana Shrek sebagai sang protagonis menikahi Fiona yang telah ia selamatkan dari menara kastil yang dijaga oleh seekor naga. Dengan menggunakan teori adaptasi hedonis, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana karakter Shrek tidak begitu saja menggapai 'Hidup Bahagia Selamanya' begitu dia menikah dengan kekasih yang dicintainya karena film-film berikut lainnya mengungkap tantangan kehidupan setelah pernikahan yang perlu dihadapi oleh Shrek, yang mana kemudian dapat membantu dalam mengartikan arti dari konsep 'Hidup Bahagia Selamanya' yang ditawarkan oleh film Shrek.

Fairy tales have brought the concept of having a ‘Happily Ever After’ life, where it is majorly signified by how the protagonists marry the love of their lives at the end of the movies. This same formula then has been brimmingly used and can be easily found in classic fairy tales. However, does it mean that the ‘Happily Ever After’ life truly just culminates there? One of the modern takes on a fairy tale, the Shrek franchise, has stepped this notion up by creating storylines that do not just end with how the protagonist, Shrek, marries Fiona, whom he has rescued from the Dragon's Keep. By using the hedonic adaptation theory, this research aims to explore how the character Shrek does not simply achieve his ultimate 'Happily Ever After' life once he is married to his loved one as the other following movies uncover the life after marriage challenges that the main character needs to deal with, which then can help discover the kind of ‘Happily Ever After’ life that offered by the Shrek movies. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>