Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Istiantoro Soekardi
Jakarta: Granit, 2004
R 617.742 IST t
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Azrina Noor
Abstrak :
Tujuan: membandingkan efektivitas yang dinilai berdasarkan Cumulative Dissipated Energy (CDE), Phaco Time, Best Corrected Visual Acuity (BCVA), dan Keamanan yang diukur berdasarkan Endothelial Cell Density (ECD), Central Corneal Thickness (CCT), dan Balanced Salt Solution. (BSS) volume yang digunakan, dari empat dan enam segmen nukleofraktis dalam teknik fakoemulsifikasi stop and chop untuk katarak sedang-keras. Metode: Uji klinis prospektif yang melibatkan 42 dengan densitas nuklear derajat NO/NC 3-5 berdasarkan Lens Opacities Classification System III (LOCS III), dirandomisasi menjadi dua kelompok nukleofraksis, empat segmen (21 subjek) atau enam segmen (21 subjek). Pengukuran objektif dilakukan pre operatif, 1 hari, 1 minggu, dan 1 bulan pasca operasi yang meliputi ECD, CCT, dan TPDK. Intra- operatif dinilai CDE, phaco time, dan volume BSS yang terpakai. Hasil: terjadi penurunan ECD (5.76 ± 29.08 μm VS 2.33 ± 13.73 μm) dan peningkatan CCT (346.42 ± 154.45 sel/mm2 VS 247.05 ± 160.40 sel/mm2) pada kedua kelompok pada satu bulan pasca operasi. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada TPDK satu bulan pasca operasi kedua kelompok (logMAR 0.05 VS 0.04). Parameter intra-operatif dalam kelompok empat segmen (CDE 20.73 ± 6.46, phaco time 78.49 ± 23.63 detik, BSS 59.38 ± 12.04 ml) sebanding dengan kelompok enam segmen (CDE 20.46 ± 5.47, phaco time 78.62 ± 13.80 detik, BSS 58.86 ± 13.32 ml), dan tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik. Simpulan: tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik parameter efektivitas dan keamanan antara kelompok nukleofraksis empat segmen dan enam segmen. Namun, pasca operasi nukleofraksis empat segmen mempunyai kecenderungan menimbulkan efek kerusakan endotel lebih banyak dibandingkan nukleofraksis enam segmen. ......Objective: to compare effectiveness, assessed by cumulative dissipated energy (CDE), phaco time, best corrected visual acuity (BCVA), and safety which were observed by endothelial cell density (ECD), central corneal thickness (CCT), and balanced salt solution (BSS) volume used, of four and six segments nucleofractis in stop and chop phacoemulsification technique for moderate-hard cataract. Methods: This prospective study comprised forty-two subjects with NO/NC 3-5 nuclear density according to the Lens Opacities Classification System III (LOCS III) system. Patients were equally randomized into four segments or six segments nucleofractis group. Stop-and-chop technique were applied in all subjects. The objective measurements of ECD, CCT, and BCVA were performed pre-operative, 1 day, 1 week, and 1 month post-operative. Phaco time, CDE and BSS volume were measured intraoperatively. Results: The mean ECD were reduced (5.76 ± 29.08 μm VS 2.33 ± 13.73 μm) and CCT increased (346.42 ± 154.45 cells/mm2 VS 247.05 ± 160.40 cells/mm2) in both groups after 1 month follow-up. No statistically difference was found between mean BCVA at 1 month follow-up in both group (logMAR 0.05 VS 0.04). All intraoperative parameters of four segments group (CDE 20.73 ± 6.46, phaco time 78.49 ± 23.63 second, BSS 59.38 ± 12.04 ml) were comparable with six segments group (CDE 20.46 ± 5.47, phaco time 78.62 ± 13.80 second, BSS 58.86 ± 13.32 ml). Conclusions: No effectiveness and safety difference between four and six segments nucleofractic in stop and chop phacoemulsification technique for moderate - hard cataract. However, our study demonstrates the tendency of higher endothelial cell loss in four segments nucleofractis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nashrul Ihsan
Abstrak :
ABSTRAK Tujuan Untuk mengetahui perbadingan efektivitas dan keamanan antara fakoemulsifikasi torsional dan transversal menggunakan parameter phaco time dan perubahan sel endotel dan ketebalan kornea sentral Metode Penelitian prospektif menggunakan katarak senilis NO 3 4 LOCS III yang dilakukan randomisasi menjadi dua kelompok torsional Ozil IP dan transversal Ellips FX Keluaran primer berupa phaco time sel endotel kornea ketebalan kornea sentral tajam penglihatan terkoreksi pada hari pertama ketujuh dan ke 30 pasca operasi Hasil Penelitian ini menggunakan 61 pasient Karakteristik dasar setara dan dapat dibandingkan Phaco time torsional CDE memiliki nilai kecil hingga hanya 1 3 phaco time transversal EFX Penurunan ECD kelompok torsional 7 9 dan kelompok transversal 8 9 Tidak ada perbedaan bermakna pada perubahan ECD dan CCT antara fakoemulsifikasi torsional dan transversal Simpulan Efektivitas dan keamanan kedua mesin fakoemulsifikasi torsional dan transversal tidak berbeda signifikan.
ABSTRACT Purpose To compare the effectivity and safety between torsional and transversal phacoemulsification using intraoperative parameter phaco time and postoperative parameter endothelial cells and central corneal thickness changesMethods This prospective study with senile cataract eyes NO 3 4 LOCS III which randomized to have phacoemulsification using torsional Ozil IP or transversal Ellips FX Primary outcomes were phaco time endothelial cell density ECD central corneal thickness CCT corrected distance visual acuity with 1 7 and 30 days after phacoemulsificationResults The study included 61 patients Baseline characteristic were comparable The phaco time torsional CDE only one third of phaco time transversal EFX The results of the percentage of ECD loss were 7 9 in torsional and 8 9 in transversal No difference in ECD and CCT changes between torsional and transversal statistically Conclusions The effectivity and safety of torsional and transversal phacoemulsification did not differ significantly.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, [2016;2016, 2016]
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eni Dwijayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Kemajuan teknologi dalam peralatan kedokteran menciptakan alternatif baru dalam pelayanan kedokteran, termasuk di oftalmologi. Salah satu cara operasi katarak yang baru disebut fakoemulsifikasi (Fako) yang memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan cara konvensional yaitu Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi efektivitas biaya dari dua metode operasi katarak yaitu Fako dan EKEK yang dilakukan di RSUP Fatmawati di Jakarta. Penelitian ini deskriptif, namun beberapa pendekatan analitis juga digunakan. Pengambilan data secara cross sectional dengan sampel sebanyak 192 pasien operasi katarak (96 pasien Fako dan 96 pasien EKEK) yang dipilih secara acak dari 300 populasi. Data sekunder diperoleh dari rekam medis pasien yang menjalani operasi katarak pada tahun 2009 di rumah sakit untuk mengetahui tiga indikator keberhasilan operasi. Activity-based costing (ABC) digunakan untuk menghitung biaya dari setiap metode, dan teknik pembobotan oleh duabelas dokter mata dari RSUP Fatmawati dan RSU Dr. Sardjito dilakukan untuk mendapatkan nilai tunggal (indeks komposit) dari efektivitas operasi katarak. Biaya yang dihitung adalah biaya langsung yang berhubungan dengan operasi katarak, yaitu biaya pemeriksaan mata, biaya laboratorium, biaya rontgen thorax, biaya konsultasi, biaya operasi, biaya pelayanan farmasi, dan biaya administrasi. Efektivitas diperoleh melalui pembobotan tiga indikator keberhasilan operasi katarak, yaitu ketajaman visus pasca operasi, tidak adanya astigmat pasca operasi, dan tidak adanya komplikasi intra-operasi dan pasca-operasi. Perhitungan efektivitas operasi katarak dilakukan dengan modifikasi metode Bayes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya satuan normatif operasi Fako sebesar Rp. 4.419.755,17, yang lebih mahal dibandingkan EKEK (Rp. 3.369.549,24). Biaya obat-obatan dan bahan medis adalah komponen biaya terbesar pada operasi katarak di RSUP Fatmawati. Hasil penelitian menunjukkan ketajaman visus pasca-operasi untuk grup Fako secara signifikan lebih baik daripada kelompok EKEK (p <0,05 dan odds ratio = 28.5). Dalam hal tidak adanya astigmat pasca-operasi, kelompok Fako secara signifikan lebih baik daripada kelompok EKEK (p <0,05, rasio odds = 22.7). Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok untuk tidak adanya komplikasi intra-operasi dan pasca-operasi (p> 0,05). Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa Average Cost-effectiveness Ratios (ACER) metode Fako lebih rendah (Rp.1.379.326,08) dibandingkan dengan ACER EKEK (Rp. 1.485.113,49). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, dalam penelitian ini metode Fako lebih cost effective daripada metode EKEK. Disarankan penelitian lebih lanjut yang mencakup seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pasien operasi katarak dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif terhadap dua teknik operasi katarak dan pilihan yang lebih baik terhadap teknik operasi yang dapat ditawarkan untuk populasi yang lebih luas
Abstract
Technological advancement in medical equipment has created new alternatives in medical care, including in ophthalmology. One of the new cataract operation called Phacoemulsification (Phaco) provides better results as compared to conventional Extracapsular Cataract Extraction (ECCE). This study aimed at exploring the cost-effectiveness of two methods of cataract surgeries i.e. Phaco and ECCE done at Fatmawati General Hospital in Jakarta. It was a descriptive inquiry in nature; however, some analytical approaches were also used. A cross sectional examination of a sample of 192 cataract surgery patients (96 phaco patients and 96 ECCE patients) was randomly selected from 300 populations. Secondary data were obtained from patients? medical records undergoing cataract surgeries in 2009 at the hospital to explore three success indicators of the surgeries. Activity-based costing (ABC) was used to calculate the costs of each method, and weighing technique of twelve peer ophthalmologists from Fatmawati General Hospital and Dr. Sardjito General Hospital was done to obtain a single value (composite index) of the effectiveness indicators of the cataract surgery. The costs were calculated for direct costs relevant to cataract surgery, i.e. the costs of eye examinations, laboratory tests, thorax roentgen, consultation, surgical fees, pharmaceutical services, and administrative costs. The effectiveness were obtained through the weighing of three success indicators of cataract surgery, i.e. post-operative visual acuity, the absence of post-operative astigmatism, and the absence of intra-operative and post-operative complications. The calculation of effectiveness of cataract surgery was performed by modified Bayes Method. The findings of the study showed that the normative unit cost of Phaco surgery was Rp. 4.419.755,17, which was more expensive than that of ECCE (Rp. 3.369.549,24). The costs of medicines and medical supplies were the largest cost components in cataract surgery in Fatmawati General Hospital. The result of study showed that post-operative visual acuity for Phaco group was significantly better than ECCE group (p <0.05 and odds ratio = 28.5). In terms of the absence of post-operative astigmatism, Phaco group was significantly better than ECCE group (p<0.05, odds ratio = 22.7). However, there was no significant difference between the two groups in the absence of intra-operative and post-operative complications (p>0.05). The result of this study also found that the average cost-effectiveness ratio (ACER) of Phaco method was lower (Rp.1.379.326,08) than that of ECCE (Rp. 1.485.113,49). Therefore, it was concluded that, in this study, Phaco method was more cost effective than ECCE method.More rigorous studies covering all the costs incurred to patients of cataract surgeries using a bigger sample size were suggested, so that a more comprehensive understanding of the two cataract surgery techniques could be obtained and a better choice of the surgery technique could be offered for wider population.
2010
T31393
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isfyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menilai perubahan parameter bilik mata depan BMD dan penurunan tekanan intraokular TIO pasca fakoemulsifikasi lensa intraokular LIO pada pasien katarak senilis imatur dan katarak senilis imatur dengan glaukoma primer sudut terbuka GPSTa . Penelitian ini merupakan uji klinis intervensi non-random. Sebanyak 15 mata dengan katarak senilis imatur tanpa glaukoma dan 14 mata katarak dengan GPSTa dilakukan fakoemulsifikasi. Pemeriksaan TIO dan anterior segment optical coherence tomography AS-OCT dilakukan sebelum dan 1 bulan setelah fakoemulsifikasi. Parameter yang dinilai adalah central corneal thickness CCT , lens vault LV , angle opening distance AOD dan trabecular-iris space area TISA pada jarak 500 dan 750 ?m dari scleral spur kuadran nasal dan temporal. Pasca fakoemulsifikasi terjadi penurunan TIO sebesar 2.70 mmHg pada kelompok katarak tanpa glaukoma, dan sebesar 8.05 mmHg pada kelompok katarak dengan GPSTa. Penambahan nilai parameter sudut BMD signifikan terjadi pada kedua kelompok. Kesimpulan penelitian ini adalah fakoemulsifikasi dapat menurunkan TIO pada kedua kelompok, namun penurunan TIO lebih besar pada kelompok katarak dengan GPSTa dibandingkan dengan kelompok katarak tanpa glaukoma. Tidak terdapat korelasi penurunan TIO dengan penambahan parameter BMD. Kata Kunci: katarak senilis imatur, glaukoma sudut terbuka, tekanan intraokular, sudut bilik mata depan, fakoemulsifikasi.
ABSTRACT
This study evaluated the changes in the anterior chamber AC parameters and decrease in intraocular pressure IOP after phacoemulsification intraocular lens IOL in patients with senile immature cataract and senile immature cataract with primary open angle glaucoma POAG . A total of 15 eyes with senile cataract immature without glaucoma and 14 eyes with GPSTa performed phacoemulsification. Examination of IOP and anterior segment optical coherence tomography AS OCT performed before and 1 month after phacoemulsification. The parameters assessed were central corneal thickness CCT , lens vault LV , angle opening distance AOD and trabecular iris space area TISA at distances of 500 and 750 m from the scleral spur nasal and temporal quadrants. Post phacoemulsification occurs IOP reduction of 2.70 mmHg in the group cataract without glaucoma, and by 8.05 mmHg in the group with POAG. Increasing the value of the AC angle parameter significant in both groups. As conclusion phacoemulsification can lower IOP in both groups, the decrease in IOP greater in the group cataract with GPSTa than the group without glaucoma, however, there is no correlation IOP reduction with increased AC parameters.Keywords Senile immatur cataract, Primary open angle glaucoma, intraocular pressure, anterior chamber angle, phacoemulsification.
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Junita
Abstrak :
Tujuan: Evaluasi pengaruh penggunaan cairan irigasi dingin pada fakoemulsifikasi terhadap ketebalan kornea dan jumlah suar bilik mata depan pasca bedah. Tempat: Perjan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dan Jakarta Eye Center, Jakarta. Bahan dan cara: Prospektif, tersamar ganda, randomisasi pada 33 mata katarak senilis gradasi 3-4. Dilakukan fakoemulsifikasi menggunakan BSS® 10°C (n=16) atau BSS® suhu karnar (n=17) dengan prosedur dan terapi pasca bedah yang sama. Pra bedah, pasca bedah hart pertama dan hari ke-7 dilakukan pengukuran ketebalan komea, jumlah suar dan tekanan intraokular, masing-masing dengan OrbscanTM, laser flare-meter Kowa FM-500, dan tonometer non-kontak. Parameter intrabedah; waktu fako efektif (EPT) dan besarnya tenaga ultrasonik(UIS) direkam dalam mesin fako. Subjek yang mengalami komplikasi intrabedah maupun pasca bedah dikeluarkan dari penelitian. Hasil: Prabedah kedua kelompok memiliki karakteristik yang setara pada umur, gradasi katarak, ketebalan kornea, jumlah suar dan TIO. Tidal( terdapat perbedaan bermakna pada E. dan U/S. Fasca bedah hari pertama, ketebalan kornea pada kelompok BSSQ dingin 548,87±48,31}im, pada kelompok BSS® suhu kamar 582,47±35,48p.m (p0,022). Ketebalan kornea hari ke-7 tidak berbeda bermakna. Tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah soar sampai tindak lanjut hari ke-7, namun peningkatan jumlah suar pada kelompok BSS® dingin lebih sedikit dan telah mencapai nilai prabedah pada hari ke-7. Hasil pengukuran tekanan intraokular sesuai dengan pengukuran ketebalan kornea. Simpulan: Cairan irigasi dingin dapat mempertahankan fungsi endotel komea dan stabilitas sawar darah akuos, sehingga menghambat penambahan ketebalan kornea dan jumlah suar di bilik mata depan pasca fakoemulsifikasi. ......Purpose: To evaluate the effect of cooled intraocular irrigating solution during phacoemulsification on postoperative central corneal thickness (CCT) and anterior chamber flare (AC flare). Setting: Cipto Mangunkusumo Hospital and Jakarta Eye Center, Jakarta Methods: In a prospective, double masked, randomized study, 33 eyes of third and fourth grade density cataract had phacoemulsification with irrigating solutions cooled to approximately 10°C (n=16) or at room temperature (n=17). Surgical procedure and postoperative therapy were otherwise identical in both groups. lntraoperative parameters; effective phaco time (EPT) and ultrasound energy (U/S) were recorded by phaco machine. Postoperative CCT, AC flare and intraocular pressure (IOP) were assessed respectively with Orbscan pachymetry, Kowa FM-500 laser flare-meter and non-contact tonometry on days 1 and 7. Complicated cases were excluded. Results: Both groups were well matched characteristic in age, cataract density, preoperative CCT, AC flare and IOP. Intraoperative parameters were not different significantly. C.1the first postoperative day, CCT (cooled irrigation 548,87±48,31µm, control 582,47±35,48µm; p0,022) was significantly lower in the group with cooled irrigating solution. There was no significant difference in CCT on the 7th postoperative day. Despite no significant between-group difference in AC flare on any postoperative days, AC flare was lower in the group with cooled irrigating solution. Intraocular pressure measurement was well related to corneal thickness. Conclusions: Cooled intraocular irrigating solution preserved corneal endothelial function and blood aquas barrier, showed with reducing immediate postoperative CCT and AC flare.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Eka Putri Heriyati
Abstrak :
Latar Belakang: Sel endotel kornea (SEK) paling mudah mengalami kerusakan pasca fakoemulsifikasi (fako). Pengaturan parameter fako menjadi salah satu cara untuk mengurangi kerusakan SEK. Tekanan intaokular (TIO) selama fako berlangsung mempengaruhi kenyamanan pasien. TIO dipengaruhi oleh pengaturan parameter fako. Tujuan: Membandingkan pengaturan fako dengan parameter high (H) dan low (L) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) terhadap SEK dan persepsi nyeri pasien selama fako. Desain: Uji klinis randomisasi tersamar ganda. Hasil: 48 sampel untuk kedua kelompok fako parameter high dan low terkumpul selama periode November 2013-April 2014. Penilaian objektif SEK meliputi endothel cell density (ECD) dan central corneal thickness (CCT). Persepsi nyeri untuk menilai persepsi nyeri pasien digunakan kartu visual analog scale (VAS) yang telah menjadi standar JCI di RSCM. Terjadi peningkatan CCT dan penurunan ECD kedua kelompok parameter pasca fako 1 bulan, masing-masing 0.23VS2.23 dan 8.53VS6.99 (p>0.05). Tidak ada perbedaan signifikan pada VAS kedua parameter. Efikasi fako berdasarkan penilaian cumulative dissipated energy (CDE) kelompok H lebih baik daripada L (15.80VS21.29). Kesimpulan: Tidak ada perbedaan keamanan dan kenyamanan pasien fako parameter H dan L. ......Background: Corneal endothelial cell (CEC) prone to damage after phacoemulsification (phaco). Phaco parameter setting is an effort to reduce damage to the CEC. Patient?s comfort during phaco is influenced by IOP during phaco, in which are influenced by parameter settings. Purpose: To compare phaco setting parameters from high (H) and low (L) parameters in Cipto Mangunkusumo (CM) hospitals impacted on CEC and patient?s pain perception (PP) during phaco procedure. Study design: randomized control trial double blind. Results: 48 outpatients were elegibly selected by RCT at CM hospital in periods of November 2013 ? April 2014. Impact of setting parameter difference were observed by objective measurement of endothel cell density (ECD), central corneal thickness (CCT). For PP a JCI approved standard using visual analog scale (VAS) were adapted. A built in software for phaco US energy count which is cumulative dissipated energy (CDE) used to objectively timed the phaco time, duration of operation (DO) were timed, and standard visual acuity (VA) was also noted. Analisis data using general linear model (GLM) repeated measures. Increase of CCT and decrease of ECD after 1 month in high and low phaco parameter are not significantly difference, respectively 0.23VS2.23 and 8.53VS6.99 (p>0.05).Significant difference were found in CDE between H and L; 15.80VS21.29 (p0.015).No statisticaly significant difference of VAS nor DO and VA. Conslusion: No different in safety and patient's comfort using high and low parameter phaco.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rahmah
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Siti RahmahProgram Studi : Kajian Administrasi Rumah SakitJudul : Analisis Strategi Pemasaran Tindakan Operasi Katarak DenganTeknik Fakomulsifikasi Pada Era Jaminan Kesehatan NasionalDi Rumah Sakit ABC JakartaPembimbing : Puput Oktamianti, SKM., MM.Tindakan operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi adalah layananunggulan yang dimiliki oleh Rumah Sakit ABC Jakarta. Namun pemanfaatan yangbelum maksimal serta idle capacity yang besar merupakan alasan untuk dilakukan suatuanalisis strategi pemasaran yang dilakukan dengan mengeksplorasi faktor lingkunganinternal dan eksternal kemudian dilakukan formulasi tujuan dan formulasi strategisehingga didapatkan alterntif strategi pemasaran terpilih yang dapat digunakan untukmeningkatkan pemanfaatan tindakan operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi diRumah Sakit ABC Jakarta. Dengan masuknya era JKN, Rumah Sakit ABC Jakartatentunya harus menemukan cara pemasaran yang sesuai dengan kondisi yang ada.Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode kualitatifdengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dariwawancara mendalam, observasi dan survey, sedangkan data sekunder didapatkan daritelaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemasaran terpilih untuktindakan operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi adalah dengan cara: 1 Optimalisasi kegiatan pemasaran, 2 Pengembangan produk tindakan operasi katarakdengan ldquo;One Stop ServiceCataract rdquo;, 3 Pengelolaan dana pemasaran dengan baik, 4 Memperbaiki physical facilities dan 5 Penguatan SDM dalam pelayanan.Kata Kunci : katarak, fakoemulsifikasi, idle capacity, faktor lingkungan internal,faktor lingkungan eksternal, analisis strategi pemasaran, era jaminankesehatan nasional, Rumah Sakit ABC Jakarta.
ABSTRACT
Name Siti RahmahStudy Program Hospital Administration StudyTitle Marketing Strategy Analysis of Cataract Surgery withPhacoemulsification Technique in National Health Insurance Era inABC Hospital JakartaCounsellor Puput Oktamianti, SKM., MM.Cataract surgery with phacoemulsification technique is an excellent service byABC Hospital Jakarta. However, lack of maximum utilization and large idle capacity isthe reason for analysis of marketing strategy that is done by exploring internal andexternal environment factors, then made the formulation of objectives and strategy so asto obtain alternatives of selected marketing strategy that can be used to improve theutilization of cataract surgery with phacoemulsification technique at ABC HospitalJakarta. Within the National Health Insurance NHI era, ABC Hospital Jakarta mustfind a way of marketing in accordance with existing conditions.The research method used in this thesis is a qualitative method by using primaryand secondary data. Primary data obtained from in depth interviews, observation andsurvey, while secondary data obtained from document review. The result of thisresearch indicates that the chosen marketing strategy for cataract surgery withphacoemulsification technique is by 1 Optimazation of marketing activities, 2 Development of cataract surgery with ldquo One Stop Service Cataract rdquo , 3 Goodmanagement of marketing fund, 4 Improve physical facilities, and 5 Strengtheningof human resources in service.Key Words cataract, phacoemulsification, idle capacity, internal environment factor,external environment factor, marketing strategy analysis, national healthinsurance era, ABC Hospital Jakarta.
2018
T49412
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library