Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rini Naryati
Abstrak :
Menghadapi era globalisasi serta kondisi bisnis yang semakin majemuk, semakin disadari bahwa pengelolaan sumberdaya manusia menempati posisi penting dalam kegiatan organisasi. Pengamatan terhadap kondisi tenaga kerja yang ada di Indonesia, memberikan gambaran yang memprihatinkan. Hanya sedikit tenaga kerja Indonesia yang memiliki kualitas intelektuai dan kecakapan memadai untuk bersaing di dunia intemasional. Sementara itu, sejak tahun 1997 Indonesia mengalami masalah-masalah poiitik, sosial dan khususnya ekonomi, yang belum dapat teratasi.

Dengan gambaran seperti di atas, Indonesia dewasa ini memerlukan suatu konsep atau teori tentang kinerja dan motivasi kerja yang tepat untuk diterapkan, agar sumber daya manusia di Indonesia mampu mengejar ketinggalannya dari negara-negara maju dan mempersiapkan diri menghadapi era pasar bebas. Konsep pengelolaan kinerja dan Kanungo & Mendonca (1994) yang dibuat khusus untuk kondisi di negara sedang bemembang dapat menjadi suatu alternatif. Menurut konsep ini perilaku pekerja dipengaruhi oleh motivasinya untuk menampilkan kinerja tertentu, kecakapannya melakukan pekerjaan yang dituntut dan sistem pendukung dari organisasi. Dalam hal ini Kanungo & Mendonca menekankan pentingnya melihat aspek-aspek sosial-budaya dari Iingkungan asal pekerja yang mempengaruhi motivasi kerjanya.

Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bidang usaha yang berprospek baik untuk meningkatkan penghasilan negara, sekaligus dapat menyerap cukup banyak tenaga kerja dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kesesuaian konsep pengelolaan kinerja di negara sedang berkembang dan Kanungo dengan kondisi empirik di Indonesia, khususnya di perkebunan kelapa sawit di Sumatera.

Secara teoritik penelitian ini dapat mengkonfirmasikan kesesuaian konsep pengelolaan kinerja dari Kanungo untuk diterapkan pada kondisi di Indonesia, khususnya di perkebunan kelapa sawit di Sumatera. Disamping itu dapat melengkapi informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, khususnya di negara sedang berkembang.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T38110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meillyarni Primaroza
Abstrak :
Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang mengedepankan upaya promotif dan preventif yang bertujuan untuk mewujudkan kecamatan sehat. Dokter Umum, bidan dan perawat merupakan tenaga kesehatan penolong persalinan yang wajib tersedia di puskesmas. Provinsi Banten merupakan provinsi yang ada di Indonesia Barat yang puskesmas tanpa dokter umumnya paling banyak 34,63 . Salah satu Kabupaten di Provinsi Banten yang juga mengalami masalah minimnya dokter umum adalah Kabupaten Lebak yang merupakan daerah tertinggal dan mempunyai indeks pembangunan manusia paling rendah di Provinsi Banten. Kabupaten Lebak mempunyai wilayah geografis paling luas sehingga membutuhkan densitas dokter umum lebih banyak tetapi densitas dokter umum di Lebak paling rendah dibandingkan densitas dokter umum di daerah lainnya di Provinsi Banten yang disebabkan minimnya dokter umum yang masuk ke Lebak. Selama tahun 2011-2016 terdapat 6 enam orang dokter umum yang pindah dari Lebak dan tidak ada satupun dokter umum yang masuk ke Lebak. Minimnya dokter umum tersebut harus diantisipasi oleh Pemerintah Kabupaten Lebak dengan cara meningkatkan upaya retensi kerja dokter umum di puskesmas terpencil di Lebak. Upaya-upaya retensi kerja yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Lebak antara lain dukungan akses ke pengembangan kapasitas profesional, bimbingan klinis bagi dokter baru, serta memberikan kebebasan dalam menjalankan pekerjaannya. Faktor determinan lainnya adalah faktor personal seperti tertarik gaya hidup rural, lingkungan yang baik untuk membesarkan anak, biaya hidup rendah dan keterikatan personal dengan masyarakat, pengakuan dari masyakarat setempat, serta keinginan membuat sesuatu hal yang beda Altruism .
A community health center puskesmas is a primary health service facility which provides promotive and preventive measures in creating a healthy subdistrict. General practitioner, midwive and nurse are medical workers who assist birth and whose existence are mandatory in puskesmas. Banten Province is a province in West Indonesia which has the highest prevalence of puskesmas without general practitioner 34.63 . One of the districts in Banten Province which also experiences the lack of general practitioner is the Lebak District, which is a least developed area, and which human development index is the lowest in the entire province. Lebak District has the widest geographic area, which therefore needs more density of general practitioner, and yet it has the lowest as compared to that of other areas in Banten Province due to the low rate of general practitioners coming into the area. Throughout 2011 2016, there were 6 six general practitioners moving out from Lebak, and none moved into the area. This condition of lack of general practitioner needs to be addressed by the Lebak District Government by increasing measures to retain general practitioners in remote puskesmas in the district. Work retention measures that can be conducted by the Lebak District Government may include providing access to professional capacity development, clinical coaching for new doctors, as well as granting some flexibility to the doctors in carrying out their duties. Other determinant factors include personal ones, such as interest in rural life, a good environment to raise children, low cost of living, and personal bond with the local community, recognition from the local community, as well as the desire to make something different altruism.
2017
T48128
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yan Fuadi
Abstrak :
Para pekerja divisi konstruksi di perusahaan minyak dan gas bumi PT ABC merupakan populasi yang memilki risiko ergonomi terhadap keluhan muskuloskeletal yang disebabkan oleh kondisi aktifitas kerjanya. Penelitian ini dilakukan untuk menilai risiko ergonomi dari postur tubuh yang dibentuk pekerja konstruksi saat bekerja dengan menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) dan untuk menganalisa keluhan musculoskeletal dengan faktor – faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor individual (usia, BMI, kebiasaan merokok, rutinitas berolahraga), faktor fisik (bekerja dengan posisi duduk, bekerja dengan posisi jongkok, bekerja dengan postur tubuh bending, bekerja dengan postur tubuh bending & twisting, penanganan beban manual 6 – 15kg, 16 – 25kg dan >25kg) serta faktor psikososial (decision latitude, phsycological job demand, workplace social support & physical job demand). Penelitian dilakukan terhadap 65 responden yang terdiri dari 18 orang welder, 11 orang pipe fitter, 14 orang helper, 15 orang scaffolder dan 7 orang fire watcher. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan skor penilaian REBA posisi jabatan yang paling berisiko secara ergonmi yaitu welder (10), scaffolder (9), helper (8), pipe fitter (7) dan fire watcher (3). Berdasarkan analisa chi square diketahui terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara sebagian besar faktor individual, faktor fisik dan faktor individual dengan munculnya keluhan MSDs pada pekerja konstruksi di PT ABC. Kata Kunci : Pekerja konstruksi, REBA, keluhan muskuloskelatl, faktor individual, faktor fisik, faktor psikososial. ......The workers in construction division in oil & gas company PT ABC are the populations who have ergonomic risk to MSDs symptoms due to their work condition. This research was conducted to assess ergonomic risk of body postures that made by construction workers during their works by using REBA (Rapid Entire Body Assessment) method and also to analyze MSDs symptoms with its involved factors, they are individual factors (age, BMI, smoking habit, sport/exercise habit), physical factors (working in sitting position, working in squatting position, working with bending posture, working with bending & twisting postures, manual handling 6 – 15kg, 16 – 25kg and > 25kg) and also psychosocial factors (decision latitude, physiological job demand, workplace social support, physical job demand). This research was conducted to 65 respondents that consist of 18 welders, 11 pipe fitters, 14 helpers, 15 scaffolders and 7 fire watchers. The research result shown that the most ergonomic risk work position based on REBA score sequentially are welder (10), scaffolder (9), helper (8), pipe fitter (7) and fire watcher (3). Based on chi square analysis know that there is significant association (p<0.05) between the most individual factors, physical factors and also psychosocial factors with MSDs symptoms occurrence among construction workers in PT ABC. Key Word: Construction Workers, REBA, MSDs Symptoms, individual factors, physical factors, psychosocial factors
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library