Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Ratna Asri
"Staycation merupakan bentuk rekreasi yang umumnya dilakukan di sebuah penginapan, seperti hotel, dengan memaksimalkan aktivitas di dalam penginapan tersebut. Meskipun dilakukan dalam durasi yang cenderung singkat, namun pastinya setiap orang ingin mendapat kenyamanan, keamanan, dan kesenangan ketika melakukan staycation. Untuk itu, diperlukan sebuah ikatan agar manusia bisa merasakan perasaan-perasaan positif tersebut di suatu tempat yang baru. Ikatan itu disebut place attachment, yang merupakan ikatan berlandaskan kognitif dan emosional dimana ikatan tersebut tercipta dari perasaan positif yang didapat manusia ketika berada di suatu tempat. Dalam konteks staycation, pengalaman wisata dan kualitas tempat yang baik dapat memberikan perasaan positif bagi pengunjung yang kemudian dapat memicu terbentuknya place attachment.
Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang konsep place attachment, dan faktor-faktor pembentuk place attachment, serta mengetahui bagaimana proses pembentukan place attachment dalam kegiatan staycation. Metode analisis dalam penulisan ini diawali oleh studi literatur tentang place attachment dan staycation, kemudian diperdalam dengan studi kasus dalam bentuk observasi dan wawancara.
Hasil dari penulisan ini adalah pembentukan place attachment dipicu oleh emosi positif yang didapat dari dua faktor, yaitu faktor fisik tempat dan faktor personal pengunjung, dimana setiap orang akan memiliki proses pembentukan yang berbeda-beda karena ikatan ini bersifat personal antara manusia dengan tempat tersebut.

A staycation is a form of recreation generally carried out in an inn, such as a hotel, by maximizing activities in the inn. Even though it is done in a short duration, everyone still wants to get comfort, security, and pleasure when doing a staycation. Therefore, a bond is needed so that humans can feel these positive feelings in a new place. That bond is called place attachment, a cognitive and emotionally based bond created from the positive feelings humans get when they are in a place. In the context of staycation, a good tourism experience and place quality can provide positive feelings for visitors, which can trigger the formation of place attachment.
This study aims to know more about the concept of place attachment, the factors that form place attachment, and how the process of forming place attachment in staycation activities. The method of analysis in this paper begins with a literature study on place attachment and staycation, then deepens with a case study in the form of observations and interviews.
The result of this paper is that the formation of place attachment is triggered by positive emotions obtained from two factors, namely physical factors of the place and personal factors of visitors, where each person will have a different formation process because this bond is personal between humans and the place.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Firlie Pratiwi
"ABSTRACT
Bencana merupakan peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan. Indonesia termasuk dalam daerah dengan potensi bencana yang tinggi, sehingga perlu dilakukan proses penanggulangan bencana. Proses penanggulangan bencana terdiri dari tiga fase yakni fase pra bencana, fase tanggap darurat, dan fase pasca bencana. Pada penerapannya, terdapat fase tambahan atau fase transisi yang berada diantara fase tanggap darurat dan fase pasca bencana. Pada fase transisi inilah pemerintah dan Non-Government Organization NGO memberikan hunian sementara berupa transitional shelter. Transitional shelter adalah tempat penampungan yang layak huni, tertutup dan aman serta menggunakan material yang dapat digunakan kembali. Transitional shelter memiliki beberapa aspek yakni faktor yang mempengaruhi bentuk, prinsip, karakteristik pasca penggunaan, dan konstruksi. Pada penerapannya, transitional shelter pada bencana Gunung Merapi hanya menggunakan beberapa faktor pembentuk rumah dan hanya menggunakan tiga karakteristik pasca penggunaan. Meskipun demikian, konstruksi yang digunakan adalah tipe disassemble design dengan dua teknik lashings. Bila dipelajari lebih lanjut, transitional shelter dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat terdampak jika potensinya digunakan secara maksimal. Oleh karena itu diharapkan potensi yang dimiliki transitional shelter dapat dimaksimalkan dan penggunaannya tidak hanya terbatas pada bencana erupsi Gunung Merapi melainkan untuk bencana yang lain mengingat Indonesia memiliki potensi bencana yang tinggi.

ABSTRACT
Disaster is an event that occurs suddenly and produces harm to society and the environment. Indonesia is included in areas with high potential for disaster, so that disaster management needs to be done. The disaster management process consists of three phases pre disaster phase, emergency response phase, and post disaster phase. In its application, there is an additional phase or transition phase that lies between the emergency response phase and the post disaster phase. In this transition phase, the government and Non Government Organization NGO provide transitional shelters. Transitional shelters are shelter that is liveable, closed and safe and uses reusable materials. Transitional shelter has several aspects that is factors that affect form, principle, post use characteristics and construction. In its application, the transitional shelter at Mount Merapi disaster only uses several factors of house 39 s building formers and uses only three characteristics post use. However, the construction used is a disassemble design type with two lashings techniques. When studied further, transitional shelters can provide benefits to affected communities if its potential can maximally utilized. Therefore, it is expected that the potential of transitional shelters can be maximized and the transitional shelters uses is not limited to the eruption of Mount Merapi disaster but to other disasters since Indonesia has high potential for disaster."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Britania Rohanauli Manik
"

Keberhasilan ekonomi merupakan suatu indikator yang baik dari sebuah masyarakat yang kaya. Meskipun demikian, ada banyak faktor lain yang memengaruhi kekayaan dan kesejahteraan masyarakat suatu negara seperti tingkat kebebasan pribadi, lingkungan hidup, dan pendidikan, yang merupakan elemen penting dalam menciptakan suatu masyarakat yang makmur. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang membentuk kemakmuran 149 negara di dunia selama tahun 2018. Dalam penelitian ini 74 variabel yang diambil dari Legatum Prosperity IndexTM digunakan, kecuali variabel-variabel yang berasal dari Gallup World Poll karena ketidaktersediaan data. Data dianalisis menggunakan Analisis Faktor, dan direduksi menjadi 13 faktor yang menggambarkan tentang berbagai aspek penting dalam kehidupan. Seratus empat puluh sembilan negara tersebut dikelompokkan berdasarkan skor faktor masing-masing negara menggunakan pengklasteran metode Ward menjadi 4 kelompok berbeda dengan masing-masing klaster beranggotakan negara-negara yang memiliki karakteristik yang serupa. Diperoleh bahwa Klaster 1 merupakan kelompok negara-negara yang secara keseluruhan makmur, Klaster 2 merupakan kelompok negara-negara yang cukup makmur dalam hal masyarakat yang inklusif, Klaster 3 merupakan kelompok negara-negara dengan tingkat kemakmuran yang cukup, dan Klaster 4 merupakan kelompok negara-negara yang cukup makmur dalam hal masyarakat yang berdaya serta ekonomi yang bebas.


Economic achievement is a good indicator of a wealthy society. Nevertheless, there are many other factors that affect in shaping the wealth and well-being of the people in a country, such as the level of personal freedom, the environment, and education which are important elements in creating a prosperous society. The aim of this study is to identify the factors that shape the prosperity of 149 countries in the world during 2018. In this study 74 variables taken from the Legatum Prosperity IndexTM are used, excluding variables originating from the Gallup World Poll due to data unavailability. The data is reduced using Factor Analysis into 13 factors that describe various aspects of life. The 149 countries are clustered based on their factor scores using Wards Clustering into 4 distinct groups of countries with similar features. It is revealed that Cluster 1 consists of countries that are overall prosperous, Cluster 2 consists of countries that are quite prosperous in terms of an inclusive society, Cluster 3 consists of countries with sufficient levels of prosperity, and Cluster 4 consists of countries that are quite prosperous in terms of an empowered society and a free economy.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library