Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Aurelia Putri Dehars
"Skripsi ini membahas tentang berbagai bentuk ketidaksetaraan gender di Jepang dengan fokus utama adalah matahara atau maternity harassment yang terjadi di lingkungan kerja Jepang. Penulis menggunakan teori feminisme radikal untuk menganalisa bagaimana budaya masyarakat Jepang terkait dengan matahara. Analisis menunjukkan bahwa sistem patriarki dalam masyarakat Jepang bukan menjadi pemicu utama terjadinya matahara, tetapi faktor ekonomi lah yang menjadi faktor utama terjadinya matahara di perusahaan Jepang. Matahara dan ekonomi saling berhubungan karena matahara menyebabkan penurunan populasi dan menurunnya populasi menyebabkan ekonomi Jepang dalam kondisi stagnan.

This undergraduate thesis examines about forms of gender inequality in Japan and focusing on matahara or maternity harassment that happens on Japanese work environment. The writer uses radical feminism theories to analyze how Japanese culture relates with maternity harassment. The analysis shows that patriarchy in Japanese society is not the main cause of maternity harassment. It is economic factor which becomes the main factor of maternity harassment in Japanese companies. Maternity harassment and economy corresponds to each other because maternity harassment causes the declining of youth population and this declining population causes Japan economy stuck in a stagnant condition.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S62956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaltsa Arsanti
"Feminisme merupakan gerakan sosial politik yang menuntut atas kesetaraan dan keadilan bagi semua gender. Saat ini, feminisme dipercayai sudah masuk ke masa gelombang keempat dimana yang ditandai oleh peralihan digital gerakan feminisme itu sendiri. Namun, pada perjalanannya, feminisme tidak selalu disambut dengan baik dengan adanya penolakan. Pada spesifik gelombang keempat, feminisme digital kerap direspon dengan penolakan yang dibalut dengan kekerasan berbasis kebencian atau misogini. Misogini dalam jaringan tidak lepas dari sifat internet yang didominasi laki – laki dan maskulinitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk misogini daring sebagai sikap anti dalam diskursus kesetaraan gender dan feminisme sebagai penyimpangan dan upaya pembungkaman suara perempuan sebagai bentuk dari kekerasan terhadap perempuan di Twitter. Penelitian ini mencakup data berupa puluhan cuitan berkonotasi misoginis terkait diskusi feminisme dan kesetaraan gender yang dibagi dalam tiga bagian. Data yang diperoleh dari media sosial Twitter kemudian dianalisis ke dalam payung besar feminisme radikal yang diturunkan menjadi patriarki. Dalam TKA ini juga disusun analisis menggunakan teori yang relevan terkait kejahatan siber, yaitu Teori Transisi Ruang milik Jaishankar (2008). Cuitan dalam temuan data dengan menggunakan konsep misogini langsung (eksplisit) dan misogini tidak langsung (implisit) yang dirangkum milik Strathern & Pfeffer (2022) yang memperkaya bentuk – bentuk misogini yang seringkali belum disadari. Temuan data menunjukkan bahwasannya seringkali sikap anti – feminisme dibalut dengan bentuk misoginis dalam jaringan yang dapat diklasifikasikan sebagai kekerasan terhadap perempuan secara umum.

Feminism is a socio-political movement that demands equality and justice for all genders. Currently, feminism has adhered to have entered the fourth wave period, marked by the digital transition of the feminist movement itself. However, along the way, feminism has not always been accepted. In the specific fourth wave, digital feminism faces rejection wrapped in hate-based violence or misogyny. Misogyny in the internet scope network could not be separated from the nature of the internet which is dominated by men and masculinity. The purpose of this research is to find out the form of online misogyny as an anti-attitude in the discourse on gender equality and feminism as a deviation and efforts to silence women’s voices as a form of violence against women on Twitter. This paper gathered data in the form of dozens of tweets with misogynistic connotations related to discussions of feminism and gender equality which are divided into three parts. The data obtained from social media Twitter is then analyzed into the broad analysis of radical feminism, specific to patriarchy. In this paper, an analysis was also compiled using relevant theories related to cybercrime, namely Jaishankar’s Space Transition Theory (2008). The tweets in the data findings use the concepts of direct (explicit) misogyny and indirect (implicit) misogyny, summarized by Strathern & Pfeffer (2022) that enrich forms of unidentified misogyny. The findings of the data indicate that anti-feminism attitudes are often wrapped in misogynistic forms in networks that can be classified as violence against women in general."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Ayatika Aprilya Fidthy
"Tesis ini mengkaji secara mendalam dan memaparkan tentang respon misoginis pengguna Twitter terhadap cuitan isu terkait marital rape. Sebuah unggahan oleh akun @TsamaraDKI memantik berbagai reaksi dari para pengguna Twitter lainnya untuk memberikan tanggapan dan reaksinya terhadap unggahan tersebut. Kajian ini menggunakan Teori Feminisme Radikal. Selain itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya respon misoginis terhadap isu marital rape oleh para pengguna Twitter lainnya dipengaruhi oleh pemikiran patriarki, ketidakpahaman atas ketimpangan relasi kuasa yang menjadi akar dari segala jenis kekerasan seksual, dan sikap opresif terhadap Tsamara karena ia telah secara vokal berbicara tentang isu yang dianggap tabu di masyarakat. Oleh karena masih kurangnya pemahaman para pengguna Twitter yang notabene juga bagian dari masyarakat terkait pendidikan seksualitas dan hak otonomi tubuh, disarankan untuk menggencarkan gerakan kolektif aktivisme feminis digital di media sosial untuk menyebarkan wawasan seputar seksualitas dan kesehatan reproduksi. Tujuannya, agar mulai terbentuk kesadaran dan pemahaman bahwa hak otonomi tubuh merupakan prinsip penting yang terus berlaku bahkan saat berada dalam ranah pernikahan.

This thesis examines in depth and describes the misogynistic response of Twitter users to tweets related to marital rape. A tweet uploaded by the account @TsamaraDKI sparked various reactions from other Twitter users to provide their responses and reactions to the upload. In addition, this thesis shows clearly the characteristics of misogyny that are reflected in the reactions of Twitter users when reacting to the issue of marital rape. This study uses the Theory of Radical Feminism. In addition, this study uses a qualitative approach. The results of this study indicate that the emergence of a misogynistic response to the issue of marital rape by other Twitter users is influenced by patriarchal thoughts, a lack of understanding of the imbalance of power relations which is the root of all kinds of sexual violence, and an oppressive attitude towards Tsamara because she has spoken vocally about issues that are considered taboo in society. Because there is still a lack of understanding among Twitter users, who are also part of society, regarding sexuality education and bodily autonomy, it is advisable to intensify the digital feminist activism collective movement on social media to spread insights about sexuality and reproductive health. The goal is to start to form awareness and understanding that the right to body autonomy is an important principle that continues to apply even when in the realm of marriage."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trie Putri Octavia
"Skripsi ini berfokus pada fenomena media misogyny yang terjadi pada media berita daring XYZ. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, data penelitian ini diperoleh melalui hasil wawancara dengan jurnalis dan editor dari media berita daring XYZ, serta data berita mengenai NA yang diproduksi oleh media berita daring XYZ. Studi ini menggunakan teori feminisme radikal untuk mengetahui penyebab media berita daring XYZ dapat memproduksi berita yang bersifat misogyny. Selain itu, studi ini juga melihat bentuk-bentuk pelanggaran Kode Etik Jurnalistik yang dilakukan oleh media berita daring XYZ. Studi ini menemukan bahwa setidaknya terdapat 4 Pasal dalam Kode Etik Jurnalistik yang dilanggar oleh media berita daring XYZ, yaitu Pasal 1, Pasal 2, Pasal 8 dan Pasal 9. Selanjutnya, ditemukan pula bentuk ketidaksetaraan gender, di mana perempuan kerap tidak dilibatkan dalam proses produksi berita, sehingga media berita daring XYZ menghasilkan berita yang bersifat bias gender dan misogyny.

This thesis focuses on the phenomenon of misogyny media that occur in the online media news XYZ. By using a qualitative approach, this research data was obtained through interviews with journalists and editors from the news media online XYZ, as well as news data about NA produced by the online media news XYZ. This thesis uses radical feminism theory to find out the cause of the online media news XYZ can produce misogyny news. In addition, this thesis also saw forms of violations of the Journalistic Code of Ethics conducted by the online media news XYZ. This thesis found that at least 4 Articles in the Journalistic Code of Ethics violated by the online media news XYZ, specifically Article 1, Article 2, Article 8 and Article 9. Furthermore, there is also a form of gender inequality, where women are often not involved in the production process News, so that the online media news XYZ could produces gender biased and misogyny news."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raveena Zahwa Annisa
"Artikel ini merupakan penelitian tentang childfree yang menjadi animo khusus terhadap sistem patriarki ditinjau dari pemikiran feminisme radikal libertarian yang berperan menjadi dasar teori untuk argumentasi kritis atas permasalahan yang dikaji. Childfree yang berkonotasi negatif karena ketidakpekaan masyarakat tertentu dengan persoalan perempuan childfree yang akhirnya dirugikan oleh sistem patriarki membuat para perempuan yang memilih childfree menjadi dibatasi, dihalangi, dan dirintangi hak dan pilihan hidupnya. Childfree tidak hanya menjadi masalah bagi otoritas tubuh, hak reproduksi, maupun otonomi kebebasan. Akar masalah yang lebih dalam juga muncul dari kaum perempuan lainnya, lantas fenomena childfree dipandang sebagai fenomena perempuan yang tidak berdaya. Permasalahan yang jarang disadari justru menjadi urgensi, seperti pengalaman perempuan yang memilih childfree mendapatkan situasi bermasalah. Pemberdayaan perempuan childfree membentuk diskursus baru terhadap sistem patriarki yang mengendalikan kehidupan ranah privat perempuan. Metode penelitian ini menggunakan metode kritis feminis untuk mengkritisi perdebatan childfree pada sisi pemberdayaan perempuan dan konformitas. Penelitian ini juga berdasar pada pengalaman, argumentasi, diskusi, dan kekhawatiran perempuan terhadap perdebatan childfree. Oleh karena itu, pilihan childfree harus kembali kepada perempuan yang memilih childfree tersebut dengan keputusan seorang perempuan menjadi haknya sebagai pribadi yang utuh dan memahami pemenuhan akan kebutuhannya sendiri.

This article is a research on childfree which is a special interest in the patriarchal system in terms of radical libertarian feminism which serves as a theoretical basis for critical argumentation on the issues studied. Childfree, which has a negative connotation due to the insensitivity of certain people to the problems of childfree women who are ultimately disadvantaged by the patriarchal system, makes women who choose childfree become restricted and obstructed by their rights and life choices. Childfree is not only a problem for body authority, reproductive rights, and freedom autonomy. The root of the deeper problem also arises from other women, then the childfree phenomenon is seen as a phenomenon of women who are powerless. Problems that are rarely realized actually become urgency, such as the experience of women who choose childfree to get problematic situations. The empowerment of childfree women forms a new discourse against the patriarchal system that controls women's private lives. This research method uses feminist critical methods to criticizethe childfree debate on the side of women's empowerment and conformity. This research is also based on women's experiences, arguments, discussions and concerns about the childfree. Therefore, the choice of childfree must return to the woman who chooses childfree with a woman's decision being her right as a whole person and understanding the fulfillment of her own needs."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deyana Annisa Febrianti
"Penyebaran gambar intim seksual non-konsensual atau non-consensual distribution of intimate image (NCDII) menunjukkan dominasi laki-laki atas perempuan yang dijadikan sebagai objek seksual. NCDII tidak hanya terbatas pada pembalasan dendam mantan pasangan saja, tetapi juga sebagai hiburan, pemenuhan hak seksual laki-laki, serta mencari keuntungan finansial dan status sosial. Hal ini yang menjadi tujuan Hunter Moore sebagai pendiri situs khusus NCDII, IsAnyoneUp.com. Hunter melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan dan ketenaran dari situs tersebut, termasuk dengan meretas dan memanipulasi secara digital foto-foto intim seksual perempuan, kemudian mengunggahnya di situs miliknya. Perempuan korban yang merasakan dampak atas viktimisasi tersebut, tergerak untuk melakukan resistensi terhadap NCDII. Berdasarkan data sekunder yang bersumber dari e-book, artikel berita, serta film dokumenter, analisis data menggunakan teknik analisis wacana kritis feminis dan teori feminisme radikal sebagai teori utama. Tulisan ini mengkaji fenomena NCDII sebagai bentuk kekerasan seksual siber, dampak NCDII terhadap perempuan, serta bentuk resistensi yang dilakukan perempuan. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagai bagian dari patriarki, supremasi laki-laki dan sifat misoginis menjembatani laki-laki untuk melakukan tindak kekerasan seksual terhadap perempuan, yakni NCDII. NCDII ini berdampak terhadap perempuan dan memicu munculnya berbagai bentuk resistensi, yakni resistensi yang terlewatkan, upaya resistensi, resistensi tersembunyi, proxy resistance, dan resistensi terbuka. Melalui resistensi tersebut, perempuan berhasil mendapatkan kembali hak-hak mereka yang dirampas oleh Hunter, sekaligus menumbuhkan kesadaran kritis di antara perempuan untuk turut serta melakukan perlawanan demi tercapainya perubahan sosial. Tindakan resistensi ini juga dapat dilihat sebagai upaya rekonstruksi melalui pembentukan wacana pengganti yang disebutkan oleh kriminologi konstitutif.

Non-consensual distribution of intimate images (NCDII) reflects male domination over women who are used as sexual objects. NCDII is not only focused on revenge towards their ex, but also as entertainment, fulfillment of men's sexual rights, and to gain financial profit and social status. These goals were set by Hunter Moore, the founder of a site that focuses on NCDII, IsAnyoneUp.com. Hunter has used various ways to gain profit and popularity from the site, which includes hacking and digitally manipulating women's sexual intimate images and posting them on his site. Women victims who suffer from the impact of this victimization are motivated to resist the NCDII. Based on secondary data sourced from e-books, news articles, and documentary film, the analysis of data uses feminist critical discourse analysis techniques and radical feminism theory as the main theory. This paper examines the phenomenon of NCDII as a form of cyber sexual violence, the impact of NCDII on women, and the forms of the women's resistance. The results of the analysis reveal that male supremacism and misogyny, as part of patriarchy, has led men to commit NCDII. NCDII has also impacts on women and resulted in various forms of resistance, which include missed resistance, attempted resistance, covert resistance, proxy resistance, and overt resistance. Through this resistance, women were able to regain their rights that were violated by Hunter, and also developed a critical awareness among women to participate in resistance. This act of resistance can also be considered as an attempt of reconstruction through the establishment of replacement discourse which is mentioned by constitutive criminology."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Khairunnisa
"Jumlah kekerasan seksual di ranah siber telah meningkat di beberapa tahun terakhir, kekerasan tersebut turut hadir dalam industri periklanan yang menggunakan media sosial sebagai media promosinya. Salah satu yang menggunakannya adalah E-commerce X yang mempromosikan produknya di Instagram. Mereka menggunakan maraknya kasus kekerasan seksual di ranah siber sebagai konten promosional hingga menimbulkan resistensi dari audiens yang melihatnya. Hal ini merupakan manifestasi misogini yang hadir di berbagai wadah, terutama di masa sekarang adalah di ruang siber sehingga menimbulkan harm bagi audiens, terutama perempuan korban kekerasan seksual di ruang siber.

The incidence of sexual violence in the cyberspace has increased in recent years, and this violence is also present in the advertising industry that utilizes social media as its promotional platform. One entity that engages in this is E-commerce X, promoting its products on Instagram. They capitalize on the prevalence of sexual violence cases in the cyberspace as promotional content, eliciting resistance from the audience who witness it. This is a manifestation of misogyny present in various platforms, particularly in the current era, predominantly in cyberspace, causing harm to the audience, especially women who are victims of sexual violence in the online realm."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Gatarianto
"Karya Akhir ini membahas tentang tradisi-tradisi patriarkis dan misoginis yang mengkonstruksi anak perempuan berada di posisi rentan menjadi korban eksploitasi seksual komersial anak. Karya akhir ini ditulis menggunakan analisis perspektif feminisme radikal dengan metode penelusuran data sekunder yang memungkinkan penulis menggambarkan eksploitasi seksual komersial anak perempuan bukan hanya disebabkan oleh faktor supply and demand saja, namun terdapat faktor lain yaitu konstruksi dalam tradisi patriarkis dan misoginis yang menyebabkan anak perempuan rentan menjadi korban eksploitasi seksual komersial anak perempuan. Pada akhirnya, penulisan ini menunjukkan bahwa terdapat kesamaan pola pada tradisi tradisi patriarkis dan misoginis yang menyebabkan langgengnya eksploitasi seksual komersial anak perempuan.

This final assignment discusses the patriarchal and misogynist traditions which construct the children (female) in a vulnerable position to become the victims of commercial sexual exploitation of children (female). This final assignment was written using the analysis of radical feminism perspective with the research methods of secondary data that allows author to describe that the commercial sexual exploitation of children (female) is not only caused by factors of supply and demand, but there are also other factors such as patriarchal and misogynist traditions which constructed the children (female) became vulnerable and led them for being the victims of commercial sexual exploitation of children (female). In the end, this paper shows that there are similar patterns of traditions of patriarchal and misogynist which led to the interminable of commercial sexual exploitation of children (female).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nabiela Tenriummu Ramly
"“Standar ganda seksual” merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan adanya penilaian negatif oleh masyarakat patriarki kepada perempuan yang tidak tunduk dengan ekspektasi peran gender. Bentuk penerimaan diri para perempuan pendukung gerakan body positivity dilihat secara seksual dan dinilai negatif, khususnya di media sosial TikTok. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus untuk menjelaskan fenomena serangan “standar ganda seksual” terhadap perempuan content creator yang mendukung gerakan body positivity pada media sosial TikTok sebagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang siber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serangan “standar ganda seksual” hadir dan melanggengkan sistem patriarki yang memaksa perempuan untuk bungkam dan patuh dengan standar yang tidak realistis yang dikonstruksikan oleh ekspektasi masyarakat patriarki. Teori feminis radikal juga menjelaskan bagaimana serangan balik kepada perempuan pendukung gerakan body positivity dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang menimbulkan beberapa dampak dan juga berusaha untuk membungkam para perempuan yang melakukan perlawanan atas tuntutan sistem patriarki.

“Sexual double standards” is a concept that explain the negative assessment by patriarchal society of women who do not obey the expectations of the gender roles. Messages voiced by women through the content of the body positivity movement are viewed sexually and viewed negatively, especially on TikTok. This qualitative research will use case study method to explain the phenomenon of "sexual double standards" as a backlash against female content creators who promote the body positivity movement on TikTok as a form of sexual violence against women in cyberspace. The results of this study show that the "sexual double standards" attack exists and perpetuates a patriarchal system that forces women to remain silent and comply with unrealistic standards constructed by the expectations of a patriarchal society. Radical feminist theory also explains how the backlash against women who support the body positivity movement to be a form of sexual violence against women which has several impacts and also tries to silence women who fight against the demands of the patriarchal system."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrahdilla
"Kekerasan seksual terhadap perempuan di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan merupakan isu yang jarang didiskusikan dalam lingkup publik dan akademik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan menyelidiki aspek-aspek yang relevan, seperti faktor penyebab, respons penyintas, hingga respons organisasi kemanusiaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriminologi feminis-kualitatif dalam bentuk studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan semi-terstruktur dengan dua perempuan penyintas. Penelitian ini menggunakan teori feminis radikal untuk menjelaskan bagaimana kekerasan seksual terhadap perempuan tidak terlepas dari peran sistem patriarki dalam mewujudkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur patriarki di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan muncul dalam bentuk dominasi laki-laki dan sistem seks/gender yang kemudian melanggengkan kekuasaan laki-laki atas perempuan. Hal tersebut melemahkan perempuan dan menyebabkan berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan, seperti seksisme dan misogini yang kemudian menghasilkan rape culture. Penelitian ini menemukan bahwa rape culture merupakan penyebab utama kekerasan seksual di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan. Salah satu bentuk rape culture terlembaga yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pembungkaman terhadap perempuan penyintas kekerasan seksual. Pembungkaman yang ditemukan dalam penelitian ini dilakukan oleh organisasi kemanusiaan dalam berbagai strategi dan bentuk. Hal ini kemudian mendorong para perempuan penyintas kekerasan seksual untuk melakukan resistensi terhadap rape culture yang terlembaga sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap ketidakadilan.

Sexual violence against women in the work environment of humanitarian activists is an issue that is rarely discussed in public and academic spheres. Therefore, this study aims to fill this gap by investigating relevant aspects, such as the contributive factors, survivors' responses, and humanitarian organizations’ responses. The method used in this research is feminist-qualitative criminology in the form of a case study. The data was collected through in-depth and semi-structured interviews with two women survivors. This research utilized radical feminist theory to explain how sexual violence against women is inseparable from the patriarchal system’s role in perpetuating inequality between men and women. The results of this research show that the patriarchal structure in the work environment of humanitarian activists manifests in the form of male dominance and the sex/gender system, which then perpetuates men’s power over women. This weakens women and leads to various forms of discrimination against women in the work environment of humanitarian activists, such as sexism and misogyny, which then caused rape culture. This research reveals that rape culture is the main cause of sexual violence in the work environment of humanitarian activists. One form of institutionalized rape culture found in this study is the silencing against women survivors. The silencing found in this study is carried out by humanitarian organizations through various strategies and forms. This subsequently encourages women survivors of sexual violence to resist the institutionalized rape culture as a way to fight against injustice."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library