Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Renanti Yunti
"Industri film Korea Selatan telah berkembang pesat sejak 1990-an setelah melewati sejarah panjang dalam ketidakstabilan politik dan ekonomi, serta korupsi pemerintah. Chaebol yang dikenal sebagai kelompok konglomerat besar di Korea diharapkan dapat berperan dalam mengembangkan perekonomian bangsa sebagai prioritas tertinggi. Penelitian ini mengangkat peran Chaebol pada sisi lain, yakni dunia perfilman di Korea tahun 1990-an. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif-analisis dengan menggunakan studi pustaka, dari buku, jurnal, situs-situs internet, dan lainnya. Penelitian ini memaparkan bahwa keterlibatan chaebol sebagai pemain lama dalam bisnis berhasil menjadi agent yang memainkan peran besar dalam membangkitkan industri film Korea Selatan. Chaebol memperkenalkan inovasi baru dengan menggunakan metode bisnis modern terintegrasi secara vertikal yang digunakan oleh Hollywood. Melalui integrasi vertikal, chaebol sebagai investor utama terlibat dalam seluruh proses film termasuk pembiayaan, pra-produksi, produksi, pascaproduksi, distribusi, penayangan, hingga pemasaran. Implikasi sistem integrasi vertikal dalam mewujudkan pertumbuhan industri film Korea dilakukan dengan dukungan modal dari chaebol yang berpartisipasi dalam industri film.

South Korea's film industry has proliferated since the 1990s after a long history of political and economic instability and government corruption. Chaebol, which is known as a family-owned large conglomerate in Korea, is expected to play a role in developing the nation's economy as the highest priority. This study explores the role of chaebol on the other side, namely in the film industry in Korea in the 1990s. This study uses a descriptive-analytical research method using literature studies, from books, journals, internet sites, and others. This study explains that the involvement of chaebol as incumbents in the business has succeeded in becoming agents who play a big role in revitalizing the South Korean film industry. Chaebol introduces innovations using the modern vertically integrated business methods used by Hollywood. Through vertical integration, chaebol, the main investors, are involved in the entire film process, including financing, pre-production, production, post-production, distribution, screening, and marketing. The implication of the vertical integration system in realizing the growth of the Korean film industry is carried out with capital support from chaebol who participate in the film industry."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Vina Fairuzzahra
"Industri perfilman Korea Selatan telah mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek dalam industri perfilman Korea Selatan, mulai dari kuota impor, sistem sensorsip, sampai narasi yang ditayangkan dalam film. Salah satu narasi dalam film Korea Selatan yang dapat dijumpai adalah narasi mengenai Jepang. Dalam narasi tersebut, citra Jepang dikonstruksikan secara negatif. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan citra negatif Jepang yang direpresentasikan dalam film Korea Selatan. Selain itu, penelitian juga mengkaji tentang alasan yang melatarbelakangi penggambaran citra negatif tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis wacana (discourse analysis). Landasan teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini meliputi konsep framing, teori representasi, dan teori semiotik konotasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra negatif Jepang yang direpresentasikan dalam film Korea Selatan menunjukkan bahwa 1) bangsa Jepang adalah bangsa yang kejam; 2) bangsa Jepang adalah bangsa yang militeristik; 3) bangsa Jepang adalah bangsa yang nasionalis dan patriotis; 4) bangsa Jepang memiliki rasa superioritas terhadap bangsa Korea; dan 5) Jepang memiliki hubungan yang kompleks dengan Korea Selatan. Citra negatif tersebut ditampilkan sebagai suatu strategi untuk menggiring opini publik Korea Selatan agar memiliki persepsi yang negatif mengenai Jepang.

South Korean film industry has been developed significantly in the past years. It’s because of the changing within some aspects in South Korean film industry, such as import quota, censorship system, and narration of the film. One kind of narration of South Korean films that can be found is the naration about Japan. Through that narration, Japan is depicted by negative images. Thus, this research aims to explore the negative images of Japanese which is depicted in South Korean films. This research will also analyze the background of those negative images. This research is qualitative research with discourse analysis approach. Theories and concept used in this research are framing theory, representation theory, and connotative semiotic theory. This research shows that the negative images of Japan represented in South Korean films are 1) the Japanese is cruel; 2) the Japanese are militeristic; 3) the Japanese are nationalist and patriotic; 4) the Japanese have been superior than South Koreans; and 5) Japan has complex relationship with South Korean. Those negative images are shown as to construct public opinion so that they have negative perception of Japan."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hendra Mulyana
"Drama Korea ‘Snowdrop’ memicu kontroversi karena dianggap mendistorsi sejarah gerakan demokratisasi Korea Selatan yang terjadi pada tahun 1987. Penelitian ini bertujuan untuk menilai validitas tuduhan tersebut dan menganalisis representasi geopolitik yang muncul di dalam film tersebut. Tulisan ini mengkaji perdebatan yang terjadi dalam media daring mengenai tuduhan atas distorsi sejarah dengan melakukan analisis terhadap film melalui metode analisis komposisi dan analisis dokumen untuk melihat apakah tuduhan tersebut terbukti. Meskipun ‘Snowdrop’ memang mengandung unsur-unsur geopolitik, perbandingan antara unsur-unsur ini dan tuduhan-tuduhan yang terlampir menunjukkan bahwa tidak ada distorsi yang disengaja terhadap peristiwaperistiwa sejarah dengan niatan mengubah pandangan tertentu. Premis dan garis waktu film ini sejalan dengan pemilu Korea Selatan tahun 1987, yang menampilkan kesamaan dalam identitas politik—seperti pemerintahan otoriter, badan intelijen (ANSP) yang menjadi kaki tangan pemerintah, dan kehadiran Korea Utara sebagai musuh. Namun, intrik politik yang digambarkan adalah fiksi untuk mendapatkan efek dramatis dalam film.

online media regarding accusations by examining the film using composition analysis and document analysis methods to determine whether the allegations are proven. While ‘Snowdrop’ does contain geopolitical elements, a comparison between these elements and the attached allegations reveals no deliberate distortion of historical events with intentions to change certain viewpoint. The film’s premise and timeline align with the lead-up to the 1987 South Korean election, featuring similarities in political identities—such as an authoritarian government, an accomplice intelligence agency (ANSP), and North Korea as an adversary. However, the specific political intrigue depicted is fictionalized for dramatic effect on film."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hendra Mulyana
"Drama Korea ‘Snowdrop’ memicu kontroversi karena dianggap mendistorsi sejarah gerakan demokratisasi Korea Selatan yang terjadi pada tahun 1987. Penelitian ini bertujuan untuk menilai validitas tuduhan tersebut dan menganalisis representasi geopolitik yang muncul di dalam film tersebut. Tulisan ini mengkaji perdebatan yang terjadi dalam media daring mengenai tuduhan atas distorsi sejarah dengan melakukan analisis terhadap film melalui metode analisis komposisi dan analisis dokumen untuk melihat apakah tuduhan tersebut terbukti. Meskipun ‘Snowdrop’ memang mengandung unsur-unsur geopolitik, perbandingan antara unsur-unsur ini dan tuduhan-tuduhan yang terlampir menunjukkan bahwa tidak ada distorsi yang disengaja terhadap peristiwaperistiwa sejarah dengan niatan mengubah pandangan tertentu. Premis dan garis waktu film ini sejalan dengan pemilu Korea Selatan tahun 1987, yang menampilkan kesamaan dalam identitas politik—seperti pemerintahan otoriter, badan intelijen (ANSP) yang menjadi kaki tangan pemerintah, dan kehadiran Korea Utara sebagai musuh. Namun, intrik politik yang digambarkan adalah fiksi untuk mendapatkan efek dramatis dalam film.

online media regarding accusations by examining the film using composition analysis and document analysis methods to determine whether the allegations are proven. While ‘Snowdrop’ does contain geopolitical elements, a comparison between these elements and the attached allegations reveals no deliberate distortion of historical events with intentions to change certain viewpoint. The film’s premise and timeline align with the lead-up to the 1987 South Korean election, featuring similarities in political identities—such as an authoritarian government, an accomplice intelligence agency (ANSP), and North Korea as an adversary. However, the specific political intrigue depicted is fictionalized for dramatic effect on film."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nesya Amellita
"Skripsi ini membahas tentang eksistensi Hallyu (Korean Popular Culture Wave) di Indonesia. Budaya populer Korea mampu mendominasi dan menggeser posisi budaya pop yang sebelumnya pernah berkembang di Indonesia, misalnya Hollywood, Bollywood, Taiwan, dan Jepang. Hal ini terjadi karena Korea memiliki strategi untuk mempertahankan eksistensinya dalam persaingan global. Penelitian ini akan mencoba mengamati tingkat kecenderungan produk budaya Korea diserap oleh masyarakat Indonesia melalui pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Korea sukses mengemas produk budaya mereka menjadi komoditas ekspor yang potensial. Hal ini berkat strategi pemasaran yang dilakukan oleh pemerintah Korea serta konten dan teknik pengemasan Hallyu yang berbeda dibandingkan budaya pop negara lain.

The Focus of this thesis is the existence of Hallyu (Korean Popular Culture Wave) in Indonesia. Korean popular culture is able to dominate and shift the position of other pop cultures that had previously developed in Indonesia, such as Hollywood, Bollywood, Taiwan, and Japan. It happened because Korea has strategy to maintain its existence in the global competition. This research will try to observe the trend rate of Korean cultural products are absorbed by Indonesian people through a qualitative approach. Conclusions of this study is the success of Korean cultural products to package them into a potential export commodity. This is because of the Korean government's marketing strategy and content packaging techniques Hallyu that different than the other countries."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S15856
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Naomi Krisanty Ganata
"Kepopuleran film genre komedi romantis di seluruh dunia mendorong kreativitas industri perfilman Korea Selatan untuk menghasilkan film bertemakan cinta yang memiliki kekhasan tersendiri. Penelitian ini bertujuan memaparkan bagaimana komponen cinta yang terkandung di dalam hubungan antara sembilan pasang tokoh utama film Happy New Year mempengaruhi jenis cinta yang terbentuk merepresentasikan tema kecil yang dipayungi tema besar yaitu ragam cinta manusia modern. Metode penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis unsur intrinsik yaitu tema yang dikaji menggunakan Teori Segitiga Cinta oleh Robert Sternberg. Teori ini memaparkan tiga komponen utama cinta yang terdiri atas keintiman (intimacy), hasrat (passion), dan keputusan atau komitmen (decision/commitment) dalam setiap hubungan yang berperan dalam membentuk delapan jenis cinta. Hasil analisis menunjukkan terbentuknya delapan jenis cinta dari hubungan sembilan pasang tokoh utama yaitu terdiri dari tanpa cinta (nonlove), rasa suka (liking), cinta gila (infatuated love), cinta kosong (empty love), cinta romantis (romantic love), cinta persahabatan (companionate love), cinta bodoh (fatuous love), dan cinta sempurna (consummate love). Hasil penelitian memaparkan kombinasi komponen cinta menghasilkan delapan jenis cinta representasi delapan tema kecil yang dipayungi satu tema besar yaitu ragam cinta manusia modern.
The popularity of romantic comedy genre films throughout the world has encouraged the creativity of the South Korean film industry to produce love-themed films that have their own characteristics. This research aims to explain how the components of love contained in the relationships between the nine pairs of main characters in the film Happy New Year influence the kinds of love that is formed, representing a small theme under the umbrella of the large theme which is the variety of modern human love. Qualitative descriptive research methods were used to analyze intrinsic elements, namely themes studied using the Triangular Theory of Love by Robert Sternberg. This theory explains the three main components of love consisting of intimacy, passion, and decision or commitment in every relationship which play a role in forming eight kinds of love. The results of the analysis show the formation of eight kinds of love from the relationships of nine pairs of main characters, namely nonlove, liking, infatuated love, empty love, romantic love, companionate love, fatuous love, and consummate love. The results of the research explain that the combination of love components produces eight kinds of love, representing eight small themes which are covered by one large theme which is the variety of modern human love."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Berlin Anggitasari
"Film merupakan salah satu bentuk karya sastra yang efektif menyampaikan ideologi atau suatu pemikiran kepada masyarakat luas. Film Ode to My Father yang diproduksi pada tahun 2014 merupakan salah satu film Korea Selatan yang tidak hanya menampilkan kembali peristiwa sejarah dengan rentang waktu masa perang Korea hingga Korea modern tetapi juga mengandung representasi jangnam atau anak laki-laki pertama dalam keluarga Korea di dalamnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan teori semiotika Roland Barthes.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui makna representasi atas nilai-nilai jangnam dalam film Ode to My Father dan untuk mengetahui makna konotasi, denotasi, serta mitos atas nilai-nilai jangnam yang ditampilkan dalam film Ode to My Father.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa representasi jangnam yang ditampilkan dalam film Ode to My Father antara lain mendampingi orang tua dalam mengasuh adik-adik, menjadi pengganti ayah sebagai kepala keluarga, sikap siap bekerja keras untuk kepentingan keluarga, sikap teguh hati dan berkepribadian tangguh, sikap rela berkorban untuk kepentingan keluarga, dan bertanggung jawab untuk memimpin ritual tradisi dalam lingkup keluarga.

Film is a type of literary work that can effectively spread an idea or an ideology to a larger audience. One South Korean movie from 2014, Ode to My Father, not only depicts historical occurrences from the Korean War to contemporary Korea, but also features a representation of jangnam, or the first son in a Korean family. Roland Barthes' semiotic theory approach is used with a qualitative descriptive analytic method in this study.
The goals of this study are to understand the significance of how Jangnam values are represented in the movie Ode to My Father and to understand the connotation, denotation, and mythical interpretations of Jangnam values displayed in the movie.
The results of this study indicate that the representation of jangnam shown in the film Ode to My Father includes accompanying parents in raising younger siblings, being a substitute for the father as the head of the family, being ready to work hard for the benefit of the family, having a firm heart and having a tough personality, being willing to sacrifice for the benefit of the family, and is responsible for leading traditional rituals within the family.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library