Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andre Notohamijoyo
Abstrak :
Foreign Direct Investment (FDI) sebagai sumber pembiayaan pembangunan ekonomi saat ini menjadi sebuah trend. Sebagian besar Negara-negara berkembang berkompetisi menarik FDI karena diyakini bahwa FDI, sebagai investasi di sektor rill melalui pembangunan pabrik, industri, dan lain-Iain, bisa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap FDI ialah faktor makroekonomi. Penelitian Kokko dan Blomstrom (1997) menunjukkan FDI bisa berpengaruh positif bagi pertumbuhan ekonomi suatu Negara bila tercipta stabilitas makroekonomi di Negara tersebut. Penelitian bertujuan untuk melsbat apakah variabel-variabel makroekonomi masih bisa dijadikan ukuran Mau patokan bagi perkembangan tingkat investasi di Indonesia. Variabel-variabel makroekonomi yang diajukan di dalam penelitian ini ialah suku bunga SBI, kurs rupiah terhadap dolar AS dan variabel investasi periode sebelumnya (FDIL_i). Penelitian dilakukan terhadap sebelas sektor industri di Indonesia kurun waktu 2001-2003. Sektor industri tersebut dipilih berdasarkan International Standard Industry Classification (ISIC) revisi ketiga yang telah disesuaikan dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel makroekonomi berpengaruh secara simultan terhadap tingkat FDI di 3 sektor industri yaitu: Industri Kutit, Industri Kayu dan Industri Kertas. Variabel suku bunga berpengaruh secara parsial terhadap tingkat FDI industri kayo dan industri kertas. Sementara itu, variabel kurs berpengaruh secara parsial terhadap tingkat FDI industri kertas. Variabel FDI berpengaruh secara parsial terhadap tingkat FDI industri kertas. Variabel-variabeI makroekonomi yang diajukan dalam penelitian ini tidak berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap delapan sektor industri lainnya.
Foreign Direct Investment (FDI) as one of financing source for economic development being a trend within developing countries. Most of developing countries involve in competition to attract FDI because they believe that FDI can provide significance contribution to economic growth in their respective countries. One of the factor which can influence the rate of FDI is macroeconomic factor. Research by Blomstrom and Kokko (1997) indicated that FDI can provide positive influence for country's economic growth if macroeconomic stability created in the country. This research has main objective to observe the determinants of macroeconomics variable for measure the rate of foreign direct investment in Indonesia Variables which are using in this research comprises of interest rate, foreign exchange (Indonesia Currency To US Dollar) and previous investment. Research based on the eleven industrial sector in Indonesia for period 2001 up to 2003. That industrial sector taken from the International Standard Industry Classification 3'i revise. Result of this research shows that interest rate has influence significantly (partial) within Wood and Paper Industry. Besides Interest Rate, the Exchange Rate as well as Previous Investment has also influence in Paper Industry. Macroeconomic Variables in this research has influence simultaneously within Leather Industry, Wood Industry and Paper Industry but Macroeconomic variables did not influence other eight industrial sector (both partial and simultaneous).
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T20246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Sawalluddin
Abstrak :
Investasi dan perdagangan internasional Indonesia memperlihatkan kecenderungan yang semakin meningkat, khususnya terkait dalam era globalisasi ini. Kecenderungan ini menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai indikator kesejahteraan masyarakat menjadi kajian yang penting. Berdasarkan pemahaman ini maka perlu dilakukan analisis pengaruh dari FDI dan ekspor terhadap PDB di Indonesia, dalam masa pasca krisis ekonomi. Pengukuran didasarkan pada fungsi produksi dengan menggunakan metode persamaan simultan untuk melihat hubungan dua arah serta mengukur sejauh mana variabel makro ekonomi tersebut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T 27711
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Njit, Tjhai Fung
Abstrak :
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis bagi pemenuhan kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam RAPBN 2006, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp. 402,1 trilliun atau 75,2% dari penerimaan dalam negeri. Mengacu pada pentingnya pajak sebagai sumber utama penerimaan negara dan melihat pada potensi penerimaan pajak yang masih belum digali, seperti dari tax rasio yang masih rendah sebesar 13,4% (RAPBN 2006), maka penerimaan pajak selalu diusahakan untuk ditingkatkan dari tahun ke tahun guna memenuhi kebutuhan penerimaan negara. Langkah-langkah dan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak dapat melalui penyempurnaan perundang-undangan, penerbitan peraturan-peraturan baru di bidang perpajakan, meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber-sumber pajak lainnya. Selain mempunyai fungsi budgeter, pajak juga mempunyai fungsi regulerend, yaitu menggunakan pajak untuk mengatur distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat. Pajak dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan pembangunan di kawasan tertentu agar terdapat pemerataan pernbangunanlpendapatan, contohnya adalah pemberian insentif pajak penghasilan kepada pengusaha di dalam kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) untuk meningkatkan kegiatan usaha di kawasan timur Indonesia (KTI), agar terjadi pemerataan pembangunan antara kawasan barat Indonesia (KBi) yang teiah lebih maju dengan kawasan timur Indonesia (KTI). Insentif pajak penghasilan kepada pihak investor untuk berinvestasi di bidangbidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu ini diatur dalam pasal 31A ayat 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2000. Perlakuan insentif pajak penghasilan ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2000 sebagaimana dirubah melalui Peraturan Pemerintah No. 147 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu. Kepada wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk: Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman yang dilakukan, Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dan Pengenaan pajak penghasilan alas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah. Mengingat peranan pajak yang sangat penting dan strategis bagi penerimaan negara, maka kebijakan pemberikan insentif pajak penghasilan harus dilakukan secara hali-hati, karena pemberian insentif pajak yang tidak tepat hanya mengurangi penerimaan pajak tanpa adalah kenaikan investasi yang berarti. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah insentif pajak penghasilan berpengaruh terhadap investasi modal asing. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari Badan Kordinasi Penahaman Modal (BKPM), APBN dan sumber data sekunder lainnya. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif dan metode evaluasi koniparatif. Hasil penelitian .nenunjukkan bahwa pemberikan insentif pajak penghasilan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi modal asing. Dengan kata lain, insentif pajak penghasilan bukan merupakan faktor utama dalam keputusan investasi. Ada faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan investor dalam pengambilan keputusan investasi, seperti kemudahan perijinan, besarnya pasar domestik, akses pasar internasional, Infrastruktur, kondisi sosial dan keamanan, dan ketersediaan sumber daya manusia.
Tax is government's main revenue. Tax has a very important and strategic role in fulfilling government needs for funding public spending. For 2006 Proposed Government's spending (RAPBN 2006), tax revenue is targeted at Rp. 402.1 trillions, which is 75.2% of total government's domestic revenues. Tax ratio 13.4% (RAPBN 2006) indicates that there are still a lot of potential tax revenues; hence the government always tries to increase tax revenue every year to fulfill public funding. Various attempts and public policies have been taken to increase tax revenue, such as the amendment of tax law, introduce new law and regulation in taxation, increases tax compliance and to took for other sources of tax revenues. Beside budgeter tax's function to raise revenues, tax also has a regulatory function. That is tax's policies can be used to increase development activities in certain areas, such that there is distribution of growth / income. For example, income tax incentive for economic development Zones (KAPET) to increase investment activities ire eastern Indonesia, so that there is distribution of growth between Western Indonesia which is more developed compared to eastern Indonesia. Income tax incentive for investors in specific industries/business fields and/or regions are regulated in Article 31A paragraph 1 of The Republic of Indonesia Law Number 7 year 1983 on income tax as amended by law number 17 year 2000. Income tax incentive is further regulated by Government regulation number 20 year 2000 as amended by government regulation number 147 year 2000 on tax facilities for capital investments in certain business fields and/or certain areas. Investment in certain business fields and/or certain areas can be given lax facilities in the form of: reduction of net income at most 30% from the total of investment, depreciation and amortization that are accelerated, compensation of old loss but not more than 10 years and imposition of income tax on dividend as in section 26 is 10%, except if rate according to taxation agreement that is effective determine lower. Tax incentives should be given with cautions, because tax has a very important and strategic role in government revenue. The revenue forgone as a result of the use of tax incentives may be wasted if there is no real increase in foreign direct investment as a result of improper implementation of tax incentives. The purpose of this research is to examine if income tax incentives influence foreign direct investment. This research is carried out by examining secondary data from Investment Coordinating Board (BKPM) and Government budget. Descriptive statistic and comparative evaluation method are used to analyze the data. The research indicated that income tax incentive has no significant affect to foreign direct investment. In other words, income tax incentive is not the main factor in investment decision. There are others factors that considered by investors in investment decision, such as easy licensing, the size of domestic market, access to international market, infrastructure, social and security condition, and the availability of human resources.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alip Subagyo
Abstrak :
Meningkatnya foreign investment merupakan salah satu dampak dari sebuah proses yang kemudian dikenal sebagai globalization. Dengan berbagai motif dan alasan, banyak perusahaan multinasional dan transnasional melakukan penanaman modal secara langsung di luar negeri (Foreign Direct Investment). Hal tersebut yang kemudian membuat banyak negara di dunia saling bersaing untuk menarik Foreign Direct Investment. Salah satu cara yang paling penting yang dilakukan negara-negara tersebut adalah dengan menawarkan insentif di bidang perpajakan (tax haven country), sesuai dengan pendapat Hines, kebijakan pajak sangat mempengaruhi volume FDI. Kebijakan-kebijakan tertentu di bidang perpajakan pada suatu negara terkadang dimanfaatkan oleh Wajib Pajak dengan maksud untuk melakukan penghindaran pajak. Dalam konteks perpajakan internasional, ada berbagai skema yang biasa dilakukan oleh Perusahaan Modal Asing untuk menghindari pajak yaitu dengan skema seperti transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation (CFC). Oleh karena itu diperlukan peraturan anti penghindaran pajak (anti avoidance rules). Penghindaran pajak (anti avoidance rules) dapat diminimalisir dengan selalu mengikuti perkembangan yang terjadi sehingga ketentuan yang ada relevan dengan kondisi saat ini, dan dapat memberikan kepastian hukum baik bagi DJP maupun Wajib Pajak. Pokok Permasalahan dalam tesis ini , pertama adalah kebijakan ini berkaitan dengan investasi Wajib Pajak Dalam Negeri di luar negeri yang selalu meningkat dalam dua tahun terakhir, kedua penerapan CFC Rules di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1994, namun sampai dengan tahun 2008 ini, belum pernah dilakukan perbaikan. Ketentuan CFC Rules yang ada sekarang sangat memungkinkan Wajib Pajak untuk melakukan penghindaran pajak. Dalam rangka menganalisis pokok masalah tersebut, dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: (i) Apakah perbedaan antara CFC Rules di Inggris yang lama dan baru dibandingkan dengan CFC Rules di Indonesia? (ii) Apakah ketentuan CFC Rules di Indonesia masih relevan dengan kondisi saat ini ? (iii) Apakah ketentuan CFC Rules di Indonesia sudah memenuhi kepastian hukum ? Menjawab rumusan pertanyaan di atas, penelitian dilakukan dengan cara analisis data kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif dimana diuraikan data yang berupa informasi dan teori yang diperoleh dari studi kepustakaan. Selain itu dilakukan juga pendalaman studi kasus dengan satu lokus yaitu dengan membandingkan kasus Cadbury Schweppes yang terjadi di Inggris. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari literatur, buku, dokumen, dan jurnal penelitian yang memiliki kaitan dengan tema penelitian ini. Dalam penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa CFC Rules yang berlaku di Indonesia berbeda dengan Inggris. CFC Rules di Indonesia sudah tidak relevan dengan kondisi perkembangan praktik perdagangan yang semakin canggih. Diketahui juga bahwa CFC Rules yang ada saat ini belum menjamin kepastian hukum terhadap subjek pajak.
The increase of foreign investment constitutes one of the impacts from a process known as globalization. With any motives and reasons, many multinational dan transnational companies carry out Foreign Direct Investment. This is, because many countries in the world competes each other to attract Foreign Direct Investment. One of the most important this carried out by those countries is to offer incentives in tax (tax haven country), in accordance with Hines opinion, that tax policy significantly influences volume of FDI. Certain policies in tax in a country are, sometimes, utilized by taxpayers to avoid tax. In international tax context, there are any schemes are usually used by Foreign Investment Companies to avoid tax, those are by transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, and controlled foreign corporation (CFC). Therefore, anti avoidance rules are needed. Anti avoidance rules can minimize by always following development happened, accordingly the existing stipulations is relevant with current conditions, and can give good law certainty for Directorate General of Taxes and Taxpayers. The main problems in this thesis are; first, this policy is related to domestic taxpayer investment abroad always increase in two last years; second, the implementation of CFC Rules in Indonesia has been started since 1994, but up to 2008, there is no improvement. The current stipulations of CFC rules possibly cause Taxpayers carry out tax avoidance. In order to analyze those problems, the following questions are formulated; (i) What is the difference between old and new CFC Rules in England than CFC Rules in Indonesia? (ii) Are stipulations of CFC Rules in Indonesia still relevant to the current conditions? (iii) Have stipulations of CFC Rules in Indonesia fulfilled law certainty? In order to respond those above mentioned questions, the research is done by qualitative data analysis with descriptive research type where data is described in the kind of information and theories gotten from library study. In addition, intensive case study is carried out in single site locus, which is to compare Cadbury Schweppes case happen in England. Data source in this research is primary data gotten from interview result and secondary data gotten from literatures, books, documents, and research journals which have correlation with this research theme. From this research, it can be concluded that valid CFC Rules in Indonesia is different with that of England. CFC Rules in Indonesia have not been relevant with the development of more modern trade practices. It is known that current CFC Rules do not yet ensure law certainty to tax subject.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25650
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Salsabila
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis pengaruh keberadaan Foreign Direct Investment (FDI) terhadap pertumbuhan ekonomi antar provinsi di Indonesia pada periode setelah krisis 1998 atau pada masa otonomi daerah. Pertumbuhan nasional yang sudah cukup tinggi pascakrisis belum menghasilkan pemerataan pendapatan antar provinsi. Kesiapan masing-masing provinsi dalam menghadapi otonomi daerah pun berbeda sehingga disparitas dapat menjadi lebih tajam. FDI diharapkan dapat menjadi engine of growth bagi provinsi-provinsi di Indonesia pada masa otonomi daerah. Namun hasil regresi terhadap model pertumbuhan menunjukkan tidak ditemukannya dampak positif FDI terhadap pertumbuhan. Provinsi harus memiliki kesiapan modal manusia agar keberadaan FDI berdampak positif bagi pertumbuhan ekonominya. Pada akhirnya, walaupun masih terdapat disparitas pendapatan regional, namun hasil analisis menggunakan teori konvergensi memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan daerah miskin dapat mengejar ketertinggalan dari daerah kaya. ......This paper aims to analyze the effects of Foreign Direct Investment (FDI) on economic growth among provinces in Indonesia in the period after Financial Crisis of 1998 or in the period of regional autonomy. Although National growth is already high after the crisis, there are still income inequality across provinces. Readiness of each region to face regional autonomy is different that the disparity could be more severe. FDI is expected to be the engine of growth for the Indonesia provinces during the regional autonomy era. For FDI to have positive impact on economic growth, however, there is a need of readiness of human capital for each provinces. Finally, although there are regional income disparities, the results of the analysis using the convergence theory show that there exist a tendency for poorer regions to catch up with richer regions.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S45927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyoto
Abstrak :
Kebijakan luar negeri (foreign policy) suatu negara mencerminkan kepentingan nasionalnya (national interest). Sedangkan diplomasi merupakan instrumen untuk mewujudkan kepentingan nasional (national interest) tersebut. Diplomasi ekonomi Indonesia pada periode 1992-1995 menunjukkan adanya efektivitas, ditandai dengan kepercayaan investor asing terhadap Indonesia, seperti adanya peningkatan nilai persetujuan investasi asing di Indonesia. Sementara pada periode 1996-1999 nilai persetujuan investasi asing di Indonesia mengalami penurunan yang cukup dramatis. Pada tahun 1998 nilai persetujuan investasi hanya tercatat sebesar 13.563,1 juta dolar Amerika, yang berarti terjadi penurunan sebesar 60% dibanding dengan tahun 1997 sebesar 33.832,5 juta dolar Amerika. Permasalahan yang muncul adalah mengapa diplomasi ekonomi dalam upaya menarik foreign direct investment periode 1996-1999 tidak efektif dan sejauh mana keterkaitan antara efektivitas diplomasi ekonomi tersebut dengan domestic instability serta dampak dari domestic instability terhadap kepercayaan investor asing di Indonesia. Penelitian berupaya menjelaskan seberapa besar pengaruh domestic instability terhadap kepercayaan dan sikap investor asing serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan efektivitas diplomasi dalam upaya menarik investasi asing dimaksud. Pembahasan permasalahan ini didasarkan pada teori keterkaitan (linkage theory) antara domestik dan ekternal. Sebagaimana yang dikemukakan oleh James N Rosenau, Sprout, K.J. Holsti, dan Richard Snyder. Secara garis besar para ilmuwan tersebut mengatakan bahwa perubahan kondisi domestik suatu negara akan mempengaruhi persepsi lingkungan eksternal, sebagaimana domestic instability yang terjadi di Indonesia tahun 1997-1999 sangat mempengaruhi minat investor asing dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Penelitian ini bersifat explanatory reseach yang didukung oleh berbagai sumber data sekunder, primer, dan penelitian kepustakaan (library research). Pembahasan mengindikasikan bahwa tidak efektifnya diplomasi ekonomi Indonesia dalam upaya menarik foreign direct investment terkait dengan domestic instability, baik di bidang ekonomi maupun dalam bidang politik yang terjadi di Indonesia selama periode 1992-1999. Persepsi investor asing terhadap domestic instability demikian telah mempengaruhi minat investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk mengembalikan citra (image) yang baik di mata investor asing, Indonesia perlu terus melaksanakan agenda reformasi di segala bidang. Permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia perlu diselesaikan secara bersama-sama melalui kompromi dari berbagai elit politik dan menjunjung tinggi supremasi hukum. Pemilihan umum yang jujur, adil dan demokratis merupakan starting point untuk menghasilkan wakil rakyat yang diharapkan mampu menampung aspirasi rakyat dan memulihkan kepercayaan investor asing.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ramli
Abstrak :
Due to the lack of internal finance, a country might need a foreign investment. It also happens to Indonesia that is not recovery from its economic problems up to now. One of the solutions to this condition is by giving Foreign Direct Investment (FDI). By FDI it is hoped that it can employ a lot of people, and it can reduce the unemployment rate in this country, as a result it can increase the welfare of society. This study will focus on the relation between the given PPh incentives and Japanese Investor behavior in investing its fund, elaborate and analyze Japanese Investor to tax incentives given, and research, formulate and make the analysis on which tax incentive is the best way in inviting Japanese direct investor. This thesis is analytical descriptive which uses qualitative method by scrutinizing data in the form of information, theory from library research, then by analyzing the data to solve the formed case, so that conclusion can be drawn and suggestions and understanding to the influence in giving incentive to foreign direct investment can be given. The references theory in this research is one instrument to invite Japanese direct investment by giving tax incentive. However, tax administration is the key on the success of tax policy. It can be concluded that PPh facility given to tax payers in Indonesia who invest in certain business and area is quite good, in the result of the decrease of netto 30% (thirty percent) as the highest, quicken reduction and amortization, longer loss compensation and given PPh to the dividend as in Article 26 to 10% (ten percent), except if the valid tariff to the tax agreement is lower. Japanese Investors accept this facility positively, but they say it is more interesting if those tax facilities are followed by administration tax which gives law assurance. Tax incentive given by tax law is quite interesting for the Japanese investors to invest in Indonesia, but the regulations do not give the law assurance, they who have the license hope that they will be given the tax incentive as stated in the law, furthermore, it is suggested that the government not only faces on tax incentive to invite foreign direct investment but also is concern on the law assurance, security, eliminating high economy cost and improving infrastructure. Arranged and good tax administration will give law assurance and security to the investors. Furthermore, the license to foreign investors and the given PPh facilities are managed by one institution under one roof.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T19926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Edi Hartono
Abstrak :
Di tengah keterbatasan modal dari dalam negeri, investasi dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) diyakini sangat potensial di dalam mempercepat pertumbuhan dan transformasi perekonomian Indonesia. Di samping itu, kehadiran modal asing khususnya di sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menjadi sumber perkembangan teknologi, pertumbuhan ekspor dan penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan insentif pajak untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi penanaman modal. Namun, kebijakan pemberian insentif pajak tersebut masih menimbulkan keraguan mengenai keefektifannya dalam menarik investor. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kebijakan insentif pajak dengan iklim investasi bagi perusahaan PMA di sektor industri tekstil dan untuk mengidentifikasi kebijakan insentif pajak yang paling sesuai untuk sektor industri tekstil di Indonesia. Insentif pajak merupakan suatu pemberian fasilitas perpajakan yang diberikan kepada investor luar negeri untuk aktifitas tertentu atau untuk suatu wilayah tertentu. Sedangkan iklim investasi mencerminkan sejumlah faktor yang berkaitan dengan lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan insentif bagi pemilik modal untuk melakukan usaha atau investasi secara produktif dan berkembang. Bagi perusahaan di sektor industri tekstil yang sifat produksinya footloose, pajak dianggap sebagai faktor sensitif dalam menentukan lokasi penempatan modal. Untuk menguji signifikansi hubungan antara insentif pajak dengan iklim investasi bagi perusahaan PMA di sektor industri tekstil, pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode survei. Sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment (PPM). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang berstatus PMA yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak PMA Empat yang bergerak di sektor industri tekstil. Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan SPSS diketahui bahwa hipotesis penelitian (Ho) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kebijakan insentif pajak dengan iklim investasi bagi perusahaan PMA di sektor industri tekstil diterima. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai signifikansi hubungan sebesar 0.067 yang lebih besar daripada nilai = 0.05. Analisis tersebut juga mengungkapkan bahwa kebijakan insentif pajak hanya memberikan pengaruh sebesar 4% terhadap iklim investasi bagi perusahaan PMA di sektor industri tekstil. Hal tersebut mengindikasikan bahwa faktor pendorong bagi perusahaan PMA di sektor industri tekstil untuk berinvestasi di Indonesia, 96%-nya lebih berkaitan dengan faktor lain selain insentif pajak. Berkaitan dengan jenis insentif pajak yang sekarang diberlakukan di Indonesia, yang paling diminati oleh perusahaan PMA di sektor industri tekstil adalah pengurangan penghasilan neto atau tunjangan investasi sebesar 30%. Namun insentif tersebut dinilai kalah menarik dengan jenis insentif yang diterapkan di negara China dan Vietnam sebagai pesaing dagang utama di sektor tekstil, karena negara tersebut menerapkan insentif pajak berupa tunjangan investasi dan tax holiday sekaligus. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan insentif pajak yang diterapkan di Indonesia tidak berkorelasi secara signifikan terhadap iklim investasi bagi perusahaan PMA di sektor industri tekstil. Oleh karena itu disarankan agar jenis insentif pajak ditambah dengan pemberlakuan tax holiday yang dipaketkan dengan tax sparing credit dan Pajak Pertambahan Nilai Tidak Dipungut atas penyerahan Jasa Kena Pajak di Kawasan Berikat. Di samping itu, agar kebijakan insentif pajak tersebut tidak sia-sa dan justru merugikan penerimaan negara, maka dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif harus dilakukan dengan membenahi semua faktor yang mempengaruhinya secara menyeluruh dan terintegrasi antar departemen.
In the matter of limitation of domestic capital, Foreign Direct Investment (FDI) is very potential in accelerating the growth of economics transformation in Indonesia. Despitefully, the presence of Foreign Direct Investment specially in textile industry sector will stimulate of technology development, increasing export and absorbtion of labour. Therefore, the government make policy of tax incentive to create conducive investment climate for Foreign Direct Investment. However, policy of giving of the tax incentive still generate doubt concerning the effectiveness of it?s implementation to attract investor. Considering this background, the goals of this research is to know correlation between the policy of tax incentive with investment climate for Foreign Investment Company in textile industry sector, and to identify which policy of tax incentive is the most appropriate for textile industry sector in Indonesia. Tax incentive is taxation facilitation for foreign investment in selected activity or selected region. While investment climate express a number of factors related to certain location which form incentive and opportunity for investor to conduct business or to invest productively in order to expand their business. For company in textile industry sector which nature of the production is footloose, taxation is considered to be a sensitive factor in determining the investment. In order to test the correlation between tax incentive with the investment climate for Foreign Investment Company in textile industry sector, the researcher approach of this research is quantitative, with data collecting technique by survey method. While technique analyse data use correlation analysis of Pearson Product Moment (PPM). Population in this research are companies which their main business are textile industry sector and are registered as tax payers in Tax Service Office of Foreign Investment Four. The hypothesis examination result by using Statistical Package For the Social Sciences (SPSS), shown that there are no significant correlation between tax incentive policy with investment climate for foreign investment company in textile industry sector. The conclusion above is shown from the significance correlation value that is 0.067 larger than value  = 0.05. The analysis also stated that policy of tax incentive only give 4% influence to investment climate for Foreign Investment Company in textile industry sector. This conclusion indicates that the incentive factor for Foreign Investment Company in textile industry sector in Indonesia, 96% is not from tax incentive. The most favorable type of tax incentive that are implemented in Indonesia according to Foreign Investment Company in textile industry sector in this research is 30% investment allowance. However the incentive is not interesting enough since China and Vietnam, as competitive country in textile industry, implement both the tax allowance and tax holiday incentive. According to this research analisys result, the researcher concludes that tax incentive in Indonesia doesn?t have any significant correlation with Foreign Investment Company in textile industry sector. Therefore, the researcher suggests that the tax incentive policy is added by tax holiday including tax sparing credit, and Value Added Tax is not witheld for taxable services in Bonded Zone. In order to create an effective tax incentive policy which will not cause loosing the state income, the policy must be done simultaneously and should be integrated inter departments.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhaila Marisa
Abstrak :

Beberapa negara mencoba untuk lebih terlibat dalam perdagangan internasional
untuk menjadi bagian dari jaringan global. Penanaman Modal Asing (PMA) diharapkan
menjadi salah satu cara untuk meningkatkannya. Perdagangan intra industri (IIT)
mengukur ekspor dan impor dalam kategori industri yang sama. Kajian ini mencoba
menganalisis hubungan antara PMA sektor manufaktur di Indonesia dan bilateral IIT
antara Indonesia dengan masing-masing Jepang, China, dan ASEAN-9, khususnya pada
level industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua PMA di semua industri
mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan IIT. Keterkaitan FDI dan IIT berbeda
di setiap lokasi dan industri.


Many countries try to engage more in the international trade to be part of global
networks. FDI is expected to be one of ways to improve it. Intra industry trade (IIT)
measures export and import in the same categorize of industry. This study tries to examine
the relationship between manufacturing FDI in Indonesia and bilateral IIT between
Indonesia and each Japan, China, and ASEAN-9, especially in the industry level. The
result shows that not all FDI in all industries have positive and significant relationship
with IIT. The linkage of FDI and IIT differs across location and industries.

Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayidin Abdullah
Abstrak :
Keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) membawa konsekuensi hukum tersendiri, berupa kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan kesepakatan-kesepakatan WTO, termasuk didalamnya yaitu Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) dan General Agreement on Trade in Services (GATS). Pembentukan peraturan nasional di bidang penanaman modal, serta pertambangan bidang batubara, selain tidak dibenarkan bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang terkait dengan penanaman modal yaitu National Treatment dan Most Favour Nations, juga tidak boleh bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi dalam Pasal 33 UUD 1945. Oleh karena itu, untuk keperluan penyesuaian ini, perlu diteliti bagaimanakah kesesuaian prinsip-prinsip perdagangan internasional dengan prinsip perlakuan sama dalam ketentuan penanaman modal asing (PMA) di bidang pertambangan batubara, serta bagaimanakah pengaturan kebijakan dan hukum PMA bidang batubara diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, yang bersifat deskriptifanalisis, analisa data dengan pendekatan bersifat kualitatif yaitu menguraikan dan menganalisa mengenai pengaturan hukum nasional penanaman modal asing di bidang batubara. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen atau bahan pustaka, yang didukung dengan wawancara kepada narasumber pada Dirjen Pertambangan Batubara, BKPM dan PT. KPC Kutai Timur. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di satu sisi Indonesia telah menyesuaikan pengaturan PMA dalam bidang batubara, yakni UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dengan prinsip-prinsip GATT/WTO mengenai national treatment dan most favour nations. Demikian pula penerapan demokrasi ekonomi dalam UU No. 4 Tahun 2009, ini telah diterapkan cukup baik melalui pengaturan kewajiban menjaga kedaulatan negara atas pengelolaan dan pengusahaan sumber daya alam. Pemerintah sebagai badan publik sudah tidak lagi bersanding sejajar secara perdata dengan pelaku usaha di dalam kontrak pertambangan. Namun di lain sisi, sesungguhnya UU tersebut telah bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi, karena demokrasi ekonomi menghendaki terpenuhinya hak-hak dasar setiap individu tanpa kecuali, sedangkan ketentuan liberalisasi perdagangan WTO dilandasi oleh pemikiran kapitalisme membatasi hak-hak dasar individu dan hanya mereka yang mampu bersaing dapat menikmati keuntungan dari perdagangan internasional tersebut. ......Indonesia's participation as a member of the World Trade Organization (WTO) legal consequences of its own, such as the obligation to adjust its national legislation with WTO agreements, including the Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) and the General Agreement on Trade in Services (GATS). Establishment of national regulations in the field of investment, as well as coal mining areas, besides not justified contrary to the principles of international trade-related investment that National Treatment and Most Favour Nations, also must not conflict with the principles of economic democracy in Article 33 of the 1945 Constitution. Therefore, for the purposes of this adjustment, need to be investigated how the suitability of the principles of international trade with the principle of equal treatment in terms of foreign direct investment (FDI) in the mining of coal, and how policies and legal arrangements FDI coal fields stipulated in legislation Indonesia. This study uses normative research, descriptive analysis, data analysis with a qualitative approach that describes and analyzes the law setting national foreign investment in the coal fields. The data used are secondary data by means of data collection in the form of study or reference documents, supported by interviews with speakers at the Directorate General of Coal Mining, the Investment Coordinating Agency (BKPM) and PT. KPC East Kutai. Based on the results of this study concluded that on the one hand have to adjust the settings Indonesia FDI in the coal fields, namely Law No. 25 of 2007 on Investment and Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal with the principles of GATT / WTO on national treatment and most favor nations. Similarly, the application of economic democracy in Law No. 4 of 2009, it has been applied quite well through setting an obligation to maintain the sovereignty of the state over the management and utilization of natural resources. Government as a public entity is no longer a civil biting parallel with businesses in the mining contract. But on the other hand, the Act actually been contrary to the principles of economic democracy, because democracy requires the fulfillment of the economic fundamental rights of every individual without exception, while the provisions of the WTO trade liberalization based on the ideas of capitalism restrict the basic rights of individuals and only those who are able to compete can enjoy the benefits of international trade provisions contained in the WTO.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>