Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amara Nindya Achmad Putri
"Perdagangan ilegal satwa liar (PISL) merupakan salah satu bentuk dari kejahatan terhadap satwa liar. Perubahan metode konvensional menjadi lebih modern dalam praktik perdagangan ilegal satwa liar mengakibatkan tantangan lebih serius bagi penegak hukum. Penelitian ini menawarkan ilmu pengetahuan ilmiah untuk menangani kasus-kasus PISL, yaitu menggunakan forensik digital. Forensik digital adalah salah satu model yang dapat digunakan untuk menganalisis temuan digital dalam investigasi kejahatan perdagangan ilegal satwa liar yang telah menggunakan perangkat elektronik sebagai wadah melakukan kejahatan. Penelitian ini menggunakan metode data sekunder melalui riset studi pustaka yang berasal dari artikel jurnal, buku, berita online. Demi kepentingan akademis, studi kasus terkait penanganan kasus penangkapan pelaku perdagangan ilegal satwa liar harimau sumatera menggunakan forensik digital, peneliti memperoleh putusan pengadilan terkait dari tenaga ahli forensik digital. Peneliti menganalisis bagaimana forensik digital dapat digunakan sebagai model yang membantu investigasi kejahatan perdagangan ilegal satwa liar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa forensik digital dapat membantu investigasi kejahatan dalam menemukan bukti digital yang mana berperan besar dalam pengungkapan kasus kejahatan PISL, seperti motif kejahatan, faktor pendorong tindakan kejahatan, dan perencanaan pelaku sehingga mempermudah penyidik dalam melakukan penyelidikan kasus perdagangan ilegal satwa liar.

Illegal wildlife trade (IWT) represents a significant form of wildlife crime. The shift from conventional to more modern methods in illegal wildlife trade practices poses increasingly serious challenges for law enforcement. This research offers scientific knowledge to address IWT cases through the use of digital forensics. Digital forensics is a model that can analyze digital findings in investigations of illegal wildlife trade crimes facilitated through electronic devices. This study employs secondary data methodology via literature reviews from journal articles, books, and online news. For academic purposes, a case study on handling the Sumatran tiger illegal wildlife trade investigation using digital forensics examines expert witness testimonies related to court rulings. The researcher analyzes how digital forensics can assist in investigating wildlife crime, revealing digital evidence crucial in uncovering IWT cases, including crime motives, driving factors, and perpetrator planning, thereby aiding investigators in conducting wildlife crime investigations more effectively."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adly Gilang Kurnia
"Secara global, perangkat Apple terutama iOS memiliki 24.7% smartphone market share. Hal ini reputasi perangkat iOS menjadi perangkat paling aman dibandingkan Android. Hal ini seiring dengan barang bukti yang dominan dalam kasus forensik digital. Tantangan yang dihadapi oleh pemeriksa forensik pada perangkat iOS adalah bagaimana mendapatkan akses kedalam perangkat tersebut. Perangkat iOS yang terkunci memiliki dua kondisi yang berbeda, yaitu After First Unlock (AFU) dan Before First Unlock (BFU). Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui informasi apa saja yang dapat diperoleh pada perangkat iOS yang terkunci. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan akusisi dan analisa terhadap kondisi perangkat terkunci tersebut. Perangkat yang digunakan pada penelitian ini menggunakan iPhone 11 dengan iOS versi 17.4.1 dan menggunakan tools Cellebrite UFED Premium untuk melakukan akuisisi. Hasil akuisisi dari perangkat tersebut didapatkan informasi bahwa pada kondisi BFU jumlah data yang dapat dipulihkan sekitar 61.31% dan pada kondisi AFU sekitar 97.45% dibandingkan dengan akuisisi Full File System (FFS). Pemeriksaan nilai hash menunjukkan integritas data yang sangat baik, yaitu pada BFU 98.57% dan AFU 89.84% memiliki nilai hash yang sama terhadap akuisisi FFS. Hasil dari tahapan pengujian dan analisis dibuatkan alur instruksi kerja yang diharapkan menjadi referensi.

Globally, Apple devices, particularly iOS with a 24.7% smartphone market share, are increasingly encountered as digital forensic evidence. The rank is probably affected by iOS reputation that is the most secure mobile device. This aligns with the dominance of such devices as evidence. A key challenge for forensic examiners with iOS devices is gaining access to them. Locked iOS devices come in two distinct states: After First Unlock (AFU) and Before First Unlock (BFU). Therefore, research is needed to determine the information recoverable from locked iOS devices. This study aims to acquire and analyze data from such locked devices in both AFU and BFU states. An iPhone 11 running iOS 17.4.1 was used for the study, and Cellebrite UFED Premium was employed for data acquisition. The data acquisition process yielded 61.31% files from the BFU device and 97.45% files from the AFU device compared to Full File System (FFS) acquisition result. Hash value verification indicated excellent data integrity, with 98.57% and 89.84% of files in BFU and AFU devices, respectively, matching the hash values obtained from the FFS acquisition. A work instruction flow was made from the examination and analysis results that is expected to be a reference."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denys Putra Alim
"Latar Belakang: Pembuktian identitas jenazah harus secara ilmiah guna memenuhi tanggung jawab profesi dan keadilan hak asasi manusia karena diatur oleh UU Indonesia. Ada potensi tinggi dari tulang sternum untuk menjadi acuan baru identifikasi forensik.
Tujuan: Mengetahui peranan tulang dada dari gambaran CT-scan populasi dewasa untuk proses identifikasi forensik di Indonesia.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan terhadap 95 laki-laki dan 110 perempuan populasi Indonesia yang berusia antara 20-70 tahun dan menjalani pemeriksaan CT scan dada di Departemen Radiologi RSCM secara konsekutif. Data klinis mencakup usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan suku sedangkan data radiologis mencakup skor osifikasi sternum dan iga, morfometrik sternum, dan variasi anatomis xiphoid. Analisis data menggunakan IBM SPSS versi 20.0 dengan uji t tidak berpasangan, korelasi Pearson, dan regresi linear maupun logistik serta kurva AUROC untuk memprediksi luaran penelitian. Semua nilai p < 0,05 dianggap bermakna.
Hasil: Skor total osifikasi tulang dada berkorelasi kuat dengan usia (rs = 0,541) dengan persamaan prediksi usia secara umum = 20,417 + 4,927*LOS (osifikasi iga ujung sternal kiri) + 2,667*LOF (osifikasi iga pertama kiri) + 2,098*FX (fusi xiphisternal) (aR2 = 41,9%, SEE 9,95 tahun). Seluruh parameter morfometrik sternum berhubungan dengan jenis kelamin (p<0,05). Gabungan parameter panjang korpus, lebar sternebra 1, dan indeks sternum memiliki nilai prediksi jenis kelamin sebesar 87,3%. Terdapat korelasi panjang tulang dada dengan tinggi badan (r = 0,712) dengan persamaan tinggi badan = 97,422 + 0,466*CL (panjang sternum) (aR2 = 50,5%, SEE 5,84 cm). Tidak terdapat hubungan antara morfometrik sternum dengan daerah asal suku. Variasi anatomis sternum yang paling langka adalah ujung xiphoid trifid, terdapat suprasternal bones dan iga bifid.
Kesimpulan: Sternum dapat dijadikan acuan untuk identifikasi forensik untuk penentuan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan.

Background: The process of personal identification must be conducted scientifically in order to fulfill the professional responsibility and human rights justice as regulated by the Indonesian Law. There is a high potential for the sternal bone to become a new reference in forensic identification.
Aim: To know the role of sternal bone from CT-scan images of adult population for the forensic identification process in Indonesia.
Method: This cross-sectional study was carried out on 95 males and 110 females of Indonesian population aged between 20-70 years who undergo a chest CT-scan in the Radiology Department of Cipto Mangunkusumo National Hospital, Jakarta consecutively. Clinical data include age, sex, stature, and tribes while radiological data include sternal and rib ossification scores, sternal mrophometrics, and xiphoid anatomical variations. Data were analysed using IBM SPSS version 20.0 with unpaired t-test, Pearson or Spearman correlation test, linear or logistic regression and AUROC to estimate age and height and also determine sex. All p values < 0.05 were considerd statistically significant.
Result: Total ossification score was positively correlated with age (rs = 0.541) with the regression formula for age estimation is 20.417 + 4.927*LOS (ribs ossification at left sternal end) + 2.667*LOF (left first rib ossification) + 2.098*FX (fusion of xiphisternal) which yielded aR2 of 41.9% and SEE 9.95 years. All sternal morphometrics parameters were related to sex determination (p < 0.05). The combination of parameters sternal body length, sternebrae 1 width, and sternal index has a correct gender prediction rate of 87.3%. There is a positive correlation between sternal length and height (r = 0.712) with the regression formula for stature estimation is 97.422 + 0.466*CL (combined sternal length) which yielded aR2 of 50.5% and SEE 5.84 cm. There is no relationship between sternal morphometrics and the origin of tribes. The rarest sternal anatomical variations are trifid xiphoid ends, suprasternal bones, dan bifid ribs.
Conclusion: The sternal bone can be used as a reference for forensic identification in estimating the age and height and also determining sex.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Imanto
"Tindak kejahatan yang sering terjadi pada mata uang kripto salah satunya adalah pencurian aset mata uang melalui serangan dompet mata uang kripto smartphone. Banyak fitur keamanan yang telah diterapkan pada dompet mata uang kripto smartphone, namun berbagai fitur tersebut hanya berperan dalam mencegah terjadinya pencurian. Ketika fitur keamanan berhasil ditembus dan terjadi tindak pencurian, maka perlu mencari cara untuk dapat mendapatkan bukti atau informasi dari pencurian, yang membantu dalam proses forensik digital untuk menemukan pelaku. Penelitian forensik saat ini hanya berfokus pada kejahatan yang melibatkan mata uang kripto, seperti kasus pemerasan, ransomware, dan drugs. Belum terdapat penelitian forensik yang berfokus pada pencurian aset kripto melalui dompet mata uang kripto. Hal ini dikarenakan belum terdapat penelitian berupa penerapan fitur keamanan yang berperan saat setelah kejadian pencurian pada dompet mata uang kripto, dimana fitur keamanan tersebut berfungsi untuk mendapatkan bukti yang berguna dalam membantu proses forensik digital seperti, monitoring dan pelacakan aktivitas pada perangkat atau aplikasi yang digunakan. Ini diduga disebabkan karena penerapan fitur keamanan diatas sangat rentan terhadap pelanggaran privasi pengguna serta perlindungan data pribadi. Kami mengusulkan fitur keamanan pada dompet mata uang kripto smartphone yang dapat digunakan untuk mendapatkan bukti yang berguna dalam membantu proses forensik digital ketika terjadi tindak pencurian, dapat diterima masyarakat serta terhindar dari masalah privasi pengguna dan pelanggaran perlindungan data pribadi. Dalam menentukan kebutuhan fitur keamanan pada dompet mata uang kripto smartphone, kami menganalisis beberapa aspek seperti, forensik pada perangkat sejenis, skenario pencurian dompet mata uang kripto smartphone, serta aspek privasi pengguna dan perlindungan data pribadi. Terdapat 7 requirement yang dibutuhkan dalam penerapan fitur keamanan pada dompet mata uang kripto smartphone yaitu, (1) sistem dapat melakukan pencatatan pada saat transaksi berupa titik koordinat dan rekaman suara devices, (2) sistem dapat melakukan pencatatan pada saat import private key pertama kali berupa titik koordinat, IMEI dan MAC Address devices, (3) sistem selalu aktif dan tidak dapat dimatikan secara paksa, (4) Sistem dapat melakukan pencatatan informasi pada dompet secara tidak terlihat dan tersembunyi, (5) sistem memiliki penyimpanan pencatatan data informasi berupa cloud storage yang dapat menjamin integrity serta enkripsi data yang dikelola oleh wallet provider, (6) sistem dapat mengirimkan hasil pencatatan ke cloud storage, (7) sistem memiliki biometrics security untuk mengakses pencatatan informasi yang disimpan pada cloud storage. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa fitur forensik yang diusulkan dapat diterima baik oleh masyarakat, dimana sebanyak 93,9% responden menginginkan dan merekomendasikan fitur keamanan tersebut. Fitur forensik yang diimplentasikan juga terbukti mampu mencatat data informasi pelaku pencurian berdasarkan skenario pencurian dompet mata uang kripto smartphone yang dapat membantu dalam proses penyelidikan.

One of the crimes that often occur in cryptocurrencies is the theft of currency assets through smartphone cryptocurrency wallet attacks. Many security features have been implemented in smartphone cryptocurrency wallets, but these features only play a role in preventing theft. When the security features are penetrated and theft occurs, it is necessary to find a way to obtain evidence or information from the theft, which helps in the digital forensics process to find the perpetrator. Forensic research currently only focuses on crimes involving cryptocurrencies, such as cases of extortion, ransomware, and drugs. There has been no forensic research focused on theft of crypto assets via cryptocurrency wallets. This is because there has been no research in the form of implementing security features that play a role after the theft incident on cryptocurrency wallets, where these security features function to obtain legal evidence in assisting digital forensic processes such as monitoring and tracking activity on the device or application used. This is allegedly because the implementation of the above security features is very vulnerable to violations of user privacy and personal data protection. We propose a security feature in smartphone cryptocurrency wallets that can be used to obtain legal evidence to assist digital forensics when theft occurs, is acceptable to the public and avoids user privacy problems and violations of personal data protection. In determining the need for security features in smartphone cryptocurrency wallets, we analyze several aspects such as forensics on similar devices, smartphone cryptocurrency wallet theft scenarios, as well as aspects of user privacy and personal data protection. There are 7 requirements needed in implementing security features on smartphone cryptocurrency wallets, namely, (1) the system can record transactions at the time of coordinates and voice recordings of devices, (2) the system can record at the time of importing private keys for the first time in the form of coordinates, IMEI and MAC Address devices, (3) the system is always active and cannot be forcibly turned off, (4) The system can record information on wallets in an invisible and hidden way, (5) the system has storage for recording information data in the form of cloud storage blockchain-based that guarantees the integrity and encryption of data managed by the wallet provider, (6) the system can send recording results to cloud storage, (7) the system has biometrics security to access recorded information stored in cloud storage. The results of this study found that the proposed forensic features were well received by the community, where as many as 93.9% of respondents wanted and recommended these security features. The implemented forensic feature has also been shown to be able to record information on the perpetrators of theft based on smartphone cryptocurrency wallet theft scenarios that can assist in the investigation process."
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library