Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lindayanti
"ABSTRAK
Sektor pertanian pada waktu ini masih memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Jambi. Selain pertanian rakyat, perkebunan juga merupakan usaha yang penting, khususnya perkebunan rakyat: kopi, lada, cengkeh, karet, kelapa, tebu, tembakau, dan teh. Pada waktu ini di antara berbagai tananan keras ini, yang terbanyak dihasilkan oleh Jambi adalah karet.
Luas perkebunan karet rakyat di Jambi pada tahun 1990 adalah 476.859 Ha dengan produksi sebanyak 209.447 ton. Menurut Sensus Pertanian tahun 1983 jumlah petani karet di Jambi adalah 84.495 orang, sedangkan jumlah seluruh petani di Indonesia adalah 881.908 orang.
Selain di Jambi terdapat perkebunan karet rakyat juga di beberapa daerah lain, seperti Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Pada waktu ini karet masih merupakan produk ekspor yang penting bagi propinsi Jambi. Tulisan ini akan mengka,ji proses masuknya karet ke Jambi, sampai men jadi tanaman. rakyat, dan proses perkembangan perkebunan karet rakyat di Jambi selama masa kolonial Belanda.
Perkebunan karet pada dasarnya dapat digolongkan dalam dua kategori, yang dibedakan menurut modal yang ditanamkan, sistem pembayaran kepada penyadap dan pelaksanaan administrasi perkebunan, yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Di Jambi semasa jaman kolonial Belanda hanya terdapat tiga perkebunan besar, yaitu Batanghari, Pondok Meja dan Sungei Bluru, sedangkan jumlah perkebunan rakyat adalah besar sekali.
Dalam suatu proses yang panjang perkembangan perkebunan karet rakyat dari tahun 1906 sampai berakhimya kekuasaan pernerintah Belanda pada tahun 1942, karet merupakan satu faktor yang berhasil meningkatkan ekonomi masyarakat Jambi. Oleh karena itu masa karet dikenal oleh penduduk setempat sebagai masa hujan emas (istilah hujan emas juga dikenal di daerah Palembang). Permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaruh perkebunan karet rakyat terhadap perekonornian masyarakat Jambi.
Tulisan mengenai perkebunan karat rakyat di Jambi sebenarnya sudah pernah dilakukan bersama dengan pembahasan kebun karet rakyat di Palembang oleh A.H.P. Clemens dalam skripsinya 'De Bevolkingsrubbercultuur in Djambi en Palembang Tijdens het Interbellum' (Perkebunan Karet Rakyat.di. Jambi dan Palembang Di Antara Dua Perang Dunia). Clemens membandingkan perkebunan karet rakyat di Jambi dan Palembang dengan perkebunan karet milik orang Eropa dan juga mengkaji bagaimana produsen karet pribumi menanggapai perkembangan harga karet di pasaran dunia dan terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda mengenai masalah yang berkenaan dengan karet rakyat.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peggy Awanti Nila Krisna
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perdagangan hasil dan hutang luar negeri terhadap deforestasi di Indonesia. Data yang digunakan merupakan data sekunder deret waktu selama 1974-2006 dan dianalisis dengan ekonometrika. Model terdiri dari tiga persamaan struktural yang merupakan model rekursif selanjutnya diestimasi dengan metode Seemingly Unrelated Equations (SUR).

The aim of this research is to know the influence of forest products trase and external debt to deforestation in Indonesia. The data used ini our analysis is time series during 1974-2006 periods and analyzed by econometrics. Model consisted of three structural equations representing as recursive model then estimated with the Seemingly Unrelated Equations (SUR) method."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27675
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Djuariah
"Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 menetapkan perlunya kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap DAS dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Namun degradasi hutan akibat berbagai aktlvitas legal maupun ilegal telah menyebabkan laju deforestasi + 2,8 juta ha/tahun selama kurun waktu 1997-2003 (Pusat Informasi Kehutanan, 2005). Di sisi lain pemanfaatan kawasan hutan yang berakibat pada pembukaan lahan hutan bagi kegiatan pertanian dan pernukiman semakin meningkat dengan bertambahnya penduduk. Program rehabilitasi hutan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan telah diwujudkan dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) pada tahun 2003 serta program Hutan Kemasyarakatan (HKm) di luar Jawa dan Pengefolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Pulau Jawa. Upaya rehabilitasi hutan di hutan lindung sebagai safah satu fungsi hutan yang diperuntukkan bagi kepentingan fungsi tata air, di pihak lain juga menjadi tumpuan masyarakat sekitar hutan sebagai sumber pendapatannya. Guna mengintegrasikan kepentingan fungsi tata air dan pemanfaatan kawasan ofeh masyarakat di sekitar hutan lindung, maka permasalahan yang ditemui adalah bagaimana mengimplementasikan paradigma baru pengelolaan hutan berbasis masyarakat di hutan lindung, dengan mencermati perangkat kebijakan yang telah tersedia dan masih dibutuhkan, serta melakukan analisis dart sisi kelayakan proyek. Sehingga penelitian ini ditujukan untuk menganalisis kebijakan yang telah tersedia dan masih dibutuhkan guna mendukung PHBM di hutan lindung dan menilai kelayakan proyek terutama dari aspek kelembagaan dan aspek finansial pembuatan tanaman budidaya kopi yang diusuikan oleh masyarakat sebagai sumber pendapatan, dengan memperhatikan aspek tata air fungsi lindung di kawasan Hutan Lindung RPH Hanjawar Timur I, BKPH Sukanegara Utara, KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Hasil indentifikasi berbagai kebijakan yang terkait dengan pengelolaan hutan lindung bersama masyarakat di Pulau Jawa, menunjukkan ketersediaan program dan peraturan baik di tingkat nasional/pusat, propinsi, dan kabupaten, yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, Perum Perhutani dan Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Peraturan dimaksud meliputi antara lain SK Menteri Kehutanan tentang HKm, Pedoman dan Evaluasl PHBM, Pedoman dan Petunjuk Teknis pengelolaan kawasan lindung dari Perum Perhutani, Pembentukan Kelompok Tani/Nelayan dan Tani/Hutan Propinsi Jawa Barat, Penunjukan Kader PHBM oleh ADM/KKPH Cianjur, dan pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Desa Campaka Mulya. Dari analisis kebijakan dan kelayakan proyek yang dilakukan, ternyata walaupun dari aspek hukum sudah tersedia peraturan yang melandasi kebijakan pengelolaan hutan bersama masyarakat di hutan lindung, namun dalam implementaslnya belum didukung oleh mekanisme perencanaan dan operasional di lapangan yang memadai. Mekanisme perencanaan pengelolaan hutan lindung yang melibatkan masyarakat sekitar hutan tergantung kepada kondisi spesifik di masing-masing lokasi hutan lindung, serta pemahaman masyarakat tentang fungsi lindung yang umumnya terbatas. Kelembagaan untuk mengelola hutan lindung bersama masyarakat yang sudah dibentuk di lokasi penelitian, belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena masih memerlukan peningkatan pemahaman masyarakat. Sehingga upaya penguatan kelerrrbagaan masih diperlukan melalui peningkatan kualitas sosialisasi/pendarnpingan dan perencanaan partisipatif, dengan meningkatkan kualitas penyuluhan dan koordinasi antar lembaga terkait di tingkat operasional. Penyuluhan diperlukan dalam aspek hukum dan aspek Iingkungan yang terkait dengan fungsi tata air. Sejalan dengan hal tersebut koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak terkait seperti dari unsur pemerintahan, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, perlu diupayakan. Berdasarkan aspek finansial dan ekonomi dalarn anallsis biaya manfaat untuk pengusahaan/penahaman tanaman kopi dengan pola tanam wanatani multistrata bersama jenis tanaman semusim (jagung) dan kayu-ka yuan pada hutan lindung di lokasi penelitian, layak untuk dilaksanakan terutama dengan memperhatikan aspek pasar dari harga kopi beras (hasil pengeringan. Dari aspek finansial maupun ekonomi, NPV untuk hasil kopi tanpa pengeringan bernilai positif pada tingkat infasi 7% dan 8%, dengan BCR > 1. Sec angkan dengan proses pengeringan NPV bare bernilai positif dengan BCR > 1 ketika harga kopi beras Rp.12.000, 00 untuk analisis financial dan Rp. 10.000, 00 untuk analisis ekonomi pada kedua tingkat Inflasi. Pengusahaan tanaman kopi mutu/strata bersama tanaman semusim dan kayu-kayuan selain layak secara finansial dan ekonoml, juga dapat mengintegrasikan kepentingan masyarakat dl sekitar hutan lindung dan keberlangsungan fungsi tata air. Kegiatan ini memberi hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan kawasan yang hanya didominasi oleh pohon kayu-kayuan saja, atau sebaliknya terjadi alih guna lahan hutan menjadl lahan pertanlan oleh masyarakat, Pengayaan tanaman di hutan lindung dengan jenis buah-buahan guna meningkatkan pendapatan petani dengan pengolahan tanah yang minimal, dapat pula dilakukan sesual kondisi tanah hutan. Untuk kelestarlan fungsi Iindung, penataan kawasan hutan lindung memerlukan penetapan blok pemanfaatan dengan mempertimbangkan daya dukung kawasan hutan lindung tersebut. Sedangkan dari aspek finansial dan ekonomi diperlukan pula peningkatan informasi pasar kepada petani hutan baik untuk saprodi maupun produksi kopi dan hasil hutan non kayu lalnnya. Dari aspek soslal ekonomi, pemerataan kesempatan kepada warga Dena Campaka Mulya yang belum terlibat dalam pengelolaan hutan lindung, perlu diupayakan melalui sosialisasi dan pendampingan yang melibatkan lembaga desa secara partisipatif guna menghindarkan kecemburuan soslal yang akan mendorong tindakan a sosial."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library