Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anis Mumtaz Atsilah
"Kebutuhan akan internet sebagai layanan komunikasi terus meningkat. Dengan ini, teknologi seluler yang sudah memasuki 5G diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pengguna dalam beberapa hal yang lebih tinggi dari kapasitas 4G. Jaringan radio-optik 5G atau biasa disingkat 5G-RON adalah salah satu skenario yang memungkinkan, yang mengimplementasikan arsitektur jaringan cloud radio access network (C-RAN). Pada jaringan fronthaul, untuk dapat memenuhi kebutuhan delay dan kapasitas, dapat digunakan kabel optik. Teknologi free space optic pada saat ini telah menjadi medium alternatif dari kabel optik untuk dapat memenuhi kebutuan fronthaul pada jaringan 5G. Pada teknologi RoFSO, kualitas transmisi dipengaruhi oleh atmosfer sehingga digunakan teknologi wavelength division multiplexing (WDM) merupakan teknologi yang dapat meningkatkan bandwidth dan bit rate yang besar dalam sebuah jaringan. Pada penelitian ini akan membahas mengenai desain dan menganalisis kinerjanya sistem RoFSO berbasis WDM untuk pengimplementasi jaringan 5G di Kemayoran, Jakarta Pusat, Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan simulasi di aplikasi Optisystem. Simulasi dilakukan menggunakan 4 kanal WDM yang dilakukan pada panjang gelombang 1490 nm, 1510 nm, 1530 nm, dan 1550 nm. Pengujian yang dilakukan menggunakan bit rate 10 Gbps dengan efek meteorologi sebagai nilai atenuasi pada sistem. Selain itu, penelitian ini dilakukan juga untuk dapat melihat pengaruh efek meteorologi terhadap performa sistem. Efek meteorologi yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah kondisi cuaca hujan. Data curah hujan sebagai salah satu efek meteorologi menggunakan data aktual yang diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia pada periode Oktober 2021 hingga Oktober 2022. Kinerja dari sistem akan dianalisis berdasarkan hasil nilai Q-factor dan bit error rate (BER). Hasil simulasi menunjukkan bahwa sinyal yang dikeluarkan pada atenuasi yang tinggi akan menyebabkan jarak transmisi yang lebih terbatas. Penggunaan curah hujan tinggi sebagai atenuasi pada periode satu tahun hanya dapat mencapai jarak 0,8 km. Panjang gelombang juga mempengaruhi kualitas sinyal yang dikeluarkan dikarenakan adanya gangguan yang menurunkan kualitas sinyal.

.The need for the internet as a communication service continues to increase. With this, cellular technology that has entered 5G is expected to be able to meet user needs in several ways that are higher than 4G capacity. 5G radio-optical network or commonly abbreviated as 5G-RON is one possible scenario, which implements a cloud radio access network (C-RAN) network architecture. In fronthaul networks, to be able to meet delay and capacity requirements, optical cables can be used. Today's free space optic technology has become an alternative medium for optical cables to meet fronthaul needs on 5G networks. In RoFSO technology, the quality of transmission is affected by the atmosphere so that wavelength division multiplexing (WDM) technology is used, which is a technology that can increase bandwidth and large bit rates in a network. In this study, we will discuss the design and performance analysis of the WDM-based RoFSO system for implementing 5G networks in Kemayoran, Central Jakarta, Indonesia. This research was conducted by simulating with the Optisystem application. Simulations were carried out using 4 WDM channels at wavelengths of 1490 nm, 1510 nm, 1530 nm and 1550 nm. The tests were carried out using a 10 Gbps bit rate with meteorological effects as the attenuation value on the system. In addition, this research was also conducted to see the effect of meteorology on system performance. The meteorological effects considered in this study are rainy weather conditions. Rainfall data as one of the meteorological effects uses actual data taken from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG), Indonesia for the period October 2021 to October 2022. The performance of the system will be analyzed based on the results of the Q-factor value and bit error rate ( BER). The simulation results show that the signal output at high attenuation will cause a more limited transmission distance. The use of high rainfall as attenuation in a period of one year can only reach a distance of 0.8 km. The wavelength also affects the quality of the signal that is issued due to interference that degrades the quality of the signal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmuthia Oktovioletha
"Free-space merupakan metode pengukuran parameter antena untuk mengetahui konstanta dielektrik suatu bahan, dimana terdapat dua antena pemancar dan penerima saling berhadapan dan sampel berada di antaranya dengan jarak yang sama. Untuk memenuhi pengukuran tersebut, digunakan antena horn yang dapat menghasilkan gain yang tinggi, bandwidth yang lebar, tidak berat, dan mudah dibuat. Pada penelitian ini dilakukan rancang bangun antena horn pada rentang frekuensi X-band dan bandwidth sebesar 4,2 GHz kemudian dilakukan pengaplikasian pada sistem pengukuran free-space dengan melakukan pengujian pada air dan larutan garam. Dari hasil penelitian, penulis telah merancang bangun antena horn dengan bentuk piramida dan pandu gelombang segiempat. Adapun bandwidth yang didapatkan dari simulasi sebesar 4,41 GHz pada rentang frekuensi 7,27-11,68 GHz dan gain sebesar 15,76 dBi, sedangkan dari pengukuran sebesar 2,71 GHz pada antena horn 1 dan 3,44 GHz pada antena horn 2. Dari hasil pengujian, didapatkan konstanta dielektrik air dan larutan garam sebesar 2,19 dan 2,22 pada pengujian pertama, serta 3,69 dan 3,94 pada pengujian kedua, dimana hasil ini belum sesuai atau mendekati konstanta dielektrik referensi sehingga membuktikan bahwa sistem belum dapat mendeteksi dan membedakan air dan larutan garam. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dan pengembangan di beberapa bagian agar mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Free-space is a method of measuring antenna parameters to determine the dielectric constant of a material, where there are two transmitting and receiving antennas facing each other and the sample is between them with the same distance. To fulfill these measurements, a horn antenna is used that can produce high gain, wide bandwidth, is not heavy, and is easy to make. In this research, a horn antenna is designed in the X-band frequency range and bandwidth of 4.2 GHz and then applied to a free-space measurement system by testing water and salt solution. From the research results, the author has designed a horn antenna with a pyramid shape and a rectangular waveguide. The bandwidth obtained from simulation is 4.41 GHz in the frequency range of 7.27-11.68 GHz and a gain of 15.76 dBi, while from measurements it is 2.71 GHz on horn antenna 1 and 3.44 GHz on horn antenna 2. From the test results, the dielectric constant of water and salt solution is 2.19 and 2.22 in the first test, and 3.69 and 3.94 in the second test, where these results do not match or approach the reference dielectric constant, proving that the system cannot detect and distinguish water and salt solution. Therefore, improvements and developments are needed in several parts in order to get more accurate results."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Murdika
"Perkembangan teknologi multimedia saat ini, mendorong peningkatan kebutuhan bandwidth dan kecepatan transfer yang tinggi. Kemudahan instalasi dan media komunikasi yang fleksibel menjadi syarat dalam mengakomodasi perkembangan tersebut. Pilihan teknologi yang ada misalnya broadband nirkabel, namun penelitian saat ini banyak yang mengembangkan teknologi menggunakan cahaya yang ditransmisikan dalam ruang bebas yang dikenal sebagai Free Space Optical Communications atau FSOC.
FSOC adalah teknologi line-of-sight yang menggunakan cahaya yang dipancarkan dalam ruang bebas. Keuntungan teknologi FSOC, yaitu tidak membutuhkan media waveguide, sehingga fleksibilitasnya tinggi, dan bandwidth tinggi serta biaya lebih ekonomis dan tanpa perlu lisensi spektrum dibandingkan media transmisi lain. Namun, kelemahan teknologi FSOC ini membutuhkan sumber cahaya berdaya tinggi untuk mengompensasi penyerapan dan hamburan yang terjadi pada medium propagasi. Sumber cahaya optik seperti laser/LED berdaya tinggi yang ada masih terbatas sehingga peralatan tersebut menjadi mahal.
Pada penelitian ini, untuk mengantisipasi kebutuhan laser berdaya tinggi, diusulkan menggabungkan beberapa laser berdaya rendah yang lebih ekonomis namun berdaya guna tinggi jika digabungkan. Diharapkan dari penggabungan ini diperoleh sumber cahaya koheren, kontinyu dan berdaya tinggi. Superposisi dua cahaya laser yang berbeda wavelength memunculkan masalah beat frekuensi yang tidak diharapkan. Karenanya dilakukan pengaturan terhadap polarisasi untuk meminimalisasi efek beat frekuensi tersebut. Input cahaya laser digabungkan sesuai metode superposisi menggunakan coupler dan dihubungkan pada fiber optik menuju beam expander pada sisi kirim. Selanjutnya menganalisa beat frekuensi dan beat polarisasi serta pengaruhnya terhadap maksimum modulationrate. Sumber cahaya laser berdaya tinggi tersebut berpotensi besar sebagai sumber cahaya optik pada sistem Terrestrial Free Space Optical Communications.

Recent development of multimedia technology, present demand on higher bandwidth and faster transfer rate is increasing. Furthermore, ease of installation and flexibility of communication medium to accommodate network topology change, add complexities to the solution of the aforementioned requirements. Although broadband wireless communication has been taken as an option, recent works also reveal the implementation possibility of transmitting lights in a free space for data communication, which is widely known as Free Space Optical Communications (FSOC).
FSOC is a line-of-sight technology utilizing lights as communication media traversed in a free space. This technology does not require a waveguide medium, hence it has a higher flexibility with higher bandwidth. In addition, no special license to secure the frequency spectrum is required as applies to other wireless technology. On the other hand, a high power supply is necessary for the light source to compensate absorption and dispersion during light transmission, which leads to higher cost of building such system. This remains a research challenge to develop a high power yet cost-effective light source.
In this research, we propose a new approach in building a high power laser source by combining several low power and inexpensive laser sources. It is expected that a coherent, continuous and high power laser source can be realized from this combination. Superposition of two different wavelength laser light raises the issue of the beat frequency is not expected. Therefore made polarization arrangements to minimize the effect of the beat frequency. Input lasers are combined according to superposition method using coupler and then connected through a fiber optic link to beam expander at the sending end. Beat frequency and beat polarization are then analyzed to investigate their effects to maximum modulation rate. The obtained high power laser can then be utilized as a light source for a terrestrial free-space optical communications.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30078
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Syadzwina Effendi
"Serat optik merupakan teknologi media transmisi yang dapat memenuhi permintaan fronthaul pada jaringan 5G. Serat optik mampu menawarkan bandwidth yang tinggi, kapasitas yang besar, kecepatan transmisi yang tinggi dan bebas dari interferensi gelombang elektromagnetik. Akan tetapi, penggelaran infrastruktur serat optik sering kali terhalang oleh perizinan serta biaya yang tinggi. Sehingga untuk mengatasi keterbatasan ini, penggunaan teknologi hybrid Radio over Fiber (RoF) dengan Radio over Free Space Optic (RoFSO) dapat menjadi solusi untuk menjangkau pengguna didaerah perkotaan, dimana pemasangan serat optik membutuhkan biaya yang tinggi. Pada penelitian ini dilakukan simulasi hybrid RoF-RoFSO pada frekuensi mmWave 26 GHz dengan memperhitungkan nilai redaman atmosfer yang timbul akibat adanya efek meteorologi. Simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak Optiwave Optisystem dengan skema modulasi QPSK, 16-QAM, dan 64-QAM serta variasi jarak transmisi pada FSO. Efek meteorologi yang diperhitungkan pada penelitian ini adalah hujan serta kabut asap dan debu yang merupakan faktor utama penyebab penurunan kualitas sinyal dalam komunikasi free space optic (FSO) di wilayah tropis. Data efek meteorologi yang digunakan merupakan data aktual yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia pada periode Maret 2022 hingga Mei 2022. Kinerja sistem akan dievaluasi berdasarkan nilai bit error rate (BER) dan error vector magnitude (EVM). Hasil simulasi menunjukkan bahwa redaman akibat curah hujan yang tinggi, menjadi penyebab utama penurunan kualitas sinyal pada sistem hybrid RoF-RoFSO dan membatasi jarak transmisi pada link FSO. Curah hujan tertinggi yang terjadi pada bulan April 2022, menyebabkan terbatasnya jarak transmisi pada link FSO, dimana jarak maksimum transmisi FSO adalah 600 m dengan menggunakan skema modulasi QPSK dan 16-QAM, sedangkan untuk skema modulasi 64-QAM jarak maksimum transmisinya adalah 500 m. Sementara, nilai redaman yang diakibatkan oleh kondisi berkabut dan berdebu dapat menjangkau jarak transmisi FSO hingga 1000 m untuk ketiga skema modulasi yang digunakan.

Fiber optic is a transmission media technology that can fulfill fronthaul demand for 5G network. Fiber optic is able to offer high bandwidth, high capacity, fast transmission and free from electromagnetic interference. However, deployment of fiber optic infrastructure is often hindered bby licensing and high costs. So to overcome this limitation, hybriding Radio over Fiber (RoF) with Radio over Free Space Optic (RoFSO) can be a potential solution to reach users in urban areas, where fiber optic installation requires high costs. In this research, a hybrid RoF-RoFSO is simulated using mmWave frequency of 26 GHz by taking into account the value of atmospheric attenuation arising from meteorological effects. Simulations were performed using Optiwave Optisystem software with QPSK, 16-QAM, and 64-QAM modulation schemes as well as variations in transmission distance on FSO. Meteorological effects that are taken into account in this study are rain, smog and dust which are the main factors causing the signal quality degradation in free space optical (FSO) communication in the tropics region. Meteorological data used are actual data obtained from the Indonesian Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG) for the period March 2022 to May 2022. System performance will be evaluated based on the bit error rate (BER) and error vector magnitude (EVM). The simulation results show that attenuation due to high rainfall is the main cause of signal quality degradation in the RoF-RoFSO hybrid system and limits the transmission distance on the FSO link, where the maximum FSO transmission distance is 600 m if using the QPSK and 16-QAM modulation schemes, while for the 64-QAM modulation scheme the maximum transmission distance is 500 m. Meanwhile, the attenuation value caused by haze conditions can reach the FSO transmission distance of up to 1000 m for the three modulation schemes used."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haldorai, Anandakumar
"This book highlights the need for an efficient Handover Decision (HD) mechanism to perform switches from one network to another and to provide unified and continuous mobile services that include seamless connectivity and ubiquitous service access. The author shows how the HD involves efficiently combining handover initiation and network selection process. The author describes how the network selection decision is a challenging task that is a central component to making HD for any mobile user in a heterogeneous environment that involves a number of static and dynamic parameters. The author also discusses prevailing technical challenges like Dynamic Spectrum Allocation (DSA) methods, spectrum sensing, cooperative communications, cognitive network architecture protocol design, cognitive network security challenges and dynamic adaptation algorithms for cognitive system and the evolving behavior of systems in general. The book allows the reader to optimize the sensing time for maximizing the spectrum utilization, improve the lifetime of the cognitive radio network (CRN) using active scan spectrum sensing techniques, analyze energy efficiency of CRN, find a secondary user spectrum allocation, perform dynamic handovers, and use efficient data communication in the cognitive networks.
Identifies energy efficient spectrum sensing techniques for Cooperative Cognitive Radio Networks (CRN);
Shows how to maximize the energy capacity by minimizing the outage probability;
Features end-of-chapter summaries, performance measures, and case studies."
Switzerland: Springer Nature, 2019
e20509061
eBooks  Universitas Indonesia Library