Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 2 Document(s) match with the query
cover
Nasution, Zainuddin
"Perkembangan penalaran moral ditentukan oleh banyak faktor antara lain faktor lingkungan keluarga dan sekolah. Dalam lingkungan keluarga, proses pengasuhan khususnya ayah berperan dalam perkembangan penalaran moral remaja. Begitu juga dalam lingkungan sekolah, teman sebaya memiliki andil yang cukup berarti. Berkaitan dengan peran orangtua, secara tradisional pengasuhan dalam arti mendidik dan membesarkan anak lebih dibebankan kepada ibu. Peran ayah lebih dikaitkan dengan peran sehagai pendukung ekonomi yang membutuhkan keterampilan intelektual (Phares, 1996) sehingga keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak tidak mendalam. Sesuai dengan perkembangan zaman jumlah wanita yang bekerja meningkat, ayah pun mulai dituntut untuk terlibat dalam pengasuhan anak.
Penelitian ini mengenai perkembangan penalaran moral remaja dikaitkan dengan peran ayah dan peran teman sebaya. Tujuan penelitian ini adalah (1) membuktikan apakah ayah berperan dalam pencapaian tahap penalaran moral remaja (2) membuktikan apakah teman sebaya berperan dalam pencapaian tahap penalaran moral remaja dan (3) membuktikan apakah ayah dan teman sebaya secara bersama-sama berperan dalam pencapaian tahap penalaran moral remaja.
Sampel penelitian ini adalah 160 siswa SMA Lab. School Rawamangun Jakarta kelas II tahun ajaran 2004/2005. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner persepsi remaja terhadap peran ayah yang disusun berdasarkan dimensi pengasuhan yang dikembangkan oleh Barber. Alat ukur lain adalah kuesioner persepsi remaja terhadap peran teman sebaya berdasarkan dimensi kelekatan remaja dengan teman sebaya dari Armsden & Greensberg. Untuk mengukur tahap penalaran moral remaja digunakan Defining Issues Test (DIT) yang dikembangkan oleh Rest. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi dan regresi.
Hasil penelitian menunjukkan ballwa peran ayah dan peran teman sebaya menunjukkan tidak ada hubungannya dengan perkembangan penalaran moral remaja. Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori mungkin disebabkan peran ayah khususnya di Indonesia memang tidak sebesar di negara Barat, walaupun ayah ikut terlibat dalam kegiatan rumah tangga namun umumnya masih berpegang pada norma-norma mengenai pembagian kerja. Selain itu alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Meskipun demikian, orangtua terutama ayah perlu juga memperhatikan hal seperti yang dikatakan dalam berbagai tinjauan teoritis bahwa ayah yang berperan aktif dalam pengasuhan remaja akan mengurangi terjadinya ketimpangan dalam pertumbuhan remaja tersebut khususnya perkembangan penalaran moral.
Saran utama yang diajukan sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perkembangan penalaran moral remaja agar didapatkan gambaran faktor-faktor lain yang ikut memberikan kontribusi. Saran juga ditujukan kepada keluarga, sekolah, dan praktisi pendidikan sehingga memiliki gambaran dalam rangka melakukan pembinanan terhadap moral remaja."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widayatri Sekka Udaranti
"Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Papalia & Olds, 1998). Pada masa ini terjadi banyak perubahan. Remaja membutuhkan penyesuaian terhadap perubahan tersebut. Penyesuaian terhadap perubahan yang dialami oleh remaja pada umumnya, juga terjadi pada remaja yang mengalami keterbatasan penglihatan atau yang biasa disebut tuna-netra. Huurre dan Aro (1998) menyebutkan bahwa remaja tuna netra tidak hanya menghadapi tantangan perkembangan yang umum terjadi tetapi juga ditambah tantangan berkaitan dengan keterbatasan fisik yang dimiliki.
Dengan berbagai masalah dan tantangan yang dialami, sedikit banyak juga berpengaruh terhadap kehidupan akademis remaja tuna netra (Chess dan Thomas, 1987). Ini akan dirasakan semakin sulit mengingat pada masa remaja, mereka sudah memasuki sekolah tingkat menengah di mana pelajaran sudah semakin kompleks.
Berkaitan dengan kehidupan akademis, salah satu hal yang panting adalah mengembangkan keterlibatan dalam tugas-tugas akademis (academic engagement). Keterlibatan akademis tersebut, seringkali dikaitkan dengan dukungan orang-orang di sekitar remaja. Salah satu konsep yang menjelaskan mengenai hubungan yang dekat dengan orang-orang yang signifikan (significant others) adalah konsep kelekatan (attachment). Kelekatan didefinisikan sebagai ikatan afeksional antara individu dengan orang-orang yang signifikan baginya (Cotterell, 1992).
Peneliti bermaksud meninjau sumbangan kelekatan dengan orang tua, guru, dan teman terhadap keterlibatan akademis pada remaja tuna netra yang duduk di sekolah menengah.
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa tuna netra berusia 13-19 tahun yang duduk di tingkat sekolah menengah. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling, yaitu mengambil sampel yang sudah tersedia (Kerlinger & Lee, 2000). Subyek diperoleh dari tiga SLB-A yaitu dari SLB-A Negeri Pembina Tingkat Nasional Lebak Bulus Jakarta, PSBN Tan Miyat Bekasi, dan SLB-A Negeri Pajajaran Bandung.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kelekatan dengan orangtua, guru, dan teman adalah modifikasi Inventory of Parent and Peer Attachment yang dikembangkan oleh Aiifssden dan Greenberg (dalam Cotterell, 1992), ditambah dengan skala untuk mengukur kelekatan dengan guru. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur keterlibatan akademis adalah modifikasi instrumen RAPS-S (Research Assessment Package for Schools-Student Report) yang dikembangkan oleh Institute for Research and Reform in Education (1998), khusus pada domain yang mengukur keterlibatan akademis.
Adapun kesimpulan yang diperoleh dan analisis penelitian ini adalah :
1. Kelekatan dengan orangtua, guru, dan teman, secara bersama-sama memberikan sumbangan bermakna terhadap keterlibatan akademis remaja tuna netra yang berada di sekolah menengah.
2. Kelekatan dengan orangtua memberikan sumbangan bermakna terhadap keterlibatan akademis remaja tuna netra yang berada di sekolah menengah.
3. Kelekatan dengan guru tidak memberikan sumbangan bermakna terhadap keterlibatan akademis remaja tuna netra yang berada di sekolah menengah.
4. Kelekatan dengan teman memberikan sumbangan bermakna terhadap keterlibatan akademis remaja tuna netra yang berada di sekolah menengah.
Berdasarkan adanya berbagai keterbatasan dalam penyelesaian penelitian ini, diajukan beberapa saran. Pertama, ada baiknya apabila dilakukan penelitian sejenis dengan memperluas daerah pengambilan sampel. Kedua, penelitian ini dapat dikatakan sebagai salah satu penelitian awal yang berusaha mendapatkan gambaran umum tentang kaitan kelekatan dan keterlibatan akademis remaja tuna netra. Selanjutnya, perlu diadakan penelitian kualitatif yang rnenggali lebih mendalam kualitas kelekatan remaja tuna netra serta perannya dalam keterlibatan akademis. Saran ketiga berkaitan dengan perlu adanya usaha mengembangkan kelekatan orangtua dengan individu tuna netra sejak dini. Saran keempat mengenai perlunya pendidik mengupayakan terbinanya hubungan yang berkualitas antara remaja tuna netra dengan teman-temannya. Saran terakhir berkenaan dengan perlunya penelitian lanjutan yang secara khusus meninjau peran guru bagi remaja tuna netra di sekolah menengah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library