Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Sagung Seto, 2018
616.849 8 PAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Masreni R.
"Tingkat stres pada mahasiswa dapat mempengaruhi kualitas tidur dan dapat mempengaruhi munculnya gangguan tidur. Penelitian ini membahas mengenai hubungan tingkat stres dengan gangguan tidur pada mahasiswa tingkat akhir FIK UI. Penelitian menggunakan desain deskriptif korelatif. Sampel berjumlah 70 mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan angkatan 2011. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Responden mengisi kuesioner berupa data demografi, 20 pernyataan kuesioner tingkat stres, dan 7 pertanyaan mengenai tidur SMH Questionnarie.
Melalui hasil analisis chi square menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat stres dengan gangguan tidur (p value 0,018; α 0,05). Hasil menunjukkan mahasiswa dengan tingkat stres sedang dan mengalami gangguan tidur (67,6%); mahasiswa dengan tingkat stres ringan dan mengalami gangguan tidur (36,4%). Rekomendasi yang dapat dilakukan oleh perawat pada mahasiswa adalah melakukan manajemen stres dan meningkatkan kualitas tidur.

This study used descriptive correlative design which anime to identify the relationship between stress levels and sleep disturbance in college students. This research was using sample amounted 70 students come from Faculty of Nursing University of Indonesia. Researcher also used simple random sampling. Respondents were given questionnaires which was consists of 3 statements about demographic data, 20 statements about the level of stress, and 7 statements of sleep disturbance SMH questionnaires.
The result showed there was bound relationship between stress levels and sleep disturbance (p value 0,018; α 0,05). Result showed students with moderate levels of stress and the incidence of sleep disturbance (67,6%); and students with mild stress levels and the incidence of sleep disturbance (36,4%). The recommendations can be done by nurses is performing management of stress and improve the quality of sleep.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S64732
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha
"Latar belakang: Penggunaan internet meningkat terutama dengan adanya pandemik COVID-19 yang terjadi, hal ini berkontribusi terhadap kejadian adiksi internet. Usia remaja dan dewasa muda, sepertinya usia seorang mahasiswa, merupakan populasi paling rentan terhadap penggunaan internet dan adiksi internet. Adiksi internet sering juga dihubungkan dengan beberapa aspek psikologis, salah satunya yang akan dibahas pada penelitian ini, merupakan kualitas tidur. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan metode analitik observasional. Data penelitian didapat dengan menyebarkan kuesioner daring menggunakan Google Forms, berisi lembar informed consent, kuesioner data demografik, Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), dan Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI). Kuesioner disebarkan melalui sosial media kepada populasi target. Kemudian data yang didapat dilakukan uji statistik menggunakan program SPSS, untuk menemukan hubungan antara masalah adiksi internet dan gangguan tidur. Hasil: Dari 282 responden penelitian yang merupakan mahasiswa FKUI tahap akademik, ditemukan prevalensi adiksi internet yaitu 23,40% (n=66), dan prevalensi gangguan tidur yaitu 45,39% (n=128). Hubungan dari variabel adiksi internet dan gangguan tidur diuji menggunakan uji Kai-Kuadrat dan ditemukan hubungan signifikan (Nilai p 0,000 (<0,05)). Dari 66 populasi adiksi internet, 46 juga mengalami gangguan tidur. Selain itu, dilakukan juga uji korelasi antara faktor demografik dan pola penggunaan internet terhadap gangguan tidur, menggunakan uji Spearman. Hasil uji korelasi tidak ditemukan hubungan signifikan (Nilai p<0,05). Mahasiswa FKUI cenderung menggunakan internet untuk media sosial (63,48%) dibandingkan dengan pembelajaran (20,92%). Kesimpulan: Ditemukan hubungan bermakna antara adiksi internet dan gangguan tidur pada mahasiswa
Background: Internet usage has increased during the ongoing COVID-19 pandemic, this has contributed to the incidence of internet addiction. Adolescents and young adults are the population most vulnerable population to internet use and internet addiction. Several psychological aspects are often related to internet addiction, one of which will be discussed in this study is sleep quality. Methods: The study that was conducted is a observational analysis cross-sectional design. The data in this research was obtained by distributing an online questionnaire using Google Forms, containing an informed consent sheet, a demographic data questionnaire, the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), and the Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI). The questionnaire was distributed via social media to the target population. Then the data obtained were statistically tested using the SPSS program, to find the relationship between internet addiction problems and sleep disorders. Results: In a total of 282 respondents from Pre-Clinical students of the Faculty of Medicine, University of Indonesia, it was found that the prevalence of internet addiction was 23.40% (n=66), and the prevalence of sleep disorders was 45.39% (n=128). The relationship between internet addiction and sleep disorders was tested using the Chi-Square test and a significant relationship was found (p-value 0.000 (<0.05)). Of the 66 respondents with internet addiction, 46 also experience sleep disorders. In addition, a correlation test was also conducted between demographic factors and internet usage patterns on sleep disorders, using the Spearman test. Correlation test found no significant relationship (p-value <0.05). FKUI students use the internet for social media (63.48%) compared to learning (20.92%). Conclusion: There is significant relationship between internet addiction and sleep disorders among university students."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Cheng
"Tidur adalah hal yang penting bagi anak karena terjadi peningkatan aktivitas susunan saraf pusat tertentu untuk memberikan efek fisiologis bagi tubuh. Banyak faktor yang menyebabkan gangguan tidur, salah satu yang dapat dimodifikasi adalah faktor nutrisi. Aspek nutrisi yang diperkirakan berkaitan adalah status gizi, asupan besi, dan asupan magnesium. Status gizi merupakan parameter secara umum keseimbangan antara derajat kebutuhan fisik anak terhadap nutrien. Besi dan magnesium berhubungan karena mempengaruhi substansi yang berperan dalam pengaturan fisiologi tidur.
Penelitian ini merupakan studi observasi-analitik untuk melihat hubungan antara status gizi, asupan besi, dan asupan magnesium dengan gangguan tidur pada anak usia 5-7 tahun dengan metode cross-sectional dari data sekunder pada anak-anak di Posyandu Kampung Melayu, berupa status antopometri, asupan besi, asupan magnesium, dan skor gangguan tidur dengan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC). Gangguan tidur dinyatakan bila skor SDSC melewati angka 39. Prevalensi anak yang mengalami gangguan tidur pada penelitian ini adalah 23,1 %.
Pada uji chi-square untuk hubungan indeks Berat Badan/Umur dan Tinggi Badan/Umur dengan gangguan tidur didapatkan p>0,05 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan berbeda bermakna secara statistik. Pada uji chi-square untuk hubungan asupan besi dan magnesium dengan gangguan tidur, didapatkan p>0,05 yang menandakan tidak terdapat hubungan berbeda bermakna secara statistik.

Sleep is esential for children because there is enhancement of neural system activities that give physiologic effects for the body. There are several factors that relate with sleep disturbances, which one of the modifiable factor is nutrition. Nutritional status, iron intake, and magnesium intake are examples of nutrition that are believed to have relation. Nutritional status represents the balance between nutritional intake and expenditure. Iron and magnesium are micronutrients that have relation to the substance that regulate ssleep mechanism.
This study is an observational-analysis study to examine the contribution of nutritional status, iron intake, and magnesium intake to the sleep disturbance in age five to seven children, was conducted with the cross-sectional method to the secondary data of children in Posyandu Kampung Melayu. Data include nutritional status, iron intake, magnesium intake, and sleep disturbance diagnosed with the Sleep Disturbance Scale for Children. The cut-off point to identify the disturbance is 39. Prevalence of children that have sleep disturbance is 23,1 %.
In the chi-square analysis to determine the relation between Body Weight on Age, Height on Age and the sleep disturbance, the p value is more than 0,05 that explains statistically no relation. In the chi-square analysis to determine the relation between iron intake and magnesium intake to sleep disturbance, the p value is more than 0,05 that also defines statistically there is no relation between those variables.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Devita Harmoniati
"[ABSTRAK
Latar belakang: Gangguan tidur adalah kumpulan kondisi yang ditandai dengan gangguan jumlah, kualitas, atau waktu tidur. Dampaknya adalah gangguan belajar, memori, perubahan mood, perilaku, dan kesulitan mempertahankan perhatian. Data intervensi Sleep Hygiene di Indonesia belum tersedia.
Tujuan: Untuk mengetahui: (1) prevalens dan gambaran gangguan tidur, (2) pengaruh intervensi Sleep Hygiene pada keluhan mengantuk, mood, kesulitan bangun, dan durasi tidur, (3) pengaruh intervensi terhadap nilai SDSC dan PDSS.
Metode: Penelitian quasi eksperimental di 3 SDN di Jakarta Pusat pada bulan Mei-Juni 2015. Skrining gangguan tidur menggunakan Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) dan Pediatric Daytime Sleepiness Scale (PDSS). Murid dengan gangguan tidur dimintakan persetujuan intervensi selama 8 minggu. Evaluasi dengan kuesioner SDSC dan PDSS.
Hasil: Prevalens gangguan tidur 25,1%. Gambaran gangguan tidur yaitu Disorder of initiating and maintaining sleep (DIMS) 61,5%, Sleep wake transition disorder (SWTD) 61,5%, Disorder of excessive somnolence (DOES) 55,4%, dan Disorder of arousal (DA) 51,5%. Terdapat perbaikan keluhan mengantuk, perubahan mood, dan kesulitan bangun pagi. Terdapat penurunan nilai SDSC pre dan post intervensi (p < 0,001).
Kesimpulan: Prevalens gangguan tidur anak usia sekolah 25,1%. Dampak intervensi sleep hygiene yaitu perbaikan keluhan mengantuk, perubahan mood, dan kesulitan bangun pagi. Terdapat perbedaan bermakan nilai SDSC pre dan post intervensi.
ABSTRACT
Background: Sleep disorder is a condition characterized by disorder of amount, quality, or duration of sleep. Its impacts are difficulties in learning, memory, mood, behavior, and attention. No data of sleep hygiene intervention in Indonesia.
Objectives: To evaluate: (1) prevalence and description of sleep disorder in school age children, (2) impact of intervention on daytime sleepiness, mood, difficulty waking up, and duration of sleep, (3) impact of intervention on SDSC and PDSS score.
Methods: A quasi experiment study in 3 elementary school in Central Jakarta on Mei-June 2015. Screening of sleep disorder used the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) and the Pediatric Daytime Sleepiness Scale (PDSS). Students with sleep disorder followed intervention for 8 weeks. Evaluation used SDSC and PDSS.
Results: There were 25.1% subjects with sleep disorders, consisting of Disorder of initiating and maintaining sleep (DIMS) 61.5%, Sleep wake transition disorder (SWTD) 61.5%, Disorder of excessive somnolence (DOES) 55.4%, and Disorder of arousal (DA) 51.5%. There were improvements in daytime sleepiness, mood, difficulty waking up, and the SDSC score.
Conclusions: Sleep disorder prevalence in school age children is 25.1%. Sleep hygiene intervention shows improvement in daytime sleepiness, mood, difficulty waking up, and significant improvement of the SDSC score.;Background: Sleep disorder is a condition characterized by disorder of amount, quality, or duration of sleep. Its impacts are difficulties in learning, memory, mood, behavior, and attention. No data of sleep hygiene intervention in Indonesia.
Objectives: To evaluate: (1) prevalence and description of sleep disorder in school age children, (2) impact of intervention on daytime sleepiness, mood, difficulty waking up, and duration of sleep, (3) impact of intervention on SDSC and PDSS score.
Methods: A quasi experiment study in 3 elementary school in Central Jakarta on Mei-June 2015. Screening of sleep disorder used the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) and the Pediatric Daytime Sleepiness Scale (PDSS). Students with sleep disorder followed intervention for 8 weeks. Evaluation used SDSC and PDSS.
Results: There were 25.1% subjects with sleep disorders, consisting of Disorder of initiating and maintaining sleep (DIMS) 61.5%, Sleep wake transition disorder (SWTD) 61.5%, Disorder of excessive somnolence (DOES) 55.4%, and Disorder of arousal (DA) 51.5%. There were improvements in daytime sleepiness, mood, difficulty waking up, and the SDSC score.
Conclusions: Sleep disorder prevalence in school age children is 25.1%. Sleep hygiene intervention shows improvement in daytime sleepiness, mood, difficulty waking up, and significant improvement of the SDSC score., Background: Sleep disorder is a condition characterized by disorder of amount, quality, or duration of sleep. Its impacts are difficulties in learning, memory, mood, behavior, and attention. No data of sleep hygiene intervention in Indonesia.
Objectives: To evaluate: (1) prevalence and description of sleep disorder in school age children, (2) impact of intervention on daytime sleepiness, mood, difficulty waking up, and duration of sleep, (3) impact of intervention on SDSC and PDSS score.
Methods: A quasi experiment study in 3 elementary school in Central Jakarta on Mei-June 2015. Screening of sleep disorder used the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) and the Pediatric Daytime Sleepiness Scale (PDSS). Students with sleep disorder followed intervention for 8 weeks. Evaluation used SDSC and PDSS.
Results: There were 25.1% subjects with sleep disorders, consisting of Disorder of initiating and maintaining sleep (DIMS) 61.5%, Sleep wake transition disorder (SWTD) 61.5%, Disorder of excessive somnolence (DOES) 55.4%, and Disorder of arousal (DA) 51.5%. There were improvements in daytime sleepiness, mood, difficulty waking up, and the SDSC score.
Conclusions: Sleep disorder prevalence in school age children is 25.1%. Sleep hygiene intervention shows improvement in daytime sleepiness, mood, difficulty waking up, and significant improvement of the SDSC score.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Nuraini
"Pada pasien pasca operasi, masalah sulit tidur merupakan masalah yang sering terjadi. Umumnya hal ini disebabkan karena nyeri (Kozier et all, 1995). Di Indonesia data tentang gangguan tidur pasca operasi belum ada, sehingga gambaran pasti tentang hal tersebut tidak diketahui. Hal ini mungkin disebabkan gangguan tidur tidak menjadi perhatian utama, sedangkan fungsi dari tidur adalah untuk sintesis pemulihan dan perilaku, waktu perbaikan tubuh dan otak (Kozier, et all, 1995).
Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan gangguan pola tidur pada pasien 2-11 hari pasca operasi dan tindakan yang sudah dilakukan pasien agar dapat memenuhi kebutuhan tidur. Penelitian ini menggunakan desain eksploratif yang dilakukan pada 50 orang pasien 2-11 hari pasca operasi di Instalasi Rawat Inap lantai 3,4,5 dan ruang rawat E-RIA RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Selain itu, penelitian ini mengacu pada "The SMH Sleep Questionnaire" dengan skala 1-5, 1 untuk nilai terburuk dan 5 untuk nilai terbaik.
Dari penelitian ini didapatkan hasil pada pasien dewasa awal (18-30 tahun): kesulitan untuk memulai tidur ("initial insomnia") dengan nilai 3,6, standar deviasi 1,4 dan untuk memulai tidur pasien perlu waktu rata-rata 1 jam 36 menit. Pada saat tidur pasien terbangun sekitar 2,7 kali; pasien yang terbangun dan sulit tidur kembali sebanyak 44 %; kualitas tidur rata-rata 3,35, standar deviasi 0,82. Jumlah jam tidur pads malam hari 6 jam 9 menit dan siang hari 1 jam 21 menit. Penyebab gangguan tidur umumnya berasal dari nyeri 34,5%, takut penyakit berulang 17,24%, cemas tidak kembali normal 10,34%, tindakan perawat 10,34%, demam 2% dan lain-lain (batuk, cemas pada keluarga di rumah, hujan, sulit ubah posisi dan sulit buang air) 27,58%.
Sedangkan pada pasien dewasa menengah (31-60 tahun) didapatkan hasil: kesulitan untuk memulai tidur ("initial insomnia") dengan nilai 3,41, standar deviasi 1,2 dan untuk memulai tidur pasien perlu waktu rata-rata 1 jam 7 menit. Pada saat tidur pasien terbangun sekitar 2,5 kali; pasien yang terbangun dan sulit tidur kembali sebanyak 40.62 %; kualitas tidur rata-rata 3, standar deviasi 0,92. Jumlah jam tidur pada malam hari 5 jam dan siang hari 50 menit. Penyebab gangguan tidur umumnya berasal dari nyeri 32,8%, takut penyakit berulang 15,52%, cemas tidak kembali normal 15,5%, tindakan perawat 3,5%, pusing 5,2%, demam 5,2%, dan lain-lain (sesak nafa.s, berkeringat, buang air kecil, perut kembung, pasien lain teriak/ngamuk, gatal di vagina, batuk, udara panas dan dingin, magh, tidak nyaman) 22,36%.
Manajernen pola tidur yang mereka lakukan antara lain: membentuk lingkungan yang nyaman 34,4%; medikasi 13,2%; melakukan kebiasaan sebelum tidur 11,8%; melakukan latihan 2 jam sebelum tidur 10,6%; makan tinggi protein dan menghindari kopi 7,2%; Massase atau pijat 5,2%; membersihkan dan mengeringkan kulit 9,9%; tidak melakukan apa-apa 4,6%; dikompres dan dikipas-kipas 2,6%; terapi sentuhan 2%; komunikasi yang baik 2%. Setelah dianalisa, ternyata manajemen pola tidur yang mereka lakukan masih kurang baik. Tentunya akan lebih baik bila perawat membantu pasien memenuhi kebutuhan tidurnya, seperti mengajarkan teknik relaksasi, guided imagery, batuk efektif, pengaturan jadwal tindakan perawat, dan lain-lain."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rokhaidah
"ABSTRAK
Anak dan remaja yang menderita kanker sering mengalami gangguan tidur yang dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan gambaran penerapan Model Konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami gangguan tidur. Desain yang digunakan adalah studi kasus. Terdapat lima kasus yang menjadi pembahasan dalam artikel ini dan teridentifikasi bahwa masalah tidur merupakan masalah yang utama. Intervensi keperawatan yang diberikan didasarkan pada prinsip-prinsip konservasi yaitu konservasi energi, integritas struktural, integritas personal dan integritas sosial. Hasil evaluasi berdasarkan respon organismik menunjukkan sebagian besar masalah dapat teratasi dan menunjukkan perbaikan meskipun belum teratasi secara keseluruhan. Model Konservasi Levine direkomendasikan untuk dapat diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami gangguan tidur dengan intervensi sleep hygiene dan terapi komplementer pemberian madu sebelum anak tidur untuk mencapai hasil asuhan yang optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
610 JKI 19:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fijri Auliyanti
"Latar belakang. Gangguan tidur pada remaja memiliki prevalens yang tinggi dan dapat memengaruhi prestasi akademik di sekolah. Namun, sejauh ini di Indonesia, belum terdapat studi yang meneliti prestasi akademik pada remaja dengan gangguan tidur serta faktor yang berhubungan.
Tujuan. Penelitian ini untuk mengetahui: (1) prevalens dan pola gangguan tidur berdasarkan SDSC, (2) proporsi murid SMP dengan gangguan tidur yang memiliki prestasi akademik di bawah rerata, (3) hubungan antara: jenis kelamin, motivasi dan strategi belajar, nilai IQ, tingkat pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, struktur keluarga, pendidikan di luar sekolah, adanya TV/komputer di kamar tidur, durasi tidur di hari sekolah, perbedaan waktu tidur dan bangun, dan prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur.
Metode. Penelitian potong lintang analitik di lima SMP di Jakarta pada bulan Januari hingga Maret 2013. Skrining gangguan tidur dengan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children dilakukan terhadap 491 orang murid SMP di Jakarta. Murid yang memenuhi kriteria gangguan tidur diminta mengisi kuesioner motivasi dan strategi pembelajaran. Peneliti meminta nilai IQ subjek penelitian.
Hasil. Terdapat 129 subjek yang memenuhi kriteria gangguan tidur. Empat orang subjek di drop-out karena tidak memiliki nilai IQ. Prevalens gangguan tidur sebesar 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (70,2%). Sebanyak 47,6% subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Sebagian besar subjek perempuan (71%), termasuk sosial ekonomi menengah ke bawah (58,9%), memiliki motivasi dan strategi belajar yang cukup (72,6%), dan mengikuti pendidikan di luar sekolah (87,9%). Tiga belas subjek yang memiliki nilai IQ di bawah rata-rata tidak diikutsertakan dalam analisis bivariat dan multivariat. Berdasarkan uji regresi logistik, faktor yang paling berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata secara berurutan, yaitu pendidikan di luar sekolah (> 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki.
Simpulan. Prevalens gangguan tidur pada murid SMP di Jakarta adalah 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Sebanyak 47,6% subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Faktor yang terbukti berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata adalah pendidikan di luar sekolah (> 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki.

Background. Sleep disorders are prevalent in adolescents and may influence their academic achievement at school. However, in Indonesia, no research has ever been done to study academic achievement in students with sleep disorders and related factors.
Objectives. This study aimed to define: (1) the prevalence of sleep disorders and their patterns based on the SDSC questionnaire, (2) the proportion of junior high school students having low average academic achievement, (3) the relationship between factors; i.e gender, motivation and learning strategies, IQ level, mothers' educational level, socioeconomic level, family structure, non-formal education, TV/computer set inside the bedroom, sleep duration during schooldays, bedtimewakeup time difference; and the academic achievement in junior high school students with sleep disorders.
Method. This was an analytical cross-sectional study, performed at five junior high schools in Jakarta between January to March 2013. Screening for sleep disorders, based on the Sleep Disturbance Scale for Children questionnaires, was done in 491 junior high school students. Students who fulfilled the criteria of sleep disorders, were asked to fill in the Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ). The IQ level of each subjects was also measured.
Results. There were 129 subjects who fulfilled the sleep disorders criteria. Four subjects were dropped out due to they didn?t have IQ level. The prevalence of sleep disorder in this study was 39.7%, mostly difficulty in initiating and maintaining sleep (70.2%). There were 47.6% subjects had low average academic achievement. As many as 13 subjects had low average IQ level and were not included in bivariate and multivariate analysis. Subjects mostly female (71%), with middle-low income (58.9%), had moderate motivation and learning strategies (72.6%), and attended non-formal education (87.9%). Based on the logistic regression analysis, the most influencing factors to the low average academic achievement are consecutively: the non-formal education ( > 2 types, non-academic), the average IQ level, and male sex.
Conclusion. The prevalence of sleep disorders in junior high school students in Jakarta are 39.7%, mostly difficulty in initiating and maintaining sleep. There were 47.6% subjects had low average grade. Factors related to the low average academic achievement are non-formal education ( > 2 types, non-academic), the average IQ level, and male sex.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Amtarina
"[ABSTRAK
Latar Belakang: Psoriasis adalah salah satu penyakit inflamasi kronis pada kulit yang dapat mengganggu penampilan. Pasien psoriasis seringkali komorbid dengan gangguan psikiatri seperti depresi, gangguan cemas, gejala psikotik, distimia dan gangguan tidur. Aspek psikiatri tersebut dapat memengaruhi kualitas hidup pasien psoriasis. Belum terdapat penelitian tentang perbedaan rerata kualitas hidup antara pasien psoriasis dengan psikopatologi dibandingkan dengan pasien psoriasis tanpa psikopatologi.
Metode: Penelitian potong lintang deskriptif-analitik pada 25 pasien psoriasis yang memiliki psikopatologi dan 25 pasien psoriasis yang tidak memiliki psikopatologi di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM Jakarta menggunakan Symptom Checklist 90 (SCL 90) dan instrumen World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREF.
Hasil: Lima gejala psikiatri terbanyak yang dijumpai pada pasien psoriasis adalah sensitivitas interpersonal, obsesif kompulsif, gejala gangguan jiwa tambahan, gejala depresi dan ide paranoid. Terdapat perbedaan rerata kualitas kualitas hidup antara pasien psoriasis dengan psikopatologi dengan tanpa psikopatologi berdasarkan ranah kesehatan fisik (p < 0,05) dan ranah kesehatan psikologis (p < 0,05)
Simpulan: Pasien psoriasis dengan psikopatologi cenderung memiliki rerata kualitas hidup yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pasien psoriasis tanpa psikopatologi pada ranah kesehatan fisik dan kesehatan psikologis. Pengenalan dini dan tata laksana gejala klinis psikiatri dapat memperbaiki kualitas hidup pasien.

ABSTRACT
Background: Psoriasis has been known as one of chronic inflammatory skin disease which represent the leading causes of morbidity and bad performance. Psoriasis can have psychiatric comorbidity like depression, anxiety, psychotic symptom, distimia and sleep disorder. This psychiatric aspect can impact quality of life psoriasis patients. In this study, we evaluated the mean difference of quality of life psoriatic patients with psychiatric symptoms and without psychiatric symptoms.
Methods: Cross sectional study included 25 psoriatic pasients with psychiatric symptoms and 25 psoriatic patients without psychiatric symptoms. The patient in this study were subjected to quality of life assessment by World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREF and psychiatric evaluation using Symptom Checklist 90 (SCL 90)
Result: the most frequent psychiatric symptoms experienced by psoriatic patients were interpersonal sensitivity, obsessive compulsive, additional psychiatric symptom, depression and paranoid ideation. There is a difference quality of life in physical domain (p < 0,05) and psychological domain (p < 0,05) between psoriatic patients with psychiatric symptoms and without psychiatric symptoms.
Conclusion: psoriasis with psychiatric symptoms can have a profound impact on patient's quality of life especially in physical domain and psychological domain. Early detection and treatment of psychiatric symptoms can improve quality of life of psoriatic patients., Background: Psoriasis has been known as one of chronic inflammatory skin
disease which represent the leading causes of morbidity and bad performance.
Psoriasis can have psychiatric comorbidity like depression, anxiety, psychotic
symptom, distimia and sleep disorder. This psychiatric aspect can impact quality
of life psoriasis patients. In this study, we evaluated the mean difference of quality
of life psoriatic patients with psychiatric symptoms and without psychiatric
symptoms.
Methods: Cross sectional study included 25 psoriatic pasients with psychiatric
symptoms and 25 psoriatic patients without psychiatric symptoms. The patient in
this study were subjected to quality of life assessment by World Health
Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREF and psychiatric evaluation using
Symptom Checklist 90 (SCL 90)
Result: the most frequent psychiatric symptoms experienced by psoriatic patients
were interpersonal sensitivity, obsessive compulsive, additional psychiatric
symptom, depression and paranoid ideation. There is a difference quality of life in
physical domain (p < 0,05) and psychological domain (p < 0,05) between psoriatic
patients with psychiatric symptoms and without psychiatric symptoms.
Conclusion: psoriasis with psychiatric symptoms can have a profound impact on
patient’s quality of life especially in physical domain and psychological domain. Early detection and treatment of psychiatric symptoms can improve quality of life of psoriatic patients.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Adhi Darmawan
"Gangguan tidur pada bayi atau anak merupakan masalah yang sering didapatkan orang tua. Sekitar 20-30 % bayi di dunia mengalami gangguan pada tidurnya. Gangguan tidur pada anak dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak baik dalam aspek fisik, sosial, kognitif, dan perilaku anak. Hal ini penting karena perkembangan dan pertumbuhan memegang peranan penting hingga usia lima tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mencari prevalensi gangguan tidur dan hubungan antara gangguan tidur dengan perkembangan dan pertumbuhan anak usia usia 6 sampai 36 bulan di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan April 2014 hingga Juli 2015 terhadap 62 anak usia 6-36 bulan di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive dan merupakan studi analitik seksi silang. Pengambilan data pada sampel dilakukan melalui wawancara dengan kuesioner yang telah di uji coba dan BISQ.
Hasil analisis bivariate menunjukkan P-value >0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gangguan tidur sebanyak 17,7% dari 62 subjek terdiri dari 33 anak laki-laki dan 29 anak perempuan. Dari tingkat pendidikan ayah dan ibu sebagian besar masuk ke dalam kategori menengah dengan 63,4 % dan 59,6%. Sebanyak 59,6 % anak minum ASI pada variabel perilaku anak sebelum tidur dan 38,7 % mengaku biasa saja pada kategori kesulitan menidurkan anak. Pada status gizi dan status perkembangan, 72,7 % anak dikelompokkan ke kategori status gizi normal dan 58% anak dikelompokkan ke kategori status perkembangan sesuai. Setelah dilakukan uji hipotesis Fisher, tidak ditemukan hubungan bermakna secara statistik antara gangguan tidur dengan pertumbuhan dan perkembangan (P>0,05).

Sleep disorder on kids is a problem that is often faced by parents. Around 20 to 30% babies have sleep disorder worldwide. Sleep disorder can cause disturbance to children?s growth and development. This issue needs to be addressed well, considering this particular age is the golden period that determines the children?s future growth and development. This research aims to seek for the relation between sleep disorder with growth and development on children aged 6 to 36 months in Kampung Melayu, East Jakarta. This research is a cross-sectional study, and the data is taken through anthropometry measurement and filling two sets of questionnaires, general questionnaires regarding growth and development and BISQ. Data is then analyzed in bivariate, which the result shows p value > 0,05. This means that there is no statistically relevant relation between sleep disorder with nutritional status and development.
This study shows that the prevalence of sleep disorder is 17,7% out of 62 subjects, which consist of 33 boys and 29 girls. The education status shows that 63,4% of fathers and 59,6% of mothers are in average category. 59,6% of children are breastfed before sleep and 59,6% of parents don?t undergo significant problems while putting their children to sleep. For the categories of nutritional status and development, 72,7% of children have normal nutritional status and 58% have appropriate development. Through Fisher test, there is no statistically relevant relation between sleep disorder and growth and development (p>0,05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>