Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reyhan Andika Firdausi
Abstrak :
ABSTRAK
Pengaruh Penurunan Kadar Oksigen dalam Ruangan dengan Timbulnya Gejala Hipoksia dan Nilai Pemeriksaan Gas Darah (Suatu Studi Eksperimental)
ABSTRACT
The Effects of Declined Oxygen Level with Hypoxia Symptoms and Blood Gases Examination (An Experimental Study)
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Anggara
Abstrak :
Latar belakang: Mekanisme penyebab kematian COVID-19 adalah terjadinya hipoksemia dan ARDS. Salah satu komponen dalam penilaian ARDS adalah hasil Annalisis Gas Darah (AGD) dan nilai perbedaan tekanan parsial oksigen di arteri dan alveolus yang dikenal sebagai AaDO2. Peran nilai analisis gas darah dan AaDO2 pada luaran meninggal COVID-19 perlu di telaah lebih lanjut. Metode penelitian: Analisis deskriptif kohort retrospektif terhadap pasien COVID-19 terkonfirmasi yang dirawat di RSUP Persahabatan secara consecutive sampling dari bulan maret sampai dengan agustus 2020. Kami meninjau 205 rekam medis pasien terkonfirmasi yang telah memenuhi kriteria inklusi. Hasil: Median dan rentang nilai pH, PaCO2, PaO2, HCO3, BE, SaO2, FiO2, SpO2 adalah 7,41(7,01-7,54), 32,1(17,5-87,1), 73,9(22,7-343,7), 21(7,2-38,9), -3,8(-22,2-13,3), 94,9(33,5-99,9), 0,54(0,21-1,00), 95(33,5-99,9) secara berurutan. Terapi oksigen yang digunakan pasien adalah masker oksigen nonhirup ulang sebesar 37,56% diikuti dengan kanula hidung sebesar 32,20%, ventilator mekanis sebesar 16,59%, kanula hidung arus tin ggi sebesar 10,73%, masker sederhana sebesar 0,98% dan masker venturi sebesar 0,49%. Median nilai AaDO2 sebesar 272,58% (40,55-644,17). Derajat penyakit klinis terbanyak memiliki derajat klinis kritis sebesar 93,2%. Gangguan asam basa yang dialami pasien adalah 33,51% mengalami gangguan asam basa campuran, 22% mengalami gangguan asidosis metabolik tidak terkompensasi dan 25% pasien mengalami asidosis repiratorik terkompensasi. Terdapat korelasi parameter PaO2, BE, SaO2, FiO2, PAO2 dan AaDO2 dengan kejadian kematian pasien (p<0,05). ......Background: The cause of death in COVID-19 is hypoxemia in acute respiratory distress syndrome (ARDS). This condition could be assessed through arterial blood gas analysis by determining the alveolar arterial oxygen gradient value (AaDO2). The role of arterial blood gas analysis and AaDO2 to predict mortality in COVID-19 is yet to be explored. Methods: We performed observational retrospective cohort analysis of COVID-19 confirmed patients treated at Persahabatan Hospital, Jakarta, Indonesia. Subject by means of consecutive sampling were COVID-19 confirmed patients between March and August 2020. We reviewed the medical record of 205 patients whom meet the inclusion criteria. Results: Median value and range of pH, PaCO2, PaO2, HCO3, BE, SaO2, FiO2, SpO2 were 7.41(7.01-7.54), 32.1(17.5-87.1), 73.9(22.7-343.7), 21(7.2-38.9), -3.8(-22.2-13.3), 94.9(33.5-99.9), 0.54(0.21-1.00) and 95(33.5-99.9). Most of the patients use non-rebreathing mask (37.56%), followed by nasal cannula (32.2%), mechanical ventilator (16.59%), high flow nasal cannula (10.73%), simple mask (0.98%) and venturi mask (0.49%). Median value of AaDO2 was 272.58 (40.55-644.17). Most of the patients were critically ill (93.2%). There were 33.51% patients presented with the mix acid base disorder, 22% with uncompensated metabolic acidosis disorder and 25% with compensated respiratory acidosis disorder. There was a correlatio
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius H. Pudjiadi
Jakarta: Sagung Seto, 2021
618.92 ANT s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Nugroho Putri
Abstrak :
Asfiksia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus. Deteksi dini asfiksia penting untuk mencegah keluaran buruk jangka pendek. Analisis gas darah tali pusat merupakan metode objektif untuk menilai hipoksia-asidosis janin yang merupakan dasar patologi asfiksia. Penelitian ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama merupakan penelitian comparative cross-sectional untuk menilai hubungan pO2 vena, pCO2 arteri, ΔpO2 vena-arteri, ΔpCO2 arteri-vena tali pusat, dan fractional tissue oxygen extraction dengan keluaran sekunder, yaitu dengan skor Apgar <7 pada menit ke-5. Tahap kedua menggunakan desain nested case-control untuk menilai keluaran primer, yaitu keluaran buruk jangka pendek, meliputi perdarahan intraventrikular, ensefalopati hipoksik-iskemik, perawatan neonatal intensive care unit, serta kematian neonatal dini. Total subjek adalah 47 subjek. Tahap pertama penelitian hanya mendapatkan empat kasus sehingga tidak dapat dinilai hubungan dengan skor Apgar rendah menit ke-5. Tahap kedua penelitian mendapatkan 10 kasus dan 37 kontrol. Delta pO2 vena-arteri tali pusat lebih rendah bermakna (p=0,041), sedangkan fractional tissue oxygen extraction lebih rendah namun tidak bermakna (p=0,059) pada neonatus yang mengalami keluaran buruk jangka pendek dibanding tanpa keluaran buruk. Ketiga parameter lain tidak berhubungan dengan keluaran buruk jangka pendek. Titik potong optimal untuk memprediksi keluaran buruk jangka pendek neonatus adalah ≤3,35 mmHg (Sn=83,8%; Sp=60,0%) untuk ΔpO2 vena-arteri tali pusat dan ≤16,2% (Sn=81,1%; Sp=60,0%) untuk FTOE. Delta pO2 vena-arteri tali pusat (OR=7,75 (p=0,010; IK95% 1,66 – 36,01) maupun FTOE (OR=6,43; p=0,017; IK95% 1,42 – 29,08) prediktif terhadap keluaran buruk jangka pendek neonatus. Model prediksi dibuat menggunakan parameter FTOE. ...... Asphyxia remains one of the most common cause of morbidity and mortality in neonates. Early detection is crucial to prevent asphyxia-related short-term adverse outcomes. Umbilical cord blood gas analysis provides objective measurement of fetal hypoxia and acidosis which define asphyxia. This study aimed to evaluate association of umbilical cord venous pO2, arterial pCO2, arterio-venous ΔpCO2, veno-arterial ΔpO2, and fetal fractional tissue oxygen extraction (FTOE) ratio with neonatal short-term adverse events, including intracranial hemorrhage, hypoxic-ischemic encephalopaty, admission to neonatal intensive care unit, and early neonatal death, as primary outcomes, and low 5-minute Apgar score as secondary outcomes. We used nested case-control design to evaluate primary outcomes and comparative cross-sectional design for the latter. A total of 47 subjects were recruited. Low 5-minute Apgar scores were found in four subjects, which did not fulfill the minimum sample size requirement for analysis. Short-term adverse outcomes were found in 10 cases. Delta pO2 was significantly lower (p=0,041), while FTOE was lower albeit not statistically significant (p=0,059) in case compared to control group. The other three parameters failed to show any significant associations. Optimal cutoff value for pO2 was ≤3,35 mmHg with 83,8% sensitivity dan 60,0% specificity, and ≤16,2% for FTOE (Sn=81,1%; Sp=60,0%). Either umbilical veno-arterial ΔpO2 (OR=7,75; p=0,010; 95%CI 1,66 – 36,01) or FTOE (OR=6,43; p=0,017; IK95% 1,42 – 29,08) was predictive for neonatal short-term adverse outcomes. A prediction model was developed for FTOE.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
616.2 SES
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nafisah
Abstrak :
Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah menjadi masalah kesehatan utama saat ini. Selain gejala respiratorik, pada COVID-19 juga diyakini dapat menyebabkan gangguan pada ginjal dan menyebabkan gangguan asam basa dan elektrolit. Analisa gas darah, elektrolit, dan kreatinin adalah pemeriksaan laboratorium sederhana yang hampir selalu diperiksa pada saat pasien COVID-19 dirawat, tetapi peranannya dalam memprediksi luaran buruk COVID-19 belum banyak diketahui. Luaran buruk pada penelitian ini ialah subjek yang memiliki perawatan di intensive care unit (ICU) dan/atau menggunakan ventilator mekanik dan/atau meninggal. Penelitian ini memiliki desain kohort retrospektif, dengan jumlah sampel 136 subjek. Gangguan asam basa yang tersering adalah alkalosis respiratorik (), sedangkan kelainan elektrolit tersering adalah hiponatremia. Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik pada parameter pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, dan kadar natrium. Parameter pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, dan kadar natrium memiliki luas Area Under the Curve secara berurutan sebesar 62,8%; 61,7%; 64,8%; 69,7%; 60,6% dan 73%. Pada analisis regresi logistik, didapatkan suatu model prediksi luaran buruk dengan menggunakan parameter pH, PO2, TCO2, kadar natrium, dan riwayat kardiovaskular. ......Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) pandemic has become a major health problem. COVID-19 cause respiratory and kidney problems and cause acid-base and electrolyte disturbances. Blood gas analysis, electrolytes, and creatinine are basic laboratory test that always be examined when a COVID-19 hospitalized, but it’s role in predicting COVID-19 poor outcome is still not clear. The poor outcome in this study was the intensive care unit (ICU) admission and/or using mechanical ventilator and/or died. This study has a retrospective cohort design, with a sample size of 136 subjects. The most common acid-base disorder is respiratory alkalosis, while the most common electrolyte abnormality is hyponatremia. In this study, we found statistically significant association between pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, and sodium levels with COVID-19 poor outcome. The parameter pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, and sodium content have an area under the curve respectively ​​62.8%; 61.7%; 64.8%; 69.7%; 60.6% and 73%. In logistic regression analysis, a model for poor prediction was obtained using pH, PO2, TCO2, sodium levels, and cardiovascular history.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Yovansyah Putera
Abstrak :
Latar Belakang: Gawat napas merupakan kondisi di saat sistem pernapasan tidak mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan. Diperlukan suatu metode atau skala penilaian untuk menilai gawat napas secara lengkap. Pada tahun 2018, Menaldi Rasmin mengembangkan sistem penilaian untuk menilai derajat keparahan keluhan sesak napas yang dinamakan Klasifikasi Klinis Gawat Napas yang terdiri dari tiga variabel pemeriksaan fisis: kesadaran, frekuensi nadi dan saturasi oksigen dari pulse oxymetry. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi instrumen penilaian Klasifikasi Klinis Gawat Napas dan kaitannya dalam menilai abnormalitas Analisis Gas Darah (AGD) pada pasien IGD RS Persahabatan. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan desain cross sectional yang dilakukan di IGD RS Persahabatan pada bulan April 2023 – Agustus 2023. Subjek penelitian ini adalah pasien yang menjalani pengobatan di IGD KSM Paru RS Persahabatan serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada setiap subjek dilakukan penilaian derajat gawat napas menggunakan Klasifikasi Klinis Gawat Napas dan instrumen penilaian Respiratory Distress Observation Scale (RDOS) sebagai pembanding. Dikumpulkan juga data AGD dan karakteristik tiap subjek. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 189 subjek penelitian. Jenis abnormalitas AGD yang paling banyak ditemukan adalah hipoksemia pada 31 pasien (16.4%). Derajat gawat napas berat memiliki risiko lebih tinggi untuk AGD abnormal dibandingkan gawat napas ringan (OR 26.0 (CI95% 6.3 - 106.7), p=0.005). Penilaian menggunakan Klasifikasi Klinis Gawat Napas memiliki nilai terbaik pada cut-off skor ≥ 5 dengan sensitivitas 53.6 %, spesifitas 95.7% dan Youden Index 0.493, serta nilai AUC sebesar 0.77 dalam menilai abnormalitas AGD. Sedangkan penilaian dengan RDOS memiliki nilai terbaik pada cut-off skor ≥ 4 dengan sensititivitas 75.3%, spesifitas 53.3% dan Youden Index 0.286 serta nilai AUC sebesar 0.67. Kesimpulan: Klasifikasi Klinis Gawat Napas menunjukkan manfat dalam aplikasi klinis sebagai penilaian awal derajat keparahan gawat napas serta dapat digunakan untuk mendeteksi abnormalitas AGD. ......Background: Respiratory distress is a condition when the respiratory system is unable to carry out normal gas exchange without assistance. A method or assessment scale is needed to assess respiratory distress completely. In 2018, Menaldi Rasmin developed a scoring system to assess the severity of respiratory distress called the Clinical Classification of Respiratory Distress which consist from three variable : consciousness, respiratory rate and oxygen saturation from pulse oxymetry. This study aims to determine the level of accuracy of Clinical Classification of Respiratory Distress assessment instrument and its relation in assessing Arterial Blood Gas (ABG) abnormalities in emergency room patients at Persahabatan Hospital. Methods: This research is an observational study using a cross-sectional design which was conducted in the emergency room at Persahabatan Hospital in April 2023 – August 2023. The subjects of this study were patients at pulmonology emergency room at Persahabatan Hospital and met the inclusion and exclusion criteria. Each subject was assessed for the degree of respiratory distress using the Clinical Classification of Respiratory Distress and Respiratory Distress Observation Scale (RDOS) assessment instrument as a comparison. ABG data and characteristics of each subject were also collected. Result: In this study, there were 189 research subjects. The most common type of ABG abnormality found was hypoxemia in 31 patients (16.4%). Severe respiratory distress had a higher risk of abnormal ABG than mild respiratory distress (OR 26.0 (CI95% 6.3 - 106.7), p=0.005). Assessment using the Clinical Classification of Respiratory Distress has the best value at a cut-off score ≥ 5 with sensitivity of 53.6%, specificity of 95.7% and Youden Index of 0.493, as well as an AUC value of 0.77 in assessing ABG abnormalities. Meanwhile, assessment with RDOS has the best value at a cut-off score ≥ 4 with a sensitivity of 75.3%, specificity of 53.3% and a Youden Index of 0.286 and an AUC value of 0.67. Conclusion: Clinical Classification of Respiratory Distress can be useful in clinical practice as an initial assessment for the severity of respiratory distress and can be used to detect ABG abnormalities.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Listiani
Abstrak :
Praktik Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Peminatan Kardiovaskular di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita bertujuan untuk menerapkan dan mempraktikan peran dan fungsi sebagai calon ners spesialis dalam melakukan pengelolaan pasien gangguan sistem kardiovaskular menggunakan pendekatan model Konservasi Levine. Calon ners spesialis memberikan dan menganalisis komprehensif  kasus utama berupa pasien post ASD closure, mitral valve replacement (MVR), tricuspid valve repair (TVR) dengan penyerta hipertensi pulmonal. Capaian lain pada praktik residensi adalah memberikan asuhan keperawatan pada 30 kasus kardiovaskular yang dianalisis sebagai resume.. Peran lain sebagai calon ners spesialis adalah  menerapkan intervensi keperawatan berbasis bukti ilmiah (evidance based practice) berupa aplikasi cryoanalgesia berupa kompres es batu untuk mengurangi nyeri pasien yang menjalani punksi darah arteri untuk pemeriksaan analisa gas darah (AGD). Selain itu calon ners spesialis dituntut sebagai inovator yang memberikan ide dan gagasan untuk perubahan yang lebih baik yaitu dengan penerapan protokol GASAL Aweakening and Spontaneous Breathing Trial yang bertujuan untuk memberikan panduan perawat dalam menyapih pasien yang terpasang ventilator mekanik. Hasil praktik residensi menunjukan model Konservasi Levine terbukti efektif diterapkan pada pasien dengan gangguan kardiovaskular. Penerapan EBN terbukti efektif menurunkan nyeri pasien yang menjalani punksi arteri untuk pemeriksaan AGD. Kegiatan inovasi mendapat respon positif dan terbukti memiliki kemanfaatan bagi perawat dalam proses weaning pasien terpasang ventilasi mekanik. ......The Practice of Medical Nursing Specialist with Cardiovascular Specialization at National Cardiovascular Center Harapan Kita aims to implement and practice the role and function as a candidate for specialist nurses in managing patients with cardiovascular system disorders using the Levine Conservation model approach. The specialist nurse candidates provide and comprehensively analyze the main cases in the form of post ASD closure patients, mitral valve replacement (MVR), tricuspid valve repair (TVR) with pulmonary hypertension co-occurring. Another achievement in residency practice is providing nursing care for 30 cardiovascular cases which were analyzed as a resume. Another role as a candidate for specialist nurses is to apply evidence-based nursing interventions (evidance based practice) in the form of cryoanalgesia applications in the form of ice packs to reduce pain in patients undergoing arterial blood puncture for examination of blood gas analysis (AGD). In addition, prospective nurse specialists are required to be innovators who provide ideas and ideas for better changes, namely the application of the GASAL Aweakening and Spontaneous Breathing Trial protocol which aims to provide guidance for nurses in weaning patients who is attached to a mechanical ventilator. The results of the residency practice show that the Levine Conservation model has proven to be effective in applying to patients with cardiovascular disorders. The application of EBN has proven to be effective in reducing pain in patients undergoing arterial puncture for AGD examination. The innovation activity received a positive response and was proven to have benefits for nurses in the weaning process of patients with mechanical ventilation.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Tjahjadi
Abstrak :
Asfiksia perinatal berhubungan dengan luaran buruk neonatus, seperti buruknya skor Apgar; kebutuhan resusitasi dan ventilasi bertekanan positif, perdarahan intraventrikuler, hypoxic ischemic encephalopathy, hingga terjadinya kematian dini neonatus. Pemantauan kesejahteraan janin melalui berbagai modalitas indirek dilakukan untuk mendeteksi dini faktor risiko asfiksia perinatal, meskipun pemeriksaan gas darah tali pusat diakui sebagai metode baku penetapan status asam basa dan penegakkan keadaan asfiksia yang objektif. Asidosis metabolik janin menurut ACOG dan AAP ditegakkan jika dijumpai pH arteri tali pusat ≤ 7 dan defisit basa ≥ 12 mmol/L, tetapi masih belum diketahui nilai pH dan BD yang dapat digunakan untuk memprediksi kejadian luaran buruk neonatus. Penelitian ini dilakukan di RSUPNCM selama bulan Mei – Agustus 2020 terhadap persalinan dengan usia kehamilan di atas 27 minggu, baik secara spontan maupun operasi. Desain penelitian adalah kohort prospektif dengan masa pemantauan bayi baru lahir selama 7 hari. Sejumlah 135 subjek yang memenuhi kriteria diikutsertakan dalam penelitian ini. Nilai pH < 7,2015 dapat diterapkan pada sampel arteri maupun vena tali pusat karena menunjukkan akurasi baik dan prediktif terhadap kejadian luaran buruk neonatus jangka pendek, dengan nilai RR masing-masing 4,05 dan 5,9. Nilai BD arteri tali pusat tidak menunjukkan kemaknaan dalam memprediksi luaran buruk neonatus jangka pendek. ......Perinatal asphyxia is associated with adverse neonatal outcomes, such as poor Apgar score, the need for positive pressure ventilation and resuscitation, intraventricular hemorrhage, hypoxic ischemic encephalopathy, and the occurrence of early neonatal death. Monitoring of fetal well-being through various indirect modalities is performed to detect the risk of developing perinatal asphyxia, although cord blood gas testing is recognized as the reference method of determining neonatal acid-base status and diagnosing perinatal asphyxia. According to ACOG and AAP, fetal metabolic acidosis is confirmed if either umbilical cord artery pH ≤ 7, or a base deficit ≥ 12 mmol / L is found, but it is still unknown whether pH and BD values could be used to predict the incidence of adverse neonatal outcomes. This research was conducted at the dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital during May - August 2020 on spontaneous or caesarean deliveries with a gestational age of more than 27 weeks. The study design was a prospective cohort with 7 days monitoring period of newborns. A total of 135 subjects who met inclusion criteria were included in this study. The pH value of < 7.2015 showed good accuracy and predictive of short-term adverse outcome for both arterial and venous umbilical cord, with RR of 4.05 and 5.90 respectively. Umbilical cord BD was insignificant as short-term neonatal adverse outcomes predictor.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library