Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reza Muflihendri Widyarta
"Lombok dan Nusa Tenggara adalah salah satu daerah di Indonesia yang memiliki pengaturan tektonik yang cukup kompleks. Dengan keteraturan ini, tidak jarang di kawasan itu sering terjadi fenomena bencana alam. Salah satu hal yang paling mengejutkan adalah terjadinya serangkaian gempa berkekuatan Mw> 5.0 yang mengguncang wilayah utara pulau Lombok pada tanggal 29 Juli 2018 (Mw = 6,4), 5 Agustus 2018 (Mw = 6,9), 9 Agustus 2018 (Mw = 5.9), 19 Agustus 2018 (Mw = 6.3 dan 6.9) dan 25 Agustus 2018 (Mw = 5.5). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi struktur tektonik di bawah permukaan daerah yang terjadi gempa menggunakan metode tomografi. Metode ini memanfaatkan data perekaman waktu tempuh gempa yang direkam pada stasiun rekaman yang tersebar di beberapa titik, di mana data yang digunakan berasal dari 15 stasiun rekaman BMKG. Hasil tomogram menunjukkan kontras nilai anomali dalam model Vp dan Vs yang setelah dicocokkan dengan data bola mekanisme fokal, diindikasikan bahwa kontras nilai anomali dikaitkan dengan keberadaan struktur sesar yang memiliki sudut penyisihan sekitar ± 20-30 ° dan tipe sorong dorong. Dorong patahan ini kemudian diindikasikan sebagai penyebab terjadinya gempa bumi dengan magnitudo Mw> 5.0 di atas, yang mengguncang bagian utara pulau Lombok pada bulan Juli-Agustus 2018.

Lombok and Nusa Tenggara are among the regions in Indonesia which have quite complex tectonic settings. With this regularity, it is not uncommon in the region that natural disasters often occur. One of the most surprising things was the occurrence of a series of earthquakes of Mw> 5.0 magnitude which shook the northern region of the island of Lombok on July 29, 2018 (Mw = 6.4), August 5, 2018 (Mw = 6.9), August 9, 2018 (Mw = 5.9), 19 August 2018 (Mw = 6.3 and 6.9) and 25 August 2018 (Mw = 5.5). This study aims to identify the condition of tectonic structures below the surface of the earthquake area using tomographic methods. This method utilizes the recording data of earthquake travel times recorded at recording stations that are scattered at several points, where the data used comes from 15 BMKG recording stations. The results of the tomogram showed the contrast of anomaly values ​​in the Vp and Vs models which after being matched with spherical focal mechanism data, indicated that the contrast of anomalous values ​​was associated with the presence of fault structures that had allowance angles of around ± 20-30 ° and the thrust type. This fault is then indicated as the cause of an earthquake with a magnitude of Mw> 5.0 above, which shook the northern part of the island of Lombok in July-August 2018."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabian Trihantoro
"Papua barat merupakan daerah yang memiliki tingkat seismisitas tinggi, sehingga diperlukan perhatian khusus terkait dengan bahaya gempa bumi khususnya likuifaksi. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk analisis potensi likuifaksi adalah metode geolistrik. Penelitian ini memanfaatkan metode geolistrik dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger berjumlah 4 lintasan yaitu L16-L19, dan dilakukan pendekatan parameter nilai resistivitas ke dalam konsep geoteknik untuk mendapat nilai N-SPT berdasarkan persamaan empiris, serta menggunakan riwayat kegempaaan daerah penelitian 50 tahun terakhir dari 1971-2021. Analisis zona potensi likufaksi dilakukan dengan menggunakan dua variabel diantaranya Cyclic Stress Ratio (CSR) dan Cylic Resistance Ratio (CRR), yang menganalisa hasil faktor keamanan (FS) terhadap potensi likuifaksi. Hasil penelitian pada penampang resistivitas memiliki empat jenis litologi diantaranya soil, pasir, batu gamping terbreksiasi dan batu gamping, dimana nilai resistivitas yang berpotensi likuifaksi bervariatif dari 23.3-662 Ω.m dengan jenis litologi pasir, batu gamping terbreksiasi, dan batu gamping. Selain itu, memperoleh nilai Peak Ground Acceleration (PGA) yaitu percepatan batuan dasar yang mewakili seluruh kejadian gempa yang digunakan sebesar 0,449 g. Hasil perbandingan kedua variabel yaitu CSR dan CRR dilihat pada tabel 4.9-4.13, secara keseluruhan daerah penelitian memiliki potensi likuifaksi disajikan dalam bentuk peta zonasi potensi likuifaksi.

West Papua is an area that has a high level of seismicity, so special attention is needed regarding the danger of earthquakes, especially liquefaction. One of the geophysical methods that can be used for liquefaction potential analysis is the geoelectric method. This study utilizes the geoelectric method with the Wenner-Schlumberger configuration of 4 paths, such as L16-L19, and an approach to the resistivity value is made into the geotechnical concept to obtain the N-SPT value based on empirical equations, and uses the seismic history of the study area 50 last year from 1971-2021. Analysis of the potential liquefaction zone was carried out using two variables including Cyclic Stress Ratio (CSR) and Cylic Resistance Ratio (CRR), which analyzed the results of the safety factor (FS). ) to liquefaction potential. The results of the research on the resistivity cross section have four types of lithology such as soil, sand, breccia limestone and limestone, where the resistivity value with the potential for liquefaction varies from 23.3-662 Ω.m with the types of lithology sand, brecciated limestone, and limestone. In addition, obtaining the Peak Ground Acceleration (PGA) value, namely the acceleration of the bedrock representing all earthquake events used, is 0.449 g. The results of the comparison of the two variables, namely CSR and CRR, are seen in table 4.9-4.13, overall the research area has a high liquefaction potential, which is presented in the form of a liquefaction potential zoning map."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanisa Karima
"ABSTRAK
Analisis mekanisme fokus dilakukan terhadap 5 gempa bumi besar yang terjadi di Lombok selama bulan Juli-Agustus 2018 dengan menggunakan program KIWI dengan tujuan untuk membandingkan parameter sumber 5 gempa bumi tersebut. Prinsip program KIWI adalah mengolah tiga komponen gelombang gempa bumi pada berbagai stasiun untuk dilakukan proses inversi agar mendapatkan moment tensor dengan bantuan Fungsi Green, yang kemudian digunakan untuk membuat gelombang sintetis. Parameter-parameter sumber diambil dari gelombang sintetis tersebut, dan gelombang sintetis dianggap baik apabila kecocokan dengan gelombang observasinya memiliki nilai misfit dibawah 1. Seletah dilakukan pengolahan data untuk kelima event gempa bumi tersebut, didapatkan bahwa gempa bumi pada 29 Juli 2018 (Mw = 6,5) memiliki nilai strike sebesar 64o, nilai dip 21o, dan nilai rake 75o untuk bidang pertama, dan nilai strike sebesar 260o, nilai dip 70o, dan nilai rake 96o untuk bidang kedua.Gempa bumi tanggal 5 Agustus 2018 (Mw = 6,9) memiliki nilai strike 61o, nilai dip 28o, dan nilai rake 93o untuk bidang pertama, dan nilai strike sebesar 238o, nilai dip 62o, dan nilai rake 88o untuk bidang kedua. Lalu, gempa bumi tanggal 9 Agustus 2018 (Mw = 5,9) memiliki nilai strike 62o, nilai dip 36o, dan nilai rake 81o untuk bidang pertama, dan nilai strike sebesar 253o, nilai dip 55o, dan nilai rake 96o untuk bidang kedua. Kemudian, pada gempa bumi pertama di tanggal 19 Agustus 2018(Mw = 6,3), didapatkan nilai strike 74o, nilai dip 18o, dan nilai rake 93ountuk bidang pertama, dan nilai strike sebesar 251o, nilai dip 73o, dan nilai rake 89ountuk bidang kedua. Terakhir, pada gempa bumi kedua di tanggal 19 Agustus 2018(Mw = 6,9), didapatkan nilai strike 67o, nilai dip 29o, dan nilai rake 87o untuk bidang pertama, dan nilai strike sebesar 250o, nilai dip 61o, dan nilai rake 92o untuk bidang kedua. Kelima gempa bumi ini memiliki parameter sumber yang serupa, dan memiliki bola-bola fokal yang menyatakan bahwa jenis sesar pada gempa bumi-gempa bumi ini adalah reverse fault atau patahan naikdengan bentuk bola fokal yang serupa, serta waktu kejadian dan jarak yang berdekatan sehingga kemungkinan besar disebabkan oleh sistem patahan yang sama.

ABSTRACT
Focal mechanism study was carried out on 5 major earthquakes that occurred in Lombok onJuly-August 2018 using the KIWI program with the aim of comparing the parameters of the 5 earthquake sources. The principle of the KIWI program is to process three earthquake wave components at various stations to do an inversion process to obtain the moment tensor with the help of the Greens Function, which is then used to make synthetic waves representing the observation waves. Source parameters are taken from these synthetic waves, and synthetic waves are considered good if the match with the observation waves have a misfit value below 1. After data are processedfor all the five earthquake events, it was found that the earthquake on July 29th, 2018 (Mw = 6,5) had a strike value of 64o, the value dip 21o, and rake value 75o for the first plane, and strike value of 260o, dip value 70o, and rake value 96o for the second plane. The earthquake on August 5th, 2018 (Mw = 6,9) has a strike value of 61o, a dip value of 28o, and a rake value of 93o for the first plane, and a strike value of 238o, a dip value of 62o, and a rake value of 88o for the second plane. Then, the August 9th, 2018(Mw = 5,9) earthquake had a strike value of 62o, a dip value of 36o, and arake value of 81ofor the first plane, and a strike value of 253o, a dip value of 55o, and a rake value of 96o for the second plane. For the first earthquake on August 19th, 2018 (Mw = 6,3), the strike value was 74o, the dip value was 18o, and the rake value was 93ofor the first plane, and the strike value was 251o, the dip value was 73o, and the rake value was 89o for the second plane. Finally, for the second earthquake on August 19th, 2018(Mw =6,9), the strike value was 67o, the dip value was 29o, and the rake value was 87o for the first plane, and the strike value was 250o, the dip value was 61o, and the rake value was 92o for the second plane. These five earthquakes have similar source parameters, and have focal balls which state that the type of fault in these earthquakes are reverse faults. The similar source parameters, close range of time of occurrence & hypocenter distances indicate that the earthquake events were most likely caused by the same fault."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Suliyanti
"Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, memiliki potensi pertumbuhan pembangunan tinggi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Priangan Timur dan Pangandaran. Diperlukan upaya strategis untuk mengurangi dampak kerugian dan korban jiwa jika terjadi gempabumi karena kota ini masuk dalam kategori indeks risiko tinggi bencana gempabumi. Penelitian bertujuan mengkaji pola spasial bahaya dan risiko gempabumi untuk menghasilkan peta yang menjadi dasar dalam mengevaluasi kesesuaian kawasan permukiman. Kajian dilakukan dengan metode analisis kuantitatif dan analisis spasial berdasarkan indikator fisik, sosial, dan ekonomi. Pola spasial bahaya tinggi gempabumi dibentuk lapisan batuan dengan indeks kerentanan seismik dan PGA permukaan tinggi serta kestabilan struktur tanah rendah yang membujur di bagian timur Kecamatan Purbaratu menerus ke bagian timur Kecamatan Cibereum hingga bagian utara Kecamatan Tamansari dan sebagian kecil Kecamatan Kawalu. Wilayah tersebut berpotensi mengalami guncangan lebih kuat dibanding daerah sekitarnya yang divalidasi dengan data kerusakan gempabumi 2 September 2009. Pola spasial risiko bencana gempabumi tinggi terjadi akibat tingkat bahaya dan kerentanan tinggi serta rendahnya kapasitas wilayah yang membentuk pola spasial mengelompok di wilayah timur, tepatnya di Kecamatan Cibeureum, Kecamatan Tamansari, dan sebagian kecil Kecamatan Purbaratu. Sementara risiko kerugian tinggi membentuk pola spasial mengelompok di pusat perkotaan yang memiliki sarana prasarana lebih lengkap. Evaluasi kesesuaian kawasan permukiman berbasis bencana gempabumi menunjukkan kawasan permukiman di Kota Tasikmalaya sebagian besar berada pada daerah risiko rendah. Hal ini menunjukkan pemerintah Kota Tasikmalaya sudah cukup baik dalam perencanaan dan implementasi perijinan pembangunan kawasan permukiman.

Tasikmalaya Municipality, West Java, has high development growth potential. Strategic efforts are needed to reduce the impact of losses and casualties from an earthquake because it has a high-risk earthquake index. This study aims to examine the spatial pattern of earthquake hazards and risks as the basis for evaluating settlement suitability that is safer from earthquakes. This research was conducted using quantitative and spatial analysis based on physical, social, and economic indicators. The spatial pattern of earthquake hazard is formed by the higher seismic vulnerability index and surface PGA and low soil structure stability that stretches from the eastern of Purbaratu continuously to the eastern Cibereum to the northern Tamansari and a small part of Kawalu. Earthquake shocks in the area will be stronger than the surrounding area, as validated by the damage data from the 2 September 2009 earthquake. The high risk of earthquakes, due to the high level of hazard and vulnerability as well as the low regional capacity, forms a clustered spatial pattern in the eastern region, precisely in Cibeureum, Tamansari, and a small part of Purbaratu. Meanwhile, the high risk of loss forms a clustered spatial pattern in the downtown, which has more complete infrastructure facilities. Evaluation of settlement suitability based on earthquake risk shows that most of the settlement areas are in low-risk areas. This evaluation shows that the government of Tasikmalaya Municipality is quite good at planning and implementing permits to develop settlement areas.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, Yohana Apriana
"Wilayah Kabupaten Cilacap khsusunya wilayah selatan Kecamatan Adipala berpotensi terhadap bahaya gempabumi. Gempabumi sebesar 6,2 magnitudo pernah mengguncang Cilacap pada tanggal 25 Januari 2014. Studi mengenai kerentanan dan bahaya gempabumi akan sangat membantu untuk penilaian resiko maupun program mitigasi. Tujuan dari Penelitian ini adalah menganalisis tipologi kawasan rawan bencana gempabumi di wilayah selatan Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Penelitian ini menggunakan metode matriks pembobotan kestabilan wilayah yang berpedoman pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang menunjukan skor akhir untuk Wilayah Selatan Kecamatan Adipala adalah 31-54 yang mana masuk kedalam semua kategori kestabilan yaitu stabil, kurang stabil dan tidak stabil. Menurut nilai kestabilan tipologi, wilayah Selatan Kecamatan Adipala diklasifikasikan menjadi Tipe A, Tipe B, Tipe C, Tipe D, dan Tipe E. Dimana Tipe A merupakan tipe yang paling stabil karena jauh dari zona sesar dan disusun oleh batuan yang keras sedangkan Tipe E adalah tipe yang paling tidak stabil yang mana disusun oleh batuan lunak serta berada tepat pada zona sesar.

The Cilacap Regency area, particularly the southern region of the Adipala District, is susceptible to earthquake hazards. An earthquake with a magnitude of 6.2 once shook Cilacap on January 25, 2014. Studies on vulnerability and earthquake hazards are highly beneficial for risk assessment and mitigation programs. The aim of this research is to analyze the typology of earthquake-prone areas in the southern region of Adipala District, Cilacap Regency. This research uses the regional stability weighting matrix method, guided by the Regulation of the Minister of Public Works No. 21 of 2007 concerning Spatial Planning Guidelines, which indicates that the final scores for the Southern Region of Adipala District range from 31 to 54, encompassing all stability categories: stable, less stable, and unstable. According to the stability typology values, the southern region of Adipala District is classified into Type A, Type B, Type C, Type D, and Type E. Type A is the most stable type, being far from fault zones and composed of hard rocks, whereas Type E is the least stable type, composed of soft rocks and located directly on fault zones."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gapur
"Kawasan selat Sunda yang merupakan bagian dari sistem global lempeng Eurasia dan Indo - Australia termasuk wilayah yang berpotensi tinggi terhadap timbulnya aktivitas gempabumi tektonik. Sesar Semangko bagian selatan terdapat di kawasan ini disamping itu terdapat pula adanya patahan lokal yang berdasarkan penelitian Haijono dkk 1989 selat Sunda termasuk wilayah tektonik aktif. Kawasan ini merupakan wilayah yang berkembangan pesat dalam bidang industri dan sekaligus sebagai pintu gerbang lalu lintas yang menghubungkan Sumatera dan Jawa , menurut rencana akan dibangun jembatan selat Sunda . Berdasarkan data historis menvmjukkan bahwa wilayah ini pemah teijadi gempabumi yang menimbulkan bencana. Gempabumi merupakan bencana alam yang hanya menimbulkan kerusakan dan kesengsaraan belaka (Sandy, 1989).
Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana aktivitas kegempaan di Kawasan Selat Simda dan klasifikasi tingkat kerawanan di kawasan ini. Metodologi Penelitian yang digunakan adalah menghitung aktivitas gempabumi dan menghitung percepatan permukaan tanah maksimum untuk mendapatkan intensitas Dengan menampalkan (overlay) aktivitas dengan intensitas dihasilkan wilayah tingkat kerawanan.
Dari analisis diperoleh suatu hasil sebagai berikut:
1. Kawasan Selat Sunda selama periode 1900 - 1996 teijadi 1330 gempa tektonik, diantaranya 364 gempa (27.3%) teijadi di darat sedangkan 966 gempa (72.7%) teijadi di laut dengan rincian 925 gempa (69.5%) berasal dari Samudera Hindia, 41 gempa ( 3.2 %) dari Laut Jawa sehingga aktivitas gempa di kawasan ini banyak dipengaruhi oleh gempa yang berasal dari Samudera Hindia. Di Jawa Barat kerusakan tertinggi akibat gempa teijadi di wilayah Bogor tanggal 10 Oktober 1834 dengan intensitas skala IX MMI dan menurun kearah wilayah utara/timurlaut yaitu teijadi kerusakan akibat gempa di Cirebon tanggal 30 Oktober 1953 dengan intensitas skala V - VI MMI
2. Di Kawasan Selat Sunda dapat diklasifikasikan dalam 3 klas daerah rawan gempa, yaitu :
a. Kerawanan Tingkat I (tinggi) terdapat di sekitar selat Sunda yang meliputi bagian barat Propinsi Lampung yaitu sekitar Kotaagung sampai Liwa dan bagian barat Propinsi Jawa Barat yaitu sekitar Serang dan Pandeglang.
b. Kerawanan Tingkat II ( sedang ) terdapat di bagian barat , tengah dan selatan Propinsi Lampung serta bagian tengah dan selatan.Propinsi Jawa Barat.
c. Kerawanan Tingkat III (rendah) terdapat di bagian timur laut Propinsi Lampung dan bagian timur laut Propinsi Jawa Barat. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairun Nisa
"Pulau Jawa berada di dekat zona subduksi Lempeng Eurasia dan Indo-Australia, yang menyebabkan terbentuknya patahan-patahan di daratan. Salah satu daerah yang terdampak adalah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Prediksi gempabumi penting untuk meminimalisir kerusakan. Analisis aktivitas anomali geomagnetik Ultra-low Frequency (ULF) sebelum gempabumi dilakukan di sekitar stasiun geomagnetik TJS Sumedang menggunakan metode Polarization Ratio Analysis (PRA). Metode ini membandingkan nilai medan magnetik komponen vertikal terhadap horizontal (SZ/SG) berbasis Fast Fourier Transform (FFT) untuk mendeteksi anomali geomagnetik ULF (0.01 Hz - 0.04 Hz). Frekuensi ini dipilih karena mudah merambat ke permukaan, memungkinkan deteksi anomali yang jelas. Tiga gempabumi tahun 2020-2021 dengan magnitudo (M) ≥ 5 dan jarak episenter (R) ≤ 150 km (10 Maret 2020, M5; 25 Oktober 2020, M5.4; dan 27 April 2021, M5) dianalisis. Data geomagnetik malam hari komponen X, Y, dan Z dipilih untuk mengurangi noise. Hasil menunjukkan frekuensi 0.01 Hz - 0.04 Hz optimal mendeteksi prekursor gempa pada 27 April 2021. Anomali geomagnetik ULF tidak berkaitan dengan badai geomagnetik, dibuktikan dengan nilai indeks Dst (Disturbance storm time) yang tidak melebihi ambang batas.

Java Island is adjacent to the subduction zone of the Eurasian and Indo-Australian Plates, causing the formation of several faults on land. From the formation of faults that can be caused by earthquakes, there are areas that are affected, one of which is Sumedang Regency, West Java. Earthquake prediction efforts are very important to minimize the damage that will occur. Ultra-low Frequency (ULF) geomagnetic anomaly activity was analyzed before the earthquake around the TJS Sumedang geomagnetic station using the Polarization Ratio Analysis (PRA) method, which compares the magnetic field value of the vertical component to the horizontal component (SZ/SG) based on Fast Fourier Transform (FFT), which is used to convert data from the time domain into the frequency domain to see ULF scale geomagnetic anomaly activity from 0.01 Hz - 0.04 Hz because this frequency wave easily propagates to the surface, allowing clear anomaly detection. Three earthquakes in 2020-2021 taken at magnitude (M) ≥ 5 and earthquake epicenter (R) ≤ 150 km (EQ1 with M5 on March 10, 2020, EQ2 with M5.4 on October 25, 2020, and EQ3 with M5 on April 27, 2021) in the vicinity of the TJS Sumedang geomagnetic station were selected because the larger the M and the closer the R of the earthquake can strengthen the geomagnetic anomaly readings. Nighttime geomagnetic data of X, Y, and Z components were selected to reduce noise or human activity. The results showed that the frequency of 0.01 Hz - 0.04 Hz was optimal for detecting possible precursors of the M5 earthquake on April 27, 2021 (EQ1), and the ULF geomagnetic anomaly in this study was not related to geomagnetic storms, which was obtained from the Dst (Disturbance storm time) index value which did not exceed the threshold line."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuarsih Tunggal Putri
"Daerah sepanjang barat Pulau Sumatera adalah daerah yang sangat rawan terhadap bencana gempabumi karena daerah tersebut merupakan zona subduksi aktif yang disebabkan oleh pertemuan dua lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Pengetahuan tentang kondisi tektonik ini sangat diperlukan oleh masyarakat di wilayah tersebut sehingga mereka lebih peduli terhadap bahaya gempabumi dan tsunami yang mengancam setiap waktu. Untuk memahami kondisi tektonik yang tepat diperlukan analisis hypocenter yang akurat. Karena itulah informasi mengenai hypocenter yang akurat sangat penting. Relokasi gempabumi dilakukan untuk menentukan ulang hypocenter gempabumi menjadi lebih akurat. Selain itu relokasi gempabumi juga dimanfaatkan untuk mengidentifikasi bidang patahan berdasarkan distribusi gempabumi yang terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk merelokasi hypocenter gempabumi Mentawai 25 Oktober 2011 (7.1 SR). Metode Modified Joint Hypocenter Determination (MJHD) diterapkan untuk merelokasi hypocenter gempabumi menggunakan data waktu tiba (arrival time) gelombang-P dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Gempabumi yang direlokasi adalah data gempabumi yang tercatat mulai dari terjadinya gempabumi utama 25 Oktober 2010 hingga 5 November 2010. Batasan area relokasi adalah ± 1.5° dari lintang dan ± 1° dari bujur gempabumi utama. Hasil akhir dari relokasi ini menunjukkan bahwa bidang patahan yang terjadi adalah bidang dengan strike 316°, dip 8° dan slip 96°.

The region along west of Sumatra island is very vulnerable region in case of earthquake disaster because of this region is located at active subduction zone which caused by convergent boundaries of two tectonic plates, Eurasian plates and Indo-Australian plates. The knowledge about tectonic setting is needed by the community at this region to increase their awareness of earthquake hazard and tsunami hazard that can hit them anytime. Precise hypocenter analysis is needed to understand about the accurate tectonic setting. Because of that reason, precise hypocenter information is very important. Earthquake relocation is used to recalculate earthquake hypocenter to become more precisely. In other hand, earthquake relocation also can be useful for identifying fault plane which can be determined by the earthquakes distribution.
The purposes of this study is to relocate earthquake hypocenter of Mentawai earthquake 25 October 2010 (7.1 SR) and to identifying it's fault plane. Modified Joint Hypocenter Determination method is used to relocate earthquake's hypocenter by using P-wave arrival time from The Agency of Meteorology Climatology and Geophysical (BMKG). Earthquake that be relocated are earthquake which are recorded from the mainshock 25 October 2010 until 5 November 2010. The target area of relocation is ± 1.5 degree from the mainshock's latitude and ± 1 degree from the mainshock's longitude and also fulfil the requirement of MEQ and MNST. Finally, the result show that the fault plane of the Mentawai earthquake is the one with strike 316°, dip 8° and slip 96°.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1990
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaeni Safitri
"Terjadi peningkatan intensitas gempabumi Jawa Barat. Daryono (2022) mengungkapkan Jawa Barat merupakan daerah dengan seismik aktif dan kompleks. Guncangan aktif yang terjadi akibat banyaknya sumber gempa di Jawa Barat, di antaranya bersumber dari megathrust dan sesar aktif. Dengan mempertimbangkan kondisi tektonik Jawa Barat yang rentan terhadap bencana gempabumi maka dilakukanlah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis probabilitas bahaya gempabumi berdasarkan nilai Peak Ground Acceleration (PGA) di Jawa Barat. Metode yang digunakan untuk mencari nilai PGA adalah metode Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA). Metode PSHA memperhitungkan berbagai macam skenario selain parameter gempabumi, yaitu faktorfaktor ketidakpastian seperti lokasi, ukuran, dan frekuensi gempabumi (Kramer, 1996). Penelitian ini menggunakan sumber data berupa riwayat gempabumi, informasi karakteristik sesar aktif, zona megathrust, dan zona background di sekitar Jawa Barat, serta fungsi atenuasi sesuai dengan sumber gempabuminya. Seluruh data diproses melalui konversi magnitudo, pemisahan gempa utama, identifikasi dan karakterisasi sumber gempa, memasukkan fungsi atenuasi, pembobotan dengan logic tree, perhitungan total PSHA hingga menghasilkan tiga peta persebaran nilai PGA batuan dasar dengan probabilitas terlampaui (PoE) 10%, 5%, dan 2% dalam masa guna bangunan 50 tahun. Peta pertama dengan PoE 10% nilai PGA di Jawa Barat berkisar antara 0.2 g - 0.8g. Peta kedua dengan PoE 5% nilai PGA berkisar antara 0.3 g - 1 g. Peta ketiga dengan PoE 2% nilai PGA berkisar antara 0.3 g - 1.3 g. Jika dikonversikan dalam skala MMI, maka nilai ini termasuk intensitas VIII (getaran terasa hebat dan potensi kerusakan sedang) hingga intensitas X (getaran terasa ekstrem dan potensi kerusakan sangat parah). Nilai PGA dipengaruhi oleh jarak lokasi penelitian terhadap sumber gempabumi berupa megathrust dan patahan. Pada penelitian ini juga dihasilkan peta percepatan spektral (SA) saat periode 0.2 detik dan 1 detik. Ketika periode 0.2 detik nilai SA berkisar antara 2 g - 2.8 g dan ketika periode 1 detik nilai SA berkisar antara 0.3 g - 1.3 g.

There has been an increase in the intensity of the West Java earthquake. Daryono (2022) revealed that West Java is a seismically active and complex area. The active shaking that occurs due to West Java has many earthquake sources, including megathrust and active faults. By considering the tectonic conditions of West Java that are vulnerable to earthquake disasters, this study aims to analyze the probability of earthquake hazard based on Peak Ground Acceleration (PGA) values in West Java. The method used to find the PGA value is the Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA). The PSHA method takes into various scenarios besides earthquake parameters, such as location, size, and frequency of earthquakes (Kramer, 1996). This study uses earthquake history data, information on the characteristics of active faults, megathrust zones, and background zones around West Java, as well as attenuation functions according to the earthquake source. All data has been processed through magnitude conversion, declustering of main earthquakes, identification and characterization of earthquake sources, insertion of attenuation functions, logic tree, calculation of total PSHA, resulting three distribution maps of bedrock PGA with a probability of exceedance (PoE) of 10%, 5%, and 2% within a 50-year building life. The first map with a PoE of 10% PGA values in West Java range 0.2 g - 0.8g. The second map with a PoE of 5% PGA range 0.3g - 1g. The third map with a PoE of 2% PGA range 0.3g - 1.3g. If converted to the MMI scale, these values are included in intensity VIII (severe vibration and moderate damage potential) to intensity X (extreme vibration and severe damage potential). The PGA value is influenced by the distance of the research location to the earthquake source (megathrust and fault). This study also produced spectral acceleration (SA) maps for periods of 0.2 seconds and 1 second. During the 0.2-second period, the SA values 2 g - 2.8 g and during the 1-second period, the SA value ranges 0.3 g - 1.3 g. The PGA value is influenced by the distance of the study location."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Utami
"Fenomena gempabumi yang terjadi pada tanggal 18 April 2018 di Banjarnegara, Jawa Tengah, menimbulkan pola kerusakan bangunan yang tidak biasa. Pasalnya, gempa berkekuatan Mw 4,4 ini, telah menghancurkan ratusan rumah dan bangunan fasilitas publik lainnya. Namun, area yang terdampak sangat parah, justru berada pada jajaran puncak perbukitan yang terletak jauh dari lokasi episenter. Sedangkan, area yang berada dekat dengan episenter di atas Cekungan Kalibening, secara mengejutkan tidak tercatat adanya kerusakan sama sekali. Keberadaan sedimen tebal menjadi sesuatu yang dipertanyakan dalam kasus ini. Sudah sekian lama parameter ketebalan sedimen dijadikan salah satu acuan untuk mengestimasi tingkat kerusakan yang ditimbulkan akibat peristiwa gempabumi. Sebab, menurut pemahaman yang ada selama ini, keberadaan sedimen tebal seperti pengisi danau purba ini, dapat menyebabkan amplifikasi gelombang yang berpotensi merusak bangunan yang berdiri di atasnya. Untuk memecahkan misteri ini, telah dilakukan penelitian menggunakan metode gravitasi berbasis data gravitasi satelit GGMplus yang diintegrasikan dengan data geologi dan analisis mikrotremor dari penelitian terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerusakan bangunan pada kasus ini, dipengaruhi oleh perbedaan topografi, keberadaan sedimen tebal yang berasosiasi dengan kedalaman kontras densitas antara lapisan sedimen dan lapisan basement, serta geometri cekungan yang mempengaruhi sifat penjalaran gelombang.

The earthquake phenomenon that occurred on April 18th, 2018 in Banjarnegara, Central Java, caused an unusual pattern of level damage. This Mw 4,4 earthquake, has destroyed hundred units of resident’s houses and public facilities. However, the area that severely damaged was located at the top of the hills that were take a distance away from the epicenter. On the other hand, the area above the Kalibening Basin where the epicenter took place, there’s no damage was recorded at all. In this case, the presence of thick sediments is being the questionable parameter. It’s been a long time since sediment thickness parameter has been used as a reference for estimating the level of damaged caused by earthquakes. The reason is according to current understanding, the presence of thick sediments that filled this ancient lake, could trigger for amplification of waves to happened and cause damage to buildings that built on this area. In order to solve this mystery, a research has been carried out using the gravity method based on gravity data from the GGMplus satellite, which is integrated with geological data and microtremor analysis from previous study. The results show that in this case, the level of damage was influenced by topographic differences, the presence of thick sediments associated with the depth of density contrast between sedimentary and basement layers, as well as the geometry of the basin, which affected the wave propagation properties."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>