Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria A. Nareswari
Abstrak :
Dengan berkembangnya dunia perdagangan, perlindungan akan merek pun menjadi hal yang sangat penting. Pada dasarnya, merek adalah sebagai tanda yang menunjukkan asal barang, membedakan antara satu produsen dengan produsen lainnya. Merek harus memiliki daya pembeda. Merek tidak dapat didaftarkan jika merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang/jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Kata/istilah generik yang menerangkan barang/jasa tersebut tidak dapat didaftarkan karena memiliki daya pembeda yang lemah. Dalam kasus Kopitiam, Mahkamah Agung mengabulkan kopitiam sebagai merek eksklusif individu karena kopitiam tidak memiliki arti kedai kopi seperti yang diutarakan pemohon Peninjauan Kembali. Pemberian arti kopitiam yaitu kopi berasal dari Bahasa Melayu, dan tiam dari Bahasa Hokkien yang berarti kedai (pemaknaan kopitiam yaitu sebagai kedai kopi), tidak dapat diterima Mahkamah Agung. Penggunaan istilah tersebut bukanlah sesuatu yang lazim, namun bagi masyarakat terutama daerah pesisir Sumatera, Kalimantan, dekat Singapura dan Malaysia, menganggap istilah kopitiam adalah identik dengan sebuah kedai kopi. Perbedaan pemahaman ini yang akhirnya membuat secara hukum kopitiam diterima sebagai merek dan tidak bagi masyarakat terutama para pengusaha Kopitiam di Indonesia.
With the fast development of tradingscene, the legal protection of trademarks becomes an important issue. Basically, trademark is a sign which indicates the origin of certain goods, and it can also distinguish one producer’s good from the competitors’. Trademark should have a distinctiveness. A mark cannot be registered if it is in some ways related to the product/service. In the Kopitiam case, the Supreme Court has granted the exclusive right of that mark with reasoning there is not enough evidence that “Kopitiam” translates to “Coffee Shop”, as Abdul Alek has stated. Kopitiam is originated from Kopi from Malay language and Tiam which means shop (from Hokkien dialect). The Supreme Court stated that the use of the term ‘Kopitiam’ is not common, but for the citizen, especially originating from Sumatera, Kalimantan, and around Singapore and Malaysia, the term Kopitiam is synonymous with “Coffee Shop”. The difference in understanding leads to legal acceptance of “Kopitiam” as an exclusive trademark in Indonesia, with the general public, especially other Kopitiam business, unable to use it.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremy Gibbons, editor
Abstrak :
Generic programming is about making programs more widely applicable via exotic kinds of parametrization---not just along the dimensions of values or of types, but also of things such as the shape of data, algebraic structures, strategies, computational paradigms, and so on. Indexed programming is a lightweight form of dependently typed programming, constraining flexibility by allowing one to state and check relationships between parameters, that the shapes of two arguments agree, that an encoded value matches some type, that values transmitted along a channel conform to the stated protocol, and so on. The two forces of genericity and indexing balance each other nicely, simultaneously promoting and controlling generality.
Berlin: [, Springer-Verlag], 2012
e20410107
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Suseno
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai strategi yang dilakukan PT. Phapros, Tbk. dalam menghadapi kebiajakan BPJS Kesehatan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode wawancara dan penelitian kuantitatif dengan menggunakan proyeksi nilai perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Phapros, Tbk. melakuakan investasi pabrik meningkatkan kapasitas obat generik; upaya akuisisi perusahaan infus; menggunakan obligasi sebagai sumber dana baru; dan kebijakan BPJS kesehatan memiliki dampak positif tergadap proyeksi nilai perusahaan. Hasil penelitian menyarankan bahwa PT. Phapros, Tbk. sebaiknya menjalin hubngan baik dengan dokter rumah sakit dan melakukan IPO untuk mendapatkan sumber dana investasinya
ABSTRACT
This thesis describe about PT. Phapros, Tbk.?s strategy to face the BPJS Kesehatan regulation. This research is qualitative research with interview methods and quantitative research with firm?s value projection. The result of this research shows that PT. Phapros, Tbk. invest on a new plant to extend the capacity of generic drugs; try to acquire infuse firms; try to use bonds as a capital; BPJS kesehatan regulation give a positive reaction to firm?s value projection. This research suggest that PT. Phapros, Tbk. should maintain good relationship with doctor in hospital and do IPO to get equity as a capital
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ward, John
New Jersey: John Wiley & Sons, 2006
658.403 8 WAR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fainal Wirawan
Abstrak :
ABSTRAK Obat merupakan komponen yang sangat penting dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit, menurut data yang ada di Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI., sekitar 30-40% anggaran belanja dipeiuntukan bagi belanja obat, sedangkan di luar negeri, komponen anggaran bagi belanja obat berkisar 15-20%. Hal tersebut meyakinkan kita semua bahwa terdapat penggunaan anggaran yang sangat berlebihan bagi belanja obat di rumah sakit, atau dengan perkataan lain, adanya penggunaan obat yang sangat berlebihan dalam arti jumlah maupun jenisnya bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut pada akhirnya akan berdampak terhadap beban biaya obat bagi masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan. Untuk menangani masalah tersebut Depkes telah meageluarkan peraturan tentang kewajiban dokter untuk menuliskan resep obat generik, membentuk Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan menyusun formularium (FRS) di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebijakan dan penulisan resep obat generik terhadap biaya obat di rumah sakit. Penelitian menggunakan metoda deskriptif pada empat rumah sakit kelas B non-pendidikan, pemerintah dan swasta di Jakarta. Amoksisilin digunakan sebagai contoh dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh kebijakan dan penulisan resep obat generik. Pengaruh tersebut bersifat terbalik, yaitu makin besar jumlah nilai kebijakan, PFT, FRS dan dokter makin kecil biaya obat yang diakibatkannya. Agar biaya obat di rumah sakit menjadi lebih rendah, disarankan pihak rumah sakit rmenerapkan kebijakan obat rendah, memperdayakan PFT, menyusun FRS sesuai kriteria WHO serta melakukan KIE terhadap dokter.
ABSTRACT Drug is one of the most crucial components in health care on hospital. According to the data from Directorate General for Medical Care Department of Health, about 30-40% budget are allocated to medicine alone, compared to other countries that only spent about 15-20% of the total health budget. These data assured us that there is excessive spending on medicine in hospital. In other words, there are excessive uses of medicine in hospitals here in terms of amount and type. In turn, it will affect cost to the public. To address this matter, the Ministry of Health already issued regulations. These regulation not only recommend medical doctors to prescribe generic drugs, but also oblige the hospital to form Pharmacy and Therapeutic Committee (PTC ) and set up formulary. The purpose of the study is to observe the impact of policy, PTC, Formulary and doctor to the medicine cost in hospital. The study used descriptive methodology at four class B non teaching government and private hospitals in Jakarta. Amoxicillin used as a sample. The results of the study show the impact of drugs policy, PTC, formulary and doctor to the cost it generates. It has inverse impact, the bigger policy, PTC, formulary and doctor weight, the lower is the cost implied. The researcher suggest to the hospital for low cost drug policy implementation, to empowerment PTC and set up the formulary as WHO criteria and provide communication, information and education.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Bharata
Abstrak :
ABSTRAK
Industri properti di Indonesia pernah mengalami masa boom pada sekitar tahun 1995 - 1996. Khusus di Jakarta bilamana sampai akhir tahun 1994 sudah tersedia I terbangun secara akumulatif sebanyak 6.340 di berbagai wilayah, maka pada tahun berikutnya (1995) bertambah menjadi 14.887 unit. Ini berarti pasokan unit apartemen mengalami kenaikan sebesar 130%.

Masa perkembangan bisnis apartemen menjadi terhambat, ketika Indonesia mengalami krisis moneter. Krisis berlanjut menjadi krisis sosial ketika terjadi kerusuhan besar pada bulan Mei 1998 di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk kerusuhan etnis di Maluku, Kalimantan dan Papua. Keadaan ini tentunya membuat WNA menjadi merasa tidak aman dan sebagian besar PMA memutuskan untuk membatalkan atau menarik investasinya dari Indonesia.

Pada iklim ekonomi yang masih lesu, pangsa pasar yang tidak berkembang, maka strategi bersaing sangat menentukan kelangsungan usaha di bidang Apartemen ini. Competitive Advantage ( keunggulan daya saing ) harus bisa ditemukan dan dimanfaatkan untuk memperbesar pangsa pasar. Analisa Internal seperti analisa SWOT, dan Analisa Industri menjadi hal yang harus dilakukan agar dihasilkan masukan untuk menentukan kebijakan perusahaan.

Dalam tbesis ini dibahas bagaimana kondisi persamgan bisnis apartemen dan bagaimana apartemen Hilton menempatkan posisinya. Sdanjutnya untuk menghadapi persaingan yang sangat ketat terse but strategi apa yang sebaiknya dilakukan oleh apartemen Hilton
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christien Andriyani Lalangi
Abstrak :
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong inovasi diberbagai bidang termasuk narkotika. Perkembangan New Psychoactive Substance NPS dari tahun ke tahun semakin meningkat dan menjadi fenomena global begitu pula yang terjadi di Indonesia. Jumlah NPS yang ada di Indonesia sampai saat ini ada 60 jenis dimana 43 jenis NPS sudah diatur sementara 17 jenis NPS belum diatur dalam Undang-undang Narkotika. Regulasi yang ada jauh tertinggal dari perkembangan NPS yang begitu cepat, sehingga menyebabkan berbagai kasus dalam penyalahgunaan NPS. Ini merupakan tentangan besar dalam pengaturan NPS oleh karena itu pemerintah Indonesia perlu menetapkan suatu model pendekatan dalam penyusunan regulasi NPS. Dalam penelitian ini peneliti menawarkan model pendekatan Generic control yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dalam menghadapi permasalahan NPS. Pendekatan ini dianggap cocok diterapkan di Indonesia karena tren penyalahgunaan NPS yang ada di Indonesia sama dengan tren penyalahgunaan NPS di Jepang, dimana diurutan pertama ada golongan Sintetik Cannabinoid, kemudian golongan Sintetik Cathinone dan golongan Phenethylamine.
The advancement in science and technology encourage innovation in various fields including narcotics. The development of New Psychoactive Substance NPS by year to year increasing and becoming a global phenomenon similarly as happened in Indonesia. There are 60 types of NPS in Indonesia until now. Out of the 60 types, there are 43 types of NPS have been regulated and 17 types of NPS have not been regulated by narcotics laws. The current status of regulation of narcotics laws is far fall behind compare to very fast development of the NPS. Thereof , causing various cases of abuse of NPS. This is a big challenge for NPS regulation. Therefore government of Indonesia need to determine an approach model for making NPS regulation. In this study, researchers offers an approach model of Generic control which has been applied by government of Japan to solve the NPS matter. The approach is considered suitable to be applied in Indonesia because of NPS abuse trends in Indonesia is same as NPS abuse trends in Japan, Where is in the first place is a class of Cannabinoid Synthetic, then Synthetic Cathinone and Phenethylamine.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Ursula
Abstrak :
Menjelang abad ke 21, situasi dunia usaha semakin bergejolak dengan tingkat ketidakpastian lingkungan yang semakin tinggi. untuk itu dibutuhkan strategi yang mampu mengarahan penggunaan semua suber yang dimiliki perusahaan agar berhasil guna dengan tingkat produktivitas tinggi. Strategi bukan merupakan alat untuk menghindari masalah atau alat yang mampu menyelesaikan semua masalah, namum dengan strategi setiap pengambilan keputusan dapat terarah dengan baik, dan pihak perusahaan dapat melakukan perencanaan lalu mengimplementasikan dengan lebih efisien dan efektif. Pada lingkungan usaha yang semakin bergejolak, dan semakin mengarah kepada globalisasi waktu dan tempat tidak ada artinya lagi digantikan dengan informasi yang tepat, cepat dan akurat. Hal ini dapat diwujudkan dengan sarana telekomunikasi yang mampu mencakup wilayah yang luas dan dengan ongkos yang lebih murah. Salah satunya adalah dengan jasa sistem satelit, dengan menggunakan alat penguat frekuensi sinyal yakni "transponder" Satelkom sebagai sebutan untuk Strategic Business Unit PT.TELKOM Indonesia yang khusus menangani sistem satelit, merupakan usaha jasa satelit yang mulai mengarahkan tujuan ke pasar di luar batas-batas nasioal yakni ke Asia tenggara (Go Regional). Untuk itu, pihak perusahaan membutuhkan perubahan strategi bersaing agar dapat melakukan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya serta mempu memenangkan persaingan di pasar industri tersebut. Dengan menguraikan : "nature of business", "nature of product", " serta daya tarik pasar, dapat dilakukan analisa internal maupun eksternal untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman usaha maupun situasi persaingan. Dari analisa strength Weakness Opportunity dan Threat (SWOT, porter) diperoleh hasil sebagai berikut: - Kekuatan satelkom ada pada : produk yang diandalkan, tarif sewa yang bersaing dan pengalaman di bidang komunikasi satelit. - Kelemahan ada pada : Skill sumber daya manusia, pelayanan purna jual, serta sukarnya pengadaan modal (sisi financial) - Kesempatan bagi satelkom : Terbukanya pasar Asia Tenggara dan Asia Pasifik, demand yang bertambah banyak dan lebih variatif serta besarnya kesempatan pengelolaan jasa satelit di berbagai bidang. - Ancaman dari satelkom : Datang dari pendatang baru seperti MeaSat dan ThaiCom; adanya peraturan bagi hasil bila penggunaan satelit oleh beberapa negara, serta adanya produk satelit baru. yakni "LEO (Low Earth Orbital)" dan "Mobile Satellyte". Sedangkan hasil peta persaingan dalam industri diperoleh gambaran bahwa a. perusahaan satelit yang mengelola Intelsat berada pada Kuadran Cash-Cow mengarah ke Kuadran Dog b. AsiaSat berada pada Kuadran Question Mark mengarah ke Kuadran Dog bila tidak meluncurkan satelit baru lagi c. Palapa Sat yang dikelola Satelkom pada Kuadran Question Mark mengarah kepada Star. Karena kelemahan pada pihak perusahaan dinilai sukar ditanggulangi dan dari hasil analisa pemilihan strategi maka yang dipilih dan dapat dijalani oleh Satelkom adalah strategi "Divestiture". Strategi ini dapat dilakukan dengan 2 alternatif, yakni: - Divest sebagian untuk penanganan satelit - Divest seluruhnya, dalam arti tidak mengelola usaha di bidang satelit lagi. Dengan melihat kekuatan dan kelemahan Satelkom, sebagai bagian terakhir disarankan, yang terutama dilakukan perusahaan adalah melakukan formulasi kembali misi dan tujutan usaha yang diarahkan kepada pasar regional. Dengan demikian, langkah-langkah selanjtnya dalam implementasi strategi bersaing dapat dilakukan dengan lebih terarah dan berhasil guna.
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Pravieyanti Poernomo
Abstrak :
Fokus dari skripsi ini adalah untuk membahas tentang kegunaan secondary meaning untuk simbol-simbol yang tidak mempunyai daya pembeda dan untuk menjelaskan tentang implementasi merek deskriptif dan merek generik. Tujuan dari skripsi ini adalah sebagai upaya untuk memberi bantuan kepada pemeriksa merek dan orang yang ingin mendaftarkan mereknya untuk lebih cermat dalam memahami dan menjalankan undang-undang No 15 tahun 2001 mengenai Hukum Merek di Indonesia. Skripsi ini akan membahas lebih lanjut tentang implementasi merek deskriptif dan merek generik. ...... The focus of this thesis is to discuss the use of secondary meaning towards noninherently marks and to elaborate regarding the implementation of descriptive and generic marks by the authorities in Indonesia. The purpose of this thesis is to give a favor to the authorities as well as anyone who wanted to register his mark to be more thorough in understanding as well as execute the law no 15 year 2001 regarding Law on Marks in Indonesia. This thesis will discuss further about implementation of descriptive and generic marks in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirah Hisana Anju Alfadhila Salsabila
Abstrak :
Setelah merek dagang terdaftar dan disertifikasi dengan benar, merek dagang tersebut dapat berubah seiring waktu menjadi nama umum yang menggambarkan kelas barang atau jasa. Ini terjadi ketika merek dagang, yang awalnya dirancang untuk suatu produk tertentu, dikenal dengan luas oleh konsumen, dan kemudian menjadi identik dengan produk itu sendiri. Akibatnya, konsumen mengenal merek dagang sebagai representasi dari seluruh kategori produk daripada sebagai karakter yang mencirikan suatu produk. Bahkan ketika membeli produk tertentu, konsumen sering merujuk pada merek dagang terkenal yang terkait dengan kategori produk tersebut dan menerima produk yang sama dengan merek lain yang diberikan vendor. Akibatnya, merek dagang tidak lagi menjadi daya pembeda dan mulai disalahartikan sebagai nama umum umum yang menggambarkan suatu produk. Sebagai pengakuan atas situasi ini, hukum Indonesia mengizinkan penyisipan komponen pembeda pada merek dagang yang telah berubah menjadi istilah umum. Namun, perlakuan ini menyamakan merek dagang tersebut dengan merek dagang lainnya. Selain itu, tidak ada standar hukum untuk menentukan kapan merek dagang terdaftar telah berubah menjadi istilah umum. Skripsi ini menganalisis apakah merek dagang yang telah berubah menjadi istilah umum masih dapat dianggap sebagai merek dagang, apakah merek dagang tersebut perlu dibatalkan, dan penetapan kriteria untuk mengidentifikasi merek dagang telah menjadi istilah umum. Studi ini membantu untuk memahami dan memajukan hukum merek dagang Indonesia dengan menangani masalah-masalah ini. ......Once trademark are appropriately registered and certified, they may change over time and stop acting as distinctive identifiers in contrast to generic terms that describe a class of goods or services. This occurs when a trademark, initially designed for certain products, receives widespread awareness and, in the eyes of consumers, becomes identical to the product itself. As a result, consumers are now considering the trademark as a representation of the entire product category rather than a distinctive character. Even when making a particular request, customers frequently refer to a well-known trademark associated with that product category and accept alternate products that vendors give. As a result, trademark cease to be distinctive and start to be mistaken for generic terms. In recognition of this situation, Indonesian law permits the insertion of distinctive components to trademark that have evolved into generic terms. This treatment, however, equates such trademark with others. In addition, there are no legal standards for determining when a registered trademark becomes a generic term. This thesis analyzes whether a trademark that has evolved into a generic term can still be considered a trademark and whether such trademark needs to be canceled. The establishment of criteria for identifying trademark has become a generic term. This study helps to understand and advance Indonesian trademark law by addressing these issues.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>