Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kusnul Nur Kasanah
"Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul menghadapi berbagai permasalahan dalam pengembangan geowisata di Geopark Gunung Sewu yang menunjukkan adanya keterbatasan sumber daya pemerintah daerah, sehingga mendorong Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul membangun tata kelola kolaboratif dengan berbagai pemangku kepentingan. Menggunakan pendekatan postpositivism dan metode kualitatif, penelitian ini menjawab bagaimana proses tata kelola kolaboratif dalam pengelolaan pariwisata Geopark Gunung Sewu di Kabupaten Gunungkidul dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses tata kelola kolaboratif telah terbangun antara Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, Pemerintah Desa setempat, Kelompok Masyarakat Pengelola Geosite, dan Perguruan Tinggi karena adanya kepercayaan dan kesetaraan pemahaman tentang konsep pengembangan geopark, komitmen yang ditunjukkan dengan keterlibatan dalam proses kolaborasi, serta hasil yang sudah dirasakan oleh pemangku kepentingan, sedangkan dialog menjadi media untuk membangun kepercayaan, pemahaman, komitmen, dan mencapai hasil antara. Keterlibatan swasta dalam proses tata kelola kolaboratif masih terbatas, belum terbangun secara luas, dan kerja sama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Pacitan dan Dinas Pariwisata Kabupaten Wonogiri belum direalisasikan. Faktor ketokohan dan keberadaan pemimpin organis ditingkat kelompok masyarakat menentukan jalannya proses tata kelola kolaboratif. Penelitian juga menemukan bahwa budaya masyarakat Gunungkidul dan teknologi komunikasi menjadi faktor yang mempengaruhi proses tata kelola kolaboratif. Inklusifitas forum sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi proses tata kelola kolaboratif diupayakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul dengan menginisiasi pembentukan PHRI dan HPI Cabang Gunungkidul, serta Forum Promosi Pariwisata Daerah yang diikuti oleh lintas pelaku. Kelembagaan Badan Pengelola Geopark Gunung Sewu yang dibentuk dengan Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 171 Tahun 2017 belum efektif mendorong tata kelola kolaboratif antara tiga kabupaten, karena tidak memiliki instrumen untuk menyatukan komitmen.

The Gunungkidul Regent`s Tourism Office has been dealing with various problems in geo tourism management of Geopark Gunung Sewu, mainly caused by the local government`s limited resources, which in turn prompting the government to establish solid collaboration with relevant stakeholders. The study adopts a postpositivism approach using qualitative methods and will address the issue on a collaboration process of tourism management and other factors affecting it in Geopark Gunung Sewu in the Gunungkidul Regency. The result reveal that collaborative governance processes has been established between the Gunungkidul Regent`s Tourism Office, the local Village Government, the Geosite Management Community Group, and the College Academics, because they shared the mutual beliefs and understanding of geopark development concepts, demonstrated their commitment by fully involved in the collaborative process, and acknowledged the results, while using dialogue as a medium to build trust, understanding, commitment, and achieve intermediate outcomes. Private involvement in collaborative governance processes is still limited, not yet widely established, and cooperation with the Pacitan Regent`s Tourism Office and Wonogiri Regent`s Tourism Office has not been realized. The leadership factor and the presence of organic leaders at the community level determined the process of collaborative governance. The study also found out that the community culture of Gunungkidul and communication technology has become a factor affecting collaborative governance process. The inclusiveness of the forum as one of the factors influencing the collaborative governance process was endeavored by the Gunungkidul Regent`s Tourism Office through the initiation of the formation of PHRI and HPI Branch of Gunungkidul, as well as the Tourism Promotion Forum of the Region joined by cross stakeholders. The establishment of Geopark Management Board of Gunung Sewu, which was formed by the Decision of Bupati of Gunungkidul Number 171 of 2017, has not been effective in promoting collaborative governance between the three regents, as it has no instruments to unite the commitments. "
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T53632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyudi Utomo
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Tata Kelola Kolaborasi Ekowisata Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Perhatian diberikan pada studi tentang tata kelola kolaborasi dianggap sebagai salah satu isu kunci keberhasilan dalam konteks pengembangan pariwisata Belitung sebagai bagian dari jaringan UNESCO Global Geopark. Kontribusi dan peran masing-masing aktor baik dari pemerintah, swasta, masyarakat atau komunitas telah memberikan kontribusi positif sebagai upaya membangun kualitas pariwisata yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan qualitative methods research eksploratori, dalam penelitian ini data diperoleh melalui wawancara mendalam, review dokumen dan survey sehingga proses triangulasi dapat dilakukan secara lebih lengkap. Informan penelitian terdiri dari unsur pemerintah, swasta, asosiasi, masyarakat dan komunitas. Sebanyak 13 orang informan telah diwawancarai dan 31 orang telah menunjukkan jawaban atas survei yang dilakukan. Hasil penelitian Praktik Tata Kelola Kolaborasi yang berlangsung di Kabupaten Belitung diinisiasi dengan adanya inovasi program dan kolaborasi yang berkembang dari proses bottom-up yang dipelopori oleh peran Komunitas Geosites dan Desa Wisata. Berikutnya Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa kepercayaan, nilai-nilai dan jaringan sosial atau dipersepsikan sebagai modal sosial (social capital) telah menjadi perekat dan mengikat masing-masing aktor untuk bersinergi sehingga berfungsi sebagai elemen dasar untuk membentuk kolaborasi yang baik. Penelitian ini menegaskan dan melengkapi model collaborative governance yang telah digagas oleh Ansell dan Gash. Berdasarkan penelitian yang dilakukan telah menunjukkan peran modal sosial (social capital) merupakan faktor utama yang mendukung berjalannya tata kelola kolaboratif. Jika dalam model collaborative governance Ansell dan Gash tidak dengan tegas menyatakan modal sosial sebagai faktor utama berjalannya proses kolaborasi, penelitian ini telah menunjukkan peran modal sosial (social capital) sebagai landasan untuk inisiatif melakukan kolaborasi. Sebagai salah satu temuan dan novelty dalam penelitian ini, maka penulis menambahkan satu indikator pada dimensi Kondisi Awal (starting condition) pada proses kolaborasi dengan menambah latar belakang modal sosial (social capital) yang meliputi pengetahuan lokal (norma atau nilai-nilai budaya dan jaringan) yang berpengaruh pada pelaksanaan kolaborasi.

This research analyzes the Governance of Ecotourism Collaboration in Belitung Regency, Bangka Belitung Islands Province. Attention is paid to the study of collaborative governance which is considered one of the key issues for success in the context of Belitung tourism development as part of the UNESCO Global Geopark network. The contribution and role of each actor, whether from the government, private sector, society, or community, has made a positive contribution to build quality tourism that is sustainable and environmentally friendly. This research uses an qualitative methods research approach. In this research, data was obtained through in-depth interviews, document reviews, and surveys so the triangulation process could be carried out more completely. Research informants comprised elements from the government, private sector, associations, society, and community. A total of 13 informants were interviewed and 31 people provided answers to the survey conducted. The results of research on Collaborative Governance Practices that took place in Belitung Regency were initiated with program innovation and collaboration that developed from a bottom-up process spearheaded by the role of the Geosites Community and Tourism Village. Next, the results of this research have shown that trust, cultural values, and social networks perceived as social capital have become the glue and bind each actor to work together so that it functions as a basic element for forming good collaboration. This research confirms and complements the collaborative governance model initiated by Ansell and Gash. Based on research conducted, has shown that the role of social capital is the main factor that supports collaborative governance. If Ansell and Gash's collaborative governance model does not explicitly state social capital as the main factor in the collaboration process, this research has shown the role of social capital as a basis for collaborative initiatives. As one of the findings and novelty in this research, the author added one indicator to the dimensions of Initial Conditions and/or Collaborative Process by adding social capital background which includes norms or cultural values and social networks. which influences the implementation of collaboration."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klaten: Nas Media Indonesia, 2024
pdf
UI - Publikasi  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Adisubroto
"The whale shark (Rhincodon typus, Hiu Paus), the world's largest type of fish/mammal presents in Indonesia, in Botubarani, Gorontalo province, among others. This province is actively developing geoparks which are currently still aspiring geopark status, as well as tourism, and making whale sharks its icon. Our paper studies the development of whale sharks as a marker of the area's biodiversity, to promote it as a more common activity in Indonesia where whale sharks can be found. We support strategic ideas for the development of whale sharks and formulate several recommendations for geotourism activities where whale sharks are icons."
Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2021
330 JPP 5:3 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdi
Depok: Rajawali Pers, 2023
551.13 HAM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Faradilla Anggit Prameswari
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses dan spasial dampak perkembangan geowisata Kawasan Geopark Karangsambung terhadap kondisi ekonomi masyarakat lokal di Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah perkembangan geowisata dan kondisi ekonomi lokal. Pengumpulan data dilakukan melalu observasi, wawancara, dan studi pustaka. Pengolahan data dilakukan dengan membuat peta perkembangan geowisata, melakukan klasifikasi jenis rumah tangga, klasifikasi perubahan pendapatan rumah tangga, dan pembuatan klasifikasi untuk radius lokasi rumah informan terhadap pusat wisata. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1) perkembangan geowisata ditandai dengan bertambahnya jumlah objek wisata dari atraksi wisata dan jumlah fasilitas sekunder wisata waktu ke waktu, 2) pertambahan dari fasilitas sekunder dan pertambahan atraksi pada geowisata di Kecamatan Ayah menjadi indikasi dalam perkembangan geowisata itu sendiri, 3) dampak ekonomi lokal yang ditimbulkan dari adanya perkembangan geowisata di Kecamatan Ayah berupa perubahan jenis rumah tangga dan perubahan pendapatan rumah tangga, dan 4) dampak dari perkembangan ini dilihat pada perubahan jenis rumah tangga yang mengarah pada jenis rumah tangga pariwisata.

This study aims at analyzing the process and spatial impact of geotourism development of the Karangsambung Geopark Area on the economic condition of local communities in Ayah District, Kebumen Regency. This research used qualitative methods. The variables used in this study were the development of geotourism and local economic conditions. Data collection was carried out through observation, interviews, and literature studies. Data processing was carried out by making maps of geotourism developments, classifying household types, classifying changes in household income, and making classifications for the radius of the location of informants' houses against tourist centres. Data analysis techniques were carried out by descriptive analysis and spatial analysis. The results showed that 1) the development of geotourism was characterized by an increase in the number of attractions from tourist attractions and the number of secondary tourist facilities over time, 2) the increase in secondary facilities and attractions in geotourism in Ayah District was an indication of the development of geotourism itself, 3) the local economic impact arising from the development of geotourism in Ayah District in the form of changes in household types and changes in house income ladder, and 4) the impact of these developments was seen in changes in household types leading to tourism household types."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Khasanah
"Geopark sebagai salah satu upaya untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dicirikan dengan variasi warisan geologi yang seringkali berasosiasi dengan multi bahaya.  Masalah dalam penelitian adalah adanya potensi ketidakberlanjutan Geopark oleh ancaman multi bahaya. Tujuan penelitian yaitu menganalisis potensi multi bahaya, menilai kerentanan keberlanjutan Geopark, menilai upaya kolektif masyarakat dan menyusun konsep keberlanjutan Geopark. Metode yang digunakan adalah metode analisis spasial, Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE), analisis deskriptif eksploratif dan analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT). Hasil penelitian menunjukkan tingkat multi bahaya sedang (68,55%), rendah (25,27%) dan tinggi (6,18%). Kerentanan keberlanjutan Geopark menunjukkan tingkat kerentanan keberlanjutan tinggi (4 Desa), sedang (3 Desa) dan rendah (2 Desa). Upaya kolektif masyarakat belum terbentuk. Konsep keberlanjutan Geopark pada kawasan multi bahaya berbasis masyarakat dilakukan dengan integrasi dan elaborasi aspek lingkungan, yaitu prioritas mitigasi berdasarkan sebaran multi bahaya, geodiversitas, biodiversitas, budaya, sosial ekonomi dan upaya kolektif masyarakat serta dengan kebijakan penguatan interaksi kolaboratif antar pemangku kepentingan.

Geoparks as an effort to achieve sustainable development, are characterized by a variety of geological heritage, often associated with multi-hazard. The is the potential for Geopark's unsustainability due to multi-hazard threats. The research aims to analyze the potential for multi-hazards, assess the vulnerability of Geopark sustainability, assess the collective action, and develop a concept of Geopark sustainability. The methods are spatial analysis methods, Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE), exploratory descriptive analysis, and Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (SWOT) analysis. The results showed that the multi-hazard levels were moderate (68.55%), low (25.27%) and high (6.18%). Geopark sustainability vulnerability shows high (4 villages), medium (3 villages), and low (2 villages) sustainability vulnerability levels. Collective action has not yet been formed. The concept of Geopark sustainability in community-based multi-hazard areas is carried out by integrating and elaborating environmental aspects, mitigation priorities based on the distribution of multi-hazards, geodiversity, biodiversity, culture, socio-economics, and collective action, and the policies to strengthen collaborative interactions between stakeholders.

 

Keywords: collective action, Geopark sustainability concept, multi-hazard, vulnerability to Geopark sustainability."

Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Wulandari
"Sering kali apa yang direncanakan dalam pembangunan tidak selalu sejalan dengan realitas di lapangan. Penelitian ini dilakukan pada komunitas Kampung Pitu, Nglanggeran, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat Kampung Pitu tinggal di salah satu puncak Gunung Api Purba Nglanggeran yang awalnya terisolasi secara geografis dari kampung lainnya. Perubahan terjadi sejak tahun 2015 seiring dengan ditetapkannya lanskap Kampung Pitu sebagai bagian geosite Geopark Gunung Sewu. Pembangunan infrastruktur jalan menjadi gerbang pembuka interaksi Kampung Pitu dengan dunia luar. Penelitian ini memanfaatkan kerangka pemikiran Tania Li dalam The Will To Improve (2012) yang menggambarkan adanya potensi jarak antara wacana dan praktik pembangunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab bagaimana implementasi konsep geopark mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Pitu. Penelitian lapangan dilakukan dengan metode etnografi selama satu bulan. Geopark merupakan wacana pembangunan global dengan konsep mendorong masyarakat untuk turut serta menjaga warisan geologis dan memperbaiki keadaan hidupnya dengan upayanya sendiri melalui pariwisata. Sebagai wacana global yang diimplementasikan secara lokal, konsep geopark mengalami berbagai tahapan penerjemahan. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa paradigma pembangunan global dapat terputus di tingkat lokal dan dimaknai secara berbeda oleh masyarakat setempat. Dalam disiplin antropologi pembangunan, tesis ini berargumen bahwa governmentality sangat penuh dengan pertaruhan, rentan gagal, dan pada kenyataannya gagal dalam kasus Kampung Pitu. Dengan mengelaborasi konsep working missundertanding, tesis ini menawarkan alternatif untuk memahami kesalahpahaman yang bekerja dalam implementasi wacana pembangunan. Penelitian ini memberikan wawasan berharga bagi pembuat kebijakan, praktisi pembangunan, dan organisasi non-pemerintah untuk lebih memperhatikan apresiasi etnografis dalam pelaksanaan pembangunan.

What is planned in development does not always align with the reality on the ground. This research was conducted in the Kampung Pitu community, Nglanggeran, Gunungkidul Regency, Special Region of Yogyakarta. The Kampung Pitu community resides on one of the peaks of the Nglanggeran Ancient Volcano, which was initially geographically isolated from other villages. Changes have occurred since 2015 with the designation of the Kampung Pitu landscape as part of the Gunung Sewu Geopark geosite. The construction of road infrastructure has opened the gateway for Kampung Pitu’s interaction with the outside world. This study utilizes Tania Li’s framework in “The Will To Improve” (2012), which illustrates the potential gap between development discourse and practice. The aim of this research is to address how the implementation of the geopark concept affects the daily lives of the Kampung Pitu community. Field research was conducted using ethnographic methods over the course of one month. Geoparks represent a global development discourse that encourages communities to preserve geological heritage and improve their living conditions through their own efforts via tourism. As a global discourse implemented locally, the geopark concept undergoes various stages of translation. The findings of this research indicate that the global development paradigm can become disconnected at the local level and is interpreted differently by local communities. In the discipline of development anthropology, this thesis argues that governmentality is fraught with risks, prone to failure, and indeed fails in the case of Kampung Pitu. By elaborating on the concept of working misunderstanding, this thesis offers an alternative to understanding the misunderstandings at play in the implementation of development discourse. This research provides valuable insights for policymakers, development practitioners, and non-governmental organizations to pay greater attention to ethnographic appreciation in the execution of development projects."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Fadhillah
"ABSTRAK
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu bagian dari wilayah Indonesia yang memiliki keanekaragaman geologi, biologi dan budaya, yang wajib untuk dilestarikan. Salah satu cara yang dapat membantu pelestarian keanekaragaman ini adalah dengan menciptakan Geopark. Pengembangan wilayah yang dilakukan dapat mempengaruhi kualitas hidup masyarakat di wilayah geopark. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pengembangan Geopark Ciletuh Pelabuhan Ratu terhadap kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan aktivitas spiritual kualitas hidup masyarakat yang tinggal di wilayah geopark. Metode Public health Assessment PHA digunakan untuk melihat hasil awal dampak dari pengembangan lingkungan terhadap kesehatan. Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai 101 responden yang tinggal di wilayah geopark serta mengobservasi wilayah geopark dan juga melakukan pengujian pada 16 sampel air bersih. Hasil statistik dan hasil wawancara yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan perubahan lingkungan fisik yang terjadi di wilayah geopark tidak mempengaruhi kualitas hidup masyarakat yang tinggal di wilayah geopark, untuk hasil observasi terlihat adanya perubahan lingkungan yang terjadi di wilayah Geopark Ciletuh. Kesimpulannya, pengembangan wilayah geopark Ciletuh tidak berpengaruh kepada kualitas hidup masyarakat. Partisipasi masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan dalam pengendalian pembangunan di sekitar wilayah Geopark Ciletuh dalam menjaga kelestarian lingkungan.

ABSTRACT
Sukabumi regency is part of Indonesia region which has geodiversity, biodiversity and cultural diversity, which are required to be preserved. One way that can help preserve this diversity is by creating a Geopark. The development of the region can affect the quality of life of the community in the geopark. This study aims to determine the impact of the development of Geopark Ciletuh Pelabuhan Ratu on physical health, psychological health, social relations and spiritual activity of quality of life of people living in geopark areas. The Public Health Assessment PHA method is used to see the preliminary impact of environmental development on health. This research was conducted by interviewing 101 respondents who live in the geopark region as well as observing the geopark region and also conducted experiments on 16 water samples. The results of statistics and interview conducted in this study indicate that the physical environment changes that occur in the geopark area does not affect the quality of life of people living in the geopark area, for the observation results seen environmental changes that occur in the Geopark Ciletuh region. In conclusion, the development of Geopark Ciletuh area has no effect on the quality of life of the community. Community and government participation are essential in controlling the development around Geopark Ciletuh areas to protecting the environment."
2017
T47734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ressy Amalia Zuvara
"Penelitian yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai keberlanjutan pengembangan wisata di kawasan Geopark Ciletuh melalui partisipasi masyarakat. Permasalahan dalam tesis ini adalah masih adanya masyarakat penambang emas ilegal di kawasan Geopark yang melakukan pengolahan secara tradisional, sehingga mencemari lingkungan sekitar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengetahuan masyarakat terhadap keberlanjutan Geopark, kontribusi dan manfaat dari adanya kawasan Geopark, serta mengembangkan konsep model partisipasi masyarakat di Kecamatan Ciemas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data berupa studi literatur, wawancara mendalam, dan observasi. Analisis data menggunakan analisa naratif kualitatif dan partisipatif, berdasarkan kriteria kawasan Geopark. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap pelaksanaan pengembangan wisata di kawasan Geopark, masih belum berkelanjutan, terutama dalam aspek sosial, yakni dari segi kesiapan pengetahuan masyarakat dan lemahnya dukungan dan peran pemerintah dalam melakukan pendampingan dan pengawasan. Belum berubahnya pola pikir masyarakat untuk tidak mencemari lingkungan juga dinilai dapat menjadi permasalahan jangka panjang yang dapat merusak potensi geologi di kawasan Geopark kedepannya. Sementara itu, manfaat dari keberadaan Geopark dengan munculnya mata pencaharian baru, dinilai masih belum menggugah masyarakat untuk berkontribusi dan mengembangkan potensi wisata di kawasan Geopark. Konsep model partisipasi masyarakat yang dapat digambarkan yakni dengan model partisipasi interaktif dan komunikatif melalui proses dialogis tatap muka dan pertemuan formal/informal sebagai sarana jaring aspirasi terkait pemberdayaan hasil tani berkelanjutan, sosialisasi konservasi dan bahan kimia berbahaya, serta peningkatan pendidikan dan pelatihan wisata, dengan melibatkan kerjasama pemerintah daerah, Perusahaan, dan Akademisi terhadap masyarakat di Kecamatan Ciemas. Kesimpulan yang diperoleh dari penyusunan konsep model partisipasi masyarakat adalah dengan penguatan kelompok atau komunitas. Dimana dapat menjadi wadah untuk tercapainya partisipasi dalam mengembangkan potensi wisata di kawasan Geopark Ciletuh, sehingga dapat memicu pertumbuhan wisata dan kesejahteraan masyarakat yang juga peduli terhadap lingkungan sehingga berkelanjutan.

The research in this thesis is about the sustainability of tourism development in the Ciletuh Geopark area through community participation. The problem in this thesis is that there are still illegal gold mining communities in the Geopark area who carry out traditional processing, thus polluting the surrounding environment. The purpose of this study is to analyze community knowledge about the sustainability of the Geopark, the contributions and benefits of the existence of the Geopark area, and to develop the concept of a model for community participation in Ciemas District. This study used a qualitative method with data collection in the form of literature studies, in-depth interviews, and observations. Data analysis used qualitative and participatory narrative analysis, based on Geopark area criteria. The results of the study show that at the implementation stage of tourism development in the Geopark area, it is still not sustainable, especially in the social aspect, namely in terms of the readiness of the community knowledge and the weak support and role of the government in providing assistance and supervision. The people mindset that has not changed yet to not pollute the environment is also considered to be a long-term problem that can damage the geological potential in the Geopark area in the future. Meanwhile, the benefits of the existence of the Geopark with the emergence of new livelihoods are considered to have not yet motivated the community to contribute and develop tourism potential in the Geopark area. The concept of a community participation model that can be described is an interactive and communicative participation model through a face-to-face dialogic process and formal/informal meetings as a means of aspirational netting related to empowering sustainable agricultural products, socializing conservation and hazardous chemicals, as well as increasing tourism education and training, by involving collaboration between local government, companies and academics for the community in Ciemas District. The conclusion obtained from the preparation of the concept of community participation model is by strengthening groups or communities. Where it can be a forum for achieving participation in developing tourism potential in the Ciletuh Geopark area, so that it can trigger tourism growth and people welfare who also care about the environment so that it is sustainable."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan. Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>