Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alexander Takdare
"Pencapaian angka API tahun 2010 secara Nasional sudah memenuhi target (2 per 1000 penduduk). Pada data di atas menunjukkan bahwa Propinsi Papua dengan API tertinggi, yaitu 18,03 dan masih jauh dari yang ditargetkan,hal ini menunjukkan bahwa kasus malaria di Papua masih cukup tinggi dan memerlukan penanganan yang serius, dan propinsi dengan API terendah adalah propinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Bali, sedangkan di Kabupaten Kepulauan Yapen menunjukkan bahwa angka kasus malaria cukup tinggi, dengan angka API 233,1 per 1000 dan sudah melewati target yang ditetapkan. Saat ini program malaria masih mendapatkan bantuan pendanaan dari Global Fund, sehingga masih memiliki keterkaitan.
Keterkaitan kritis pada ke dua komponen tersebut, apabila tidak diatisipasi oleh pemerintah dari awal, salah satunya dengan menyiapkan anggaran yang telah dibiayai oleh GF ke dalam kegiatan rutin, maka akan terjadi penurunan cakupan kembali, sehingga dampaknya akan dirasakan oleh mayarakat Papua pada umumnya dan Kabupaten Kepulauan Yapen pada khususnya, apabila program perbantuan ini dihentikan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Keterkaitan Kritis antara Komponen Sistem Kesehatan dengan Global Fund untuk Program Malaria di Kabupaten Kepulauan Yapen Propinsi Papua. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan studi literatur yang berhubungan dengan Sistem Kesehatan dan Global Fund dengan pengumpulan data melalui informan terkait dengan cara wawancara mendalam.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa sehubungan dengan keterkaitan kritis antara Komponen Sistem Kesehatan dengan Globan Fund untuk Program Malaria di Kabupaten Kepulauan Yapen Propinsi Papua, berdasarkan fungsi dalam komponen tersebut, maka yang memiliki keterkaitan kritis adalah pada komponen Perencanaan, Pembiayaan serta Monitoring dan Evaluasi sedangkan yang tidak memiliki keterkaitan pada komponen Penatalayanan dan Pemerintah, Pelayanan, Peningkatan Akses Pelayanan. Berbeda pada Kabupaten Kepulauan Yapen, untuk komponen monitoring dan evaluasi tidak memiliki keterkaitan kritis.

The national achievement rate of API in 2010 has met the target (2 per 1000 population). It indicates that Papua Province with the highest API, which is 18.03 is left far from the target, that suggests that cases of malaria in Papua is quite high and require a serious action. Provinces with the lowest API are Jakarta, DI Yogyakarta and Bali, while in the Islands District Yapen showed that the number of malaria cases is quite high, with an API rate 233.1 per 1000 and had passed the target set. Currently malaria program got financing from the Global Fund , and it shows the relevance.
The critical interaction between the two-components, if doesn't well handled by the government from the beginning, by preparing a routine budget financed by the Global Fund, there will be a reduction in program coverage, and will impact to the whole society particularly in Papuan Islands District Yapen if the program is being stopped.
The purpose of this study is to determine the critical interaction between the Critical Component of Health System and the Global Fund for Malaria Program in Yapen Islands District of Papua. The method used in this research is qualitative method with in-depth interviews and literature studies related to Health System and the Global Fund by collecting data through informants related to the manner in-depth interviews, to reveal the Critical interactionbetween Component of Health System and the Global Fund for Malaria Programme Yapen Islands District of Papua.
This study concluded that according to the critical interaction between the Health System Component and the Global Fund for Malaria Program in the District of Yapen Islands Papua, in the relevance to the function of those components, the critical interactions are in the planning functions, finance function, monitoring and Evaluation function. In the other hand, the stewardship and the government, service delivery and the increase of service access did not show the relevances. Contrary to the districs of Yapen Island Papua, monitoring and evaluation component did not show critical interactions.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31780
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pahruroji
"Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan global. Indonesia menempati peringkat kedua kasus TBC tertinggi di dunia setelah India, diikuti Cina, menjadikan penyakit TBC sebagai isu kesehatan yang mendesak untuk segera ditangani. Namun, pemerintah Indonesia baru mengadopsi kebijakan penanggulangan TBC melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 67 Tahun 2021, meskipun bantuan dari Global Fund telah tersedia sejak tahun 2003. Kelambanan ini mengindikasikan terdapat dinamika ekonomi politik internasional dan nasional dalam merespon isu tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor penyebab kelambanan tersebut dengan menggunakan teori difusi norma dari Finnemore dan Sikkink (1998). Pendekatan kualitatif diterapkan dengan metode studi kasus dan process tracing . Data diperoleh melalui analisis dokumen resmi, kajian literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi kelambanan hadirnya kebijakan pemerintah dalam penanganan TBC dipengaruhi oleh lemahnya kesadaran politik, hambatan birokrasi, dan prioritas kebijakan yang berubah-ubah. Proses difusi norma melalui tahapan emergence, cascade, dan internalization memakan waktu lama akibat resistensi internal dan pandemi COVID-19. Namun, tekanan internasional dari WHO, Global Fund, dan USAID ditambah advokasi dari masyarakat sipil, akhirnya mendorong pemerintah untuk menerbitkan Perpres No. 67 Tahun 2021. Implementasi kebijakan ini mencerminkan keberhasilan internalisasi norma kesehatan global dalam waktu yang lama. Selain itu, implementasinya masih menghadapi tantangan koordinasi dan pendanaan. Pendekatan multisektoral dan berbasis komunitas menjadi kunci keberhasilan penanggulangan TBC di Indonesia.

Tuberculosis (TB) is one of the infectious diseases that constitutes a global health issue. Indonesia ranks second in the world for the highest TB cases following India and ahead of China, making TB an urgent health issue that requires immediate attention. However, the Indonesian government only adopted a TB eradication policy through Presidential Regulation (Perpres) No. 67 of 2021, despite support from the Global Fund being available since 2003. This delay indicates the presence of international and national political-economic dynamics in responding to the issue. This research aims to analyze the factors causing the delay using the norm diffusion theory by Finnemore and Sikkink (1998). A qualitative approach was employed, utilizing case study and process tracing methods. Data were gathered through the analysis of official documents, literature reviews, and in-depth interviews. The findings reveal that the delay in adopting government policies to address TB was influenced by weak political awareness, bureaucratic obstacles, and shifting policy priorities. The norm diffusion process, encompassing the stages of emergence, cascade, and internalization, took a prolonged time due to internal resistance and the COVID-19 pandemic. However, international pressure from WHO, the Global Fund, and USAID, combined with civil society advocacy, eventually pushed the government to issue Perpres No. 67 of 2021. The implementation of this policy reflects the successful internalization of global health norms over an extended period. Additionally, its implementation continues to face challenges related to coordination and funding. A multisectoral and community-based approach remains key to the successful eradication of TB in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library