Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Mochamad Kemal Afiantoro
Abstrak :
ABSTRAK
Perkembangan teknologi saat ini sangat meningkat pesat, yang menimbulkan adanya produk digital yang tidak memiliki bentuk fisik yang ditransaksikan secara lintas batas negara dan banyak dimanfaatkan oleh konsumen akhir dalam transaksi business-to-consumer (B2C). Penelitian ini membahas mengenai sulitnya pengadministrasian prinsip tujuan barang dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia atas transaksi pemanfaatan produk digital dari luar daerah pabean dalam transaksi B2C yang menggunakan mekanisme customer collection/reverse charge. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif. Perbandingan dengan regulasi Goods and Services Tax (GST) di Australia dijadikan dasar komparasi untuk dapat menentukan desain kebijakan administrasi dalam mengatasi kesulitan pengadministrasian tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dikomparasikan, regulasi PPN di Indonesia dengan GST di Australia memiliki perbedaan yang signifikan, terutama dalam pengadministrasiannya. Perbedaan tersebut diantaranya dalam hal ketentuan pendaftaran sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk pihak penyedia produk digital dari luar negeri di masing-masing negara agar dapat melakukan pemungutan PPN/GST, definisi yang jelas mengenai termasuk kemana produk digital ini, dan juga tata cara pemungutan dan pelaporan PPN/GST yang terutang atas transaksi ini di Australia yang menekankan kepada supplier collection. Desain kebijakan yang dapat diberikan dari hasil komparasi tersebut adalah dengan membuat mekanisme pendaftaran baru untuk pihak penyedia produk digital dari luar Indonesia agar dapat melakukan pemungutan PPN atas transaksi dari konsumen akhir dengan cara disimplifikasikan mekanisme pendaftaran serta kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakannya.
ABSTRACT
The rapid development of technology nowadays resulting in a product which has no physical form whatsoever called digital product that can be transacted across countries with end users can easily utilize those products via internet in business-to-consumer (B2C) transaction. This research discusses about the difficulty in administrating the collection of Value Added Tax (VAT) in Indonesia in regards with the destination principle for digital product supplies from overseas in B2C transaction that currently using the customer collection/reverse charge mechanism. The methodology used in this research is qualitative approach with qualitative data analysis technique. Regulation comparison between VAT in Indonesia and Goods and Services Tax (GST) in Australia is set to be the basis in determining the policy design to address the difficulty that is mentioned. The result from this research shows that in terms of regulation comparison, there are significant differences in how both countries administer the collection of VAT/GST. Those differences are the provision regarding the registration for foreign suppliers of digital products to collect VAT/GST, clear definition regarding which categories these digital supplies belong to, and the procedures to collect and report the VAT/GST payable in this transaction with Australia using the supplier collection mechanism to administer that. Policy design based on that comparison is that Indonesia needs to create new registration system for foreign suppliers of digital products so they could collect VAT from their end users consumers for this transaction with simplified mechanism for both registration and their fulfilment of tax obligations.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Naufalia Dinar Primacita
Abstrak :
Studi pada penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan penerapan Goods and Services Tax GST sebagai pengganti Pajak Pertambahan Nilai PPN di Indonesia pada periode 2005 hingga 2015. Selain itu, estimasi besaran potensi penerimaan negara dilakukan baik pada pemerintah pusat maupun daerah yang dihubungkan dengan teori Stiglitz. Penelitian ini menggunakan metode data panel dengan melakukan analisis deskriptif dan ekonometrika. Unit analisis pada penilitian ini adalah antarprovinsi di Indonesia. Temuan pertama pada penelitian menunjukkan bahwa GST layak diimplementasikan di Indonesia. Kemudian, potensi penerimaan yang dihasilkan oleh GST memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan potensi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai PPN . Oleh karena itu, jika GST dilaksanakan di tingkat daerah, maka distribusi pendapatan interprovinsi yang lebih merata dapat dicapai dengan memberdayakan kapasitas fiskal melalui sistem opsen.
......This research aims to analyze the feasibility of implementing Goods and Services Tax GST as a substitute of Value Added Tax VAT in Indonesia during period 2005 until 2015. In addition, the estimation of potential revenues is made at both central and local government levels. This study uses panel data method through descriptive and econometrics analysis. The unit of analysis is interprovincial in Indonesia, then the findings are correlated to Stiglitz theory. The first finding results from the analysis shows that Goods and Services Tax has potentially feasible to be applied in Indonesia instead of VAT. Moreover, It provides a greater potential tax revenue rather than VAT. As a consequence, if GST is implemented at a regional level, thus interprovincial equity can be achieved with more equitable by empowering fiscal capacity by strengthening Gross Regional Domestic Product through an opsen system.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S68545
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library