Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harrison Handoko
Abstrak :

Glioma adalah tumor yang bermula dari tulang belakang atau otak yang berasal dari sel glial, dan merupakan salah satu keganasan yang sering ditemukan di Indonesia. TGF-I²1 mempunyai peran yang penting dalam mengontrol homeostasis jaringan dan peranjakan keganasan kanker, oleh sebab itu TGF-I²1 mempunyai potensi untuk menjadi biomarker untuk membedakan antar glioma keganasan tinggi dan rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ekspresi relatif TGF-I²1 glioma tingkat tinggi dan rendah, untuk melihat potensi menjadi biomarker. Dalam eksperimen terdapat 28 sampel yang digunakan dalam studi ini,16 jaringan dengan keganasan rendah, 10 dengan keganasan tinggi dan 2 jaringan otak normal yang didapat dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Indonesia. Jaringan telah digolongkan berdasarkan klasifikasi yang diberikan oleh World Health Organization, derajat 1 dan 2 sebagai keganasan rendah dan derajat 3 dan 4 sebagai derajat tinggi. Ekspresi relatif dari TGF-I²1 dianalisa menggunakan Real-Time RT PCR dengan 18sRNA sebagai houskeeping gene. Dari hasil terlihat bahwa adanya penurunan ekspresi relatif TGF-I²1 di glioma keganasan tinggi saat dibandingkan dengan ekspresi di glioma keganasan rendah. Tetapi setelah dianalisis secara statistik, hasil penemuan ini tidak signifikan. Kegunaan dari TGF-I²1 sebagai biomarker belum terbukti, maka dari itu studi lebih lanjut harus dilakukan untuk menjelaskan fungsi dari TGF-I²1 sebagai biomarker untuk glioma.


......Glioma is a term used to describe tumors which originate from the spinal cord or brain, specifically the glial cells. This type of tumor is one of the most commonly found brain malignancies in Indonesia. TGFI²1 has a key role in the maintenance of tissue homeostasis and progression of cancer, due to this fact TGF-I²1 has the potential as a tissue biomarker to differentiate low grade and high grade gliomas. The goal of this study is to analyze the relative expression of TGF-²1 in both high grade and low grade glioma to explore its potential as a biomarker. In the experiment there was a total of 28 samples, 16 low grade glioma, 10 high grade glioma and 2 normal brain tissue obtained from Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia. The sample was categorized to low grade and high grade glioma based on the guideline given by the World Health Organization. Grades 1 and 2 are considered to be low grade gliomas and grades 3 and 4 are considered to be high grade gliomas. The relative expression of TGF-I²1was measured through Real-Time RT-PCR with 18sRNA as a housekeeping gene. It was seen that there was a decrease in the expression of TGF-I²1 in high grade glioma as to low grade glioma. However, when the result was analyzed it is proven to be statistically insignificant.The role of TGF-I²1 as a definitive biomarker for glioma grading is yet to be proven, therefore further research must be conducted to elaborate the role of the gene as a glioma biomarker.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Ramasha Amangku
Abstrak :
HIF-2α adalah mediator yang penting dalam reaksi hipoksia di situasi keganasan dan tingginya tingkat ekspresi HIF-2α berkorelasi dengan konsep metastasis, resistensi terapi dan penurunan kualitas prognosis dalam berbagai bentuk pertumbuhan kanker. Karena kemampuan sel glioma otak yang sangat infiltratif, glioma tidak dapat sepenuhnya dihilangkan dengan pembedahan dimana tingkat kekambuhan juga tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi ekspresi relatif dari gen HIF-2α dihubungkan dengan keganasan glioma. Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 22 sampel yang diperoleh dari Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Ekspresi relatif HIF-2α dianalisis dengan menggunakan quantitative RT-PCR. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan ekspresi relatif HIF-2α pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah, namun tidak bermakna secara statistik. Dengan demikian kemungkinan HIF-2α dapat digunakan sebagai penanda prognostik untuk pasien yang didiagnosis glioma, meskipun eksperimen tambahan perlu dilakukan untuk memperkuat fakta ini.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdi
Abstrak :
Besi Tuang Nodular (Ferrous Carbon Ducktile) adalah salah satu jenis besi tuang dengan kandungan grain babas berbentuk bulat (nodular), yang dihasilkan oleh terjadinya reaksi Mg (Magnesium) atau Ce (Cerium) pada proses peleburan. Pemanfaatan besi tuang nodular sebagai material teknik saat ini telah berkembang dengan pesat. Kelebihan dari besi tuang nodular adalah memiliki sifat mampu tuang serta sifat mekanis yang baik, dan dapat menggantikan baja, dimana salah satu pemanfaatan besi tuang nodular digunakan sebagai material komponen otomotif. Pada penelitian ini dicoba untuk mengetahui pengaruh terhadap sifat mekanis dan struktur mikro, penambahan (1 % Ni) pada besi tuang nodular dengan paduan (0,25 % Mo) dalam proses manufaktur ADI. Kemudian dilakukan perbandingan sifat mekanis, antara ADI + (0,25 % Mo) dengan ADI + (0,25 % Mo + 1 % Ni). Pada proses ADI, besi tuang nodular dengan dua macam komposisi tersebut diberikan perlakuan panas austenisasi 850 °C dan 900 °C, waktu tahan 90 menit, dilanjutkan dengan perlakuan panas austemper pada dapur serbuk AI203 (Alumina Powder) dengan variasi temperatur 350 °C, 375 °C dan 400 °C dan waktu tahan 60 untuk paduan (BIN + 0, 25 % Mo), dan 120 menit untuk paduan (BTN + 0,25 % Mo) + (1 % Ni). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan unsur paduan 1 % Nikel terhadap ADI + (0, 25 % Mo) akan meningkatkan sifat mekanisnya, antara lain : kekuatan tank sebesar 5 kglem2, elongasi sebesar 2, 5 %, nilai ketahanan impak 0, 73 ]Icm2, dan kekerasan sebesar 14 HB. Dengan hasil tersebut dipelajari pengaruh beberapa variabel serta mekanisme terjadinya peningkatan sifat mekanis BTN ke grade ADI sehingga dapat digunakan sebagai altematif material komponen otomotif, serta mencoba mengusulkan proses manufaktur Bari ADI, khususnya proses perlakuan panas austenisasi dan austemper.
Ferrous Carbon Ductile ( FCD) is one kind of cast iron with the content of free nodular- shaped graphite, resulted in the reaction of Magnesium (Mg) or Cerium (Ce) in the process of melting. The use of nodular cast iron as material in engineering has been well developing recently. The advantage of FCD is that it processes properties of having capability in casting, being mechanically good, and having the capability in replacing steel, in which one of its uses is for automotive component. This research has been done to see the effect of mechanical properties and micro structure resulted by adding (1% Ni) into FCD and with the alloy of (0,25 % Mo) in the manufacturing process of ADI. The mechanical properties of ADI + (0,25 % Mo) and ADI + (0,25 % Mo+ 1 % Ni) are compared then. In the process of ADI, the FCD with the two kinds of compositions is treated by heating it through "austenisation "of 850 °C and 900 °C with the duration of 90 minutes followed by austempering of alumina powder (A!203) with variation of temperatures of 300 °C, 375 °C and 400 °C and the duration of 60 minutes for the alloy of 0, 25 % Mo, and 120 minutes for the alloy of ( 0, 25 % Mo + 1 % Ni). The results of the research indicate that the adding of alloy gradient of 1 % Ni into ADI (0, 25 % Mo) increase the mechanical properties, i. e. tensile strength of 5 kglcm2, elongation of 2, 5 %, impact value of 0,73 J/cm2 and hardness of 14 HB. From the result, it can studied that the effect of some variables and the scheme of increasing mechanical property from FCD to ADI make it possible to use the latter as alternative material for automotive component. And it is worth trying to propose the manufacturing process of ADI especially by way of "austenisation and austempering".
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Adhi R.
Abstrak :
Polipropilen (PP) merupakan salah satu polimer yang paling banyak digunakan dalam aplikasi plastik kemasan. Ini karena sifat-sifat polipropilen memiliki banyak keunggulan yaitu dalam hal sifat optis dan mekanisnya. Perkembangan plastik kemasan yang pesat juga akan membutuhkan kualitas yang sesuai dengan aplikasinya. Oleh karena itu perlu diketahui sifat-sifat yang ada pada salah satu polipropilen (PP) yang ada di Indonesia. Penetitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat optis berupa keburaman (haze) dan sifat mekanis pada polipropilen (PP) A dan polipropilen (PP) B sehingga dapat dilihat hubungan yang didapatkan antara kedua sifat tersebut. Penelitian ini menggunakan PP dengan jenis dan komposisi aditif sama yaitu stabilator panas (AE) 4 %; stabilator panas (AJ) 4 %; pelumas (AH) 5 %; syntetic hydrotalcite (HD) 3 %; slip agent (SB) 14 %; antiblocking (SC) 8 %. Pembuatan plastik film juga dilakukan dengan kondisi operasi yang sama dengan menggunakan alat blown tubular film. Perbedaan antara PP A dan PP B hanyalah pada operasi pembuatan yang berbeda pada saat proses polimerisasi dan pencampuran dengan aditif hingga menjadi pellet. Dari hal tersebut, trnmyata didapatkan hasil pengujian yang berbeda-beda untuk PP A dan PP B. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa PP B memiliki keburaman yang lebih tinggi '(8%) dari PP A (2,7%) pada plastik film. Ini berarti PP B memiliki derajat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan PP A dan membuat kekuatan tank (MD) PP B (199,14 kg/cm2) lebih tinggi dari PP A (173,5 kg/cm_) tetapi pertambahan panjang dan ketahanan impak PP B (456% dan 21,5 gr) lebih rendah dari PP A (539% dan 21,91 gr). Pada pengujian SEM, kondisi operasi mempengaruhi kelarutan aditif dalam matriks polimer. Kelarutan aditif yang rendah pada matriks atau tidak larut sempuma pada PP B membuat nilai kekuatan tank PP B lebih tinggi dibandingkan dengan PP A. Aditif yang tidak larut sempuma membentuk gumpalan yang menyebabkan sinar berhamburan ketika melewafi plastik film sehingga keburaman pada PP B lebih tinggi dari PP A. Aditif yang tidak larut sempuma menyebabkan plastik film pada PP B mempunyai nilai pengujian blocking dan koefisien friksi (TD : 0,01500 gr; MD: 0,01900 gr dan us: 0,4141; _k: 0,2618) yang lebih rendah dibandingkan dengan PP A (TD : 0,05030 gr; MD: 0,04900 gr dan _s: 0.6243; uk: 0,4212).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41654
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidinny Izzaturrahmi Hamid
Abstrak :
Glioma is one of the most common central nervous system tumors that show variant responses towards radiotherapies. Most of the cases especially the high grade Glioblastoma Multiforme have very poor prognosis. Pluripotency of cMyc genes might be another factor for the high glial cell differentiation in glioma thus it may become an alternative therapeutic target. mRNA obtained from 20 glioma samples with different degree of malignancy are converted to cDNA and then amplified. Relative quantification of cMyc mRNA expression is measured by calculating the cycle threshold values of Real Time RT PCR and normalized towards 18s rRNA to predict the relationship between the expression of cMyc and the degree of malignancy. The cMyc expression is increased in accordance with the tumor grade. The cMyc expressions in high grade glioma are 17424.23 folds higher when calibrated to the normal cell, whereas the genes in lower grade tumors are expressed with the rate of 6167.35. Despite the statistically insignificant values the genes express, this research has strengthened molecular diagnosis, specifically pluripotency, to be the factor that gives a greater prognostic relevance than the histopathologic diagnosis. As a conclusion, there is a clinical tendency where the c Myc expression is higher than in high degree glioma compared to low degree malignancy, however it is not statistically significant.
Glioma adalah salah satu tumor sistem saraf pusat yang sering terjadi dan memiliki respon yang variatif terhadap radioterapi. Glioblastoma Multiforme cenderung memiliki prognosis buruk terhadap pengobatan. Pluripotensi mRNA cMyc dapat menjadi salah satu faktor tingginya diferensiasi sel glial pada gliom sehingga dapat menjadi target terapi alternatif. mRNA yang diperoleh dari 20 sampel glioma dengan derajat keganasan berbeda ditransformasi menjadi cDNA dan diamplifikasi menggunakan Accupower Two-Step RT-PCR with SYBR Green. Kuantifikasi relatif mRNA cMyc ditentukan dengan menghitung nilai cycle threshold pada RT PCR ang dinormalisasi dengan rRNA 18S untuk melihat hubungan antara ekspresi cMyc dan derajat keganasan glioma. Ekspresi cMyc ternyata lebih tinggi seiring dengan meningkatnya tingkat keganasan. Ekspresi cMyc pada glioma klasifikasi WHO derajat tinggi senilai 17424.23 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ekspresi pada sel otak normal, sedangkan glioma derajat rendah menurut klasifikasi WHO mengalami ekspresi gen cMyc senilai 6167.35. Meskipun nilai yang diperoleh tidak signifikan secara statistik, penelitian ini telah menunjukkan bahwa diagnosis molekuler, terutama pluripotensi, dapat menjadi faktor penentu prognosis glioma selain ditentukan dengan derajat keganasan melalui pemeriksaan histopatologis. Terdapat kecenderungan secara klinis dimana ekspresi relatif mRNA cMyc lebih tinggi pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah, namun nilainya tidak signifikan secara statistik.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Fahlevi Yuniansah
Abstrak :
Saat ini industri pertambangan global sedang menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam produktivitas logam dan penggunaan energi untuk memenuhi bahan sumber. Telah ditemukan bahwa terdapat penurunan drastis pada ore grade, sementara permintaan akan produk ini justru meningkat. Dampak terdahap efisiensi energi juga menjadi tantangan bagi industri pertambangan, dimana dampak terjadi pada material dengan gradeyang lebih rendah untuk menggunakan energi yang lebih tinggi pada proses comminution grinding untukmendapatkan target liberationpada downstream process. Untuk menghadapi tantangan ini, maka harus menerapkan inovasi untuk memecahkan masalah ini. Tujuan utama dari penerapan metodologi Grade Engineering® adalah untuk mencapai feed gradeyang lebih tinggi sembari menolak kadar mineral yang kurang berharga dengan menerapkan material screeningdan metode penyortiran pada tahap sedini mungkin untuk memperoleh assay gradeyang terpercaya. Untuk memverifikasi pekerjaan ini, perbandingan pada hubungan antara RC chip, diamond drill core, dan sampel massal perlu diperiksa. Namun, studi saat ini menunjukkan adanya ketidakpastian dalam mengonfirmasi legitimasi RC chip karena adanya fakta bahwa hasil respon yang kurang akurat terjadi pada sampel RC, terutama pada bijih emas. Pengembangan pada penelitian ini akan membutuhkan penanganan dalam particle screeningyang melibatkan metode penyaringan kering dan penyaringan basah untuk meraih informasi yang lebih banyak, sedangkan mengurangi jumlah wet screening akan mengurangi waktu untuk dekantasi. Pertimbangan lain untuk menghindari penyaringan dibawah 0.212mm adalah untuk menghindari blinding effect yang dapat menyebabkan ketidakakuratan pada mass fraction. Oleh karena itu, peralatan laboratorium seperti Cyclosizer lebih baik diganti karena dapat menyebabkan produksi dengan hasil dibawah target fraction sizedan menghasilkan bahan yang jauh lebih halus. Berdasarkan pada beberapa penelitian, nikel dapat menjadi sumber yang lebih diandalkan dalam mengonfirmasi sampel RC chip untuk menjadi sah dari teori ini. Mineralogi nikel dianggap tidak begitu rumit jika dibandingkan dengan bijih emas. Oleh karena itu, jumlah sampel nikel sulfida dapat ditingkatkan untuk mendapatkan respon RC chip yang lebih baik. Oleh karena itu, rencana eksperimen yang diusulkan adalah untuk menyelidiki efektivitas dari penggunaan wet sieving untuk sampel RC chip menggunakan bijih nikel dan emas. Selain itu, respon pertikel berdasarkan distribusi ukuran pada size liberationjuga akan dipelajari. ......The global mining industry is currently facing an unprecedented challenge in metal productivity and energy consumption to fulfil the increasing demand for these sources material. It has been discovered that a dramatic decrease in ore grade, while the demand for the product is also increasing. The impact towards the energy efficiency is also a challenge for the mining industry, where the impacts occur on lower grades material to use higher energy in the process of comminution grinding to obtain the liberation target in the downstream process. To address this challenge, such innovation must apply to solve this issue. The primary purpose of applyingGrade Engineering® methodologyis to achieve higher feed grades while rejecting lower grade of less valuable mineral by implementing material screening and sorting method at the earliest stage to obtain genuine assay grade. To verify this work, the comparison of the relationship between RC chips, drill, and a bulk sample needs to be examined. However, current studies show the uncertainty of confirming the legitimacy of the RC chips due to the fact that the results of inaccurate response occur in RC samples, particularly for gold ores. The development of this study would require handling in particle screening that involves a dry screening method and wet screening to obtain more data information, while reducing the amount of wet screening will lower the time for decantation. Another consideration is to avoid screening under 0.212 mm to keep away from the blinding effect that can cause inaccuracies in the mass fraction. Therefore, common equipment such as Cyclosizer, could be replaced because it may produce below the target fraction size and resulted as a much finer material. Based on a few studies, nickel can be a viable source in confirming the RC chips samples to be legitimate of this theory. The mineralogy of nickel is considered to be less complicated compare to the gold ore. Therefore, the number of nickel sulphide samples can be increased to obtain a better behaviour response of the RC chips. Therefore, the proposed experimental plan is to investigate the effectiveness of using wet sieving for RC chips samples using nickel and gold ore. In addition, the response of particle by size distribution on size liberation will also be studied.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharto
Abstrak :
Penelitian telah dilakukan untuk memperoleh karakteristik baja karbon rendah dan sedang hasil proses balik dari fasa spheroidite ke fasa martensite. Sampel baja bahan baku baut kendaraan bermotor dari berbagai grade (grade SCM 435, grade 12A, dan grade 45K) yang sudah memiliki fasa spheroidite diberi perlakuan panas dengan beberapa variasi suhu dan waktu tahan sampai dengan 50 menit, diikuti dengan proses quenching. Kemudian dilakukan uji foto optik, uji kekerasan, dan uji SEM-EDX terhadap sampel setelah perlakuan, dan hasilnya sebagai berikut: Untuk grade SCM 435, morfologi mikrostruktur fasa martensite sedikit tampak pada daerah temperatur 950°C dan 1050°C dengan waktu tahan 50 menit. Fraksi volume martensite pada temperatur dan waktu tahan tersebut tidak dapat didefinisikan oleh alat "Image Analyzer". Tingkat kekerasan paling tinggi terjadi pada daerah temperatur 1050°C dengan waktu tahan 50 menit. Untuk grade 12A, morfologi mikrostruktur fasa martensite sama sekali tidak tampak pada daerah temperatur 760°C, 850°C, 950°C, dan 1050°C dengan waktu tahan 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, dan 50 menit. Tingkat kekerasan paling tinggi terjadi di daerah temperatur 850°C dengan waktu tahan 50 menit. Namun, fraksi volume martensitenya tidak dapat didefinisikan oleh alat "Image Analyzer". Untuk grade 45K, morfologi mikrostruktur fasa martensite tampak lebih jelas pada daerah temperatur 950°C dan 1050°C dengan waktu tahan 50 menit. Kekerasan paling tinggi terjadi di daerah temperatur 1050°C dengan waktu tahan 50 menit. Fraksi volume martensite dapat didefinisikan oleh alat "Image Analyzer" pada temperatur 950°C dan 1050°C. Sedangkan pada daerah temperatur 760°C dan 850°C, fraksi volume martensite tidak dapat didefinisikan oleh alat "Image Analyzer". Dari masing-masing grade, ternyata grade 45K memiliki morfologi martensite yang paling jelas dan kekerasannya juga paling tinggi, diikuti oleh grade SCM 435 dan grade 12A.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiyono
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian transformasi fasa pada 3 grade baja yaitu 45 K, SCM 435 dan 12 A, ketiganya dapat dibuat spheroidite namun hanya SCM 435 dan 45 K yang dapat dibuat menjadi martensite dan martemper. Hal ini terlihat dari mikrostruktur yang diperkuat data uji tarik dan hardness. Grade 12 A tidak cocok untuk aplikasi industri baut dan mur. ......Have been conducted by research of transformation fasa at 3 grade become militant that is 45 K, SCM 435 and 12 A, third of grade can be made by spheroidite but only SCM 435 and 45 K which can be made to become martensite and martemper. This matter is seen from microstructure strenghtened by data of interesting test and hardness. Grade 12 A incompatible for the industrial application of bolt and nut.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T20817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprizal Satria Hanafi
Abstrak :
ABSTRAK Hubungan obesitas dan merokok terhadap kejadian hipertensi sudah banyak diketahui namun masih jarang dilakukan penelitian untuk melihat efek gabungan obesitas dan merokok dalam menyebabkan hipertensi derajat 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek gabungan obesitas dan merokok dalam menyebabkan hipertensi derajat 1. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional menggunakan data Indonesian Family Life Survey-5 (IFLS-5) tahun 2014. Sampel yang dianalisis pada penelitian ini berjumlah 13.487 setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis multivariat menggunakan uji cox regresi digunakan untuk mengetahui besar risiko obesitas dan merokok dalam menyebabkan hipertensi derajat 1. Hasil penelitian didapatkan prevalensi hipertensi derajat 1 sebesar 23,50%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa orang yang obesitas dan merokok memiliki risiko 2,86 kali untuk mengalami hipertensi derajat 1 (PR=2,86), orang obesitas dan tidak merokok memiliki risiko 1,64 kali untuk mengalami hipertensi derajat 1 (PR=1,64), orang tidak obesitas dan merokok memiliki risiko 1,32 kali untuk mengalami hipertensi derajat 1 (PR=1,32). Risiko untuk mengalami hipertensi derajat 1 meningkat 48% akibat interaksi obesitas dan merokok. Perlu adanya adanya skrining lebih ketat untuk mencegah hipertensi terutama pada orang obesitas dan merokok pada umur ≥18 tahun misalnya dengan pengkuran tekanan darah secara rutin di rumah. Selain itu perlu adanya peningkatan kualitas pelaksanaan Posbindu PTM dari pemerintah untuk pemantauan faktor risiko serta deteksi dini PTM.
ABSTRACT The relationship of obesity and cigarette smoking to the incidence of hypertension was well known, but study is still rare to see the joint effects of obesity and smoking in causing hypertension grade 1. This study aimed to evaluate the joint effect of obesity and cigarette smoking on causing hypertension grade 1. This study used a crosssectional design using data from Indonesian Family Life Survey-5 (IFLS-5) in 2014. The samples analyzed in this study amounted to 13,487 after fulfilling the inclusion and exclusion criteria. Multivariate analysis using the cox regression test was use to determine the risk of obesity and smoking in causing hypertension grade 1. The results showed that the prevalence of hypertension grade 1 is 23.50%. Multivariate analysis showed that people who were obese and smoking had a risk of 2.86 times for having hypertension grade 1 (PR = 2.86), obese and non-smoking people have a risk of 1.64 times to have hypertension grade 1 (PR = 1.64), people who were not obese and smoking have a risk of 1.32 times for having hypertension grade 1 (PR = 1.32). The risk of developing hypertension grade 1 increased by 48% due to the interaction of obesity and smoking. There needs to be more rigorous screening to prevent hypertension, especially in obese and smoking people at age ≥18 years, for example by measuring blood pressure regularly at home. In addition, there is a need to improve the quality of the implementation of NCDs Integrated Development Post (Posbindu) from the government for risk factor monitoring and early detection of NCDs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Rikanti Hakim
Abstrak :
Tujuan dan latar belakang : High grade glioma mecakup hanya 2% dari seluruh kanker, namun memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi walaupun dengan menggunakan pendekatan terapi multimodal menggunakan kombinasi modalitas operasi, radiasi, kemoterapi dan targetd therapy. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar MGMT, sebuah protein repair, yang diperiksa menggunakan teknik ELISA dengan respon tumor terhadap radiasi pada High Grade Glioma sehingga diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai sifat biomolekuler dari High grade Glioma. Metode : Studi ini merupakan sebuah studi restrospektif yang melibatkan 14 pasien yang telah didiagnosa sebagai High Grade Glioma berdasarkan histopatologi dan telah mendapatkan radiasi postoperasi dengan dan/atau tanpa chemosensitizer temozolomide di Departemen Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkusumo dari tahun 2004-2015. MGMT diperiksa dengan teknik ELISA dari jaringan tumor yang sudah diparafinisasi. Respon tumor dihitung berdasarkan perubahan volume tumor pada imaging CT/MRI pre dan pasca radiasi. Hasil: Rerata kada MGMT adalah 184 (160-206) pg/mL. Rerata penyusutan tumor adalah 10,64% (-75.64-80.20%). Tidak didapatkan korelasi antara kadar MGMT dengan respon tumor, dengan r= 0.065 (p=0.825). Pada kelompok yang hanya mendapat radiasi didapatkan r= 0.199 (p=0.607) dan pada kelompok yang mendapat kemoradiasi dengan TMZ didapatkan korelasi negatif dengan r= -0,447 (p=0.45). Kesimpulan : Tidak ada korelasi antara kadar MGMT dengan respon radiasi. Baik pada kelompok yang mendapatkan radiasi saja ataupun pada kelompok yang mendapatkan kemoradiasi dengan TMZ. ...... Purpose and background : High Grade Glioma comprises just 2% of all cancer, but it disproportionally has the 6th lowest survival of all cancer found. Despite combined multimodality approach that has been used by clinician which can be the combination of two or more modalities of such : surgery, radiation, chemotherapy and targeted therapy, the mortality and morbidity of HGG remains high. This study aims to know the correlation between MGMT protein expression, a repair protein well known in glioma, with the radiation response, in order to gain more knowledge of the bio molecular behavior of HGG. Material and Methods : This study is a retrospective study that involves 14 patients which were diagnosed as HGG based on histopathological findings and received postoperative radiation with or without concurrent Temozolomide (TMZ) at the Radiotherapy Department of Cipto Mangunkusumo Hospital from 2004-2015. Tumor MGMT concentration was quantified by Enzyme-Linked Immunosorbent Assay from Formalin-Fixed Paraffin-Embedded (FFPE) tissue. Tumor response was evaluated by comparing pre and post radiation tumor volume by CT and MRI. Result: MGMT concentration was 184 (160-206) pg/mL. Mean tumor volume shrinkage was 10,64% (-75.64-80.20%). There were no correlation between MGMT concentration and tumor response (r= 0.065, p=0.825). The sample was split according to use of TMZ. In the group that had radiation only, the correlation between MGMT concentration and tumor response was not significant (r= 0.199, p=0.607). In the chemoradiation group there was a moderate negative correlation, but was not significant (r= -0,447, p=0.45). Conclusion: MGMT protein expression was not correlated with the tumor radiation response. There was a negative moderate correlation between MGMT concentrasion and tumor response in patients who underwent chemoradiation with TMZ, but this correlation was not statistically significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>