Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mery Kharismawati
"Tesis ini merupakan penelitian Sosiopsikologi sastra yang membahas empat karya sastra dari Okinawa yang menunjukkan kemunculan rasa bersalah yang muncul dari problematika yang dialami oleh tokoh utama. Hal ini dilatari oleh masalah diskriminasi yang dirasakan oleh warga Okinawa terkait dengan masalah pendudukan asing dan perang. Tesis ini berusaha menemukan pandangan dunia dengan menerapkan teori Struktural Genetik Goldmann dan mengaitkannya dengan rasa bersalah dari tokoh cerita dengan bantuan teori Psikologi. Pandangan dunia pengarang menunjukkan penolakan terhadap perang dan pendudukan asing. Pandangan ini berkaitan dengan posisi Okinawa yang menjadi korban diskriminasi, asimilasi, pertempuran Okinawa, dan pendudukan asing. Terdapat kesadaran ganda, yakni sebagai korban (higaisha) dan sebagai pelaku kejahatan perang (kagaisha), dalam kaitannya dengan posisinya sebagai bagian dari Jepang yang melakukan kejahatan perang di masa Perang Dunia II. Rasa bersalah yang muncul, menurut teori Psikologi, membawa pengarang pada pemikiran tentang perdamaian yang lebih objektif, yang tidak menonjolkan kesadaran sebagai korban yang sewajarnya muncul dari warga Okinawa.

This thesis is a socio-psychological literature research discusses four literatures from Okinawa. The stories tells about the guilty feeling emerged from problematic main character. It is based on discrimination felt by the Okinawan people associated with problems of foreign occupation and war. This thesis strives to find world-view by applying the theory of Structural Genetics Goldmann and associate it with the guilt of the main character of the story with the help of psychology theory. By using Genetic Structuralism theory from Lucien Goldmann, we can understand the author’s world view which shows objection to war and foreign (military) occupation .The world-views have a correlation with Okinawan position as a victim of discrimination, assimilation, and foreign (military) occupation, while in the other hand they do have contribution in doing so as a part of Japan military regime, widely known as perpetrator of war crime in the World War 2. The emerging guilty feeling follow the psychology theory, lead the authors to the more objective peace, leaving alone victim consciousness commonly accentuated by Okinawan people.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Daniel Tulus Marulitua
"Sistem peradilan pidana merupakan suatu proses yang ditujukan untuk menanggulangi kejahatan melalui proses peradilan yang dilakukan terhadap pelaku tindak pidana. Sistem peradilan pidana diwujudkan melalui suatu ketentuan yang disebut dengan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sejatinya KUHAP ditujukan untuk melindungi hak-hak seorang tersangka dan/atau terdakwa serta mengatur tugas masing-masing dari sub-sub sistem peradilan pidana guna menciptakan suatu keterpaduan sistem peradilan pidana. Namun demikian, implementasi KUHAP masih jauh dari tujuan sebenarnya sehingga berpotensi menimbulkan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak tersangka/terdakwa. Oleh sebab itu perlu adanya suatu pembaharuan terhadap KUHAP. Pembaharuan tersebut diwujudkan dalam Rancangan Kitab Hukum Acara Pidana (R-KUHAP). Dalam R-KUHAP, terdapat nilai-nilai yang diadopsi di negara common law, salah satu dari nilai tersebut adalah lembaga plea bargaining. Akan tetapi R-KUHAP tidak secara mutlak mengadopsi nilai lembaga plea bargaining yang ada di negara common law. R-KUHAP hanya mengambil nilai plea guilty (pengakuan bersalah) yang merupakan salah satu nilai dari lembaga plea bargaining. Kedudukan lembaga plea bargaining (plea guilty) yang diatur dalam R-KUHAP melalui suatu klausul Jalur Khusus terdapat dalam tahap adjudikasi. Diadopsinya lembaga plea bargaining (plea guilty) dalam RKUHAP disebabkan adanya manfaat dari lembaga ini. Salah satu manfaat tersebut terlihat dalam perwujudan suatu peradilan cepat, sederhana dan berbiaya murah dalam implementasi lembaga plea bargaining (plea guilty). Disamping manfaat yang diperoleh, terdapat juga suatu potensi kerugian apabila implementasi dari lembaga plea bargaining (plea guilty) tidak berjalan dengan baik sehingga dapat menyebabkan miscarriage of justice (peradilan sesat). Oleh sebab itu dalam implementasi lembaga plea bargaining (plea guilty) nantinya diperlukan keterpaduan dari 3 (nilai) dasar hukum sebagimana dikemukakan oleh Friedman yaitu substansi hukum (perwujudan peraturan perundang-undangan yang terkait plea bargaining), struktur hukum (keterpaduan antar sub sistem dalam sistem peradilan pidana), dan budaya hukum (kesadaran dari aparat penegak hukum terhadap kewenangan yang dimilikinya) guna mencegah timbulnya miscarriage of justice (peradilan sesat).

The criminal justice system is a process that is intended to solve crimes through judicial proceedings conducted against criminal offence. The criminal justice system is realized through a provision called the Criminal Procedure Code (KUHAP). Indeed the Criminal Codeaimed at protecting the rights of accused and/or defendant sand set tasks for each of the sub-systems of criminal justice in order to create an integration of the criminal justice system. However, the implementation of the Criminal Procedure Code is still far from the goal and thus potentially give rise to violations against the rights of accused/defendant. Therefore, the need for a reform of the Criminal Procedure Code. The reform embodied in the draft Criminal Procedure Code (R-KUHAP). In draft Criminal Procedure Code, there are values that are adopted in common law. One of these values is plea bargaining. However ,the draft Criminal Procedure Code does not ultimately adopted the values of plea bargaining that exist in common law. The draft Criminal Procedure Code is only take a guilty plea which is one of the values of the plea bargaining. The position of plea bargaining (plea guilty) is regulated int he draft Criminal Procedure Code through a “Special Track” clause contained in the adjudication stage. Adoption of plea bargaining (guilty plea) in the draft Criminal Procedure Code due tothe benefits of this institution. One of the benefits is seen in the embodiment of a fast, simple and low-cost judicial/trial in implementation of plea bargaining (plea guilty). In addition to the benefits, there is also a potential loss when implementation of the institution of plea bargaining (plea guilty) do not work properly till causing the miscarriage of justice. Therefore, implementation of plea bargaining (plea guilty) will be required integration of three values of law as advanced by Friedman namely substance law (embodiment legislation related plea bargaining), structure law (coherence between sub-system in criminal justice systems), and cultural law ( of consciousness of law enforcement officials the authority to file to prevent the spread of miscarriage of justice."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Pratama Saputra
"Unsur kesalahan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu tindak pidana. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak secara tegas mencantumkan unsur kesalahan, namun kesalahan tersebut tersirat dalam unsur memperkaya diri. Melalui metodologi penelitian yuridis normatif dan kajian terhadap beberapa putusan tingkat kasasi dapat disimpulkan bahwa, pada praktiknya kebanyakan hakim hanya membuktikan dan mempertimbangkan unsur memperkaya diri, meskipun demikian ada juga hakim yang mempertimbangkan unsur kesalahan secara khusus. Dengan demikian terlepas dari bagaimana cara hakim mempertimbangkannya, berarti unsur kesalahan dalam pasal ini telah dibuktikan dan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim ketika akan menyatakan Terdakwa secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan pasal tersebut.

Article 2 verse 1 of the Corruption Criminal Act has indirectly contained element of guilt, however element of guilt implicitly contained in self enriching element. Through juridical normative methodology research and study of some cassation rsquo s verdict can be deduced that practically, most of judges just proving and considering self enriching element, eventhough there are judges who considering element of guilt specifically. Therefore, regardless of how judges considering element of guilt, it means in this article element of guilt already proven and considered by judges when stating that defendant is guilty based on this Article 2 verse 1 of the Corruption Criminal Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurelia Tamirin
"Meskipun pelaku kekerasan seksual di kampus kini ditindak semakin tegas, masih terdapat sejumlah isu yang memerlukan tinjauan mendalam, salah satunya terkait keputusan organisasi mahasiswa untuk memublikasikan putusan bersalah pelaku di media sosial. Penelitian ilmiah yang menyatakan manfaat dari publikasi semacam ini, baik kepada korban/penyintas, pelaku, maupun publik secara umum masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak dari publikasi putusan bersalah pelaku terhadap dua perempuan korban/penyintas kekerasan seksual di lingkungan Universitas Indonesia. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam serta dianalisis dengan pendekatan naratif feminis dan perspektif feminis posmodern. Analisis mengungkap bahwa dampak publikasi bervariasi antar individu, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Temuan keseluruhan menunjukkan bahwa publikasi tidak secara signifikan membantu proses pemulihan. Meskipun publikasi dapat membawa validasi, dukungan, dan emosi positif bagi korban/penyintas, manfaat tersebut hanya bersifat sesaat. Di sisi lain, publikasi justru membawa berbagai risiko reviktimisasi, seperti penyebaran identitas, intimidasi, hingga ancaman. Temuan ini menegaskan pentingnya pertimbangan matang atas seluruh risiko sebelum memutuskan publikasi. Hal ini dibutuhkan guna memastikan implementasi prinsip-prinsip penanganan kekerasan seksual yang ideal.

Even though perpetrators of sexual violence on campus are now dealt with more firmly, there are still several issues that require in-depth review, one of which is related to the student organization's decision to publish the perpetrator's guilty verdict on social media. Scientific research stating the benefits of this kind of publication, both for victims/survivors, perpetrators, and the general public is still minimal. This research aims to explore the impact of the publication of the perpetrator's guilty verdict on two female victims/survivors of sexual violence within the Universitas Indonesia. Data were generated from in-depth interviews and analyzed using a feminist narrative approach and a postmodern feminist perspective. Analysis reveals that the impact of publications varies across individuals and is influenced by various factors. Overall findings suggest that publication does not significantly aid the recovery process. Although publications can bring validation, support, and positive emotions to victims/survivors, these benefits are only felt momentarily. On the other hand, publication carries various risks of revictimization, such as spreading identity, intimidation, and threats. These findings emphasize the importance of careful consideration of all risks before deciding on publication. This is needed to ensure the implementation of the principles of ideal handling of sexual violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library