Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Rahman Alamsyah
"Tesis ini hendak meneliti demokratisasi pasca-Soeharto (2004-2006) yang terjadi di Serang, Banten, dengan menggunakan kerangka berpikir dialektika agen-struktur atau habitus ranah dari Bourdieu. Yang menjadi subyek penelitian adalah Partai Golkar dan jawara (PG-Jawara) serta Partai Keadilan Sejahtera dan tarbiyah (PKS-Tarbiyah). Mereka adalah agen-agen signifikan dalam ranah politik Serang. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi, penelusuran dokumen, dan studi pustaka. Dengan menggunakan kerangka berpikir dialektika agen-struktur, demokratisasi tersebut dapat diawali dengan penjelasan tentang posisi-posisi obyektif PG-Jawara dan PKS-Tarbiyah dalam ranah politik Serang. Berdasarkan ukuran jenis, volume dan bobot relatif dari empat jenis modal (ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik), PG-Jawara menempati posisi obyektif dominan daripada PKS-Tarbiyah. Sedangkan untuk habitus politik, yang melekat pada PG-Jawara adalah kekerasan, pragmatisme, dan Islam simbolik. Pada PKS-Tarbiyah, hal itu meliputi habitus politik islamisme dan modernis. Posisi-posisi obyektif dalam ranah mengondisikan habitus politik PG-Jawara dan PKS-Tarbiyah, tetapi habitus tersebut juga membantu mereka untuk menyesuaikan diri dengan ranah politik yang dihadapi. Hasil dari dialektika tersebut adalah praksis politik. Inilah dialektika habitus-ranah atau agen struktur, yang berbeda dengan determinisme pendekatan agen (Diamond) maupun pendekatan struktur (Huber dkk.). Ranah politik adalah medan pertarungan wacana (simbolik) antar agen untuk memperoleh kekuasaan simbolik (kekuasaan yang diakui keabsahannya). Wacana tersebut adalah praksis politik yang dihasilkan dari dialektika habitus-ranah dan ditawarkan oleh para agen politik kepada masyarakat demi memperoleh dukungan. Ia mencakup doxa (wacana dominan yang absah), orthodoxa (wacana yang mendukung doxa) dan heterodoxa (wacana yang menentang doxa). Doxa dalam ranah politik Serang adalah nasionalisme pasca-kolonial, keislaman tradisional, modernisasi, dan prosedur demokrasi. Ia didukung oleh PG-Jawara yang memproduksi dan mereproduksi orthodoxa, yang meliputi nasionalisme pasca-kolonial, Islam simbolik yang dekat dengan keislaman tradisional, modernisasi untuk kejayaan bangsa dan negara, dan demokrasi dalam kerangka Pancasila. PKS-Tarbiyah memproduksi heterodoxa, yang meliputi nasionalisme dalam kerangka Islam, Islam sebagai ajaran total yang memandu perilaku, dan prosedur demokrasi untuk kepentingan Islam. Wacana yang diproduksi para agen politik tersebut ada yang merupakan perwujudan dari habitus politiknya, namun ada juga yang merupakan hasil penyesuaian (dengan bantuan habitus politiknya), sesuai dengan batas-batas yang dimungkinkan oleh ranah yang memproduksi habitus politik tersebut, terhadap ranah politik yang dihadapinya. Inilah pertarungan wacana antara PG-Jawara dengan PKS-Tarbiyah yang terjadi dalam ranah politik Serang. Ranah politik Serang mengalami ?bantenisasi demokrasi? karena ia dirumuskan ulang oleh agen-agen politik yang ada di dalamnya, sesuai dengan habitus dan posisi obyektifnya dalam ranah politik. Alhasil, pada tingkat subyektif (wacana, simbolik), ranah politik Serang penuh sesak dengan aneka wacana dengan posisi yang berbeda-beda. Yang dominan adalah nasionalisme pasca-kolonial, keislaman tradisional, beberapa nilai demokrasi yang ditawarkan PG-Jawara, dan modernisasi dalam rangka nasionalisme. Ia memberi nuansa yang lebih tebal pada ranah politik tersebut. Namun, berbagai wacana yang diproduksi PKS-Tarbiyah, yaitu nasionalisme dalam kerangka Islam, islamisme, beberapa nilai demokrasi yang diusung PKS-Tarbiyah, modernisasi dalam konteks islamisme, juga mulai mengancam wacana-wacana dominan tersebut. Hal ini membuat demokratisasi dalam ranah politik Serang menjadi begitu dinamis. Wacana-wacana tersebut adalah dimensi subyektif yang berfungsi memberi legitimasi terhadap dimensi obyektif dari ranah politik. Pada tingkat obyektif, ?bantenisasi demokrasi? menghasilkan demokrasi yang ditandai dengan penerapan berbagai prosedur demokrasi (pilkada, pemilu, kontrol DPRD atas pemerintah kabupaten) dan beberapa prinsip demokrasi, seperti jaminan atas partisipasi publik, kebebasan berpendapat, berorganisasi, kebebasan pers, pengelolaan pemerintahan yang transparan, penghargaan terhadap keragaman, dan sebagainya. Namun pada saat yang bersamaan, ia juga kerap harus berhadapan dengan praksis politik kekerasan dan politik uang PG-Jawara, islamisme PKS-Tarbiyah yang cenderung memarjinalkan non-Islam, oligarki elit parpol, dan partisipasi publik yang sifatnya formalistis.

This thesis is about the democratization post-Soeharto (2004-2006) in Serang, Banten, using dialectical theory of agency-structure or habitus field from Bourdieu. The subjects are Partai Golkar and jawara (PG-Jawara), Partai Keadilan Sejahtera and tarbiyah (PKS-Tarbiyah). They are significant agencies in Serang political field. This research is using qualitative approach with case study. The datas are collected with deep interview, observation, document study, and literary study. Using dialectical theory of agency-structure, the democratization will begin with the explanation about the objective positions between PG-Jawara and PKS-Tarbiyah in Serang political field. According to form, volume and relative weight from four capital form (economic, social, cultural, and symbolic), PG-Jawara has more dominant objective position than PKS-Tarbiyah. Otherwise, the political habitus for PG-Jawara are violance, pragmatism, and Islam symbolic. The political habitus for PKS-Tarbiyah are islamism and modernism. The objective conditions in field conditioning the political habitus of PG-Jawara and PKS-Tarbiyah, but it also help them to make the adaptation to the political field. The result of dialectical is political praxis. This is the dialectical of habitus-field or agency structure, which is different from determinism of agency approach (Diamond) or structure approach (Huber and friends). Political field is the arena of discourse (symbolic) struggle between agencies to obtain symbolic power (the legitimate power). The discourse is political praxis which produced by dialectical habitus-field and offered by political agencies to the society to get their support. It consist of doxa (the legitimate discourse), orthodoxa (the discourse supporting doxa) and heterodoxa Bantenisasi demokrasi (the discourse aggainst doxa). Doxa in Serang political field are post-colonial nasionalism, traditional islamic, modernism, and procedure of democratization. It supported by PG-Jawara which produce and reproduce orthodoxa, including post-colonial nasionalism, Islam symbolic that close to traditional islamic, modernisation to the glory of nation and country, and democracy of Pancasila. PKS-Tarbiyah produce heterodoxa, consist of islamic nasionalism, Islam as a total religion to guide the attitude, and the procedure of democracy for islamic importance. There are some discourses which produced by the political agencies are manifestation from their political habitus, but there also are a production from adaptation (with their political habitus support), in accordance with the limitations that able by field which produce the political habitus, towards the political field. This is the discourse struggle between PG-Jawara with PKS-Tarbiyah that happen in Serang political field. Serang political field is becoming ?bantenisasi demokrasi? because it reinterpreted by their political agencies, in accordance with habitus and objective position in political field. At subjective level (discourse, symbolic), Serang political field is crowded with some discourses with different positons. The dominant are post-colonial nasionalism, traditional islamic, some democratic values that offered by PG-Jawara, and modernisation in nasionalism. It gives strong nuance in political field. Although some discourses that produced by PKS-Tarbiyah, such as nasionalism in islamic framework, islamism, some democratic values of PKS-Tarbiyah, modernisation in islamic framework, also threaten the dominant discourses. It makes democratization in Serang political field more dynamic. The discourses are subjective dimension that gives legitimation to objective dimension of political field. At objective level, ?bantenisasi demokrasi? produce a democracy that marked with the application of procedure of democracy (local election, general election, the controling of local government by DPRD) and some principles of democracy, such as guarantee on public participation, freedom of expression, freedom of organization, freedom of the press, transparent government, guarantee on pluralism, etc. But at the same circumtance, it also has to face political violance and money politic of PG-Jawara, the islamism of PKS-Tarbiyah that marginalize non-Islam, the elite oligarcy in political party, and pseudo-public participation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Meutia Harum
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas novel seorang pengarang Indonesia, yaitu Clara Ng yang
berjudul Tea for Two (2010). Novel Tea for Two menampilkan tema kekerasan
dalam rumah tangga yang menjadi isu dalam novel. Untuk itu, penelitian ini akan
berfokus pada proses internalisasi ideologi gender pada tokoh utama dalam novel
yaitu Sassy, dengan menggunakan pendekatan Habitus dan Gender. Dalam
penelitian ini ditemukan bahwa latar belakang budaya patriarkis membentuk pola
pikir tokoh perempuan sehingga menginternalisasi secara ideologis yang
menyebabkan tokoh utama perempuan dalam novel ini mengalami kekerasan
simbolik maupun kekerasan fisik dalam rumah tangganya. Dengan demikian,
relasi yang terbentuk adalah relasi ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan
serta menampilkan laki-laki sebagai pihak yang dominan.

ABSTRACT
This research discusses a novel by Clara Ng, a female author from
Indonesia, titled Tea for Two (2010). The Novel expressed domestic violence in
household which is increasingly prevalent and became an issue in Indonesian
society. Therefore, this study focused on the process of internalization of gender
ideology on female characters in the novel with Habitus and Gender approach.
This research found that the cultural background of patriarchal formed mindset of
women and ideologically internalized so the female characters in this novel
experienced a symbolic and physical violence in the household. Thus, a relation
that is formed is an inequality between men and women and show men as the
dominant party."
2012
T30621
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rusyanti
"Tesis ini mengkaji tentang konstruksi dinamika habitus sebagai praktik sosial yang teramati di Pecinan Lemah wungkuk, Plered dan Jamblang pada abad ke-19 mdash;21 M, dari sudut pandang Paradigma Arkeologi Postprosesual. Habitus merupakan teori yang dipopulerkan oleh Sosiolog sekaligus filsuf Pierre Bourdieu. Habitus adalah suatu sistem disposisi atau struktur mental kognitif sekaligus juga sebagai strategi yang digunakan secara sadar oleh manusia sebagai agen dalam menghadapi situasi yang dihadapi atau struktur. Habitus terlihat dalam bentuk tindakan dan representasi sosial dan terekam dalam jejak arkeologis. Penelitian terhadap artefak arkeologi di Pecinan Cirebon memperlihatkan habitus yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan berkaitan dengan pengorganisasian kapital dalam suatu arena. Habitus di Pecinan Lemah Wungkuk memperlihatkan ketahanan dalam menghadapi situasi yang dialami sehingga membentuk Pecinan yang bercirikan reproduksi dari kebudayaan Cina. Habitus di Pecinan Plered memperlihatkan kelemahan sehingga berdampak pada penguasaan Pecinan yang memudar dan bertransformasi menjadi kawasan komersil perdagangan batik, dan habitus di Pecinan Jamblang memperlihatkan praktik inovasi sebagai strategi untuk tetap bisa mempertahankan arenanya. Dinamika habitus yang teramati melalui artefak arkeologi di ketiga Pecinan tersebut merupakan cerminan dari adanya praktik konstruktivisme, yaitu bahwa semua aktivitas manusia adalah praktik sosial kontingen yang maknanya dikonstruksi dalam pasang-surut interaksi sosial.

This thesis discusses the construction of habitus dynamics as social practice observed in Pecinan Lemah Wungkuk, Plered and Jamblang in the 19 mdash 21th Century, from the perspective of the paradigm of Archaeology Postprosesual. Habitus is a theory popularized by Sociologist and philosopher, Pierre Bourdieu. Habitus is cognitive a system of mental structures or disposition, as well as a strategy, used consciously by human beings as agents in dealing with the situation at hand as a structure. Habitus looks in the form of actions and social representation, and both could lies in the archaeological records. Research on archaeological artifacts in Pecinan Cirebon shows different habitus corresponding to the conditions encountered as well as related to its resilience in maintaining their capital resources and arenas. Habitus in Pecinan Lemah Wungkuk showed resilience facing the situation so encourage the development of Pecinan as well as represent the reproduction as the settlement of ethnic Chinese. Habitus in Pecinan Plered showed weakness so that the impact on the mastery of Chinatown fades and transformed it become commercial batik trading area, and habitus in Pecinan Jamblang keep strugggling by making innovations in order to maintain their arena. The dynamics of habitus observed through archaeological artifacts in the third Pecinan reflects the practice of constructivism, that all human activity is social practice contingent which its meaning construct by tidal social interaction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T47024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akun
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap bagaimana relasi antara tokoh perempuan dan habitus korupsi dikonstruksi melalui alur cerita, latar sosial cerita, sudut pandang, metafor, ironi, tokoh dan penokohan dalam novel Laras karya Anggie D. Widowati dan novel 86 karya Okky Madasari. Lebih dalam, penelitian ini bertujuan untuk membongkar bagaimana pengarang perempuan mengatasi jebakan pengukuhan stereotip perempuan yang bias gender. Ini adalah penelitian kualitatif dengan menggabungkan metode kajian habitus Pierre Bourdieu dan kajian produksi Sastra Pierre Macherey dalam paying perspektif feminis Lecut Balik Susan Faludi. Metode interogasi teks Macherey diaplikasikan dalam mengungkap penyusupan ideologi melalui kajian terhadap hal-hal yang tidak terkatakan unspoken , dihilangkan omission danbungkam silence dalam teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengarang perempuan telah gagal mengatasi jebakan pengukuhan stereoti peperempuan yang bias gender karena kedua teks telah secara tak sadar merepresentasikan posisi perempuan yang marjinal melalui penyusupan ideologi demonisasi kemiskinan dan perempuan yang mandiri dan berkuasa, overdeterminasi alasan korupsi, toleransi domestikasi perempuan dan poligami, dan perempuan sebagai pendorong korupsi dan penjahat yang sesungguhnya. Keterjebakan perempuan ini telah melecut balik perjuangan feminisme yang secara sepintas seolah menjadi kritik sosial kedua novel.

ABSTRACT
The goal of this research is to reveal how the relation between female characters and corruption habitus is constructed through the plot, social setting, point of view, metaphor, irony, character and characterization in Anggie D. Widowati rsquo s novel Laras and Okky Madasari rsquo s novel 86. Further, the goal of the research is to expose how female authors escape the trap of strengthening the biased gender stereotypes of women. This is a qualitative research by combining Pierre Bourdieu rsquo s Habitus Theory and Pierre Macherey rsquo s Theory of Literary Production in the light of Susan Faludi rsquo s Backlash perspective. Macherey rsquo s text interrogation method is applied in exposing the ideology infiltration through the analysis of the unspoken, omissions, and silences in the texts. The result of the research shows that Indonesian women authors have failed to escape from the trap of strengthening the biased gender stereotypes of women because both texts have unconsciously represented women rsquo s marginal positions through the infiltration of demonization ideology of poverty and independent and powerful women, overdetermination of corruption causes, toleration of woman domestication and polygamy, and representation of women as corruption triggers and real criminals. The very trap of women has backlashed the feminism struggles, which on the surface seem to constitute the social critiques of both novels. "
2018
D2432
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ajeng Koeshamimurti Tosani Natya Lakshita
"ABSTRAK<>br>
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap penyaruan apa yang dilakukan SBY dalam pidato kenegaraannya pada tanggal 17 Juli 2009. Melalui pengkajian dari beberapa paragraf yang terdapat dalam pidato kenegaraannya, dan dihubungkan dengan teori praktik sosial dari Bourdieu Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kekurangpercayaan masyarakat pada Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai seorang presiden tampaknya dirasakan betul olehnya. Maka dari itu, SBY terus-menerus melakukan beragam cara demi menarik simpati dari rakyatnya. Misalnya cara yang dilakukannya dalam pidato kenegaraan tanggal 17 Juli 2009. Sayangnya, pidato kenegaraan itu dinilai sarat akan pencitraan yang dilakukan oleh SBY., Maka, dapat disimpulkan bahwa SBY telah melakukan penyaruan dalam pidato kenegaraannya.

ABSTRACT<>br>
Lack of public confidence to Yudhoyono, seems to be perceived well by himself. Therefore, SBY continues to make a variety ways to attract the sympathy of the people. As he did in his official speech on July 17, 2009. Unfortunately, the state speech reputed full imaging performed by SBY. This study aims to uncover what kind of imaging that SBY did in his speech on July 17, 2009. Through the assessment of several paragraphs contained in his speech, and social practices associated theory of Bourdieu, can be said that he has done an imaging SBY in his speech."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Christina
"

Tesis ini membahas mengenai transformasi ruang kehidupan kampung kumuh yang mengalami intervensi beautifikasi dan menjadi kampung wisata yang berkelanjutan. Beautifikasi merupakan salah satu strategi perbaikan kampung yang telah diaplikasikan di berbagai wilayah Indonesia, namun tidak sedikit yang gagal. Kampung Jodipan merupakan kasus unik, dimana hasil beautifikasi dijadikan objek wisata yang terus dikembangkan secara mandiri setelah adanya peningkatan kualitas hidup penduduk. Transformasi ruang kehidupan dalam penelitian ini menekankan pada perkembangan habitus dan struktur kampung sebagai penggerak utama agent dalam merespon perubahan kondisi eksternalnya. Pemahaman habitus Bourdieu dikembangkan dari konsep penduduk terhadap hasil beautifikasi yang kemudian mempengaruhi agent dan struktur Giddens dalam mereproduksi struktur sosial dan spasial baru agar kampung wisata dapat berkelanjutan. Untuk memahami transformasi habitus dan struktur dalam kampung wisata Jodipan, penelitian berfokus pada perubahan perilaku penduduk dalam kegiatan domestik, ekonomi, struktur sosial dan spasial. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan, pengumpulan data kependudukan, wawancara tidak terstruktur dan pemetaan kampung Jodipan. Data akan dianalisis secara kualitatif untuk memahami setiap tahap perubahan. Beautifikasi kampung Jodipan dan adanya kegiatan wisata mendorong perubahan konsep dan sistem sosial penduduk yang berkembang di bawah pengaruh pimpinan kampung. Progam beautifikasi kampung yang berkelanjutan hanya dapat terwujud jika terdapat perubahan konsep bertinggal yang tidak hanya untuk kegiatan domestik, namun juga untuk kegiatan ekonomi, dimana dalam penelitian ini berupa kegiatan wisata. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagaimana program perbaikan pada kampung kumuh, terkhusus dengan intervensi fisik, dapat diterapkan dan berkelanjutan.

Kata kunci:

Beautifikasi, Habitus, Struktur, Kampung, Wisata

 


The thesis discusses a transformation of the slum-dwelling living space after beautification and transforming into a sustainable tourism village. The beautification is one slum upgrading strategy applied in various regions in Indonesia, although many resulted in failure. However, Kampung Jodipan is a unique case where the beautification result has made to become tourism attractions, leading to the improvement of the economic condition of the villagers. The concept of living space transformation emphasizes the habitus and structure in inhabitants as a formation agent in responding to the change in their external condition. The understanding of habitus developed from the inhabitant concept of the beautification results. The transformation concept affects the reproduction of social structure and space aims to turn the village into a sustainable tourism village. This research focuses on the change inhabitants attitude towards domestic, social, and economic activities, social structure and spatial. To understand the changing, research was gathered through observation, semi-structured interview and participatory mapping of the physical condition of the neighborhood, as the source for descriptive analysis, with qualitative analysis methods. The finding demonstrates the beautification and tourism activity transforming the concept and the social system which developed by the community leaders authorizing. Sustainable tourism village will only happen if there is a change in the living concept, in which living is not only solely purposed for domestic activities, but also for economic activities. This research will give insight on how beautification as slum improvement program can be applicable and sustainable.

Key words:

Beautification, Habitus, Structure, Kampung, Tourism

 

"
2019
T53974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosyada
"Kopi merupakan salah satu minuman yang telah dikenal secara mendunia termasuk di Korea Selatan. Rutinitas minum kopi masyarakat Korea Selatan sudah membentuk sebuah kebiasaan yang kemudian menjadi sebuah budaya minum kopi di Korea Selatan. Baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kebiasaan yang berbeda apabila mengaitkan budaya minum kopi dengan diferensiasi gender. Perbedaan kebiasaan tersebut akankah tetap berbeda, apabila individu Korea berada di luar Korea Selatan, seperti mahasiswa Korea di Universitas Indonesia.  Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas diferensiasi gender pada budaya minum kopi ditinjau dari studi habitus dan lingkungan. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan meggunakan tinjauan pustaka dari buku, jurnal, situs internet, pengambilan data berupa kuesioner , dan melakukan wawancara kepada  mahasiswa Korea di Universitas Indonesia sebagai sample dari individu Korea yang berada di luar Korea Selatan. Hasil penilitan ini menunjukkan gender dapat mempengaruhi kebiasaan seseorang dalam menjalani budaya minum kopi, khususnya saat berada di Korea Selatan. Akan tetapi, saat individu tersebut berada di luar Korea, kebiasaan yang dilakukan akan menyesuaikan dengan lingkungan baru yang ada.
Coffee is one of the famous drinks that have been known worldwide, incluiding South Korea. Coffee drinking routine by South Korean people become a habit and later formed a coffee culture in South Korea. Both men and women have different habits when connecting coffee culture with gender differentiation. The difference in coffee drinking habits will remain the same or not, if  South Korean people live outside South Korea, such as Korean Scholars in University of Indoneisa. Therefore, the author is interested in how gender differentiation in coffee culture by point of view from habitus and field theory concept by Pierre Boudieu. The author uses qualitative methods by using books, journals, internet sites, giving a questioner, and interview a Korean Scholar in University of Indonesia for data collection. Korean Scholar in University of Indonesia will become author sample, as Korean people who live outside South Korea. The result of this paper shows that gender differentiation can affect a person when doing a coffee culture, especially in South Korea. However, when a South Korean people lives outside their country like in Indonesia, their habit will adapt to the new environment."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sibuea, Michella Tiarma
"Habitus adalah cara bawah sadar yang telah tertanam dalam diri manusia untuk melihat berbagai hal di dunia. Ini membentuk bagaimana individu merespon dan berinteraksi dengan lingkungan sosial, selera, serta tindakan mereka. Penelitian ini akan meneliti secara khusus tentang habitus dan ruang sosial pemuda penjual narkoba dalam lingkungan sekolah menengah atas di Jerman, berdasarkan analisis terhadap dua tokoh utama pada serial Netflix How to Sell Drugs Online (fast). Berlatar di sekolah menengah di Jerman, serial ini mengeksplorasi dinamika remaja, konflik, pertemanan, serta keputusan yang seringkali memengaruhi mereka. Penelitian akan menganalisis ruang sosial dan perilaku komplementer kedua tokoh utama, juga akan diperdalam dengan teori habitus dan kapital oleh Pierre Bourdieu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa transformasi identitas menjadi pengedar narkoba mampu mengubah kapital Moritz dan Lenny secara signifikan. Hal ini membantu mereka untuk lebih dilihat dalam masyarakat dan mendapat kehormatan dalam lingkungan penjual narkoba. Kenaikan kapital membantu memperkuat posisi mereka dalam bermacam ruang sosial meskipun mereka harus mengalami diskriminasi akibat lemahnya kapital yang mereka miliki sebelumnya.

Habitus is an ingrained, subconscious way of seeing things around the world. It shapes how individuals respond and interact with their social environment, tastes and actions. This research will specifically examine the habitus and social space of young drug sellers in a German high school setting, based on an analysis of the two main characters in the Netflix series How to Sell Drugs Online (fast). Set in a German high school, the series explores teenage dynamics, conflicts, friendships and the decisions that often affect them. The research will analyze the social space and complementary behaviors of the two main characters, and will also be deepened with Pierre Bourdieu's theory of habitus and capital. The results of this study show that the transformation of identity into a drug dealer is able to significantly change Moritz and Lenny's capital. This helps them to be more recognized in society and gain respect in the drug selling environment. The increase in capital helps strengthen their position in various social spaces despite having to experience discrimination due to the lack of capital they previously had."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Aria Mitha
"Arena pendidikan dimanfaatkan menjadi sarana transformasi pengetahuan dan menaikkan status sosial seseorang. Selain itu pendidikan juga telah menjadi alat untuk mereproduksi kelas sosial. Dari studi sebelumnya ditemukan, kelas atas mendominasi pendidikan dan status sosial kelas yang lebih rendah yang tidak memiliki modal dukungan sangat mudah untuk tereleminasi. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi, yaitu habitus yang dibentuk di dalam arena pendidikan dan habitus yang berasal dari latarbelakang keluarga. Studi sebelumnya cenderung membahas reproduksi kelas sosial di dalam Universitas dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan belum membahas di pendidikan militer. Sehingga, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut di dalam pendidikan militer. Dari data yang peneliti temukan, peneliti berargumen telah terjadi reproduksi kelas sosial di Akademi militer dengan pengaruh habitus dari dalam arena pendidikan itu sendiri. Taruna dengan status sosial kelas yang lebih rrendah tidak memiliki cukup modal yang sama dengan taruna dari status sosial kelas atas, dengan begitu mereka hanya mengandalkan dukungan-dukungan dari senior dan pengasuh. Sehingga, taruna dengan status sosial yang lebih rendah dapat bertahan dan memperebutkan peringkat yang kemudian menjadi penentu kedudukan setelah lulus dari Akademi Militer (status sosial yang lebih tinggi dari sebelumnya). Pendekatan penelitian dalam studi ini adalah kualitatif deskriptif yang akan menjelaskan reproduksi kelas sosial yang terjadi di Akademi Militer Indonesia, Magelang, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam kepada 9 informan dengan kriteria 5 abituren lulusan tahun 2015-2019 dan berasal dari latarbelakang keluarga status sosial lebih rendah, serta 4 komponen pendidikan Akademi Militer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Gauzal
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T41142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>