Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inda Citraninda Noerhadi
"Perubahan sosio budaya yang terjadi di Indonesia pada abad ke-20 menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah memasuki era modernisasi. Berbagai unsur dan kebutuhan kehidupan modern, mulai dari sistem industri, teknologi, dan seni, khususnya seni lukis ikut dalam berbagai perubahan dan mengalami pembaruan. Seni baru-yang dikenal sebagai seni modern-memasuki gelanggang kehidupan pada masyarakat Indonesia.
Seni baru itu diciptakan dan dihidupkan oleh sekelompok anggota masyarakat yang membentuk suatu lingkungan tersendiri di kota-kota besar di Indonesia. Mereka yang mengerjakan seni ini pada mulanya berasal dari sanggar-sanggar yang mengajarkan pengetahuan seni modern, dan kemudian masuk ke berbagai perguruan tinggi di kota-kota besar. Sebagaimana terjadi perubahan dan pembaruan di berbagai sektor kehidupan masyarakat, kehidupan seni modern berkembang dalam kehidupan pencipta dan pencintanya. Sejumlah seniman modern yang terdidik kemudian bermunculan dengan membawa fahamnya masing-masing, dan masyarakat elite Indonesia, kaum terpelajar, para 'connoisseurs' menjadikan seni modern sebagai suatu kebutuhan tersendiri.
Sejalan dengan semangat zaman, masa Orde Baru di Indonesia dengan spirit "pembangunan ekonomi" di berbagai sektor kehidupan telah membawa pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat, terutama para pelaku bisnis dan kaum elite. Di era tahun 1980-an, misalnya, kita mulai menyaksikan pertumbuhan sektor kehidupan bisnis yang berpengaruh pada perkembangan ekonomi di Indonesia. Pada beberapa sektor kehidupan bisnis, seperti perbankan, properti, perhotelan, dan sebagainya telah mempengaruhi kehidupan dunia seni lukis modern yang semula masih terbatas peminatnya. Setelah pemerintah melakukan deregulasi sektor perbankan tanggal 1 Juni 1983, dan upaya peningkatan ekonomi Pakto 1988, dengan kebijaksanaan ini telah berdiri bank-bank swasta nasional, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat, dimana pemberian kredit bank sangat mudah diperoleh, kita mulai menyaksikan munculnya suatu lapisan masyarakat yang berjaya di era ini. Mereka terdiri dari kalangan bisnis, bankir, atau para pengusaha yang sukses.
Kehidupan seni lukis modern Indonesia mau tidak mau terseret ke dalam gelanggang bisnis setelah lapisan masyarakat atas ini mulai membutuhkannya sebagai memiliki nilai investasi di masa depan. Di sisi lain, munculnya gedung-gedung perkantoran baru dan modern, seperti bank-bank dan hotel-hotel berbintang, apartemen-apartemen, menimbulkan kebutuhan yang semakin meningkat akan seni lukis modern. Meningkatnya bursa saham di pasar modal pada akhir 1980-an memberi efek yang besar ke dalam perdagangan seni lukis modern ini ke dalam "boom". Pembutuh lukisan semakin meningkat, dan sejumlah pelaku bisnis mulai terlibat untuk membuka galeri-galeri seni rupa modern yang memperjualbelikan seni ini ke dalam gelanggang bisnis yang milyaran. Timbulnya konglomerasi dan penumpukan modal serta produksi pada segelintir individu atau kelompok pada era ini mengakibatkan kesenjangan ekonomi antara kelompok kaya dan masyarakat miskin, berakibat pula terjadinya kesenjangan sosial.
Situasi di atas saat ini telah kita lihat berlangsung di beberapa sektor ril, antara lain dunia perbankan, pasar modal dan perhotelan. Kegiatan-kegiatan ini sangat terikat pada sistem global dengan bantuan dan sarana teknologi informasi yang memungkinkan dunia bisnis berjalan begitu cepat. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memudahkan konsumen untuk memesan, membeli dan menjual produksi lukisan. Keterkaitan antarnegara dalam kegiatan ekonomi tidak lagi terbatas pada aspek jual beli, tetapi juga pada aspek produksi.
Pembentukan pasar bebas di kawasan ASEAN juga telah memberi dampak bagi perkembangan seni iukis yang merupakan karya intelektual manusia di bidang ilmu seni, saat ini dianggap sebagai komoditas dan melalui perdagangan global memberi peluang pasar yang besar karena memiliki nilai jual yang tinggi. Semua masalah yang berhubungan dengan proses perdagangan karya senipun tidak terlepas dari hukum suatu negara, terlebih lagi apabila karya-karya seni lukis tersebut diperdagangkan antarnegara. Perkembangan ekonomi internasional dengan kecenderungan globalisasi ini jelas akan mempengaruhi perekonomian nasional Indonesia. Banyak peluang tercipta, akan tetapi tidak mustahil akan banyak pula tantangan yang dihadapi.
Berbagai upaya tentu akan dilakukan untuk memperoleh kembali karya seni lukis yang telah dicuri atau hilang, apalagi jika karya tersebut dipalsukan oleh pihak-pihak yang tidak berlangsung jawab, sementara karya-karya lukis modern Indonesia beberapa tahun terakhir ini banyak diperdagangkan di luar wilayah Indonesia. Pada gilirannya diperlukan perlindungan hukum yang efektif dari segala tindak pelanggaran.
Berbagai peristiwa yang menyangkut perdagangan seni lukis menjadi perhatian masyarakat. Di antaranya telah terjualnya sebuah lukisan karya Raden Saleh berjudul "Berburu Rusa" yang dibuat di Paris tahun 1846, melalui Dalai Lelang Christie's di Singapura dengan harga mencapai nilai 5,5 miliar rupiah. Harga lukisan ini memegang rekor tertinggi dengan menyisihkan 135 lukisan karya seniman Indonesia lainnya, serta 34 lukisan karya seniman Singapura dan Malaysia. Dalam lelang tersebut telah terjual pula lukisan karya Hendra Gunawan tanpa tanda tangan dengan harga 1,3 miliar rupiah, dan sebuah?."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
D490
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Deborah Serepinauli
"Perkembangan teknologi memberikan pengaruh besar terhadap meningkatnya permasalahan yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual, contohnya adalah di mana pelanggaran terhadap hak cipta yang cenderung lebih mudah. Salah satunya adalah pelanggaran hak cipta atas seni rupa asing. Seni meliputi lukisan, patung, kerajinan tangan, hingga bangunan arsitektur. Di Indonesia, beberapa museum yang menyediakan karya seni rupa asing adalah Museum Macan Jakarta dan Art:1 New Museum. Di sisi lain, terdapat destinasi wisata di Bandung, bernama Rabbit Town, yang diduga melakukan plagiarisme terhadap karya seni rupa asing asal Jepang dan Amerika Serikat. Permasalahan terkait adanya pelanggaran hak cipta tentu membutuhkan negara-negara untuk melindungi karya masing-masing pencipta. Konvensi Bern telah memberikan pengaturan standar minimum terkait pelindungan hak cipta dan memberikan kewajiban bagi pesertanya untuk melindungi para pencipta. Kemudian, dalam tulisan ini akan diberikan perbandingan perbandingan pelindungan seni rupa asing antara Konvensi Bern, hukum Indonesia, hukum Jepang, dan hukum Amerika Serikat.

The development of technology has a major influence on issues related to intellectual property rights, for example violations upon copyright that tend to be easier. One of the violation is copyright of foreign artwork. Arts include painting, sculpture, quality photography, handicrafts, to artistic models or buildings. In Indonesia, some museums that provide foreign artworks are Museum Macan Jakarta and Art: 1 New Museum Jakarta. On the other hand, there is a tourist destination, called Rabbit Town in Bandung which is suspected of plagiarism of foreign artworks from Japan and United States. This issue required various country to protect Creator`s work. Berne Convention has provided a standard regulation for its members to protect foreign arts and all members have the obligations to provide such protection. Then, this paper will also gives comparisons of the protection of foreign art between the Berne Convention, Indonesian law, Japanese law, and United States law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Fairuza Hassan
"ABSTRAK
Seni Tato Mentawai merupakan bagian dari warisan budaya tertua di Indonesia
yang berlu dilindungi Hak Kekayaan Intelektualnya. Tato Mentawai cukup unik
walaupun tatonya memiliki motif yang cukup sederhana, namun dibalik setiap
motif itu memiliki pengertian tersendiri. Oleh karena itu permasalahan yang
dibahas adalah bagaimana perlindungan seni tato tradisional ditinjau dari UU Hak
Cipta No. 28 Tahun 2014, apakah perlindungan warisan budaya sudah memadai
dan efektif dan upaya-upaya apa yang dapat ditempuh Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Barat beserta Pemerintah Indonesia untuk melindungi seni tato
tradisional Mentawai. Penelitian menggunakan metode normative yuridis dengan
pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan mengenai
Hak Cipta seni tato dalam hal ini dapat dikategorikan dalam seni motif sudah ada
sejak UU Hak CIpta Tahun 1987 sampai dengan saat ini dengan UU Hak Cipta
No. 28 Tahun 2014. Saat ini perlindungan seni motif diatur pada Pasal 40 ayat (1)
huruf f UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Pada pasal tersebut yang dilindungi
adalah karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase yang menunjukkan keasliannya dan
dibuat secara konvensional. Sedangkan untuk seni motif yang merupakan warisan
budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi diatur pada Pasal 38 ayat (1)
UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 dan Hak Ciptanya dipegang oleh Negara.
Pengaturan mengenai perlindungan hak cipta ekspresi budaya belum memadai dan
efektif karena belum ada kejelasan dalam penerapan Pasal 38 ayat (1). Peraturan
pelaksanaannya yang berupa Peraturan Pemerintah sampai saat ini belum terbit.
Upaya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk melindungi seni tato
tradisional Mentawai adalah dengan meningkatkan kegiatan pariwisata. Namun
kesadaran untuk melindungi hak cipta seni tato tradisional masih kurang.

ABSTRACT
Tattoo art is part of the Mentawai of Indonesia's oldest cultural heritage needs to
be protected Intellectual Property Rights. Tattoos Mentawai tattoo is quite unique
though motives are quite simple, but behind every motive that has its own
understanding. Therefore, the issues discussed was how the protection of
traditional tattoo art in terms of the Copyright Act No. 28, 2014, whether the
cultural heritage protection is adequate and effective and what measures can be
taken by the Government of West Sumatra Provincial Government together with
Indonesia to protect traditional Mentawai tattoo art. Using normative juridical
research with qualitative approach. The survey results revealed that the
arrangements regarding the Copyright art of tattooing in this case can be
categorized in art motif has existed since the Copyright Act 1987 up to now by the
Copyright Act No. 28 Year 2014. The motif art protection provided by Article 40
paragraph (1) f of the Copyright Act No. 28, 2014. In the article is protected are
works of art in all forms such as paintings, drawings, engravings, calligraphy,
sculpture, sculpture or collage that shows originality and prepared conventionally.
As for the art motif which is a cultural heritage passed down from generation to
generation provided by Article 38 paragraph (1) of the Copyright Act No. 28
Copyrighted 2014 and held by the State. Arrangements regarding the copyright
protection of cultural expressions has not been adequate and effective because
there is no clarity in the application of Article 38 paragraph (1). Its implementing
regulations in the form of government regulation has not been published until
now. Efforts of Local Government of West Sumatra Province to protect the
traditional Mentawai tattoo art is to increase tourism activities. But awareness of
copyright to protect their traditional tattoo art less."
2016
S63769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library