Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditiya Putra
"Skripsi ini membahas pengecualian jaminan kesehatan bagi penderita gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat yang termuat di dalam Pasal 25 huruf i Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013. Dalam penelitian ini penulis juga hendak meninjau peranan asuransi dalam konteks pemenuhan hak dasar atas kesehatan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penderita gangguan kesehatan/sakit akibat ketergantungan obat tidak sepatutnya dikecualikan mengingat mereka memiliki hak yang sama untuk mengakses pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini menyarankan agar pemerintah dapat mencabut ketentuan yang mengecualikan jaminan kesehatan bagi penderita ketergantungan obat. Apabila tidak dimungkinkan pemerintah dapat menyediakan program jaminan kesehatan khusus untuk penderita ketergantungan obat demi terpenuhinya hak dasar atas kesehatan mereka.
The focus of this study is about the exclusion in health security for people who used drugs which contained at Article 25 (i), Presidential Regulation No. 111 Year 2013 as amendment of Presidential Regulation No. 12 Year 2013 regarding Health Security. This study is also getting to know about the role of insurance in the right to health. This study is qualitative descriptive interpretative. This study found that people who used drugs should not exclude because they are equal with the others to get access in health care. I suggest that the government should revoke the provision, which conclude people who used drugs to get health security. Another option is the government can provide health security program specifically for people who used drugs in order to respect and fulfillment their right to health"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54910
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Fauziah
"Anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh kembang, dan berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabatnya (Presiden RI, 2014). Tahun 2015, pemerintah membangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak untuk mewujudkan Kota Layak Anak (Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2015). Sehingga perlu dilakukan penelitian apakah RPTRA sudah sesuai dengan persepsi masyarakat dalam memenuhi hak dasar anak dan bagaimana analisis hubungan antara pemanfaatannya dengan tumbuh kembang anak di RPTRA Cililitan. Penelitian menggunakan mixed method, dengan desain studi simultan/paralel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia 7-11 tahun memiliki intensitas sering dalam memanfaatkan RPTRA, sedangkan usia 12-17 tahun jarang memanfaatkan RPTRA. Karena anak usia 7-11 tahun sedang memasuki tahapan yang aktif sehingga lebih memilih bemain diluar rumah. Selain itu hasil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemanfaatan RPTRA dengan pemenuhan hak tumbuh kembang anak, seperti bermain, memperoleh pendidikan, mengembangkan kreativitas, dan ibadah. Namun pada usia 7-11 tahun sudah terpenuhi haknya dalam bermain, memperoleh pendidikan, mengembangkan kreativitas, dan beribadah dilingkungan RPTRA. Sedangkan usia 12-17 tahun sudah terpenuhi haknya dalam memperoleh pendidikan dan mengembangkan kreativitas. Sehingga disimpulkan bahwa RPTRA sudah memenuhi standar dalam pemenuhan hak anak, dan pemanfaatannya tidak memiliki hubungan yang signifikan karena terdapat faktor lain diluar sarana dan prasarana RPTRA yang mempengaruhi pemenuhan hak tumbuh kembang anak.

Children have rights to life, to grow and develop, and participate that suit with their degree and dignity (President of RI, 2014). In 2015, the government built Child- friendly Public Space to actualize a city that decent to child (The Decision of Governor of DKI Jakarta Province, 2015). So, there's a need to do a research about does RPTRA appropriate already to people's perception in fulfilling the children's fundamental rights and how is the correlation analysis between its benefit to children's growth and development in RPTRA Cililitan. This research is using mixed method, with simultaneous/parallel study design. The result of the research shows that largely of children aged 7-11 have frequent intensity in using RPTRA, while children aged 12-17 is rarely using RPTRA. This is because children aged 7-11 is entering the active stage so they prefer to play outside the house. Moreover, result shows that there is no correlation between the use of RPTRA with the fulfilment of children's growth and development rights, for example playing, getting educated, developing creativity, and praying. But in 7-11 years old, their rights to play, get educated, develop creativity, and pray have already fulfilled in RPTRA's environment. While children aged 12-17 have the rights already fulfilled in getting educated and developing creativity. So we can conclude that RPTRA have met the standard in fulfilling children's rights, and its benefit doesn't have a significant correlation because there are other factors outside the facilities and infrastructures of RPTRA which affect the fulfilment of children's growth and development rights.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhlan Zamzami Sitio
"Hak atas Kesehatan right to health merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai hak dasar dari setiap individu dan tidak dapat dihilangkan. Setelah diamandemen, Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa; “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.” Kemudian, pasal 98 Undang-Undang Kesehatan menegaskan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas sediaan farmasi dan alat kesehatan yang aman, bermanfaat, bermutu dan terjangkau. Meski begitu, hingga saat ini pemerintah masih mengenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) terhadap alat kesehatan impor, padahal 91,7 persen kebutuhan alat kesehatan dalam negeri dipasok oleh barang impor. Tentu saja, pengenaan bea masuk dan PDRI alat kesehatan tersebut akan berimbas pada bertambahnya biaya pengadaan alat kesehatan. Penelitian ini ingin menganalisis korelasi antara pengenaan tarif bea masuk dan PDRI alat kesehatan tersebut dengan prinsip pemenuhan hak dasar kesehatan yang diamanatkan peraturan perundang–undangan, sehingga penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis-normatif. Penelitian dilakukan dengan batasan penggunaan data sekunder dan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara. Berdasarkan studi yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa pengenaan bea masuk dan pajak impor terhadap alat kesehatan tidak sejalan dengan apa yang diperintahkan oleh undang-undang, bahwa sediaan alat kesehatan harus bermutu dan terjangkau. Oleh karena itu, penelitian ini menyarakan agar pemerintah berkenan meninjau ulang pengaturan tarif bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) terhadap alat kesehatan demi pemenuhan akses kesehatan untuk setiap orang.
The right to health is one of the human rights listed in the Universal Declaration of Human Rights as a basic right of every individual and is non-derogable. Post-amendment, Article 34 paragraph (3) of the 1945 Constitution mandates; "The state is responsible for the provision of adequate health care facilities and public services." Additionally, article 98 of the Health Act confirms that the Government is responsible for the supply of pharmaceutical and medical devices that are safe, beneficial, qualified, and affordable. However, to this day the government still imposes import duties and taxes (PDRI) for imported medical devices, even though 91.7 percent of domestic medical device demands are supplied by imported goods. Naturally, the imposition of import duties and PDRI for medical devices will impact in increasing the costs of procurement of medical devices. This study aims to analyze the correlation between the imposition of import duty tariffs as well as the PDRI of medical devices and the principle of fulfilling the basic health rights mandated by laws and regulations. Therefore, this research was conducted in a juridical-normative approach. This study was conducted within the limitation of secondary data. Tools of data collection were in the form of document studies and interviews. Based on the conducted study, the researcher concluded that the imposition of import duties and taxes on medical devices is not in line with the principles mandated by law, specifically in the aspect of qualified and affordable medical device supply. Therefore, this study suggests that the government should consider reassessing the regulation of import duty and tax rates of imports (PDRI) for medical devices in order to fulfill access to health for everyone."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library