Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Merdithia Mahadirja
Abstrak :
Kajian ini membahas tentang pengaturan dan penerapan hak moral, terutama di film. Hak moral adalah doktrin yang diakui dalam undang-undang tentang hak cipta di mana seorang penulis memiliki hak yang di luar hak ekonominya. Tapi karena tidak adanya standar minimal yang harus diterapkan oleh negara-negara anggota Dunia Organisasi Perdagangan, dalam penerapannya doktrin ini menimbulkan masalah terutama untuk karya turunan seperti film yang tidak bisa disamakan dengan sastra atau karya seni pada umumnya. Di Penelitian ini membahas tentang bagaimana mengidentifikasi hak moral dalam produksi film yang baik untuk film itu sendiri dan untuk karya lain yang merupakan bagian dari film. Selanjutnya dibahas pula tentang hak-hak moral yang dimiliki oleh produsen, sutradara, aktor/aktris, penulis naskah, sutradara musik dan kru film. Diskusi Hal ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konseptual dan a komparatif karena perbedaan konsep hak moral yang ada di negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia. Dalam analisis penelitian ini dapat diketahui bahwa untuk mengidentifikasi hak moral dari film itu sendiri dan bagian-bagiannya harus diketahui terlebih dahulu, apakah sudah diakui atau belum sebagai penciptaan. Selain itu, juga dapat dilihat bahwa pihak-pihak dalam produksi film dapat hak moral mereka dilindungi jika pekerjaan mereka adalah bagian dari film telah diterbitkan sebelumnya. ...... This study discusses the regulation and application of moral rights, especially in films. Moral rights are doctrines recognized in copyright laws in which an author has rights that are beyond his economic rights. However, because there is no minimum standard that must be applied by member countries of the World Trade Organization, in its application this doctrine creates problems, especially for derivative works such as films that cannot be equated with literature or works of art in general. This study discusses how to identify moral rights in good film production for the film itself and for other works that are part of the film. Furthermore, it is also discussed about the moral rights of producers, directors, actors/actresses, scriptwriters, music directors and film crews. Discussion This is done using a conceptual and a comparative approach because of the different concepts of moral rights that exist in the member countries of the World Trade Organization. In the analysis of this research, it can be seen that in order to identify the moral rights of the film itself and its parts, it must be known first, whether it has been recognized or not. creation. In addition, it can also be seen that the parties in film production can have their moral rights protected if their work is part of the film previously published.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handi Nugraha
Abstrak :
Penelitian tentang perlindungan hak moral dalam UU hak cipta ini pada awalnya timbul karena adanya rasa penasaran penulis atas pernyataan dari International Intellectual Property Allience (IIPA) yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 24 (2) Jo. Pasal 55 (c),(d) UUHC 2002, telah melebihi ketentuan Article 6bis(l) Konvensi Berne yang mengatur tentang hak moral, sehingga perlu direvisi. Selanjutnya, penulis juga melihat terdapat kejanggalan dalam pengaturan hak moral dalam UUHC 2002, di mana dalam penjelasan umum UUHC 2002 ini disebutkan bahwa Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights) . Di sini, hak moral diartikan sebagai hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan (inalienable rights). Sedangkan bila merujuk Pasal 3 UUHC 2002 menunjukkan bahwa hak cipta merupakan hak kebendaan yang dapat beralih atau dialihkan berdasarkan hal-hal tertentu baik seluruhnya ataupun sebagian. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi kerancuan konsepsi mengenai hak moral dalam UUHC 2002. Terlebih tidak ada satu pasal pun yang mengatur hak moral bagi palaku dalam UUHC 2002. Lalu bagaimanakah konsep hak moral itu sesungguhnya, dan benarkah ketentuan hak moral dalam UUHC 2002 telah melebihi Pasal 6bis Konvensi Berne?. Berdasarkan hasil penelitian, konsepsi hak moral ternyata tidaklah sama meskipun di negara-negara yang menjadi anggota Konvensi Berne, baik dari segi sifat maupun ruang lingkupnya. Bahkan, di negara asal konsepsi hak moral ini yaitu Perancis, pengaturan hak moral jauh melebihi ketentuan dalam Konvensi Berne. Sehingga, rekomendasi IIPA tersebut di atas adalah sangat tidak relevan. Selain itu, Hak moral ternyata tidak sama dengan hak cipta dan juga bukan merupakan bagian dari hak cipta. Hak moral lebih merupakan hak pelengkap atau hak tambahan {additiona1 rights) bagi pencipta dan/atau pelaku.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Anindhita Nugroho
Abstrak :
Seiring dengan majunya teknologi serta globalisasi menyebabkan lahirnya peluang bagi para pelaku di Industri musik untuk menyesuaikan karya ciptanya pada era digital. Salah satunya adalah kegiatan pengaransemenan atau daur ulang suatu karya cipta lagu menjadi karya yang baru. Dalam melakukan kegiatan aransemen diperlukan adanya teknik serta keahlian yang dilakukan oleh Arranger maupun Komposer. Sebagai bentuk dari pelestarian suatu karya musik, Undang-Undang Hak Cipta menyertakan adanya Hak Eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta dimana salah satunya adalah kegiatan untuk mengaransemen sebuah karya cipta lagu. Kegiatan aransemen kemudian menjadi hak bagi para pihak yang memiliki wewenang untuk melakukan daur ulang tersebut. Namun, pada Industri Musik saat ini banyak sekali pihak-pihak yang melakukan aransemen hingga mendapatkan hasil ekonomi dari karya tersebut tanpa adanya prosedur yang dilakukan sesuai dengan keberlakuan Undang-Undang Hak Cipta. Terhadap adanya karya aransemen yang lahir atas karya turunan dari sebuah ciptaan dimana karya tersebut merupakan hasil fiksasi oleh Arranger. Problematika yang mendasari penelitian ini berkaitan dengan bentuk ciptaan dari Aransemen Musik serta kedudukan Arranger sebagai Pihak utama tetapi bukan sebagai Pencipta atas adanya ketidaksesuain dalam Undang-Undang Hak Cipta. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis-normatif dengan data yang diperoleh dengan studi kepustakaan dan waawancara serta perbandingan dengan Undang-Undang di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa hasil dari karya cipta aransemen merupakan ciptaan tersendiri karena lahir dari Hak Eksklusif Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta. Namun, yang menjadi problematika adalah kedudukan Arrangersebagai pihak utama yang tidak termasuk dalam Pencipta dalam Undang-Undang Hak Cipta. Kemudian adanya keterkaitan pada Hak Ekonomi serta Hak Moral dari Pencipta untuk kemudian dapat mengklasifikasikan apakah benar adanya pelanggaran Hak Cipta atau tidak. ......Along with the advancement of technology and globalization, it causes the birth of opportunities for actors in the music industry to adapt their creative works to the digital era. One of them is the activity of arranging or recycling a song into a new work. Arranging activities require techniques and expertise carried out by arrangers and composers. As a form of preservation of a musical work, the Copyright Act includes the existence of Exclusive Rights owned by the Creator and Copyright Holder where one of them is the activity to arrange a song copyrighted work. The arrangement activity then becomes the right for the parties who have the authority to recycle it. However, in the Music Industry today there are many parties who make arrangements to get economic results from the work without any procedures carried out in accordance with the enforceability of the Copyright Act. Against the existence of arrangement works that are born on derivative works of a work where the work is the result of fixation by the Arranger. The problems underlying this research relate to the form of creation of the Music Arrangement as well as the position of the Arranger as the main party but not as the Creator for the existence of inconsistencies in the Copyright Law. This research was conducted using juridical-normative research method with data obtained by literature study and interviews as well as comparison with the Law in the United States. The results of the research show that the results of the copyrighted work of arrangement is a separate creation because it was born from the exclusive rights of the creator and copyright holder. However, what is problematic is the position of Arranger as the main party that is not included in the Creator in the Copyright Act. Then there is a connection to the Economic Rights and Moral Rights of the Creator to then be able to classify whether there is a true copyright infringement or not.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryasa Ali Shahab
Abstrak :
Negara Indonesia memberikan kebebasan kepada warga negaranya untuk menyalurkan kreativitasnya ke dalam bentuk yang nyata atau disebut karya cipta yang salah satunya adalah lagu dan/atau musik. Dalam membuat suatu karya lagu, banyak hal yang dikorbankan beberapa diantaranya ialah waktu dan biaya. Oleh karena itu, bentuk perlindungan diberikan kepada mereka para Pencipta lagu untuk dapat terus berkembang dengan menyalurkan hasil kreativitasnya dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Menunjukkan bentuk penghargaan melalui Hak Ekonomi dan Hak Moral juga diberikan kepada Pencipta oleh negara untuk membantu ekonomi Pencipta dan tidak melepaskan ikatan batin antara Pencipta dan karya ciptanya. Pencipta tidak dapat berdiri sendiri dalam membuat suatu karya cipta lagu. Hadirnya perusahaan rekaman dalam industri musik, membantu Pencipta lagu untuk dapat memproduksi lagu-lagunya menjadi karya yang sempurna. Problematika yang mendasari penelitian ini muncul dari hasil kerjasama Pencipta dan perusahaan rekaman. Sampai saat ini, masih terdapat pihak dari perusahaan rekaman yang tidak memahami pentingnya Hak Pencipta. Hak Pencipta sering dikesampingkan untuk mendapatkan keuntungan yang sepihak. Kepercayaan telah diberikan secara penuh oleh Pencipta kepada perusahaan rekaman, namun pada akhirnya Pencipta mendapatkan kerugian besar karena tidak terpenuhi Hak Pencipta nya. Pencipta merupakan akar dari industri musik, sudah seharusnya Pencipta lebih di prioritaskan dalam industri musik karena tanpa Pencipta tidak ada karya cipta yang lahir.  ......The State of Indonesia gives freedom to its citizens to channel their creativity into tangible forms or are called copyrighted works, one of which is songs and/or music. In making a work of songs, many things are sacrificed, some of which are time and cost. Therefore, the form of protection given to them, songwriters, is to be able to continue to develop by channeling the results of their creativity in Law no. 28 of 2014 concerning Copyright. the appearance of a form of appreciation through Economic Rights and Moral Rights is also given to creators by the state to help the creator's economy and not release the bond between the creator and his copyrighted work. The creator cannot stand alone in making a song copyrighted work. The presence of record companies in the music industry helps songwriters to be able to produce their songs into perfect works. The problems that underlie this research arise from the results of creation and record companies. Until now, there are still parties from record companies who do not understand the importance of copyright creators. Author rights are often set aside to gain unilateral benefits. Trust has been given in full by the Author to the record company, but in the end the Creator suffers a big loss because he does not fulfill the Creator's Rights. Creators are the root of the music industry, creators should be prioritized in the music industry because without creators no copyrighted works are born.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Faza Qonita
Abstrak :
Menciptakan audiobook merupakan tindakan yang berkaitan dengan hak cipta suatu buku. Keberadaan hak cipta memberikan perlindungan atas setiap buku sehingga tidak semua orang dapat menciptakan audiobook atas buku yang dilindungi oleh hak cipta. Penelitian ini akan membahas mengenai perlindungan hak cipta atas tindakan menciptakan audiobook dari suatu buku yang dilindungi oleh hak cipta. Penelitian ini memfokuskan pembahasan menciptakan audiobook dalam kaitannya dengan hak moral yang dimiliki oleh pencipta buku dan hak ekonomi yang dimiliki oleh pemegang hak cipta. Penelitian ini akan memecahkan permasalahan mengenai kedudukan audiobook dalam hak cipta, tindakan menciptakan audiobook yang sesuai dengan ketentuan hak cipta, serta perlindungan dan upaya hukum atas tindakan menciptakan audiobook yang melanggar hak moral yang dimiliki oleh pencipta buku dan hak ekonomi yang dimiliki oleh pemegang hak cipta. Penelitian ini dilakukan dengan dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan perbandingan yang akan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan United States Copyright Act of 1976. Penelitian ini menunjukkan bahwa menciptakan audiobook hanya dapat dilakukan oleh pencipta buku sebagai pemegang hak moral buku dan pemegang hak ekonomi sehingga siapa pun yang ingin menciptakan audiobook harus memperoleh persetujuan dari pencipta atau pemegang hak cipta. Apabila terdapat pihak yang menciptakan audiobook tanpa memperoleh izin dari pihak yang berhak maka pihak tersebut dapat digugat dan/atau dituntut secara pidana. ......The creation of an audiobook is related to copyright of a book. The existence of copyright provides protection for every book, so only certain people can create audiobook by copyright. This research will discuss copyright protection for the act of creating an audiobook from a book that is protected by copyright. This research focuses on the study of creating audiobook in relation to the moral rights owned by the creator of the book and the economic rights owned by the copyright holder. This research will solve problems regarding the position of audiobook in copyright, the act of creating audiobook that complies with copyright provisions, as well as protection and legal remedies for the act of creating audiobook that violates moral rights owned by the creator of the book and economic rights owned by the copyright holder. This research was conducted using statute and comparative approach based on The Law of The Republic of Indonesia Number 28 of 2014 on Copyright and the United States Copyright Act of 1976. This research shows that creating audiobook can only be done by the author of the book as the holder or moral rights and the holder of economic rights so that anyone who wants to create an audiobook must obtain the approval of the creator or copyright holder. If there is a party who created an audiobook without obtaining the permission from the rightful party, then that party can be sued and/or criminally charged.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Dhaniel
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37156
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Idzhar Maulana
Abstrak :
Hak Cipta merupakan rezim perlindungan bagi pencipta yang didalamnya terkandung hak moral dan hak ekonomi. Dilihat dari sejarahnya, kedua hak tersebut timbul dikarenakan adanya dua sistem hukum yang berbeda, yakni sistem hukum common law yang mencampurkan antara hak ekonomi dengan hak moral, dan sistem hukum civil law yang mengedepankan hak moral dibandingkan hak ekonomi serta memisahkan diantara keduanya. Namun, Indonesia sebagai negara penganut sistem hukum civil law justru mencampurkan kedua hak tersebut dengan memasukkan bentuk hak moral ke dalam pengaturan hak ekonomi pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Maka dari itu, penelitian ini mengkhususkan pembahasan pada pengaturan hak moral dan hak ekonomi dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan beberapa pandangan terkait dengan kedua hak tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis-normatif yang mana berlandaskan pada bahan pustaka atau data sekunder atau dengan kata lain penelitian ini mengacu pada norma hukum peraturan perundang-undangan dan referensi dokumen lain yang terkait dengan hak cipta. Hasil penelitian ini adalah terdapat pencampuran hak moral dan hak ekonomi dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menunjukkan bahwa pembuat undang-undang menggunakan monist theory dalam mengatur kedua hak tersebut. Sehingga diperlukan konsistensi dari pembuat undang-undang dalam mengatur kedua hak tersebut agar sesuai dengan sistem hukum dan filosofi bangsa Indonesia. ......Copyright is a protection for the creator that includes moral rights and economic rights. Judging from its history, the two rights arise because of two different legal systems, namely the common law legal system which mixes economic rights with moral rights, and the civil law legal system which is a moral right compared to an economic right and separates the two. However, Indonesia that adheres to a civil law system, precisely mixes the two rights by incorporating a form of moral right into the regulation of rights in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Therefore, this study focuses on the discussion of the regulation of moral rights and economic rights in Law Number 28 of 2014 concerning copyright and several doctrines related to these two rights. This research was conducted with a juridical-normative research method, which is based on library materials or secondary data, or in other words, this research refers to the legal norms of laws and regulations and other document references related to copyright. The results of this study show that there is a mixture of moral rights and economic rights in Law No. 28 of 2014 concerning Copyright, which shows that legislators use monist theory in regulating these two rights. Therefore, the consistency of the legislators is needed in regulating these two rights so that they are in accordance with the legal system and philosophy of Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ziggy Zeaoryzabrizkie
Abstrak :
Seiring berkembangnya industri penerbitan buku, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual berupa Hak Cipta, baik bagi penulis, maupun penerbit, harus segera disesuaikan dengan kebutuhan perlindungannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa keefektifan penerapan regulasi-regulasi terkait dalam melindungi Hak Cipta yang melibatkan penerbit dan penulisnya, terutama menganalisa perlindungan hak integritas yang merupakan bagian dari hak moral seorang pencipta dalam proses penyuntingan buku. Jenis penelitian ini adalah Yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dengan menjalankan dua tahap penelitian, yaitu penelitian kepustakaan dan didampingi dengan penelitian lapangan. Data primer didapatkan melalui pengumpulan bahan dari beberapa narasumber, yaitu para penulis dan penyunting beberapa perusahaan penerbitan di Indonesia. Data-data ini kemudian diolah dan dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu metode yang menganalisis data-data yang diperoleh secara kualitatif untuk menemukan kejelasan atas pokok permasalahan. Pada kesimpulannya, penelitian ini menemukan bahwa ternyata regulasi yang dibuat untuk melindungi Hak Cipta terhadap ciptaan yang dihasilkan dalam proses penerbitan, yaitu Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, belum efektif untuk melindungi hakhak penulis, terutama hak moral, dalam proses penerbitan, serta belum memberikan kepastian hukum kepada penerbit selaku pemegang hak cipta. Selain itu, ditemukan pula banyak ketidaksesuaian antar beberapa ketentuan sehingga mengakibatkan ketidakjelasan hukum dalam penegakan perlindungan Hak Cipta. ......As the development of the book publishing industry grows even more massive each day, the protection of intellectual property rights such as Copyright, both for authors and publishers, must be tailored to the needs of the current protection problems. The purpose of this study was to analyze the effectiveness of the implementation of regulations related to Copyright protection that involves both the publisher and the author during a publishing contract, especially analyzing the protection of the integrity rights that are part of the moral rights of an author in the process of editing a book. The type of this research is normative juridical, where a legal research is done by examining library materials or mere secondary data by running the two stages of the research, the research literature and assisted with field research. The primary data is obtained through the collection of material from several sources, namely by interviewing the authors and editors of several publishing companies in Indonesia. These data are then processed and analyzed using qualitatively normative method that analyzes the data obtained qualitatively to find clarity over the issue. In conclusion, this study found that the regulations designed to protect against the creation Copyright generated in the process of publishing , namely Law No. 19 of 2002 on Copyright, has not yet been an effective way to protect the rights of authors, especially moral rights, in the publishing process, and has not yet provided legal certainty to the publisher as copyright holder. In addition, there are also a lot of discrepancies between some of the terms that lead to ambiguities in the law enforcement of Copyright protection.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Ryan Tantan Sembiring, author
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai sebuah hak moral berupa hak menarik kembali sebuah ciptaan dari publikasi (retraction right) yang dimiliki oleh seorang pencipta atas sebuah ciptaannya. Penentuan seorang pencipta dapat menggunakan hak moral yang ia miliki ini didasarkan kepada berbagai doktrin dan/atau teori mengenai hak moral. Penggunaan berbagai doktrin dan/atau teori hak moral diperlukan karena belum memadainya perlindungan hak moral yang terdapat dalam Undang-Undang Hak cipta. Untuk hak moral berupa hak menarik kembali sebuah ciptaaan dari publikasi dalam sebuah karya potret memiliki sebuah dasar alasan yang jelas dalam pengajuan dan pelaksanaan dari hak moral tersebut. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan tipologi deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan agar pihak-pihak terkait khususnya pihak pemotret untuk lebih memperhatikan tujuan dan maksud dari sebuah kegiatan perjanjian dengan pihak ketiga sebagai pihak pengguna dari potret yang dihasilkan oleh pemotret, selain itu kepada pihak yang dipotret atau model untuk memperhatikan tujuan penggunaan dari sebuah hasil pemotretan, masyarakat agar tidak sembarangan menggunakan sebuah potret yang dihasilkan pemotret, dan pemerintah diharapkan agar dapat membuat pengaturan yang memadai mengenai hak moral dari seorang pencipta di dalam Undang-Undang Hak Cipta.
ABSTRACT
This research paper discusses the right to retract a work from the public use (retraction right) that an author possesses for his work. The principle for the author in using his moral rights is based on various doctrines and/or theories about moral rights. The use of those doctrines and/or theories is needed due to the lack of moral rights protection in the Copyright Law. As for the moral right where a work (or photos, in this case) can be retracted from the public use, there has to be a clear description in proposing and implementing the right. This research was done by using the juridical-normative method with descriptive typology. The results of this research suggest the related parties, especially photographers, pay more attention to all intents and purposes of an agreement with a third party as the user of the photos they produce; models pay more attention to the purpose behind a photo shoot; people use the photos taken by photographers appropriately; and the government provide fair regulations regarding the moral rights of an author in the Copyright Law.
2014
S55239;S55239;S55239
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Celine Nauli
Abstrak :
Karya seni merupakan bagian dari masyarakat yang merepresentasikan identitas atau budaya suatu masyarakat, baik itu secara individu atau komunal. Lahir dari pemikiran manusia, lalu diekspresikan atau difiksasi ke dalam bentuk nyata dan si pencipta atau pemilik karya tersebut bisa merasakan manfaatnya. Walaupun berawal dari sebuah ide yang bersifat abstrak, dapat berubah menjadi nilai ekonomis dan juga nilai moral yang akhirnya memberikan si pencipta suatu hak eksklusif yang disebut dengan istilah Hak Kekayaan Intelektual, atau dalam kasus ini yang lebih spesifik disebut dengan Hak Cipta. Dengan berkembangnya zaman, karya seni dapat dipublikasikan baik secara konvensional atau digital. Ditambah dengan kemajuan teknologi yang memberikan akses untuk karya cipta secara global. Setiap orang dapat menikmati karya cipta dari pencipta yang berasal dari negara manapun. Tentunya, semakin banyaknya karya cipta yang dapat dinikmati, muncul juga konsekuensi berbentuk tindak pelanggaran hak cipta atau penyalahgunaan karya cipta. Salah satu bentuk tindakan tersebut yang paling umum adalah tindakan plagiarisme. Terutama dengan bantuan teknologi yang memudahkan proses plagiarisme ini. Tindakan pelanggaran hak cipta ini, dapat terjadi baik dalam ranah nasional atau internasional. Apabila dalam ranah nasional, maka yang mengatur tentang perihal pelanggaran hak cipta adalah hukum domestik negara tersebut. Apabila sudah terjadi dalam ranah internasional atau lintas batas negara, maka perihal ini diatur dalam Berne Convention for Protection of Literary and Artistic Works. Konvensi ini telah menjadi tonggak utama dalam pelindungan hak cipta terhadap karya-karya seni dan juga literasi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana pelindungan hukum hak cipta terhadap koreografi tari modern diatur menurut Konvensi Berne dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan bagaimana aspek-aspek hukum perdata internasional dalam pelindungan hak cipta terhadap koreografi tari modern. ......Artwork is a part of society which represents the identity or culture of a society, either individually or communally. Born from human thoughts, then expressed or fixed in a tangible form and the creator or owner of the work can receive the benefits. Even though it starts with an abstract idea, it can turn into economic value as well as moral value which ultimately gives the creator an exclusive right called an Intellectual Property Right, or in this case, more specifically, is called copyright. With the development of times, works of art can be published either conventionally or digitally. Added with technological advances that provide access to copyrighted works globally. Everyone can enjoy copyrighted works from creators from any country. Of course, the more copyrighted works that can be enjoyed, the consequences will appear in the form of copyright infringement or misuse of copyrighted works. One of the most common forms of such action is plagiarism. Especially with the help of technology that facilitates this plagiarism process. This act of copyright infringement can occur either in the national or international realm. If it is in the national realm, what regulates copyright infringement is the country's domestic law. If it has occurred in the international sphere or across national borders, then this matter is regulated in the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works. This convention has become a major milestone in the protection of copyrights for works of art and also literacy. Using normative juridical research methods, this paper will analyze how copyright law protection for modern dance choreography is regulated according to the Berne Convention and Law no. 28 of 2014 concerning Copyright and how are aspects of international private law in the protection of copyrights for modern dance choreography.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>