Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfariz Maulana Reza
Abstrak :
Adanya degradasi sumber daya alam dalam upaya perolehan nilai ekonomi melahirkan gagasan green economy yang merujuk pada rekonfigurasi bisnis dan infrastruktur untuk memperoleh manfaat lebih baik dari investasi alam, manusia dan modal ekonomi yang pada saat bersamaan mengurangi emisi gas rumah kaca, sebagai bentuk dari perhatian pada isu tersebut maka Uni Eropa mengeluarkan resolusi terkait dengan energi terbarukan yang dikenal dengan European Union Renewable Energy Directive (RED). Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan prinsip fundamental perdagangan internasional yaitu most favoured nation dan national treatment. instrumen kebijakan lainnya dikhawatirkan akan membuat hambatan perdagangan internasional dimana hambatan tersebut secara teknis melalui kebijakan ramah lingkungan dengan dasar general exception Article XX GATT, namun RED belum memiliki cukup dasar untuk dapat dijustifikasi dengan kaidah tersebut, alasan yang digunakan masih dikatakan cukup abstrak dan sulit untuk membuktikan secara scientific antara tujuan yang ingin dicapai dan kebijakan yang diambil. RED berimplikasi pada sektor perekonomian Indonesia dimana hal tersebut mengganggu stabilitas perdagangan minyak sawit Indonesia yang mengakibatkan berkurangnya devisa negara karena Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengekspor minyak sawit terbesar dunia, selanjutnya implikasi yang dirasakan adalah dari segi sosial dimana munculnya stigma negatif akan minyak sawit pada masyarakat, namun terdapat implikasi positif yang muncul dalam merespon RED yaitu implikasi hukum dimana melalui instrumen hukum yang dibuat dapat memicu perbaikan tata kelola sawit yang berkelanjutan dan menciptakan peluang-peluang lain sebagai alternatif efektivitas konsumsi minyak sawit dalam negerti melalui program energi baru terbarukan berbasis minyak kelapa sawit, dengan adanya instrumen hukum tersebut dianggap sudah cukup dalam menjamin keberlanjutan minyak sawit, namun tantangan lain yang harus dihadapi adalah tentang bagaimana mengimplemantasikan nilai tersebut di sektor hulu dan hilir. ......The existence of natural resource degradation in an effort to gain economic value gave birth to the idea of ​​a green economy which refers to the reconfiguration of businesses and infrastructure to obtain better benefits from investments in nature, human and economic capital while at the same time reducing greenhouse gas emissions, as a form of attention to the issue of Therefore, the European Union issued a resolution related to renewable energy known as the European Union Renewable Energy Directive (RED). The policy is considered contrary to the fundamental principles of international trade, namely the most favoured nation and national treatment. it is feared that other policy instruments will create barriers to international trade where these barriers are technically through environmentally friendly policies based on the general exception of Article XX GATT, but RED does not yet have sufficient basis to be justified by these rules, the reasons used are still quite abstract and difficult to prove scientifically between the goals to be achieved and the policies taken. RED has implications for the Indonesian economic sector where it disrupts the stability of Indonesia's palm oil trade which results in a reduction in the country's foreign exchange because Indonesia is known as one of the world's largest palm oil exporters, then the implication is from a social perspective where there is a negative stigma about palm oil in society. However, there are positive implications that arise in responding to RED, namely legal implications where through legal instruments created can trigger improvements in sustainable palm oil governance and create other opportunities as an alternative to the effectiveness of domestic palm oil consumption through new renewable energy programs based on palm oil. , the existence of such legal instruments is considered sufficient in ensuring the sustainability of palm oil, but another challenge that must be faced is how to implement this value in the upstream and downstream sectors.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moogy Frianto Hartomo
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25198
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Moogy Frianto Hartomo
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T37504
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Direta Wonahausi
Abstrak :
Dalam kerangka perdagangan internasional, penetapan kebijakan standardisasi di suatu negara dapat dipandang sebagai suatu faktor pendorong perdagangan global sekaligus sebagai suatu bentuk hambatan teknis perdagangan. Di Indonesia, kegiatan standardisasi nasional berupa penetapan kebijakan Standar Nasional Indonesia SNI Wajib telah dilakukan sejak tahun 1979. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penerapan kebijakan SNI Wajib terhadap impor Indonesia dari 5 negara RCEP selama periode 2011-2015 untuk 25 jenis komoditas pada level HS 2 digit. Hasil empiris menunjukkan bahwa dengan menggunakan perhitungan frequency measures, penetapan kebijakan SNI Wajib pada komoditas pertanian dan hasil pertanian akan menurunkan impor sedangkan pada komoditas manufaktur non pertanian akan meningkatkan impor Indonesia. ......In the international trade framework, the establishment of a standardization policy can be viewed as a driving factor in global trade as well as a technical barriers to trade. In Indonesia, the national standardization activities in the form of Mandatory Indonesia National Standard SNI Wajib have been conducted since 1979. This paper aims to analyze the impact of the implementation of SNI Wajib to the value of Indonesia rsquo s import from 5 RCEP countries during the period 2011 ndash 2015 for 25 commodities at the level of 2 digit HS Code. Empirical results indicate that by using frequency measures, the implementation of SNI Wajib is trade restricting for agriculture goods but trade promoting for manufacture goods.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T48382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Haris Aryanto
Abstrak :
ISPO sebagai suatu standar minyak kelapa sawit berkelanjutan dibuat untuk menjawab permintaan pasar dunia untuk minyak kelapa sawit yang berkelanjutan di tengah kontroversi yang beredar tentang produk tersebut, terutama dari aspek lingkungan. Dikarenakan standar sebagai salah satu jenis hambatan teknis terhadap perdagangan internasional diatur oleh Perjanjian TBT, ISPO semestinya dinilai dengan mengacu pada perjanjian tersebut dan juga kasus-kasus lainnya yang relevan dengan standar. ISPO juga bukan merupakan satu-satunya standar yang ada yang berlaku terhadap minyak kelapa sawit dengan adanya MSPO dan RSPO sebagai standar lainnya. ISPO mempunyai posisi yang tidak jelas sebagai suatu hambatan teknis, karena walaupun ia dapat dikatakan sebagai suatu standar atau regulasi teknis, ia tidak berlaku untuk produsen minyak kelapa sawit di luar Indonesia akibat isi aturan di dalamnya dan juga keterkaitannya yang erat dengan peraturan perundang-undangan Indonesia, sehingga juga menghambat adopsi ISPO sebagai suatu standar internasional yang relevan menurut Perjanjian TBT untuk minyak kelapa sawit
ISPO as a standard for sustainable palm oil was formulated to answer the demand of the international market for sustainable palm oil in the light of the controversies associated with the product, especially of enviromental issues. As standards as a technical barrier to international trade are regulated untder the premises of the TBT Agreement, ISPO must be assessed with the aforementioned agreement as well with relevant cases concerning standards. ISPO is not the only standard applicable for sustainable palm oil as MSPO and RSPO are present as standards regulating the same product. ISPO's position as a technical barrier to trade is uncertain, as one of ISPO’s main concern is that it is not applicable to foreign palm oil producers outside of Indonesia due to its content and deep connection with Indonesian regulations, impacting the viability of adopting ISPO as a relevant international standard for palm oil under the premises of the TBT Agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library