Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Destri Handayani
Abstrak :
Pemerintah Indonesia telah mempunyai komitmen menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin sejak 2 dekade yang lalu. Komitmen tersebut tidak hanya bertujuan untuk mencapai target nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN, UUD, Propenas, dan RPJM tetapi juga berbagai komitmen global yang menuntut perbaikan kondisi kesehatan masyarakat. Model pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin yang dilaksanakan pemerintah telah ditempuh dengan berbagai cara antara lain supply side approach dan demand side approach. Selain itu, model pelayanan dan pembiayaan kesehatan untuk penduduk miskin dapat dilihat dalam dua periode, yaitu periode sebelum krisis moneter (sebelum tahun 1997) dan periode setelah krismon (tahun 1997 ke atas). Berdasarkan tinjauan literatur, terdapat beberapa alasan kenapa pemerintah harus berperan penting dalam pelayanan kesehatan penduduk miskin, yaitu: (1) Kesehatan merupakan suatu hak dasar rakyat; (2) Kesehatan mempunyai peranan yang besar dalam pembangunan ekonomi, yaitu pada tingkat mikro kesehatan merupakan dasar bagi peningkatan produktivitas kerja dan pada tingkat makro kesehatan merupakan input untuk nienurunkan kemiskinan. Di Indonesia, peran penting pemerintah tersebut ditambah dengan beberapa alasan, yaitu: (1) Pelayanan dasar bagi penduduk miskin adalah perintah konstitusi; (2) Terjadi disparitas status kesehatan; dan (3) Rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin. Dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin pada waktu yang lalu muncul beberapa permasalahan, antara lain: ketidaktepatan sasaran, jenis pelayanan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, jumlah dana tidak memadai, waktu pemberian tidak tepat, tidak berkesinambungan, dan rendahnya mutu pelayanan yang diberikan. Permasalahan tersebut pada akhirnya berdampak pada rendahnya cakupan program dan pemanfaatan program bantuan pelayanan kesehatan oleh penduduk miskin itu sendiri. Sebagai contoh, berdasarkan data Susenas Tahun 2002, jumlah rumah tangga miskin yang mempunyai kartu sehat di DKI Jakarta hanya sekitar 15,66 persen dari total rumah tangga miskin yang ada. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional sekitar 21,67 persen. Jika dilihat dari segi kemampuan fiskal, seharusnya Pemda DKI Jakarta dapat meningkatkan cakupan program tersebut melebihi angka nasional karena Propinsi DKI Jakarta tergolong mempunyai kemampuan fiskal tinggi. Dibalik rendahnya cakupan pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin, tetapi di Propinsi DKI Jakarta terdapat sekitar 7,42 persen rumah tangga tidak miskin yang mempunyai kartu sehat. Oleh karena itu, dengan melakukan studi kasus di suatu wilayah di Propinsi DKI Jakarta (yaitu Kotamadya Jakarta Timur) penulis tertarik untuk mengetahui mengapa efektivitas program bantuan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk rumah tangga miskin rendah, faktor-faktor apa yang mempengaruhi rumah tangga miskin memanfaatkan program tersebut, dan alternatif kebijakan apa yang dapat diambil guna penyempurnaan program pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin? Data yang digunakan berupa data kuantitatif dan kualitatif yang berasal dari data primer dan sekunder. Untuk mengetahui efektifitas program bantuan pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin digunakan data Susenas tahun 2002 dengan teknik analisis crosstabulasi. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk miskin dalam memanfaatkan program tersebut digunakan teknik analisis Logit Model. Hasil studi menunjukkan bahwa program bantuan pelayanan kesehatan untuk rumah tangga miskin di Kotamadya Jakarta Timur kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari: (1) Rendahnya cakupan gakin yang mempunyai kartu sehat (18,52%), tetapi sebagian keluarga tidak miskin juga mendapat kartu sehat (7,15%); dan (2) Rendahnya pemanfaatan kartu sehat oleh gakin tersebut untuk berobat ke puskesmas/RS (40%). Rendahnya cakupan rumah tangga miskin yang mendapat kartu sehat tersebut antara lain disebabkan oleh: (1) kurang tepatnya perhitungan jumlah gakin oleh BPS, karena perbedaan dasar perhitungan antara BPS dan program serta kurang akuratnya penggunaan metoda sampel dalam menghitung jumlah gakin yang sesungguhnya; (2) tugas verifikasi dan vaiidasi data gakin di lapangan oleh Tim Desa/Kelurahan kurang berjalan; dan (3) gakin suka berpindah-pindah. Sedangkan rendahnya pemanfaatan kartu sehat untuk memperoleh program bantuan pelayanan kesehatan oleh gakin diantaranya karena terbatasnya jam buka puskesmas, rata-rata antara jam 9 pagi sampai 12 siang. Dari hasil regresi logistik diperoleh kesimpulan bahwa: (1) variabel keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, serta jenis pelayanan mempunyai nubungan yang positif dengan variabel pemanfaatan program oleh gakin dan sebaliknya dengan variabel tingkat pendidikan, waktu administrasi, waktu tunggu pelayanan, dan jarak tempat tinggal gakin ke puskesmas/RS; (2) dalam mengambil keputusan untuk memanfaatkan atau tidak pelayanan kesehatan, gakin lebih mempertimbangkan faktor ekonomi dibandingkan faktor non ekonomi. Hal ini terbukti bahwa faktor kecepatan proses administrasi dan waktu tunggu mendapat pelayanan, serta jarak antara tempat tinggal gakin dengan puskemas atau RS merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program bantuan pelayanan kesehatan, sedangkan faktor keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, jenis pelayanan, dan tingkat pendidikan KK gakin tidak signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program. Upaya yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas program pelayanan kesehatan, antara lain: (1) Mengevaluasi kembali penghitungan jumlah gakin dan kriteria penentuan gakin yang dikeluarkan oleh BPS Propinsi DKI Jakarta; (2) Pemda perlu menunjuk suatu instansi independen yang khusus bertugas dan bertanggungjawab menentukan siapa gakin tersebut dan memverifikasi datanya secara rutin; (3) Melaksanakan pendataan langsung (bukan perkiraan atau sampling), dan menyelaraskan dasar perhitungan gakin dengan sasaran program untuk mencegah terjadinya bias (contoh: RT, KK, atau penduduk); (4) Memperpanjang jam buka puskesmas atau jam buka puskesmas tetap tetapi diadakan kerjasama dengan klinik-klinik swasta setaraf puskesmas sebagai alternatif bagi Gakin untuk rnendapatkan pelayanan jika ybs sakit dan butuh pelayanan pada saat puskesmas tutup; (5) Waktu tunggu mendapat pelayanan dan proses administrasi harus cepat (<15 menit); (6) Ketersediaan sarana kesehatan yang tersebar merata perlu dipertahankan dan ditingkatkan (di setiap kelurahan terdapat satu puskesmas dan berlokasi di tempat yang dapat diakses gakin dengan mudah dan cepat); (7) Sosialisasi kepada publik tentang subtansi program, kriteria masyarakat yang berhak mendapatkannya, prosedur bagaimana mendapatkannya, serta mekanisme pengaduan masyarakat perlu lebih ditingkatkan; dan (8) Pemberian reward dan punishment kepada RS, puskesmas, tenaga kesehatan, dan instansi lain yang berhasil melaksanakan program pelayanan kesehatan bagi Gakin dengan baik.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
"The third edition of Community Organizing and Community Building for Health and Welfare provides new and more established ways to approach community building and organizing, from collaborating with communities on assessment and issue selection to using the power of coalition building, media advocacy, and social media to enhance the effectiveness of such work. Dr. Minkler's course syllabus: Although Dr. Minkler has changed the order of some chapters in the syllabus to accommodate guest speakers and help students prep for the midterm assignment she uses, she arranged the actual book layout in a way that should flow quite naturally if instructors wish to use it in the order in which chapters appear."--Pub. desc. The third edition of Community Organizing and Community Building for Healthand Welfare provides new and more established ways to approach community building and organizing, from collaborating with communities on assessment and issue selection to using the power of coalition building, media advocacy, and social media to enhance the effectiveness of such work. With a strong emphasis on cultural relevance and humility, this collection offers a wealth of case studies in areas ranging from childhood obesity to immigrant worker rights to health care reform. A "tool kit" of appendixes includes guidelines for assessing coalition effectiveness, exercises for critical reflection on our own power and privilege, and training tools such as "policy bingo." From former organizer and now President Barack Obama to academics and professionals in the fields of public health, social work, urban planning, and community psychology, the book offers a comprehensive vision and on-the-ground examples of the many ways community building and organizing can help us address some of the most intractable health and social problems of our times.
New Brunswick, N.J.: Rutgers University Press, 2018
362.12 COM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sularsono
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh investasi di bidang kesehatan terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengaruhnya terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia. Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi yang diambil dari fungsi produksi agregat Cobb-Douglas yang diperluas (Augmented Solow Model) yaitu dengan mengadopsi model neoklasik dari Mankiw, Romer, dan Well (1992) yaitu : Y = AoKβk Hβh Lβl eθz+ε ,Z = (Gkes) dimana K adalah kapital, H adalah human kapital yang diwakili oleh umur harapan hidup, L adalah tenaga kerja dan Gkes adalah anggaran kesehatan. Kemudian ditambah dengan variabel lainnya yang mempengaruhi variabel bebas melalui persamaan simultan yaitu Angka kematian bayi, tingkat migrasi penduduk, PDRB perkapita, jumlah penduduk, rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan dokter. Data yang digunakan adaiah data sekunder dari 25 propinsi di Indonesia antara tahun 1990-2002. Hasil dari penelitian ini tennyata PDRB dipengaruhi secara signifikan positif oleh variabel modal di hampir seluruh propinsi, sedangkan variabel tenaga kerja, kualitas manusia dan anggaran kesehatan berpengaruh di sebagian propinsi terutama di Sumatera dan Jawa-Bali. Sedangkan umur harapan hidup dipengaruhi secara signifikan negatif oleh variabel angka kematian bayi di hampir seluruh propinsi dan secara positif oleh variabel PDRB per kapita di sebagian propinsi terutama di Sumatera dan ]awa. Selain itu jumlah rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu dan dokter perkapita sebagai variabel eksogen ternyata berpengaruh secara signifikan negatif terhadap angka kematian bayi di sebagian propinsi terutama di Sumatera dan kawasan timur Indonesia, sedangkan di Jawa-Bali variabel yang berpengaruh signifikan negatif adalah rumah sakit dan puskesmas perkapita. Variabel eksogen ini juga berpengaruh secara signifikan positif terhadap modal atau kapital di sebagian propinsi terutama di Sumatera dan kawasan timur Indonesia. Salah satu saran yang diajukan penelitian ini adalah sarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan dokter perlu lebih ditingkatkan sehingga rasio per penduduk semakin kecil. Dengan demikian penduduk lebih mudah dan cepat mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga kualitas penduduk meningkat. Dengan meningkatnya kualitas manusia ini maka merupakan sumber modal utama penggerak pembangunan di daerah.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library