Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lough, Mary E.
St. Louis: Elsevier Mosby, 2016
612.140 28 LOU h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Yudha Lantang
"Latar Belakang: Bedah abdomen merupakan salah satu tindakan yang memiliki persentase mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Pemberian cairan sebagai kompensasi hipotensi dan kehilangan darah yang menyebabkan gangguan hemodinamik pada pasien bedah mayor abdomen menjadi faktor resiko utama dalam terjadinya morbiditas dan mortalitas. Hipotensi dan gangguan hemodinamik dapat dipertahankan dengan pemberian vasopressor. Norepinefrin merupakan vasopressor lini pertama yang diberikan untuk mempertahankan hemodinamik. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan sistem random sampling, 196 subjek dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan dilakukan randomisasi untuk dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu kelompok terapi standar dan kelompok norepinefrin. Hasil: Hasil penelitian dengan Chi-square menunjukkan bahwa durasi hipotensi dan laktat serta profil hemodinamik (index contractility, mixed vein, stroke volume variation) tidak memiliki perbedaan yang bermakna antara kelompok norepinefrin dan kelompok terapi standar (OR 1.00;95% CI = 0.062 - 16.217; OR 1.18;95% CI = 0.670-2.095; OR 1.09;95% CI = 0.611 – 1.952; OR 0.94;95% CI = 0.472- 1.872; OR 1.54;95% CI = 0.863-2.746). Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan bahwa dengan pemberian norepinefrin dini pada awal fase hipotensi memiliki efek yang sama baiknya dengan terapi cairan, sehingga dapat menjadi alternatif dalam mempertahankan hemodinamik perioperatif.
...... Introduction: Major abdominal surgery is one of the actions that have a percentage of high mortality and morbidity. Giving fluid as compensation for hypotension and loss of blood causes disturbance in hemodynamics in patients with major abdominal surgery factor risk main in happening morbidity and mortality. Hypotension and disorders in hemodynamics could be maintained with the administration of vasopressors. Norepinephrine is a first-line vasopressor for maintaining hemodynamics. Method: In this experimental study with systematic random sampling, 196 subjects were chosen based on criteria inclusion and randomization for categorized into two groups that is group therapy standard and group norepinephrine. Result: This experiment analyzed with Chi-square shows that duration hypotension and lactate as well as profile hemodynamics (index contractility, mixed vein, stroke volume variation) do have meaningful differences _ Among group norepinephrine and group therapy standard OR 1.00;95% CI = 0.062 - 16.217; OR 1.18;95% CI = 0.670-2.095; OR 1.09;95% CI = 0.611 – 1.952; OR 0.94;95% CI = 0.472- 1.872; OR 1.54;95% CI = 0.863-2.746). Conclusion: This experiment obtained that given norepinephrine at the beginning phase of hypotension has the same effect as fluid therapy, so that could be an alternative in maintaining hemodynamics perioperativ"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orpa Diana Suek
"ABSTRAK
Salah satu intervensi terapeutik untuk anak yang menggunakan ventilasi mekanik
adalah posisi pronasi yang bertujuan untuk meningkatkan ventilasi dan
mengurangi shunt intrapulmonal. Tesis ini membahas pengaruh posisi pronasi
terhadap status hemodinamik anak yang menggunakan ventilasi mekanik di ruang
PICU sebanyak 15 orang. Penelitian ini menggunakan quasi experiment onegroup
pretest-posttest design. Pengukuran dengan lembar observasi untuk
menilai frekuensi napas, saturasi oksigen, tekanan darah, mean arterial pressure,
dan frekuensi denyut jantung. Hasil analisis bivariat didapatkan ada perbedaan
yang bermakna antara saturasi oksigen sebelum dan sesudah intervensi dengan
p value 0,004 (p< 0,005; α: 0,05). Hasil penelitian ini adalah menyarankan
pemberian posisi pronasi untuk meningkatkan saturasi oksigen.

ABSTRACT
One of therapeutic interventions to children receiving mechanical ventilation is
pronation position that is aimed to improve the distribution of ventilation and
reduce shunt intrapulmonary. The purpose of this study is to determine the effect
of pronation position on the hemodynamic status of pediatric in the Pediatric
Intensive Care Unit with 15 sample. The study used quasi experiment one-group
pretest-posttest design. Measurement of hemodynamic status used the
observation sheet to assess the respiratory rate, oxygen saturation, blood pressure,
mean arterial pressure, and heart rate. The results of bivariate analysis were
significant differences between oxygen saturation before and after the
intervention with p value of 0.004 (p < 0.005, α: 0.05). In conclusion, pronation
position effectively increases oxygen saturation."
2012
T30933
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Indah Puspita
"Sebuah laporan yang diterima melalui World Health Organization (WHO) bahwa terdapat pneumonia jenis baru yang diidentifikasi sebagai corona virus disease (COVID-19). Angka COVID-19 yang mengalami kenaikan ditetapkan oleh WHO sebagai kondisi kedaruratan yang meresahkan dunia. Pada pasien COVID-19 derajat sedang maupun berat penting dilakukan posisi pronasi untuk meningkatkan oksigenasi pada pasien COVID-19. Salah satu peran perawat yaitu dengan melakukan monitoring hemodinamik untuk mengidentifikasi kondisi pasien serta mengevaluasi respon terhadap terapi yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hemodinamik non invasif pada pasien yang menjalankan posisi pronasi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan. Adapun metode yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan membuat deskripsi atau gambaran monitoring yang dilakukan dengan mengobservasi hemodinamik pasien COVID-19 saat dilakukan posisi pronasi. Variabel yang diteliti yaitu hemodinamik pasien yang sedang dilakukan posisi pronasi (tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, mean arterial preesure (MAP), nadi,  frekuensi napas, saturasi oksigen). Penelitian ini didapatkan hasil rerata responden adalah laki-laki (67,2%) yang berumur 44-52 tahun dengan memiliki penyakit penyerta (95,3%) dan terdapat perubahan hemodinamik non invasif sebelum dan setelah dilakukan posisi pronasi.
......
World Health Organization (WHO) reported a new type of pneumonia and identified it as corona virus disease (COVID-19). The covid-19 rate which has increased is determined by WHO as an Public Health Emergency of International Concern. In moderate and severe COVID-19 patients, it is important to have a pronation position to increase oxygenation in COVID-19 patients. One of the roles of nurses is by conducting hemodynamic monitoring to identify the patient's condition and evaluate the response to the therapy. This study aims to describe the prone position’s effect to the non-invasive hemodynamic patients at the RSUP Persahabatan. This study observed the hemodynamics of COVID-19 patients who did a pronation position. The variables are systolic blood pressure and diastolic blood pressure, mean arterial pressure (MAP), pulse, respiratory rate, and oxygen saturation. This study found that the average respondent was male (67.2%) aged 44-52 years with comorbidities (95.3%) and non-invasive hemodynamic changes before and after the pronation position."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Saifullah Napu
"RINGKASAN
Untuk mengetahui kegunaan foto toraks awal sebagai petunjuk prognosis kematian dini (30 hari) infark miokard akut (IMA) diteliti secara prospektif 80 foto toraks pada 80 pasien pasca infark miokard akut (IMA).
Pasien terdiri dari 72 laki-laki dan 8 wanita, umur rata-rata 56,3 ±10,2 tahun.
Foto toraks dibuat kurang dari 24 jam setelah sakit dada khas. Posisi pasien setengah duduk (450), eksposi film antero-posterior (AP). Variabel pada foto toraks yang dinilai adalah derajat Kongesti Vena Pulmonalis (KVP), Rasio Kardio Toraks (RKT) dan Ukuran Jantung Kiri (UJK).
KVP dibedakan atas 4 derajat. Derajat 0 ; normal, tidak terdapat KVP (n =38). Derajat I ; redistribusi aliran darah paru (n = 16), Derajat II ; sembab paru intersisial (n = 13), Derajat III ; sembab paru alveolar terlokalisir (n = A), Derajat IV ; sembab paru alveolar difus (n = 5).
Kematian dini secara bermakna (p < 0,05) lebih tinggi pada KVP derajat II ( 5 dari 13, 38,5%), derajat III (5 dari 8, 62,5% ) dan derajat IV {4 dari 5, 80,0% ) dibanding derajat I (2 dari 16, 12,5%).
Resiko relatif kematian dini pada KVP derajat II, III dan IV lebih besar dibanding dengan KVP derajat I yaitu 3,1 : 5,0 : 6,4 kali. Tidak terdapat kematian dini pada derajat 0.
Diantara variabel KVP, RKT dan UJK pada foto toraks, variabel KVP derajat II, III dan IV mempunyai nilai prediksi yang lebih bermakna terhadap kematian dini dibanding KVP derajat I, RKT dan UJK.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa derajat KVP pada foto toraks awal dapat dipakai untuk menentukan tinggi rendahnya risiko relatif kematian dini pasca IMA sehingga mempunyai arti klinis dan prognosis penting terhadap usaha tindakan pengobatan selanjutnya. KVP derajat 0 dengan atau tanpa kardimegali mempunyai prognosis lebih baik terhadap kematian dini.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tori Rihiantoro
"Terapi musik memiliki manfaat yang besar dalam dunia kesehatan. Beberapa studi telah dilakukan, namun yang berfokus pada pasien koma dan status hemodinamik masih sedikit yang dipublikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap status hemodinamik pada pasien koma. Penelitian ini menggunakan disain quasi experimental one group pre post, dengan teknik consecutive sampling didapatkan sampel sebesar 21 pasien. Analisi deskriptif mengambarkan terjadi penurunan rata-rata MAP sesudah dilakukan terapi musik sebesar 6,80 mmHg, penurunan rata-rata heart rare sesudah terapi musik sebesar 6,76 kali/menit dan terjadi penurunan rata-rata frekuensi pernapasan sesudah terapi musik sebesar 4,08 kali/menit. Hasil analisis bivatiat dengan dependent t test menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna terapi musik terhadap MAP (p value = 0,03l), heart rare (p value = 0,015) dan frekuensi pernapasan (p value = 0,000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna terapi musik terhadap status hemodinamik pada pasien koma di ruang ICU RSUDAM Propinsi Lampung. Hal ini dapat terjadi karena terapi musik dengan memperdengarkan musik instrumentalia healing sound mampu menciptakan efek relaksasi sehingga mampu menurunkan tingkat kecemasan, stressor dan stimulus-stimulus lain yang berpengaruh buruk terhadap hemodinamik pasien. Efek relaksasi tersebut dapat menurunkan indikator-indikator hemodinamik seperti MAP, heart rare dan frekuensi pernapasan. Penurunan indikator status hemodinamik pada pasien koma dengan cidera kepala dan stroke akan membantu stabilisasi hemodinamik pasien sekaligus membantu proses pemulihan pasien."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T22853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Febtrina
"Manfaat pengaturan posisi lateral kanan pada pasien gagal jantung sudah banyak diteliti, tetapi masih belum jelas efek posisi lateral kanan pada hemodinamik pasien gagal jantung. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efek posisi istirahat lateral kanan terhadap hemodinamik dan tingkat kenyamanan pasien gagal jantung. Metode yang digunakan yaitu randomized controlled trial (RCT) dengan disain cross - over.
Dua puluh orang sabjek gagal jantung derajat II dan III (15 laki - laki dan 5 perempuan) di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) telah berpartisipasi. Tekanan darah, Mean Arterial Pressure (MAP), denyut jantung, frekuensi pernafasan dan saturasi oksigen diukur sebelum dan setelah pengaturan posisi menggunakan bedsite monitor sedangkan tingkat kenyamanan menggunakan Verbal Rating Scale Questionnaire. Pengukuran dilakukan pada pagi hari (09.00 - 11.00 WIB) dan sore hari (16.00 - 18.00 WIB).
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat efek yang signifikan pada TDS (Pagi: p value 0.000; Sore: p value 0.017), TDD (Pagi: p value 0.004), MAP (Pagi: p value 0.001), denyut jantung (Sore: p value 0.008) sebelum dan setelah dilakukan pengaturan posisi lateral kanan. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kenyamanan antara kelompok (Sore: p value 0.041). Pengaturan posisi lateral kanan dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi keperawatan yang digunakan untuk mempertahankan hemodinamik dan kenyamanan pasien gagal jantung.
......Benefits of right lateral position on patients with heart failure has been widely studied, but it is still unclear the effects of right lateral position on hemodynamics of patients with heart failure. This study aimed to identify the effect of right lateral resting position on hemodynamic and level of comfort heart failure patients. The method of this research was a randomized controlled trial (RCT) with a cross - over design.
Twenty subject patients with heart failure stage II and III (15 men and 5 women) at Harapan Kita Cardiac Hospital were participated. Blood pressure, Mean Arterial Pressure (MAP), heart rate, respiratory rate and oxygen saturation (SaO2) were measured pre and post setting the position used bedsite monitor where as the level of comfort used the Verbal Rating Scale Questionnaire. Measurements were taken in the morning (09:00 to 11:00 AM) and evening (04:00 to 06:00 PM).
The results of this study showed there are significant effects on the SBP (Morning: p value 0.000; Evening: p value: 0.017), DBP (Morning: p value 0.004), MAP (Morning: p value 0.001), heart rate (Evening: p value 0.008) pre and post setting the right lateral position. There is a significant difference between group on level of comfort (Evening: p value 0.041). Recommendation is directed to include right lateral position as in the nursing intervention in order to maintain hemodynamic and level of comfort on patients with heart failure."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haniatur Rifqi
"Gagal jantung merupakan masalah berkurangnya kemampuan pompa dari ventrikel jantung. Gagal jantung menjadi salah satu komplikasi yang sering terjadi pada Sindrom Koroner Akut (SKA). Tatalaksana awal pasien gagal jantung dan SKA yaitu pemeriksaan EKG, pemeriksaan laboratorium, tirah baring, dan stabilisasi hemodinamik. Gagal jantung mencerminkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup ke tubuh. Kondisi ini mengakibatkan gangguan sirkulasi darah dan hemodinamik. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien gagal jantung dengan penerapan positioning lateral kanan dan pengaruhnya terhadap perubahan hemodinamik. Metode penulisan yang digunakan adalah case report. Penerapan posisi lateral kanan merupakan posisi yang direkomendasikan untuk pasien gagal jantung. Asuhan keperawatan diberikan kepada pasien kelolaan yaitu Tn. TK (58 tahun) dengan STEMI dan gagal jantung. Asuhan keperawatan dilakukan selama tiga hari dengan satu hari periode IGD serta dua hari periode ICCU. Masalah keperawatan utama yang dialami pasien adalah penurunan curah jantung. Intervensi keperawatan utama yaitu stabilisasi hemodinamik secara non farmakologi maupun farmakologi. Salah satu intervensi non farmakologi yaitu penerapan posisi lateral kanan. Hasil penerapan positioning lateral kanan pada pasien gagal jantung menunjukkan adanya penurunan tekanan darah, MAP, denyut jantung, dan laju pernapasan, serta adanya peningkatan saturasi oksigen. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dirujuk. Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan penerapan positioning lateral kanan dapat dilakukan sebagai salah satu intervensi pada masalah penurunan curah jantung untuk stabilisasi hemodinamik pasien gagal jantung di Instalasi Gawat Darurat maupun Intensive Care Unit.
......
Heart failure is a problem of reduced pumping ability of the heart's ventricles. Heart failure is one of the complications that often occurs in Acute Coronary Syndrome (ACS). Initial management of patients with heart failure and ACS includes ECG examination, laboratory examination, bed rest and hemodynamic stabilization. Heart failure reflects the heart's inability to pump enough blood to the body. This condition results in impaired blood circulation and hemodynamics. The aim of writing this scientific paper is to describe nursing care for heart failure patients by applying right lateral positioning and its effect on hemodynamic changes. The writing method used is a case report. Applying the right lateral position is the recommended position for heart failure patients. Nursing care is provided to managed patients, namely Mr. TK (58 years old) with STEMI and heart failure. Nursing care is provided for three days with one day during the ER and two days during the ICCU period. The main nursing problem experienced by patients is decreased cardiac output. The main nursing intervention is hemodynamic stabilization with non-pharmacological and pharmacological methods. One non-pharmacological intervention is the application of the right lateral position. The results of applying right lateral positioning in heart failure patients showed a decrease in blood pressure, MAP, heart rate and respiratory rate, as well as an increase in oxygen saturation. These results are in line with the results of the research referred to. Based on these results, it is hoped that the application of right lateral positioning can be carried out as an intervention in the problem of decreasing cardiac output to stabilize the hemodynamics of heart failure patients in the Emergency Room and Intensive Care Unit."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tjues Aryo Agung Wibowo
"Latar Belakang: TCI propofol dan sevofluran merupakan agen pemeliharaan anestesi umum yang sering digunakan, termasuk pada transplantasi ginjal dan memiliki pengaruh terhadap hemodinamik intra-operatif, khususnya kardiovaskular.
Tujuan: Membandingkan pengaruh TCI propofol dan sevofluran terhadap profil hemodinamik kardiovaskular intra-operatif resipien transplantasi ginjal.
Metode: Uji klinis prospektif tersamar tunggal terhadap 46 resipien transplantasi ginjal di RSCM selama bulan Juli-Desember 2017. Parameter hemodinamik diukur saat pasca-induksi, pasca-insisi, intra-operatif dan pascareperfusi. Hasil dianalisis menggunakan uji general linear model untuk pengukuran berulang, uji t tidak berpasangan Mann-Whitney U.
Hasil: Indeks kardiak intra-operatif p = 0,216 , pasca-induksi 4,20 vs 3,10 L/mnt/m2, p = 0,056 dan pascareperfusi 4,77 vs 4,07 L/mnt/m2, p = 0,077 kelompok TCI propofol lebih tinggi dibandingkan sevofluran. Tekanan rerata arteri intra-operatif hampir sama pada kedua kelompok p = 0,480, nilai pasca-induksi 80,74 vs 80,61 mmHg, p = 0,980 dan pascareperfusi 89,30 vs 92,52 mmHg, p = 0,359 lebih tinggi pada kelompok sevofluran. Indeks volume sekuncup hampir sama pada kedua kelompok p = 0,086, dengan nilai pasca-induksi lebih tinggi 54,35 vs 49,56 mL/m2, p = 0,335 dan pascareperfusi lebih rendah 62,52 vs 62,78 mL/m2, p = 0,962 pada kelompok TCI propofol. Indeks resistensi vaskular sistemik intra-operatif p = 0,054, pasca-induksi 1786 vs 1426 dynes.detik/cm-5/m2, p = 0,077 dan pascareperfusi 1523 vs 1404 dynes.detik/cm-5/m2, p = 0,223 lebih tinggi pada kelompok sevofluran.
Simpulan: Tidak terdapat perbedaan pengaruh hemodinamik yang signifikan secara statistik intra-operatif antara TCI propofol dengan sevofluran pada resipien transplantasi ginjal.

Background: TCI propofol and sevoflurane are common agents for general anesthesia, including for renal transplantation procedure. They have intraoperative hemodynamic effect, especially cardiovascular. Aim. Comparing the effect of TCI propofol and sevoflurane to intraoperative cardiovascular hemodynamic profile in renal transplant patients.
Methods: Single blinded prospective study in 46 renal transplant patients at Cipto Mangunkusumo National Hospital between July-December 2017. Hemodynamic parameters were measured at postinduction, postincision, intraoperative, and postreperfusion. Data were analyzed using general linear model for repeated measurements, unpaired t-test, Mann-Whitney U.
Results: Intraoperative cardiac index p = 0,216, postinduction 4,20 vs 3,10 L/mnt/m2, p = 0,056 and postreperfusion 4,77 vs 4,07 L/mnt/m2, p = 0,077 TCI propofol group were higher than sevoflurane group. Mean arterial pressure intraoperatively similar in both groups p = 0,480, postinduction 80,74 vs 80,61 mmHg, p = 0,980 and postreperfusion 89,30 vs 92,52 mmHg, p = 0,359 were higher in sevoflurane group. Stroke volume index were similar in both groups p = 0,086, and higher during postinduction 54,35 vs 49,56 mL/m2, p = 0,335 but lower during postreperfusion 62,52 vs 62,78 mL/m2, p = 0,962 TCI propofol group. Systemic vascular resistance index were higher during intraoperative p = 0,054, postinduction 1786 vs 1426 dynes.detik/cm-5/m2, p = 0,077 and postreperfusion 1523 vs 1404 dynes.detik/cm-5/m2, p = 0,223 in sevoflurane group.
Conclusion: Intraoperative hemodynamic effects were statisticaly similar between TCI propofol and sevoflurane group in renal transplant recipients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kathrine
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah kelainan kongenital dengan insidens tertinggi dan memerlukan pemantauan berkala. Pemeriksaan ekokardiografi memerlukan fasilitas dan tenaga ahli yang belum tersedia secara luas di Indonesia. Troponin I merupakan biomarker spesifik jantung yang terdeteksi pada awal terjadinya kerusakan miokardium. Data mengenai penggunaan biomarker jantung pada pasien anak dengan PJB masih terbatas.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar troponin I dengan parameter hemodinamik pasien PJB asianotik dengan pirau kiri ke kanan.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap 53 subyek dengan PJB asianotik pirau kiri ke kanan yang berobat di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk menilai jenis PJB, ukuran defek, dan parameter hemodinamik yaitu Qp/Qs, tekanan sistolik arteri pulmoner, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE). Kadar troponin I dinilai melalui enzyme linked fluorescent assay (ELISA) dengan sampel darah diambil pada hari yang sama dengan ekokardiografi..
Hasil: Median usia subyek adalah 16 (3-135) bulan dengan jenis kelamin perempuan 54,7% (n=53). Diagnosis PJB terbanyak adalah ASD (45,3%), dengan proporsi terbanyak defek berukuran sedang (43,4%). Peningkatan kadar troponin I didapatkan pada 7 (13,2%) subyek. Tidak ada perbedaan bermakna kadar troponin I pada berbagai jenis PJB. Ada korelasi negatif lemah antara kadar troponin I dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (r=-0,391, p=0,002).
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif lemah antara kadar troponin I dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri, sementara tidak ada korelasi bermakna dengan parameter hemodinamik lainnya
......Background: Congenital heart disease (CHD) is the most frequent congenital abnormality and requires regular monitoring. Echocardiographic examination requires facilities and experts which are not widely available in Indonesia. Troponin I is a heart-specific biomarker that is detected early in myocardial damage. Data regarding the use of cardiac biomarker in pediatric CHD patients are still limited.
Objective: To determine the correlation between troponin I level and hemodynamic parameters in acyanotic CHD patients with left-to-right shunts.
Methods: A cross-sectional study of 53 subjects with left-to-right shunt acyanotic CHD as inpatient or outpatient at dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Hospital. Echocardiography was performed to assess the type and size of CHD, as weel as hemodynanic parameters (Qp/Qs, pulmonary artery systolic pressure, left ventricular ejection fraction/EF, and tricuspid annular plane systolic excursion/TAPSE). Troponin I level was determined by enzyme linked fluorescent assay (ELISA) with blood samples taken on the same day as echocardiography.
Results: The median age of the subjects was 16 (3-135) months, with 54.7% female (n=53). Most prevalent of the CHD type was ASD (45.3%), most of the defect were medium-sized (43.4%). Increased troponin I levels were found in 7 (13.2%) subjects. There was no significant difference in troponin I level in various CHD types. There was a weak negative correlation between troponin I level and EF (r=-0.391, p=0.002).
Conclusion: There was a weak negatif correlation between troponin I level and EF, while there was no significant correlation with other hemodynamic parameters."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>