Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pratono
Abstrak :
Pendahuluan: Penyakit hepatitis B merupakan masalah kesehatan utama, baik di dunia maupun di Indonesia. Secara global, pada tahun 2015, diperkirakan 257 juta orang hidup dengan infeksi HBV kronis (WHO, 2015). Dan selanjutnya menyebabkan (720.000 kematian karena sirosis) dan kanker hati primer (470.000 kematian karena karsinoma hepatoseluler) ( WHO, 2015). Prevalensi Hepatitis B wilayah Asia Tenggara adalah 2,0%. Untuk prevalensi Hepatitis B pada ibu hamil di Indonesia tahun 2017 adalah sebesar 2,7% (Berita Subdit HISP 2017). Hal ini didapatkan dari kegiatan program deteksi dini Hepatitis B yang dilakukan sejak tahun 2016 yang baru dilaksanakan di beberapa propinsi (Berita Subdit HISP, 2017). Metode: Penelitian ini adalah analitik observasional yang menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Sampel untuk penelitian ini sebanyak 12.475 ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di puskesmas-puskesmas di wilayah Jakarta Utara. Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dan dianalisis menggunakan Uji Regresi Logistik. Hasil: Prevalensi Hepatitis B pada ibu hamil pada penelitian ini sebesar 2,3%, Risiko ibu hamil yang serumah dengan penderita Hepatitis B 6,46 kali (95% CI 3,68-11,35) untuk terinfeksi Hepatitis B dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak pernah serumah dengan penderita Hepatitis B setelah dikontrol dengan status pekerjaan, umur kehamilan, riwayat transfusi, riwayat penasun. Kesimpulan: Serumah dengan penderita Hepatitis B merupakan faktor risiko terhadap penularan Hepatitis pada Ibu Hamil. Sehingga kegiatan Deteksi Dini Hepatitis Ibu Hamil tetap dilanjutkan dengan diintegrasikan dengan program vaksinasi Hepatitis B pada ibu hamil hepatitis B negatif dan program pengobatan Hepatitis B bagi yang sudah terinfeksi. ......Introduction: Hepatitis B is a major health problem, both in the world and in Indonesia. Globally, in 2015, an estimated 257 million people live with chronic HBV infection (WHO, 2015). And subsequently caused (720,000 deaths due to cirrhosis) and primary liver cancer (470,000 deaths due to hepatocellular carcinoma) (WHO, 2015). The prevalence of Hepatitis B in the Southeast Asia region is 2.0%. The prevalence of Hepatitis B in pregnant women in Indonesia in 2017 is 2.7% (News Sub-Directorate of HISP 2017). This was obtained from the activities of the Hepatitis B early detection program carried out since 2016 which was only implemented in several provinces (News Subdit HISP, 2017). Method: This study was an observational analytic study using a cross-sectional study design. The sample for this study was 12,475 pregnant women who carried out antenatal care at health centers in the North Jakarta area. Data was obtained from the DKI Jakarta Provincial Health Office, and analyzed using the Logistic Regression Test. Results: Prevalence of Hepatitis B in pregnant women in this study was 2.3%, the risk of pregnant women at home with Hepatitis B sufferers was 6.46 times (95% CI 3.68- 11.35) to be infected with Hepatitis B compared to pregnant women who have never been at home with Hepatitis B patients after being controlled by work status, gestational age, transfusion history, IDU history. Conclusion: Houses with Hepatitis B patients are risk factors for transmission of Hepatitis in Pregnant Women. So that the activities of Early Detection of Hepatitis B Pregnant women continue to be integrated with the Hepatitis B vaccination program in negative hepatitis B pregnant women and Hepatitis B treatment programs for those who have been infected.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendarto Natadidjaja
Abstrak :
It is estimated that worldwide 300 million individuals are chronically infected by the Hepatitis B Virus (HBV), a cause for a great number of mortality due to chronic liver disease. It is also estimated that at least 30% of chronic hepatitis B patients will suffer from liver cirrhosis. Young patients, who are infected by HBV during infancy or childhood, have a higher incidence rate of cirrhosis compared to those who were infected as adults.1 Additionally, chronic HBV infection has also been acknowledged as the most important causative factor for hepatocellular carcinoma (HCC), especially in areas with an epidemiologically high incidence rate of HBV infection. Beasley et al found that adult males with chronic HBV infection have a relative risk for HCC 200 times that of uninfected individuals.
2001
AMIN-XXXIII-3-JuliSept2001-104
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tendean, Meriell Jade Eugenia
Abstrak :
Hepatitis B merupakan penyakit endemik di Indonesia. Pengobatan hepatitis B yang sedang dikembangkan adalah pengobatan herbal menggunakan senyawa aktif. Salah satu zat yang telah diteliti dan dapat menghentikan perkembangan virus Hepatitis B adalah zat andrografolida yang terdapat dalam tanaman sambiloto. Penelitian ini mengekstraksi zat andrografolida tersebut dari daun sambiloto dengan metode sonikasi. Dilakukan juga nanoenkapsulasi ekstrak dengan nanoenkapsulator kitosan-STPP sodium tripolifosfat menggunakan metode gelasi ionik dengan memvariasikan berat molekul kitosan dan jenis surfaktan. Kapasitas penjerapan tertinggi dihasilkan oleh kitosan HW sebesar 89,1 dan oleh surfaktan TWEEN 80 sebesar 88,2 . Efisiensi enkapsulasi terbaik dihasilkan oleh kitosan MW dan TWEEN 80 sebesar 96,6 . Ukuran partikel terkecil yang diperoleh dihasilkan kitosan MW sebesar 979,5 nm dan kombinasi surfaktan TWEEN 80 dan PEG 6000 sebesar 1128,2 nm. Profil rilis yang dihasilkan berupa slow release pada kondisi lambung kemudian burst release pada kondisi usus halus. ......Hepatitis B is an endemic disease in Indonesia. One of the developments of hepatitis B treatment is herbal treatment using active compounds from plants, one of which is andrographolide that is found in abundance in sambiloto Andrographis paniculata . This research will extract andrographolide from sambiloto leaf by sonication and encapsulate the extract. Encapsulation is done using chitosan STPP sodium tripholiphosphate by ionic gelation with variations of chitosan molecular weight and surfactant type. The highest loading capacities are obtained by high molecular weight chitosan chitosan HW and TWEEN 80 as a surfactant with the values of 89,1 and 88,2 respectively. The optimum encapsulation efficiency with the value of 96,6 is obtained by medium molecular weight chitosan chitosan MW . Encapsulation using chitosan MW resulted in an optimum particle size of 979,5 nm, and the combined use of TWEEN 80 and PEG 6000 resulted in an optimum particle size of 1128,2 nm. The surfactant combination of TWEEN 80 and PEG 6000 led to a release profile of initial slow release in the stomach condition and burst release when in the small intesines.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68097
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meta Dewi Tedja
Abstrak :
Ruang lingkup dan Cara penelitian: Virus Hepatitis B (VHB) merupakan penyebab tersering hepatitis kronik, sirosis hepatis dan karsinoma hepatoselular di negara-negara Asia Tenggara. VHB merupakan virus DNA berukuran 3,2 kb, mempunyai untai ganda dengan susunan genom yang kompak dan sating tumpang tindih. Materi genetik VHB tersimpan daiam 4 Open Reading Frames pada untai negatif. Transmisi VHB terjadi melalui kontak dengan darah, komponen darah atau cairan tubuh lainnya. Diagnosis infeksi VHB didasarkan adanya HBsAg dalam serum. Hilangnya HBsAg dan terbentuknya anti-HBs merupakan petanda eliminasi virus. Namun demikian mutasi yang terjadi pada gen penyandi HBsAg mengakibatkan perubahan antigenisitas HBsAg sehingga virus lolos dart pemeriksaan yang menggunakan antibodi monoklonal terhadap HBsAg. Untuk mengetahui perubahan molekuler pada gen penyandi HBsAg maka dilakukan penelitian program magister ini dengan tujuan umum untuk mengetahui dasar molekuler kegagalan deteksi serologi HBsAg pada serum donor darah di Indonesia. Untuk itu dilakukan isolasi DNA VHB, ligasi ke vektor dan transformasi ke bakteri E.coli, dilanjutkan dengan reaksi sekuensing yang hasilnya dianalisis dengan perangkat bioinformatika. Hasil dan kesimpulan: Pada serum donor darah dengan HBsAg (-), anti-HBs (-) dan anti-HBc (+) berhasil didapat DNA VHB pada 20 (29,9%) dart 67 sampeI; pada donor darah dengan HBsAg (-), anti-HBs (+) dan anti-HBc (+) didapat DNA VHB pada 5 (7.5%) dart 67 sampel. Sehingga jumlah total DNA VHB (+) didapat pada 25 (8,I%) dari 309 sampel dengan HBsAg (-), Pada sekuensing determinan 'a' gen S DNA VHB didapat 7 (28%) dari 25 sampel menunjukkan mutasi asam amino. Terdapat 3 pola substitusi asam amino: pola pertama substitusi M I 33L sebanyak I (4%) dari 25 sampel, polar kedua T123A sebanyak I (4%) dari 25 sampel, dan pola ketigaTI43M sebanyak 5 (20%) dari 25 sampel. Semua virus; termasuk dalam subtipe adw. Pada studi bioinformatika, substitusi ini menyebabkan terjadinya penurunan nilai indeks antigenisitas asam amino yang bersangkutan dan asam amino yang berada di sekitarnya. Substitusi asam amino pada gen S mengakibatkan terjadinya perubahan sekuens gen P daerah reverse transcriplase yang tumpang tindih dengan gen S.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T8366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idwar
Abstrak :
Di dunia saat ini diperkirakan terdapat 350 juta pengidap virus hepatitis B, dimana hampir 78% di antaranya tinggal di Asia Tenggara. Menyangkut Indonesia yang mempunyai geograiis sangat luas dengan perilaku dan budaya yang beranekaragam, angka prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi antara 2,50 - 36,17% (Sulaiman dkk, 1993). Dengan pervalensi ini Indonesia termasuk dalam kelornpok negara endemisitas sedang sampai dengan tinggi. Makin tinggi prevalensi infeksi hepatitis B pada suatu fempat, maka makin banyak anak-anak dan bayi yang akan terinfeksi oleh virus tersebut. Program imunisasi hepatitis dengan cakupan imunisasi sebesar 90 % dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan kernatian sebesar 80 % - 90 % (Soewandiono, 1996). Penurunan yang tajam di Dati II Aceh Besar terutama terlihat pada kontak pertama tahun 1997 yaitu 56 % turun menjadi 26,5 % pada tahun 1998, penurunan tajam untuk cakupan kontak pertama irnunisasi hepatitis B akan menimbulkan masalah kesehatan yang serius bagi masyarakat yang dapat menyebabkan meningkamya angka prevalensi hepatitis B dan pada akhimya akan bertambah penderita kronik yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati. Tujuan dari penelitian ini adalah diketaiiuinya gambaran status imunisasi hepatitis B (kontak pertama) pada bayi 0-11 bulan dan faktor - faktor yang berhubungan dengan status imunisasi hepatitis B pada bayi 0 - 11 bulan di Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah Istirnewa Aceh pada Tahun 1998/ 1999. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah istimewa Aceh terhadap 210 ibu rumah tangga yang mempunyai bayi berumur 0 - 11 bulan (yang lahir 1 April 1998 sampai dengan 31 Mamet 1999). Rancangan penelitian berbentuk cross-sectional yaitu dengan survei cepat (Rapid Survey) dan bersifat deslciptif analitilc Populasi Penelitian adalah semua ibu rumah tangga yang mempunyai bayi berumur 0 - ll bulan (Lahir 1 April 1998 - 31 Maret 1999) di Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Rancangan Sampel Kluster dna tahap. Pengolahan dan analisis menggunakan komputer dengan program Epi Info (C Sample) untuk univariat dan bivariat, dan stata untuk multivariat, derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95 % dengan batas nilai kemalmaan = 0,05. Sebanyak 124 orang bayi (59,0 %)te1ah mendapatkan imunisasi hepatitis B. Dengan derajat kesamaan sebesar 0,14 berarti cakupan imunisasi hepatitis B di antara desa di Dati II Aceh Besar pukup merata. 106 orang ibu-ibu (50,5%) di Dati II Aceh Besar berumur muda atau kurang dari sama dengan 29 tahun. Tingkat pengetahuan ibu, sebanyak 115 orang (54,8%) berpengetahuan baik, Sebesar 54,3% merniliki sikap yang positif terhadap imunisasi hepatitis B pada bayi 0-11 bulan. Tingkat pendidikan yang pemah dilalui oleh ibu yang terbanyak atau 107 orang (5l,0%) adalah maksimal tamat SD/sederajat. Sebagian besar atau 178 orang (84,8%) ibu tidak bekelja atau sebagai ibu rumah tangga. Untuk jarak antara tempat tinggal ibu dengan tempat pelayanan imunisasi untuk kategori dekat berjumlah 96 omg (45,7%) Sedangkan persentase ierkecu ada pada jmk kategori jauh 53 omg (25,2%) dan sisanya adalah tennasuk jarak sedang. Sebanyak 175 orang ibu (33,3%) tidak memberikan bayaran terhadap jasa pelayanan imunisasi hepatitis B. Sebanyak 103 orang (49,1%) telah mendapatkan informasi tentang hepatitis B sebelum membawa bayinya ke pos pelayanan imunisasi. Umur ibu yang lebih tua lebih banyak yang mengimunisasikan bayinya sebesar 2,164 kali dibandingkan ibu yang lebih muda karena lebih banyak pengalaman dan infozmasi yang telah didapat tentang manfaat imunisasi. Terdapat risiko 40,786 kali lebih besar untuk mengimuniaasikan bayinya pada ibu yang pengetahuannya baik tentang imunisasi dibandingkan ibu yang pengetahuannya kurang karena pengctahuan mempakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku. Ibu yang mempunyai sikap positif terhadap imunisasi meempunyai risiko 1,55 kali untuk rnengimunisasikan bayinya dibandingkan ibu yang mempunyai sikap negatiff Sikap yang positif dapat menjadi faktor predisposing atau pencetus yang menyebabkan ibu membawa bayinya Untuk diimunisasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar peluang untuk mengimunisasikan bayinya yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat SLTA/sederajat ke atas dan 0,961 kali untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang berpendidikan meinpunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan di sekolah. Ibu yang bekeija mempunyai risiko 2,324 kali untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekeija disebabkan kurangnya informasi yang diterima ibu rumah tangga dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan jarak ekonomi dekat dibandingkan yang jauh sebesar 1,01 kali, Sedangkan untuk jarak ekonomi sedang dibandingkan dengan jarak ekonomi jauh tidak terlihat adanya hubimgan yang bermakna. Ibu akan mencari pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumahnya karena pertimbangan akivitas lain yang harus diselesaikan yang terpaksa ditunda. Ibu-ibu yang membayar irnunisasi lebih banyak yang mengirnunisasikan bayinya sebesar 86,43 kali dikarenakan bahwa ibu-ibu tersebut telah menyadari pentingnya pelayanan kesehatan preventif dalam hal ini imunisasi bagi bayinya sehingga mau membayar. Terdapat risiko 4,89 kali lebih besar pada ibu yang telah mendapatkan infdfmasi sebelumnya untuk mengirnunisasikan bayinya. Terdapat hubungan yang kuat terhadap status imunisasi hepatitis B yaitu pengetahuan, biaya imunisasi, Informasi yang diterima ibu. Perlunya peningkatan status imunisasi hepatitis B pada bayi 0-11 bulan dengan cara memberlkan informasi yang lebih banyak kepada ibu-ibu di Dati II Aceh Besar khususnya ibu rumah tangga oleh petugas kesehatan setempat melalui pengajian-pengajian sedangkan untuk biaya hendaknya semurah mungkin sehingga tidak menjadi beban bagi ibu.
Currently, there are about 350 million people with hepatitis-B virus, which almost 78% among them live at South East Asia- As in Indonesia, the prevalences are vary among areas from 2,50-36,71% (Sulaiman et.al, 1993). These prevelanoes classify the country as moderate-to-high endemicity area. Further, this condition will consequently increase probability of babies being infected by the disease Hepatitis-B immunization program with a coverage of around 90% will significantly decrease morbidity and mortality rates up to 80-90% according to study by Soewandiono (1996). As reported in 1998, the immunization coverages decreasing from 56,0% in 1997 to just 26-5% in 1998. This trend will consequently increase the hepatitis-B prevalence, and iiirther increase patients with chronic hepatitis-B and cirrhosis hepatic disease. This study will therefore describe the hepatitis-B immunization status, i. e. iirst contact immunization, among babies O-11 month and find factors related to it at Kabupaten Aceh Besar- Respondents are 210 mothers of those babies, which bom between April 1998-March 1999. Design of the study is a cross sectional with a rapid survey approach. Sampling method used two staged cluster sampling. Collected data were analyzed using Epi Info (C Sample method) to achieve univariate and bivariate results. Confidence interval 95%with 5% level of significance were used. This study showed that 124 babies (59.0%) had been immunized. Homogeneity rate was 0.14, which means that the immunization program's coverages are homogenous among villages. Hundred and six mothers (50.5%) are young mother with less than 29 years old. From 210 respondents, 115 (54.8%) have good knowledge level on hepatitis-B immunization, and 54.3% have positive attitude to the immunization. Hundred and seven of them (51,o%) have finished elementary school and 178 of them (84.8%) are household mother and not economically work. Ninety six of them (45.7%) stay relatively close to the health service unit that provides the immunization. Only 53 of them (25.2%) responded 'far 'from the service unit'. There were 175 respondents (83.3%) informed that they did not pay or free for the immunization. Further, 103 of them (49.1%) had been given infomation about the immunization by the health care provider before they brought the babies for immunization. Those respondents with older age brought their babies for immunization 2,154 times greater than younger mothers. Mothers with good knowledge level brought their babies for immunization 76.179 greater than mothers with low level of knowledge. This concludes that knowledge is a very important factor for behavior. Furthemrore, mothers with positive attitude to the immunization will bring 6.205 times compare to not positive attitude mothers. Positive attitude can then be considered as predisposing or even precipitating factor for the mothers behavior. Futher result showed that the higher level of education the greater babies have opportunity to be immunized with Odds ratio of 4.609 between Senior High School level to Elementary School level, and with Odds ratio of 2.54 between Junior High School level compare to the Elementary School level. This study concludes that mothers with higher education will have higher understanding about health. This sandy surprisingly showed that mothers with economically job/activities brought their babies to be immunized 8.466 greater than mothers with no economically job. There is a significant relationship between distance and immunization status. Those mothers with close distance to the service unit brought their babies for immunization 4.740 greater than mothers with distance. Another surprising result is that those mothers who pay for the immunization have greater probabilities for immunization than those who did not pay with Odds ratio of 32.11. This is probably related to higher knowledge of important of the immunization among those who paid compare to those who did not. It is found that mothers with information before taking their babies for immunization had 11.57 times to have their babies immunized compare to those with no information.This study recommends that health care providers should strengthen their health care promotion to the mothers using religious meetings- Furthermore, although there is an indication of willing to pay for the immunization, still an accessible (economically) program is needed, so that it will not hinder mothers to bring their babies to be immunized.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T3175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Permata Sari
Abstrak :
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan terjadi pada organ hati. Senyawa yang dapat mengatasi atau menginhibisi virus hepatitis B adalah andrografolida yang berasal dari tanaman Sambiloto Andrographis paniculata . Senyawa andrografolida bekerja dengan menginhibisi ?-glukosidase yang berperan dalam sekresi virus Hepatitis B. Penelitian ini bertujuan untuk membuat nanoenkapsulasi ekstrak daun sambiloto yang tersalut kitosan dan STPP guna meningkatkan bioavailabilitasnya dalam tubuh. Partikel berukuran nanometer dihasilkan pada variasi kecepatan putaran sentrifugasi 8.000 rpm dengan rasio konsentrasi kitosan : STPP 0,2 :0,1 g/mL , yaitu sebesar 68,3 nm. Kapasitas penjerapan dan efisiensi enkapsulasi pada nanopartikel tersebut masing-masing bernilai 67,20 dan 99,48 . Profil pelepsan yang dihasilkan memiliki rilis kumulatif sebesar 34,55 dengan peristiwa slow release pada kondisi pH lambung dan dilanjutkan dengan burst release pada kondisi pH usus halus. ......Hepatitis B is a disease caused by a virus and occurs in the liver. Compounds that can overcome or inhibit hepatitis B virus is andrografolida which is derived from Sambiloto plants Andrographis paniculata . The andrographolide compound works by inhibiting glucosidase which plays a role in secretion of Hepatitis B virus. This study aimed to make nanoencapsulation of sambiloto leaf extracts of chitosan and STPP in order to increase its bioavailability in the body. The nanometer sized particle was produced at a variation of 8,000 rpm centrifugation speed with a chitosan concentration ratio 0.2 STPP 0.1 g mL , which was 68.3 nm. The absorption capacity and the efficiency of encapsulation on the nanoparticles were 67.20 and 99.48 respectively. The release profile has a cumulative release of 34.55 with slow release events in gastric pH conditions and followed by a burst release under pH conditions of the small intestine.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juaningsih
Abstrak :
Prevalensi penyakit hepatitis di Indonesia menurut tim Hepatitis Nasional berkisar 5- 20 % pada negara dengan endemis sedang sampai tinggi. Pada ibu hamil mengidap hepatitis/carier sebanyak 3-8 % dan 45.9 % bayi tertular saat lahir dari ibu pengidap Hepatitis B. Program Imunisasi HB.0 dengan vaksin Hepatitis B uniject ini telah dilaksanakan sejak tahun 2002 tapi pada pelaksanaanya masih mengalami banyak kendala sehingga hasil cakupan yang diperoleh masih rendah. Propinsi Kalimantan Barat pencapaian Imunisasi HB.0 pada tahun 2008 32,7 % dan tahun 2009 44,84 % masih berada dibawah rata-rata nasional selama 2 tahun dan hanya sedikit mengalami peningkatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi status imunisasi HB.0 di Kecamatan Pontianak Tenggara Kota Pontianak Tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Variabel yang secara statistik berhubungan dengan status imunisasi HB.0 pada bayi umur 0-7hari adalah pengetahuan ibu, sikap ibu, penolong persalinan, kunjungan neonatal dan keaktifan petugas imunisasi dalam memberikan motivasi. Disarankan kepada Dinas Kesehatan untuk menganggarkan dana rutin untuk memberikan pelatihan pada petugas kesehatan,bagi puskesmas, meningkatkan promosi imunisasi HB.0, memberikan pelatihan kepada kader, dan kepada tokoh masyararakat agar lebih terlibat aktif dalam memberikan pembinaan masyarakat tentang pentingnya imunisasi HB.0 Prevalence of hepatitis disease in Indonesia according to National Hepatitis team is around 5-20%. Expectant with hepatitis/carier as much as 3-8% and 45.9% babies was infected at birth from mother with hepatitis B. HB.0 Immunization Program with Hepatitis B uniject vaccine was implemented since 2002 but still facing many obstacles, so that obtained scope result was low. In West Kalimantan province achievement of HB.0 Immunization 32.7% at 2008 and 44.84% at 2009, is still below average of national for 2 years and only slightly enhancement. This study aims to find out find out influence factors of immunization status of HB.0 in Sub-district of South-East Pontianak City of Pontianak year 2011. It is descriptive study with cross sectional design. Statistically variables related to HB.0 immunization to infant age 0-7 days are maternal knowledge, maternal attitude, labor support, neonatal visit, and immunization officer liveliness in motivating. Recommended to the health Departement to budget routine fund in regard to provide training to health officer, health centers, increase HB.0 immunization promotion, training to cadre, and for community leaders were expected to more active involved in supporting importance of HB.0 immunization to community.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Julitasari Sundoro
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor jenis pekerjaan yang berpengaruh terhadap infeksi Virus Hepatitis B (VHB). Sumber data untuk penelitian ini adalah data sekunder di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan Puskesmas Kedung Halang, Cirimekar, Gunung Putri dan Citeureup, tahun 1991. Setelah melalui proses pembersihan data, diperoleh jumlah responder sebanyak 83 orang pada kelompok medis dan 71 orang pada kelompok non medis. Dari kelompok pertama sejumlah 83 orang yang melakukan praktek (berhubungan dengan alat suntik, produk darah, merawat pasien, menggunakan sarung tangan, riwayat tertusuk jarum) sejumlah 61 orang yang dianalisis lebih lanjut. Dari hasil analisa data diperoleh hasil bahwa pemakaian jarum suntik daur ulang kemungkinan terinfeksi VHB adalah 11,24 kali dibandingkan dengan pemakaian jarum sekali pakai dan tingkat signifikan p = 0,007. Walaupun terdapat peningkatan pada variabel umur > 30 tahun, jenis kelamin pria, jenis pekerjaan (kelompok medis), riwayat terapi akupunktur dan lama kerja > 6,5 tahun, perbedaan tersebut secara statistik ternyata tidak bermakna. Dalam upaya menurunkan kemungkinan terinfeksi VHB pada kelompok medis karyawan kesehatan maka yang panting adalah : 1. Pendidikan dalam perilaku pekerjaan sehari-hari, mengenali alat sekali pakai, 2. Menghimbau kepada DepKes untuk mengganti alat suntik daur ulang dengan sekali pakai, 3. Dan yang paling penting perlindungan untuk tenaga kesehatan dengan imunisasi terhadap hepatitis B.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danielle Tahitoe
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi virus hepatitis ditemukan di seluruh dunia dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Dari semua infeksi virus hepatitis yang paling penting adalah Hepatitis B (WHO,1982).

Diperkirakan di dunia terdapat sekitar 300 juta karier virus hepatitis B (VHS) kronis (WH0,1988). Prevalensi karier terendah terdapat di Amerika Utara dan Eropa Barat (0,1-0,5 %) sedangkan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika Sub Sahara (8-20%).

Di dunia sebagian besar karier VHB nya terdapat di Asia menyusul Afrika (WHO,1988). VHB mengakibatkan manifestasi klinis berupa hepatitis B akut dan berbagai komplikasinya. VHB sangat penting dalam epidemiologi penyakit, bila dikaitkan dengan karier VHB kronis yang dapat merupakan sumber penularan bagi lingkungannya (WH0,1988).

Karier VHB dapat ditentukan bila dalam darahnya mengandung hepatitis B surface antigen (HBsAg). Adanya HBsAg dapat diukur dengan cara radio immuno assay (RIA) atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Selain HBsAg dalam darah pengidap juga dapat (hepatitis B "e"antigen ) dan anti HBe.

Prevalensi HBsAg di Indonesia berkisar 5 - 10% dan di beberapa daerah mencapai 15% - 19%. Keadaan ini membuat Indonesia tergolong daerah dengan endemisitas hepatitis B sedang sampai tinggi. Tingginya prevalensi HBsAg dan petanda VHB lainnya pada penyakit hati kronis, terutama karsinoma hepatoseluler menimbulkan dugaan bahwa penyakit hati kronis di Indonesia mempunyai hubungan yang erat dengan infeksi VHB (Sulaiman,1987).

Sebelum penemuan HBsAg oleh Blumberg pada tahun 1964, diperkirakan bahwa penularan virus hepatitis terjadi secara parenteral, yaitu melalui penyuntikan darah dari pengidap. Lebih lanjut diperjelas bahwa cara penularan klasik VHB dengan jalan parenteral justru hanyalah merupakan bagian kecil saja dari cara penyebaran VHB (Prince, 1970 ; Blumberg, 1970).

Pada awal penelitian penderita Hepatitis B di negara tropis, diketahui bahwa sebagian besar penderita hepatitis B tidak mempunyai riwayat mendapat suntikan, transfusi darah atau cara penularan lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi oleh virus.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Ida Royani
Abstrak :
Hepatitis B merupakan penyakit menular berbahaya yang menimbulkan peradangan pada organ hati dengan penyebab virus Hepatitis B. Salah satu upaya untuk mencegah dan menurunkan Hepatitis B dengan vaksinasi Hepatitis B0 pada bayi baru lahir kurang dari 24 jam, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan terkait upaya vaksinasi selama masa pandemi meliputi SE Dirjen P2P No.SR.02.06/4/1332/2020 tentang pelayanan imunisasi kepada anak selama masa pandemi Covid-19, Surat Menteri Kesehatan No.SR.02.01/Menkes/213/2020 tentang Pekan Imunisasi Dunia, serta Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi di Puskesmas. Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan SE No.3243/-1.772.1 tentang pelaksanaan imunisasi rutin dalam keadaan pandemi Covid-19. Dalam masa pandemi, capaian pelaksanaan vaksinasi Hepatitis B0 di Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2020 tidak mencapai target, namun pada tahun 2021 dapat mencapai target sebesar 96,7%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor keberhasilan pelaksanaan kebijakan vaksinasi Hepatitis B0 pada masa pandemi Covid-19 di Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2021, dengan pendekatan sistem yang melihat faktor input, proses, dan output. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen pada bulan April-Juli 2022. Pengambilan data dilakukan di empat Puskesmas di wilayah Jakarta Selatan, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dan Rumah Sakit Aulia dengan jumlah informan 15 orang. Hasil penelitian menunjukkan tiga Puskesmas mencapai target pada tahun 2021. Satu Puskesmas belum mencapai target, tetapi ditemukan adanya peningkatan capaian vaksinasi Hepatitis B0. Dari hasil disimpulkan Faktor keberhasilan Sudinkes Jakarta Selatan dalam pelaksanaan kebijakan vaksinasi Hepatitis B0 yaitu dari input terdapat tenaga kesehatan yang kompeten yang didukung dengan kader, adanya penambahan sarana dan prasarana, pemberian informasi vaksinasi Hepatitis B0 melalui media sosial dan koordinasi lintas sektor. Dari proses berupa penggerakan bidan koordinasi dan kader. Selain itu, tidak ditemukan kejadian KIPI serta pencatatan dan pelaporan terlaksana dengan baik. ......Hepatitis B is a dangerous infectious disease that causes inflammation of the liver where the cause is the Hepatitis B virus. One of the efforts to prevent and reduce Hepatitis B disease is by vaccinating Hepatitis B0 in newborns for less than 24 hours, in accordance with the Regulation of the Minister of Health Number 12 of 2017 concerning Immunization. During the pandemic, the Ministry of Health issued several policies in the form of SE Director General of P2P No. SR.02.06/4/1332/2020 regarding immunization services for children during the Covid-19 pandemic, Letter of the Minister of Health Number SR.02.01/Menkes/213/2020 regarding World Immunization Week and issued a Technical Guide to Immunization Services at Health Centers. As a follow-up, Provincial Government of DKI Jakarta issued SE Number 3243/-1.772.1 regarding the implementation of routine immunizations in a state of the Covid-19 pandemic. During Covid-19 pandemic, the implementation of Hepatitis B0 vaccination in the South Jakarta Administrative City in 2020 did not reach the target, but in 2021 the Hepatitis B0 vaccination could reach the target of 96.7%. This study aims to determine the success factors for implementing the Hepatitis B0 vaccination policy during the Covid-19 pandemic in the South Jakarta Administrative City in 2021, with system approach theory that looks at input, process, and output factors. This research is a qualitative research with data collection carried out through in-depth interviews and document review conducted in April-July 2022. Data collection was carried out at four Puskesmas in South Jakarta, the South Jakarta Administrative City Health Sub-dept. and Aulia Hospital with 15 informants. The results showed that three Puskesmas reached the target in 2021. One Puskesmas had not yet reached the target, but it was found that there was an increase in the Hepatitis B0 vaccination. From the results, it was concluded that the success factors of the South Jakarta Health Office in implementing the Hepatitis B0 vaccination policy are the input, especially the presence of competent health workers who are supported by cadres, additional facilities and infrastructure, providing information on Hepatitis B0 vaccination through social media and cross-sectoral coordination. From the process, especially in the form of mobilizing coordination midwives and cadres. In addition, there were no AEFI incidents and the recording and reporting were carried out properly.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>