Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
616.552 PEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
616.522 INF
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pingsari Bratadjaja
"Latar belakang dan tujuan : Pengobatan yang tepat untuk menghilangkan nyeri secara permanen pada Neuralgia pasca herpes (NPH) sampai saat ini belum diketahui. Disamping itu di Bagian Kulit RSUPN-CM terapi NPH dengan TENS (Franscutaneolls Electrical Nerve Stimulation) bdum pernah dicoba sampai saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah TENS daplt mengurangi derajat nyeri, jumlah pemakaian obat analgetik dan meningkatkan acctivitas kebidupan sehari-hari. Rancangan : Melihat efek TENS pada NPH dala..'ll hal mengurangi derajat nyeri, jumlah ver.1akaian obat analgetik dan meningkatkan Aktifitas Kehidupan Sehari-hari (AKS). Cara : Penderita NPH yang datang ke IRM - RSUPN-CM dan memenuhi kriteria inklusi, diberikan TENS sebanyak 12 kali, dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 20 menit. Elektroda diletakkan di luar area nyeri. Bila mengenai trigeminus, tiap cabang yang terkena masing-masing diberikan selama 20 menit. Perubahan nilai rasa nyeri diukur dengan VAS (Visual Analogue Scale), perubahan jumlah pemakaian obat analgetik dengan dosis obat, perubahan AKS dinilai dengan RAP (Rehabilitation Activities Profile). Masing-masing variabel dinilai sebelum diberikan TENS dan dibandingkan setelah 1 bulan diberikan TENS. Subyek : 14 orang penderita NPH usia antara 4S-80 tahun memenuhi kriteria inklusi. Basil penelitian : Dengan men&,crunakan Wilcoxon matched-paired Signed Rank Test didapatkan - Perbedaan bermakna antara VAS awal dengan VAS 12 (p<0,05) Perbedaan bermakna jumlah pemakaian obat analgetik sebelum dan sesudah TENS (pO,05). Perbedaan bermakna pada emosi terhadap anak sebelum dan sesudah pemberian TENS (p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T58794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Raudah Jinan
"Herpes adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus.
Herpes Simplex Virus dapat ditularkan melalui hubungan seksual baik secara vaginal,
anal, maupun oral WHO (2022). Pada umumnya, terdapat dua jenis Herpes Simplex
Virus yang menyebabkan penyakit Herpes yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 merupakan
tipe yang menyebabkan munculnya lesi kecil berisi cairan yang disebut cold sore atau
fever blister pada daerah bibir atau sekitar mulut (CDC, 2022). Sedangkan HSV-2
merupakan jenis virus yang seringkali menyebabkan penyakit herpes genital. Namun,
HSV-2 juga dapat menyebabkan herpes mulut dikarenakan aktivitas seksual dengan
mulut (CDC, 2022). Kedua jenis Herpes Simplex Virus dapat menginfeksi individu tanpa
memandang usia baik remaja maupun lansia. Berbagai upaya dilakukan untuk
mengendalikan Herpes. Salah satu strategi yang dilakukan yaitu kampanye pendidikan
mengenai aktivitas seksual yang harus dihindari serta penggunaan alat kontrasepsi.
Selain itu, pengendalian Herpes dapat juga dilakukan dengan menjalani pengobatan
berupa mengkonsumsi obat antivirus dengan durasi tertentu kepada individu yang
terinfeksi HSV-1 maupun HSV-2 . Pada penelitian ini, dikonstruksi model penyebaran
Herpes terhadap aktivitas seksual. Model matematika tersebut dikaji secara analitik dan
simulasi numerik. Kajian analitiknya antara lain mengenai eksistensi titik keseimbangan
bebas penyakit, kestabilan titik kesimbangan bebas penyakit, titik keseimbangan
endemik, dan basic reproduction number (R0). Dari hasil R0 diperoleh bahwa
kampanye pendidikan aktivitas seksual dan penggunaan kontrasepsi berpengaruh
terhadap penyebaran penyakit. Simulasi numerik juga dilakukan agar dapat
menggambarkan fenomena di lapangan dan memahami dinamika jangka panjang dari
model yang dikonstruksi.

Herpes is a sexually transmitted disease caused by the Herpes Simplex Virus. Herpes Simplex Virus can be transmitted through sexual intercourse either vaginally, anal, or orally (WHO, 2022). In general, there are two types of Herpes Simplex the viruses that cause herpes are HSV-1 and HSV-2. HSV-1 is the type that causes small, fluid-filled lesions called cold sores or fever blisters on the lips or around the mouth (CDC, 2022). While HSV-2 is a type of virus that often causes genital herpes. However, HSV-2 can also cause oral herpes due to sexual activity mouth (CDC, 2022). Of the two types of Herpes Simplex Virus can infect individuals regardless of age, both teenagers and the elderly. Various attempts have been made to control Herpes. One of the strategies carried out is an educational campaign about activities of sexual intercourse that should be avoided and the use of contraceptives. Plus, control of Herpes can also be done by undergoing treatment in the form of taking drugs and antiviral agents with a specific duration for individuals infected with HSV-1 and HSV-2. In this study, a model for the spread of herpes to sexual activity was constructed. The mathematical model has been studied analytically and in numerical simulation. Study the analysis includes, among other things, the existence of a disease-free equilibrium point, the stability of the disease-free equilibrium point, the endemic equilibrium point, and the basic reproduction number R0. From the results of R0 it is obtained that the education campaign on sexual activity and the use of contraception affect the spread of disease. Numerical simulations are also carried out in order to describe the phenomena in the field and understand the long-term dynamics of the constructed model."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harknett, Philippa
London: Thorsons , 1994
616.951 8 HAR h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Aria Aditia
"ABSTRACT
Infeksi Trichomonas vaginalis seringkali terjadi pada pekerja seks komersial PSK , menyebabkan mikrotrauma pada epitel saluran genital perempuan, dan menjadi portal masuk infeksi herpes genitalis; sehingga koinfeksi T. vaginalis dan herpes genitalis dapat terjadi. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada 212 PSK yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan proporsi infeksi herpes genitalis antara kelompok T. vaginalis positif dengan kelompok T. vaginalis negatif serta mengetahui faktor-faktor yang berhubungan. Analisis uji Chi-square menunjukkan perbedaan proporsi infeksi herpes genitalis yang bermakna p=0,027.

ABSTRACT
Trichomonas vaginalis infections are commonly found among female sex workers FSWs , causing microtrauma on the female genital epithelium, and predispose the entry of genital herpes infection thus co infection of T. vaginalis and genital herpes may occur. A cross sectional study was applied among 212 FSWs to analyze proportion differences of genital herpes infection between FSWs with T. vaginalis infection and FSWs without T. vaginalis infection, and to identify factors associated to the co infection. Analysis using Chi square revealed a significant association between T. vaginalis infection and genital herpes p 0,027."
2016
S70380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erawita Endy Moegni
"Infeksi menular seksual (IMS) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar, balk di Indonesia maupun belahan dunia lainnya. Di beberapa negara berkembang IMS pada usia dewasa muda bahkan menempati kelompok lima besar kunjungan ke fasilitas kesehatan.
Dalam konteks kesehatan reproduksi, IMS berkaitan dengan infeksi saluran reproduksi (ISR). Kesehatan reproduksi adalah keadaan proses reproduksi dalam kondisi sehat mental, fisik, maupun sosial terpenuhi dan tidak hanya babas dari penyakit atau kelainan pada proses reproduksi tersebut. Secara gender, wanita memiliki risiko tinggi terhadap penyakit yang berkaitan dengan kehamilan dan persalnan, jugs terhadap penyakit kronik dan infeksi. Berbagai jenis IMS pada wanita dapat menyebabkan ISR yang dapat menimbulkan bukan hanya keluhan fisik, ,gangguan psikologis, maupun gangguan keharmonisan perkawinan, namun dapat dapat disertai komplikasi yang lebih lanjut. Hal tersebut terjadi terutama karena keterlambatan diagnosis dan penanganan yang tidak tepat, terutama untuk jenis IMS dan ISR pada wanita yang tidak menimbulkan gejala khas. Komplikasi IMS atau ISR pada wanita dapat berupa penyakit radang panggul (PRP), kehamilan di luar kandungan, kanker serviks, infertilitas, serta kelainan pada bayi dalam kandungan, misalnya beret badan lahir rendah (BBLR), prematuritas, infeksi kongenital danlatau perinatal serta bayi lahir mati. Separuh dari wanita dengan IMS di Indonesia mungkin tidak menyadari bahwa mereka menderita IMS karena ketidakmampuan untuk mengenali gejalanya, sehingga sebagian besar dari mereka tidak berobat. Infeksi menular seksual dan ISR merupakan masalah kesehatan masyarakat serius namun tersembunyi, sehingga sering disebut sebagai the hidden epidemic.
Prevalensi IMS yang paling banyak diteliti pada wanita adalah pada kelompok populasi risiko tinggi, misalnya pada wanita penjaja seks (WPS). Sedangkan pada kelompok populasi risiko rendah, prevalensi IMS pada wanita yang juga pernah diteliti, misalnya ibu hamil atau pengunjung klinik keluarga berencana (KB).
Tiga di antara IMS yang sering tidak menimbulkan gejala atau asimtomatis adalah sifilis, infeksi virus herpes simpleks (VHS), dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Sejauh ini pemeriksaan serologik ke-3 penyakit tersebut hanya dilakukan bila terdapat kecurigaan klinis maupun riwayat perilaku yang berisiko tinggi pada pasien. Setiap negara menerapkan kebijakan yang berbeda-beda terhadap pemeriksaan ke-3 penyakit di atas pada wanita hamil, termasuk di Indonesia sendiri belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut.
Pola distribusi IMS bergantung pada berbagai penyebab, antara lain faktor lingkungan, budaya, biologis, dan perilaku seksual yang salah atau berisiko tinggi. Faktor lingkungan dan budaya, dalam hal ini perubahan nilai, misalnya kebebasan individu dalam masyarakat dan mundurnya usia pernikahan berperan besar dalam peningkatan insidens IMS secara umum. Faktor biologis, misalnya perbaikan gizi secara umum akan menyebabkan makin mudanya usia menarche pada remaja putri.' Hal ini menyebabkan kesenjangan antara kematangan biologis dengan usia menikah, sehingga sering terjadi kehamilan remaja. Sedangkan perilaku seksual berisiko, misalnya berganti-ganti pasangan seksual dan hubungan seks pranikah.1 Faktor risiko yang dihubungkan dengan sifilis, infeksi VHS tipe-2 dan infeksi HIV antara lain: status sosio-ekonomi rendah, lamanya melakukan aktivitas seksual, jumlah pasangan seksual multipel, promiskuitas, penggunaan narkotika, serta riwayat IMS lain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaili Lisma Febriyani
"[ABSTRAK
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) diketahui prevalensi herpes
di negara-negara berkembang lebih tinggi dibandingkan dengan di negara maju.
Virus herpes dapat ditemukan dimana saja dan salah satu ciri penting adalah
kemampuannya yang dapat menimbulkan infeksi akut dan kronik pada waktuwaktu
tertentu. Akibat infeksi tersebut memungkinkan terjadi komplikasi yang
lebih berat. Virus herpes terdiri atas genome DNA tertutup inti yang mengandung
protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Dengan mempelajari ekspresi gen
(sekuen DNA/protein) dan didukung oleh kemajuan di bidang bioinformatika,
dapat ditemukan sub-sub bagian penting dan kelompok gen. Virus-virus ini dapat
dikelompokkan dengan menganalisa sekuens protein dari virus herpes dengan
menggunakan algoritma Tribe Markov Clustering (Tribe-MCL). Tribe-MCL
merupakan metode clustering efisien berdasarkan teori rantai Markov chain,
untuk mengelompokkan barisan keluarga protein. Data sekuens protein virus
herpes diperoleh di GenBank yang dapat diakses pada situs National Center for
Biotechnology Information (NCBI), kemudian disejajarkan menggunakan
program BLASTp. Hasil pengelompokan sekuen protein virus herpes
menggunakan algoritma Tribe-MCL dengan program R diperoleh enam
kelompok . Semua kelompok menunjukkan jenis protein yang sama, dalam hal
ini jenis protein yang digunakan adalah glikoprotein B, M, dan H pada delapan
jenis virus herpes yang terjangkit pada manusia.

ABSTRACT
Based on World Health Organization (WHO) data, the prevalence of herpes in
developing countries is higher than in developed countries. The herpes virus can
be found anywhere and one of the important characteristics is its ability to cause
acute and chronic infection at certain times. Due to infections enables more
severe complications occur. The herpes virus is composed of DNA containing
protein and wrapped by glycoproteins. By studying the expression of genes
(sequences of DNA / protein) and is supported by advances in bioinformatics, can
be found an important sub-sections and groups of genes. These viruses can be
classified by analyzing the sequence of the protein-sequence of the herpes virus
using algorithm Tribe Markov Clustering (Tribe-MCL). Tribe-MCL is an efficient
clustering method based on the theory of Markov chains, to classify sequences of
protein families. Herpes virus protein sequence data obtained in GenBank which
can be accessed on the website National Center for Biotechnology Information
(NCBI), then aligned using BLASTp program. The results of clustering protein
sequences herpes virus using algorithms (Tribe-MCL) with a program of R
obtained six cluster. All clusters showed the same type of protein, in this case the
type of protein used is a glycoprotein B, F, and H in eight types of herpes virus
that infected humans, Based on World Health Organization (WHO) data, the prevalence of herpes in
developing countries is higher than in developed countries. The herpes virus can
be found anywhere and one of the important characteristics is its ability to cause
acute and chronic infection at certain times. Due to infections enables more
severe complications occur. The herpes virus is composed of DNA containing
protein and wrapped by glycoproteins. By studying the expression of genes
(sequences of DNA / protein) and is supported by advances in bioinformatics, can
be found an important sub-sections and groups of genes. These viruses can be
classified by analyzing the sequence of the protein-sequence of the herpes virus
using algorithm Tribe Markov Clustering (Tribe-MCL). Tribe-MCL is an efficient
clustering method based on the theory of Markov chains, to classify sequences of
protein families. Herpes virus protein sequence data obtained in GenBank which
can be accessed on the website National Center for Biotechnology Information
(NCBI), then aligned using BLASTp program. The results of clustering protein
sequences herpes virus using algorithms (Tribe-MCL) with a program of R
obtained six cluster. All clusters showed the same type of protein, in this case the
type of protein used is a glycoprotein B, F, and H in eight types of herpes virus
that infected humans]"
2015
T43669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Sudewi
"Sejumlah besar penyakit pada anak memiliki manifestasi pada kulit, yang merupakan bagian tubuh terluas dan paling mudah diamat. Salah satu manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah timbulnya ruam kemerahan. Ruam kemerahan dapat disebabkan oleh proses setempat pada kulit, misalnya akibat penetrasi suatu mikoorganisme pada stratum korneum yang selanjutnya bermultiplikasi secara lokal, namun dapat pula merupakan bagian dari suatu penyakit yang bersifat sistemik. Lebih dari 50 infeksi virus serta beberapa infeksi bakteri dan parasit dapat menyebabkan terjadinya ruam kemerahan pada kulit seorang anak. Ruam juga dapat terjadi pada penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi, misalnya pada kasus reaksi obat.
Terdapatnya ruam kemerahan, terutama yang berupa eksantema, sering menimbulkan kekhawatiran orangtua. Hal ini disebabkan karena ruam pada eksantema timbul secara serentak dalam waktu singkat dan umumnya didahului oleh demam. Dari suatu penelitian dengan 126 pasien anak yang menderita penyakit meningococcemis temyata 66 pasien dibawa berobat karena timbulnya ruam makulopapular, 41 pasien karena demam, 32 karena alergi dan hanya 5 pasien dibawa berobat karena sakit kepala dan kaki kuduk.
Meskipun ruam pada beberapa penyakit dengan eksantema memiliki gambaran yang cukup spesifik, namun tidak jarang diagnosis sulit ditegakkan karena gambaran ruam yang membingungkan. Hal tersebut terjadi pada 103 pasien anak berusia di bawah 2 tahun yang secara klinis didiagnosis sebagai campak dan rubela, ternyata 88 pasien (85%) sebenarnya menderita eksantema subitum yang dibuktikan dengan basil uji serologi yang positif terhadap Human Herpesvirus-6.Identifikasi awal sera kewaspadaan bahwa suatu ruam sebenarnya merupakan bagian dari suatu penyakit sistemik sanO dahlia menentukan tata laksana selanjutnya, terutama pada penyakit berlangsung progresif. Kesalahan intepretasi ruam pada penyakit Kawasaki sebagai penyakit kulit biasa akan mengakibatkan keterlambatan dalam pemberian imunoglobulin intravena yang dapat berakhir fatal dengan terjadinya areurisma pembuluh darah koroner.
Dalam praktek sehari-hari penyakit dengan eksantema seringkali dianggap sebagai penyakit kulit biasa sehingga pasien umumnya langsung dirujuk ke dokter spesialis kulit Manifestasi eksantema yang kerap membingungkan juga menambah kecenderungan dilakukannya rujukan tersebut Hal demikian sebenarnya merupakan tindakan yang kurang tepat karena penyakit dengan eksantema tidak selalu merupakan penyakit kulit yang bersifat lokal, terlebih lagi bila didahului oleh demam. Oleh karena itu seorang dokter spesialis anak seyogyanya memiliki cara pandang serta pola berpikir secara terpadu dan komprehensif agar mampu mengidentifikasi ruam yang sebenarnya merupakan bagian dan suatu penyakit sistemik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library