Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmawati R.M.
"ABSTRAK
Kualitas etosom yang dihasilkan metode dingin tidak sebaik metode hidrasi lapis tipis, karena itu proses sonikasi diberikan untuk memperbaiki kualitas etosom. Pada penelitian ini, asam azelat digunakan sebagai zat aktif. Suspensi etosom yang didapatkan kemudian dikarakterisasi menggunakan TEM, PSA dan spektrofotometer UV-VIS. Metode hidrasi lapis tipis F1 memiliki vesikel unilamelar kecil SUV yang berbentuk sferis. Metode dingin dengan sonikasi 15 menit F4 memiliki morfologi vesikel sferis, elips, unilamelar dan multilamelar. F1 memiliki ukuran yang lebih kecil dengan Dmean volume 648,57 231,26 sedangkan metode dingin dengan sonikasi 5 F2 , 10 F3 , dan 15 menit F4 , secara berurutan, menghasilkan etosom dengan nilai 2734,04 231,49; 948,90 394,52; dan 931,69 471,84 nm. Indeks polidispersitas F2, F3, dan F4 adalah 0,74 0,21; 0,86 0,05; dan 0,91 0,03 yang menunjukkan bahwa suspensi memiliki distribusi ukuran partikel yang lebih buruk dibandingkan F1 0,39 0,01 . Potensial zeta yang dihasilkan F1-F4 adalah -38,27 1,72, -23,53 1,04; -31,4 1,04; dan -34,3 1,61 mV, maka F1 memiliki stabilitas yang paling tinggi. Efisiensi penjerapan F1 pun lebih besar yaitu 90,71 0,11; dimana F2-F4 hanya 53,84 3,16; 72,56 0,28; dan 75,11 1,42 . Dapat disimpulkan bahwa metode dingin dengan penambahan sonikasi hingga 15 menit masih belum menghasilkan etosom asam azelat dengan kualitas sebaik hidrasi lapis tipis.

ABSTRACT
The quality of ethosome produced by cold method is not as good as thin layer hydration method. In this study, sonication is added to improve the quality of cold method ethosome. Azelaic acid was used as the active compound. Ethosomal suspensions properties were analyzed using TEM, PSA and UV VIS spectrophotometry. Thin layer hydration F1 produced small unilamellar vesicles SUVs , cold method with 15 minutes of sonication F4 produced spherical and elliptical unilamellar and multilamellar vesicles. F1 had a smaller size with Dmean volume of 648.57 231.26, whereas cold method with 5 F2 , 10 F3 , and 15 minutes F4 of sonication had, respectively, Dmean volume of 2734.04 231.49 948.90 394.52 and 931.69 471.84 nm. Polydispersity index of F2, F3, and F4 were 0.74 0.21 0.86 0.05 0.91 0.03 which showed poor particle size distribution than F1 0.39 0.01 . Zeta potential of F1 F4 were 38.27 1.72, 23.53 1.04 31.4 1.04 and 34.3 1.61 mV indicated F1 had the highest stability. Entrapment effiency of F1 F4 were 90.71 0.11 53.84 3.16 72.56 0.28 and 75.11 1.42 , making F1 as the highest. Based on these resluts can be concluded that with sonication process up to 15 minutes to cold method still cannot produce azelaic acid ethosome with properties as good as thin layer hydration method."
2017
S69062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adilfi Lazuardi Ghufron
"Efisiensi penjerapan dari pembuatan etosom dengan metode cara dingin lebih kecil dari metode hidrasi lapis tipis. Oleh karena itu, perlu dipelajari lebih lanjut hal apa saja yang mempengaruhi efisiensi penjerapan. Metode pembuatan etosom dilakukan dengan cara dingin dan hidrasi lapis tipis dengan formulasi yang sama, kemudian suspensi etosom yang terbentuk dilakukan sonikasi. Efisiensi penjerapan masing-masing metode ditentukan dengan metode ultrasentrifugasi dan dilakukan secara tidak langsung serta karakterisasinya dilakukan dengan Confocal Laser Scanner Microscopy. Nilai rata-rata efisiensi penjerapan cara dingin adalah 77,51923 4,991208065 dan nilai rata-rata efisiensi penjerapan metode hidrasi lapis tipis 83,38473 2,138725.
Hasil karakterisasi dengan menggunakan Confocal Laser Scanner Microscopy menunjukkan bahwa kedua metode tersebut memiliki ukuran 200 nm dan bentuk vesikel yang sferis. Hal ini menunjukkan bahwa kedua metode tersebut memiliki hasil yang baik walaupun efisiensi penjerapan metode cara dingin lebih kecil dibandingkan metode hidrasi lapis tipis.
......The entrapment efficiency of ethosome produced by the cold method is lower than thin layer hydration method, therefore, we must know about entrapment efficiency factors . The method to formulation of rhodamine B ethosome using cold method and thin layer hydration, the suspension of ethosome is sonicated. Entrapment efficiency determined using spectrofotometry uv vis and characterization of ethosome determined by confocal laser scanner microscopy. The average of cold method entrapment efficiency 77,51923 4,991208065 and The average of thin layer hydration entrapment efficiency 83,38473 2,138725.
The quality of ethosome characterization by confocal laser scanner microscopy show that formulation of cold method and thin layer hydration vesicle size are 200 nm and vesicle morphology is spheric. This is show that the quality of cold method is as good as thin layer hydration method, although cold method of entrapment efficiency less than thin layer hydration method."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cysilia Kusumawati Hindarto
"ABSTRAK
Formulasi, Karakterisasi, dan Evaluasi in vivo Fitosom Luteolin Dalam penelitian ini, telah dikembangkan fitosom luteolin, suatu sistempenghantaran obat baru. Luteolin dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan,antimikroba, dan antiinflamasi namun memiliki ketersediaan hayati oral yang rendahkarena memiliki kelarutan dalam lipid yang rendah. Tujuan penelitian ini adalahuntuk meningkatkan absorpsi luteolin dalam saluran cerna. Fitosom luteolin dibuatdengan metode hidrasi lapis tipis, kemudian dikarakterisasi menggunakan ParticleSize Analyzer PSA , mikroskop transmisi elektron TEM , dan spektrofotometerFourier Transforms Infrared FTIR . Larutan luteolin dalam metanol dan larutanfosfatidilkolin dalam diklorometan direfluks 4 jam, 60oC , kemudian pelarutdiuapkan menggunakan vacuum evaporator 337 mbar, 40oC untuk membentuklapis tipis yang kemudian dihidrasi dengan air suling. Evaluasi in vivo kemudiandilakukan untuk melihat kadar plasma luteolin pada tikus yang diberi suspensifitosom luteolin per oral dan dibandingkan dengan kadar plasma luteolin pada tikusdalam kelompok kontrol yang diberi suspensi luteolin murni. Hasil karakterisasimenunjukkan partikel fitosom luteolin berbentuk spheric dengan diameter rata-ratapartikel 105,3 nm dan efisiensi penjerapan 91,12 . Spektrum FTIR menunjukkanbahwa pembentukan fitosom terjadi karena adanya interaksi ikatan hidrogen antaraluteolin dengan fosfatidilkolin yang ditandai dengan munculnya puncak baru padabilangan gelombang 1360 cm-1 dan perubahan intensitas pita pada bilangangelombang 1730 cm-1. Hasil evaluasi in vivo menunjukkan peningkatan kadarplasma luteolin AUC = 5426 ?g.menit/mL sebesar 3,54 kali jika dibandingkandengan kelompok kontrol. Formulasi fitosom yang dibuat berhasil meningkatkanabsopsi luteolin sehingga dapat dijadikan sebagai sistem penghantaran yangmenjanjikan untuk obat-obat dengan kelarutan dalam lipid yang rendah. Kata kunci : fitosom, fosfatidilkolin, hidrasi lapis tipis, kadar plasma, luteolinxiv 75 halaman; 16 gambar; 6 tabel; 12 lampiranBibliography : 31 1998-2015.

ABSTRACT
Formulation, Characterization, and in vivo Evaluation of Luteolin Loaded Phytosome In this study, a novel drug delivery system, luteolin loaded phytosome LLP hasbeen developed. Luteolin exhibits antioxidant, antimicrobial, andantiinflammation activities. However, it shows poor oral bioavailability due to itslow lipid solubility. The aim of this study was to improve absorption of luteolin inthe gastro intestinal tract. The LLPs were prepared by thin film hydration methodand characterized using particle size analyzer PSA , transmission electronmicroscopy TEM , and fourier transforms infrared spectroscopy FTIR . Thesolution of luteolin in methanol and phosphatidilcholine solution indichloromethane were refluxed 4h, 60 oC , solvents then removed by vacuumevaporator 337 mbar, 40oC to produce the thin film which was hydrated withdistilled water. In vivo evaluations were then performed to see plasma levels ofluteolin in rats given oral luteolin phytosome suspension and compared with thosein the control group given pure luteolin suspension. Final phytosome wasspherical with average particle size of 105.3 nm and entrapment efficiency of91.12 . FTIR spectra demonstrated that phytosomes were formed, as there washydrogen bonding between luteolin and phosphatidilcholine, marked byappearance of new peak at wave numbers of 1360 cm 1 and changes in bandintensity at 1730 cm 1 wave numbers. In vivo studies showed a 3.54 fold increasein plasma level AUC AUC 5426 g.min mL of luteolin compared with thosein control group. Phytosomes formulation successfully increased the absorption ofluteolin hence it can serve as a promising delivery system for drugs with lowlipids solubility. Keywords luteolin, phosphatidilcholine, phytosome, plasma concentration,thin film hydrationxiv 75 pages 16 pictures 6 tables 12 appendicesBibliography 31 1998 2015 "
2017
T49150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Permatasari Isnan
"ABSTRAK
Teh hijau dikenal sebagai sumber antioksidan. (-)-epigalokatekingalat (EGCG)
merupakan antioksidan terbanyak yang terkandung dalam teh hijau yang telah
terbukti memodulasi jalur biokimia kulit. Niosom merupakan sistem pembawa
alternatif pengganti liposom yang memiliki kekurangan dari segi biaya dan
stabilitas. Formulasi niosom dilakukan untuk menstabilkan zat aktif yang tidak
stabil. Formulasi niosom yang dibuat terdiri dari empat formulasi dengan
perbandingan molar surfaktan-kolesterol berbeda-beda, yaitu 3:1, 2:1, 1:1, dan
0,5:1. Formulasi niosom dilakukan menggunakan metode hidrasi lapis tipis.
Suspensi niosom yang dihasilkan kemudian dilakukan sejumlah karakterisasi
meliputi ukuran dan distribusi partikel, lamelaritas, efisiensi enkapsulasi, dan
potensial zeta. Niosom yang telah diuji kemudian dibuat sediaan gel menggunakan
HPMC sebagai gelling agent. Gel niosom yang dihasilkan kemudian dilakukan
sejumlah evaluasi meliputi uji organoleptis, uji pH, uji viskositas, uji stabilitas, dan
uji aktivitas antioksidan dengan DPPH. Karakterisasi niosom menunjukkan
perbandingan molar surfaktan-kolesterol 3:1 memiliki efisiensi enkapsulasi yang
terbaik namun mengalami pemisahan setelah 7 hari. Evaluasi sediaan gel niosom
menggunakan formula F3 menunjukkan gel stabil, tidak menunjukkan perubahan fisik

ABSTRACT
Green tea has been known as a source of antioxidant. (-)-epigallocatechin gallate
(EGCG), which is the most abundant antioxidant contained in green tea, has been
shown to modulate biochemical pathways of skin. Niosom is an alternative to
liposome drug vehicle systems which has disadvantages including cost and
stability. Niosome was prepared for enhance stability of drug. Niosomal
formulations were prepared in four different molar ratios of surfactant-cholesterol,
i.e. 3:1 (F1), 2:1 (F2), 1:1 (F3), and 0.5:1 (F4). Niosomal formulations were
prepared using thin layer method. Niosomal suspensions were evaluated including
particle size and distribution, lamellarity, encapsulation efficiency, and zeta
potential. Niosomal suspension, which had been evaluated, then incorporated into
gel using HPMC as gelling agent. Niosomal gel was evaluated including
organoleptic, pH, viscosity, stability, and antioxidant activity using DPPH.
Evaluation of niosomal suspensions showed that F1 has best encapsulation
efficiency but experienced separation after 7 days. Evaluation of niosomal gel
(using F3) showed stable formulation without changes"
2016
S65106
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Lia Anggreini
"Xanton merupakan antioksidan kuat yang memiliki sifat hidrofilik dan koefisien partisi yang kecil sehingga memiliki penetrasi ke dalam kulit yang buruk. Transfersom merupakan sistem pengahantar obat berbentuk vesikel yang dapat meningkatkan penetrasi Xanton karena memiliki kemampuan untuk berdeformasi. Transfersom tersusun dari fosfatidilkolin dan surfaktan. Formulasi transfersom Xanton dibuat dengan menggunakan surfaktan non-ionik lipofilik yang berbeda yaitu Span 20, Span 60 dan Span 80. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh formulasi gel transfersom Xanton dan membandingkan daya penetrasinya dengan gel kontrol.
Metode lapis tipis digunakan untuk pembuatan transfersom xanton. Lapis tipis yang terbentuk dihidrasi dengan air : etanol (3:2). Transfersom Xanton menggunakan span 20 memiliki karakteristik transfersom yang lebih baik daripada span 60 dan 80. Pembuatan gel transfersom dipilih menggunakan span 20 dan diuji penetrasinya secara in-vitro dengan sel difusi franz menggunakan abdomen tikus. Jumlah kumulatif penetrasi dari gel transfersom xanton yang menggunakan span 20 adalah 2084,56 ± 16,32 μg/cm2 atau 63,37 ± 0,50 % dengan fluks 260,57 ± 2,04 μg cm-2 jam-1; sedangkan jumlah kumulatif penetrasi dari sediaan gel kontrol adalah 912,93 ± 8,92 μg/cm2 atau 32,31 ± 0,32 % dengan fluks 114,12 ± 0,91 μg cm-2 jam-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa transfersom dapat meningkatkan daya penetrasi Xanton.
......
Xanthone is a strong antioxidant which has hydrophilic compound and a small partition coefficient that has a bad penetration into the skin. Transfersom is a drug delivery system shaped vesicles that can increase the penetration of Xanthone because it has deformable ability. Transfersom is composed by Phosphatidylcoline and Surfactant. Transfersom formulations made by using nonionic Surfactants, they are Span 20, Span 60 and Span 80 in order to shape liphopilic vesicles that can increase the penetration of hydrophilic Xanthone. The purpose of this study is to obtain formulation of Xanthone transfersome and compare the formulation Xanthone transfersom gel penetration to control gel.
Thin layer hydration method used to make transfersom Xanthone. Then thin layer is hidrated by water: ethanol (3:2). Transfersom Xanthone which uses Span 20 has better characteritics than Span 60 and Span 80. Gel is made by using span 20. Abdomen of rat is used to penetration test by franz difussion cel. The cumulative penetration of the Xanthone transfersom gel that uses Span 20 is 2084,56 ± 16,32 μg/cm2 or 63,37 ± 0,50 % and a flux 260,57 ± 2,04 μg cm-2 jam-1; while the cumulative penetration of control gel is 912,93 ± 8,92 μg/cm2 or 32,31 ± 0,32 % and a flux 114,12 ± 0,91 μg cm-2 jam-1. Based on these results it can be concluded that transfersom can increase penetration Xanthone."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S60676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Thohiroh
"Warna gelap pada bibir disebabkan oleh adanya paparan oksidan yang dapat diatasi dengan senyawa antioksidan. Xanton merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Namun, xanton bersifat semi-hidrofilik dengan log P 3,39, yang membuat xanton sulit untuk bercampur dengan basis lipstik yang bersifat lipofilik. Oleh karena itu, xanton dibuat dalam bentuk transfersom agar dapat bercampur dengan basis lipstik serta dapat mencapai lapisan dermis bibir sehingga mampu mengatasi masalah kerusakan bibir akibat bahan-bahan pengoksida. Transfersom xanton dibuat menggunakan fosfatidilkolin dengan tiga surfaktan non-ionik, yaitu Span 20, Span 60, dan Span 80 dengan metode hidrasi lapis tipis. Transfersom xanton menggunakan span 20 menghasilkan indeks deformabilitas 47,04 dengan efisiensi penjerapan xanton sebesar 89,90 %. Pada penggunaan span 60, dihasilkan indeks deformabilitas 23,19 dengan efisiensi penjerapan 63.84 % dan pada span 80 dihasilkan indeks deformabilitas 25,98 dan efisiensi penjerapan 74.80 %. Transfersom xanton dengan span 20 yang menghasilkan jerapan terbesar serta karakterisasi yang terbaik, diformulasikan ke dalam lipstik dan dibandingkan dengan lipstik yang mengandung xanton serbuk. Lipstik transfersom yang dihasilkan memiliki kekerasan senilai 65 (1/10 nm) dengan suhu lebur 53,8 °C, bersifat tidak iritatif, dan memberikan polesan yang homogen dengan warna merah muda.
......
The dark color in lips is caused by exposure to oxidants that can be overcome by antioxidant compounds. Xanthone has strong antioxidant activity. However, xanthone as semi-hydrophilic compound with log P value is 3,39, is difficult to mix with lipstick bases which are lipophilic. Therefore, xanthone made in the form of transfersome to be mixed with lipstick bases and also reach the lips dermis layer so that it can overcome the problem of lips damage as a result of oxidizing materials. Transfersomal xanthone made using phosphatidylcholine with three non-ionic surfactants, Span 20, Span 60, and Span 80 with a thin layer hidration method. Transfersomal xanthone using span 20 produces deformability index 47,04 and entrapment efficiency 89,90 %. On the use of span 60, resulting deformability index 23,19 and entrapment efficiency 63.84 % while on the use of span 80 shown deformability index 25,98 and entrapment efficiency 74.80 %. Transfersomal xanthone using span 20 which generate the highest entrapment efficiency and the best characterization, is formulated into a lipstick and compared with lipstick that contains xanthone powder. The transfersomal lipstick has rigidness 65 (1/10 nm) with melting point temperature 53,8 °C, non-irritative, and provide a pink homogeneous polish texture."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library