Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 4 Document(s) match with the query
cover
Ali Umar
"Masalah kesehatan dan gizi tersebut semakin buruk akibat dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan dalam upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk menyediakan makanan yang bergizi baik( secara kualitas maupun kuantitas, diantaranya sumber vitamin A. Salah satu ketidakmampuan masyarakat dalam menyediaan makanan yang bergizi khususnya makanan yang mengandung vitamin A dalam waktu lama dapat mengakibatkan kurang vitamin A (KVA). Kurang vitamin A banyak terjadi pada anak-anak, ibu hamil dan ibu nifas. Kekurangan asupan vitamin A pada ibu nifas akan mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh bayi sehingga mudah terserang penyakit yang berpengaruh pada status gizi.
Konsumsi kapsul vitamin A Basis tinggi pada ibu nifas memberi manfaat pada ibu dan bayi yang disusuinya, merupakan sumber anima vitamin A bagi bayi sampai umur enam bulan pertama, dapat menurunkan penyakit rabun senja, mencegah kebutaan, menurunkan mortalitas sampai 40%, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit ISPA, diare, dan campak, dan meningkatkan pertumhuhan hayi.
Hasil laporan Dinas Kesehatan Kota Pariaman tahun 2004 didapatkan hahwa masih rendahnya konsumsi kapsul vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas (58,6%), masih banyak kasus gizi buruk pada bayi (5,1%) dan masih tinggi kejadian penyakit infeksi pada bayi seperti ISPA (11,3%) dan diare (6,1%).
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi kapsul vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas terhadap status gizi bayi 3 bulan di Kota Pariaman. Sasaran dalam penelitian adalah 148 ibu nifas dengan bayi berumur tiga bulan, 30 orang bidan yang menolong persalinan pada ibu nifas yang menjadi sampel. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, pengukuran, kunjungan rurnah.
Jenis penelitian adalah cross sectional dengan menggunakan data primer. Teknik analisa data adalah analisa univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji khi kudrat dun uji regresi logistik ganda.
Berdasarkan analisa univariat diperoleh basil bahwa ibu nifas yang mengkonsumsi kapsul vitamin A dosis tinggi (48,0%), bayi dengan status gizi kurang (8,8%), status gizi buruk (0,7%), status gizi kurus (12,2%) dan status gizi sangat kurus (8,8%). Analisa bivariat diperoleh basil bahwa terdapat perbedaan proporsi variabel umur ibu nifas, pengetahuan ibu nifas tentang kapsul vitamin A dosis tinggi dan pengetahuan bidan tentang kapsul vitamin A dosis tinggi dengan konsumsi kapsul vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas. Analisa multivariat diperoleh basil bahwa faktor yang paling dominan terhadap konsumsi kapsul vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas adalah pengetahuan bidan tentang kapsul vitamin A dosis tinggi dan faktor yang paling dominan terhadap status gizi bayi (BB/PB) adalah diare.

Those health and nutrition problem are getting worse because the impact of endless economy crisis in Indonesia since 1997 that caused society experience difficulty in fulfilling daily needs, include providing good quality and quantity foods, such as vitamin A source. One of the society incapability in providing nutritious foods especially with vitamin A in a long period may cause avitaminosis A (KVA). Avitaminosis A mostly happens in children, pregnant mother and childbirth mother. Avitaminosis A in childbirth mother cause decreasing of baby endurance that may cause baby affected by disease easily, which affect nutrition status.
Consumption of high dose vitamin A for childbirth mother give benefit to mother and baby that they feed, as main source of vitamin A for baby until six month, may decrease xeropthalmia disease, blindness, decrease mortality to 40%, increase endurance against ISPA disease, diarrhea, and measles and increasing baby growth.
Report result from Health Agency of Pariaman City year 2004 is the consumption of high dose vitamin A still low in childbirth mother (58,6%), there's still many malnutrition cases in baby (5,1%) and high rate of infection disease on baby like ISPA (11,3%) and diarrhea (6,1%).
This research aim o find the factors that related to consumption of high dose vitamin A on childbirth mother toward 3 month baby nutrition status in Pariaman City. Targets in this research are 148 childbirth mothers with 3-month baby, 30 midwife that help childbirth mother who used as sample. Data gathering technique through interview, measuring, and house visit.
Research genre is cross sectional by using primary data. Data analysis technique is univariate, bivariate and multivariate by using chi square test and double logistic regression test.
Based on univariate analysis obtained result that childbirth mother who consume high dose vitamin A capsule (48,0%), baby with malnutrition status (8,8%), poor nutrition status (0,7%), skinny nutrition status (12,2%) and very skin nutrition status (8,8%). From bivariate analysis obtained result that there's difference in proportion of childbirth mother variable, childbirth mother knowledge toward high dose vitamin A capsule and midwife knowledge about high dose vitamin A capsule with consumption of high dose vitamin A capsule on childbirth mother. From multivariate analysis obtained result that the most dominant toward consumption of high dose vitamin A capsule on childbirth mother is midwife knowledge in high dose vitamin A capsule and the most dominant factor toward baby nutrition status (BW/BH) is diarrhea.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T 20081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shifa Syahidatul Wafa
"Latar Belakang: Strategi yang sering digunakan untuk mengurangi kejadian acute kidney injury pasca kemoterapi cisplatin adalah kombinasi hidrasi dan mannitol. Walaupun sebagian studi menyatakan bahwa mannitol menurunkan kejadian acute kidney injury pasca kemoterapi cisplatin, studi lainnya menunjukkan hal sebaliknya.
Tujuan: Mengetahui pengaruh penambahan mannitol pada hidrasi terhadap kejadian acute kidney injury pada pasien kanker yang mendapatkan cisplatin dosis tinggi.
Metode: Studi dengan desain kohort ambispektif terhadap pasien kanker organ padat yang mendapat kemoterapi cisplatin dosis tinggi di RSCM dan MRCCC Siloam Hospitals. Penelitian dilakukan pada September 2017-Februari 2018. Luaran yang dinilai adalah peningkatan kreatinin serum ge; 0,3 mg/dl atau 1,5 kali kadar pra kemoterapi. Analisis bivariat dan multivariat dengan logistik regresi dilakukan untuk menghitung crude risk ratio RR dan adjusted RR kejadian acute kidney injury pasca kemoterapi cisplatin dosis tinggi antara kelompok dengan penambahan mannitol terhadap kelompok tanpa penambahan mannitol pada hidrasi.
Hasil: Data didapat dari 110 pasien (57,3% laki-laki) dengan median usia 44,5 tahun (kisaran 19 - 60 tahun); 63 mendapat penambahan mannitol dan 47 hanya hidrasi. Proporsi kejadian AKI lebih tinggi pada kelompok yang mendapatkan penambahan mannitol vs kelompok tanpa penambahan mannitol (22,6% vs 10,4%). Pada analisis bivariat didapatkan penambahan mannitol pada hidrasi meningkatkan probabilitas terjadinya AKI pasca kemoterapi cisplatin dosis tinggi, dengan risiko relatif (RR) sebesar 2,168 (IK 95% 0,839-5,6). Pada analisis multivariat dengan mengontrol usia, adjusted RR adalah 3,52 (IK 95% 1,11-11,162; p value = 0,033).
Simpulan : Penambahan mannitol pada hidrasi memiliki risiko lebih besar terhadap kejadian AKI pasca kemoterapi Cisplatin dosis tinggi.

Background: The addition of mannitol to saline hydration has been used frequently for preventing cisplatin induced acute kidney injury (AKI). Meanwhile, the initial studies demonstrated that mannitol diuresis decreased cisplatin induced renal injury and others have shown renal injury to be worst.
Objective: To compare the risk of acute kidney injury in cancer patients receiving high dose cisplatin with and without addition of mannitol.
Method: This was an ambispective cohort study based on consecutive sampling at Cipto Mangunkusumo General Hospital and Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) Siloam Hospitals. The data was obtained from September 2017 to February 2018. The choice of mannitol administration based on responsible physician clinical judgment. The outcome was any increment more than 0,3 mg/dl or 1,5 times from baseline of serum creatinine. Analysis was done by using SPSS statistic which consist of; univariate, bivariate and multivariate logistic regression to obtain crude risk ratio and adjusted risk ratio of cisplatin induced acute kidney injury probability of mannitol addition on hydration.
Result: Data from 110 patients (57,3%) male with a median age of 44,5 years old (range 19 to 60 years old) were collected; 47 received saline alone and 63 received saline with mannitol addition. Acute kidney injury were higher with mannitol than without mannitol addition (22,6% vs 10,4%). Bivariate analysis showed higher probability of post chemotherapy AKI in mannitol group (RR 2,168; 95% CI 0,839-5,6). On multivariate analysis the adjusted RR was 3,52 (95% CI 1,11-11,162; p value = 0,033) by controlling age.
Conclusion: The addition of mannitol on hydration had higher risk of AKI after high dose cisplatin chemotherapy. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noviana Ingrid R.S.
"Ruang lingkup dan Cara penelitian: Pengembangan metoda kontrasepsi pria Cara medikamentosa yang aman, efektif clan reversibel sekarang ini adalah penyuntikan intramuskular kombinasi hormon. Penyuntikan ini dapat menekan sekresi testosteron melalui penekanan gonadotropin hipofisis. Penyuntikan ini diharapkan tidak mempengaruhi fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat relawan yang turut berpartisipasi pada penelitian ini. Kombinasi hormon yang dipergunakan adalah kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kombinasi dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA, disuntikkan setiap bulan dalam jangka waktu 12 bulan dan pemeriksaan fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat setiap 3 bulan. Penelitian ini dibagi dalam 3 We, yaitu fase kontrol atau pra-perlakuan (1 bulan), face penekanan (6 bulan) dan fase pemeliharaan (6 bulan). Pada fase kontrol atau pra-perlakuan dipilih 20 pria sehat dan subur yang memenuhi syarat pemeriksaan fisik dan laboratorium darah sebanyak 2 kali pemeriksaan normal, kemudian dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok (masing masing kelompok 10 orang). Kelompok pertama mendapat penyuntikan kombinasi hormon dosis rendah dan kelompok kedua penyuntikan hormon kombinasi dosis tinggi. Parameter yang diteliti adalah: (a) fungsi hematopoietik, meliputi hematokrit, hemoglobin, leukosit, trombosit; (b) fungsi ginjal, meliputi ureum dan kreatinin darah; (c) antigen spesifik prostat.
Hasil penelitian: Pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa hasil kedua kelompok berada diantara batas normal: Ht. 41.67 - 47.46 %; Hb. 14.5 - 15.58 gldl; leukosit 7.48 - 11.54 (103/ul); trombosit 234.78 - 300.11 (103/ul); ureum 21.6 -- 28 mg/dl; kreatinin 0.92 - 1.21 mg/dl dan PSA 0.32 - 0.71 mg/dl. Setara keseluruhan penyuntikan hormon kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kombinasi dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA tidak mempengaruhi fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat.
Kesimpulan: Penyuntikan hormon kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kombinasi dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA setiap bulan selama 12 bulan penelitian dan setiap 3 bulan pemeriksaan laboratorium tidak menimbulkan atau mengakibatkan perubahan bermakna pada fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat, sehingga kemungkinan aman sebagai slat kontrasepsi hormonal pria.

The Influence of Monthly Injection both a Low Dose and a High Dose Combination of TE + DMPA on the Hematopoietic and Kidney Functions and PSAScopes and methods of study: The medicinal approach to male contraception which is safe, effective and reversible is currently being investigated using a combination of hormones. The hormones, given by intramuscular injection, will suppress testosterone secretion through the suppression of gonadotropin release by the hypophysis. This study is carried out to investigate if there is any adverse effect on hematopoiesis (hematocrit, hemoglobin, leucocyte and thrombocyte as parameters), kidney functions (serum urea and creatinine), and prostate apecific antigen (serum) PSA during the use of this contraceptive means. Two hormonal combinations being evaluated are 1) a low dosage of 100 mg TE + 100 mg DMPA, and 2) a high dosage of 250 mg TE + 200 mg DMPA. The study is divided into 3 consecutive phases: control phase (1 month), suppression (6 months) and maintenance (6 months). The selected volunteers are twenty healthy and fertile males who show normal laboratory findings during the control period, which is carried out twice at a biweekly interval. They are then divided randomly into two groups of ten subjects each. Throughout the suppression and maintenance phases each member of the group receives a monthly injection of the low and high dosage hormonal combination, respectively. Venous blood samples are obtained every three months, the hematological and kidney parameters are examined at the Clinical Laboratory Department of the Cipto Mangunkusumo Hospital, and PSA measured by immunoassay (Abbott, IMx) at the Immunoendocrinology Laboratory of the Indonesia School of Medicine. The laboratory findings are analyzed by two-way anova, using a spreadsheet program (Lotus 123 or Exe1).
Fidings and Conclusion: The laboratory parameters of the two groups are within the normal ranges throught out the study period: Ht. 41.67 - 47.46 %, Hb. 14.5 - 15.58 gldl, leucocyte 7.48 - 11.54 x 103/ul, thrombocyte 234.78 - 300.11 x 103/ul, ureum 21.6 - 28 mg/dL, creatinine 0.92 - 121 mg/dL and PSA 0.32 - 0.71 mg/dL. It is there for concluded that the administration of the combination of TE and DMPA, at both low and high dosages, has no adverse effect on hematopoiesis, kidney function and the prostate, and could therefor be considered safe for use in male contraception.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T11455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Pratiwi
"Linac Elekta Versa HD memiliki mode khusus pada berkas elektron energi 6 dan 10 MeV yang disebut mode High Dose Rate Electron (HDRE). Berkas elektron mode HDRE dapat menghasilkan dosis serap sepuluh kali lebih besar dari mode standar pada energi yang sama. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran dosis serap ke air pada berkas elektron mode standar dan HDRE menggunakan protokol modifikasi kalibrasi dan protokol kalibrasi yang sudah banyak digunakan di seluruh dunia yaitu International Atomic Energy Agency Technical Report Series 398 (TRS-398) dan American Association of Physics in Medicine Task Group 51 (TG-51). Pada Institusi 1 digunakan detektor ionisasi silinder PTW 30013 dan detektor ionisasi plane-parallel PTW Roos yang dihubungkan dengan elektrometer PTW Unidos Romeo. Pada Institusi 2 digunakan detektor ionisasi silinder IBA FC65P, IBA CC13 dan detektor ionisasi plane-parallel IBA PPC40 yang dihubungkan dengan elektrometer IBA Dose 1. Modifikasi kalibrasi menggunakan detektor ionisasi silinder dan plane-parallel menggunakan faktor konversi kualitas berkas dari hasil perhitungan menggunakan Monte Carlo. Pada Institusi 1 (PTW 30013 dan PTW Roos), faktor koreksi ion rekombinasi pada mode HDRE lebih besar dibandingakan mode standar dengan diskrepansi 5,00 – 5,33% dan 4,52 – 5,06% sedangkan pada Institusi 2 (IBA FC65P, IBA CC13 dan IBA PPC40) secara berturut-turut memiliki diskrepansi 3,22 – 3,51%, 2,88 – 3,04% dan 0,77 – 0,87%. Faktor konversi kualitas berkas pada penelitian ini menunjukan nilai yang seragam yaitu > 1,00. Pada Institusi 1 (PTW 30013 dan PTW Roos) nilai rasio dosis antara modifikasi kalibrasi dan IAEA TRS-398 memperoleh nilai rasio dosis minimum pada 1,006 dan 1,000 sedangkan rasio dosis maksimum 1,019 dan 1,023. Institusi 2 (IBA FC65P, IBA CC13 dan IBA PPC40) memperoleh nilai rasio dosis minimum pada 1,009, 1,002 dan 1,010 sedangkan rasio dosis maksimum pada 1,023, 1,009 dan 1,030. Pada Institusi 1 rasio dosis antara modifikasi kalibrasi dan AAPM TG-51 memperoleh rasio dosis minimum pada 1,011 dan 0,994 sedangkan rasio dosis maksimum pada 1,016 dan 1,015. Pada Institusi 2 memperoleh rasio dosis minimum pada 1,000, 0,995 dan 1,003 sedangkan rasio dosis maksimum pada 1,008, 1,000 dan 1,022.

Elekta Versa HD linear accelerator has a special mode for electron beam of 6 and 10 MeV called High Dose Rate Electron (HDRE) mode. HDRE mode electron beam could generate an absorbed dose ten times greater than the standard mode electron beam at the same energy. In this study, electron beam output calibration will be measured in standard and HDRE mode using modified calibration protocol compared to calibration protocol widely used throughout the world, International Atomic Energy Agency Technical Report Series 398 (TRS-398) and American Association of Physics in Medicine Task Group 51 (TG-51). This study was performed using Elekta Versa HD Linear Accelerator electron beams with energies 6 and 10 MeV with standard and HDRE mode. Center 1 used PTW 30013 and PTW Roos connected to a PTW Unidos Romeo electrometer. Center 2 used IBA FC65P, IBA CC13 and IBA PPC40 connected to IBA Dose 1 electrometer. The modified calibration using cylindrical and plane-parallel chambers with updated based on Monte Carlo calculations. The dose ratio of the modified calibration, TRS-398 and TG-51 were comparing at the dose at the maximum depth. The recombination ion correction factor in HDRE mode is greater than standard mode in Center 1 (PTW 30013 and PTW Roos) have a discrepancy 5,00 – 5,33% and 4,52 – 5,06%, respectively. Center 2 (IBA FC65P, IBA CC13 and IBA PPC40) have a discrepancy 3,22 – 3,51%, 2,88 – 2,04% and 0,77 – 0,87%, respectively. Beam quality conversion factor in the modified calibration is a function of . The result of calculating the beam quality conversion factor for modified calibration in this study produced uniform value of > 1.00. The dose ratio between modified and TRS-398 protocol at Center 1 on PTW 30013 and PTW Roos has a minimum dose ratio at 1,006 and 1,000 and a maximum dose ratio at 1,019 and 1,023. Meanwhile, Center 2 on IBA FC65P, IBA CC13 and IBA PPC40 has a minimum dose ratio at 1,009, 1,002 and 1,010 and maximum dose ratio at 1,023, 1,009 and 1,030. The result of the dose ratio between the modified calibration and TG-51 protocols at Center 1 on PTW 30013 and PTW Roos has a minimum dose ratio at 1,011 and 0,994 and a maximum dose ratio at 1,016 and 1,015. Center 2 provided the result on IBA FC65P, IBA CC13 and IBA PPC40 has a minimum dose ratio at 1,000, 0,995 and 1,003 and a maximum dose ratio at 1,008, 1,000 and 1,022."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library