Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azizatunnisa
"Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui potensi hepatoprotektif madu PS (Pollen Substitute) terhadap gambaran histologis hati mencit (Mus musculus) jantan galur DDY. Dua puluh empat ekor mencit jantan dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol normal (KK1) yang diberikan akuades dan minyak kelapa; kelompok kontrol perlakuan (KK2) yang diberikan akuades dan CCl4; serta 2 kelompok perlakuan (KP1 dan KP2) yang diberikan madu PS dosis 0,04 ml/20 g bb dan 0,08 ml/20 g bb selama 14 hari berturut-turut, kemudian diinjeksikan CCl4 2 jam setelah pemberian madu PS terakhir. Organ hati diisolasi 24 jam setelah injeksi CCl4. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh pemberian madu PS terhadap berat basah organ hati (KK1 [1,57±0,34] gram, KK2 [1,92±0,21] gram, KP1[1,73±0,34] gram, KP2 [1,75±0,30] gram) dan diameter vena sentralis (KK1 [37,91±2,44] μm, KK2 [73,39±3,06] μm, KP1 [70,03±9,65] μm, KP2 [67,61±6,33] μm), serta terdapat pengaruh pemberian madu PS terhadap warna organ hati, persentase derajat kerusakan lobulus hati (derajat 0, 1, 2, dan 3 KK1 [55,70%; 40,00%; 4,33%; dan 0,00%], KK2 [4,56%; 29,00%; 18,67%; dan 47,78%], KP1 [14,22%; 43,11%; 15,22%; dan 27,44%], KP2 [6,34%; 41,33%; 24,67%; dan 27,67%]), dan gambaran histologis hati. Hasil pengamatan menunjukkan pemberian madu PS dosis 0,04 ml/20 g bb memberikan efek hepatoprotektif yang lebih baik dibandingkan madu PS dosis 0,08 ml/20 g bb terhadap gambaran histologis hati.

The aim of this study was to know hepatoprotective potency of PS (Pollen Substitute) honey to liver histology of DDY strain male mice (Mus musculus). Twenty four male mice were divided into 4 groups, which were normal control group (KK1) which was given aquadest and palm oil, treatment control group (KK2) which was given aquadest and CCl4, as well as 2 treatment groups (KP1 and KP2) which were given PS honey dose 0,04 ml/20 g bb and 0,08 ml/20 g bb in 14 days. Then KP1 and KP2 were induced by CCl4 2 hours after the last administration of honey PS. The liver then was isolated 24 hours after CCl4 injection. The result of statistic test showed that there were no effects of PS honey administration to liver wet weight (KK1 [1,57±0,34] gram, KK2 [1,92±0,21]
gram, KP1[1,73±0,34] gram; KP2 [1,75±0,30] gram) and central vein diameter (KK1 [37,91±2,44] μm, KK2 [73,39±3,06] μm, KP1 [70,03±9,65] μm, KP2 [67,61±6,33] μm), and there were effects of PS honey admisnistration to liver color, percentage of liver lobulus damage level (level 0, 1, 2, and 3 of KK1 [55,70%; 40,00%; 4,33%; and 0,00%], KK2 [4,56%; 29,00%; 18,67%; and 47,78%], KP1 [14,22%; 43,11%; 15,22%; and 27,44%], KP2 [6,34%; 41,33%; 24,67%; and 27,67%]), and liver histology. The result of the observation showed that the hepatoprotective effect of administration of PS honey dose 0,04 ml/20 g bw was better than dose 0,08 ml/20 g to liver histology.;"
Universitas Indonesia, 2014
S57877
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah
"Telah dilakukan penelitian histopatologi di Laboratorium Biologi Reproduksi dan Perkembangan Departemen Biologi FMIPA UI untuk mengetahui potensi antihepatotoksik ekstrak Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc. (temu putih) terhadap tikus Rattus norvegicus L. (tikus putih) jantan galur Sprague-Dawley yang diinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Dua puluh lima ekor tikus dibagi secara acak dalam 5 kelompok perlakuan, terdiri atas kelompok kontrol normal (KK1) yang dicekok dengan larutan carboxil methyl cellulose (CMC); kelompok kontrol positif (KK2) yang diinduksi dengan larutan CCl4; dan 3 kelompok perlakuan (KP1, KP2, dan KP3) yang diinduksi CCl4 kemudian dilanjutkan pencekokan ekstrak C. zedoaria dengan dosis masing-masing 25 mg/kg bb, 50 mg/kg bb, dan 100 mg/kg bb. Pencekokan ekstrak C. zedoaria dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang waktu 12 jam, dimulai pada 12 jam setelah pemberian CCl4. Seluruh tikus dikorbankan pada 48 jam setelah pemberian CCl4 (KK2, KP1, KP2, dan KP3) dan CMC (KK1), kemudian organ hati diisolasi melalui pembedahan untuk selanjutnya diamati dan dibuat sediaan histologiknya.
Hasil uji Anava pada α = 0,05 pengamatan mikroskopik secara kuantitatif, menunjukkan adanya pengaruh pemberian suspensi ekstrak C. zedoaria terhadap ukuran diameter vena sentralis antar kelompok perlakuan. Diameter rata-rata vena sentralis KP2 (47,061 μm) merupakan nilai yang mendekati keadaan hati normal KK1 (37,578 μm).
Hasil pengamatan mikroskopik pada ketiga kelompok perlakuan menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada kriteria kerusakan ringan (26,6%) dan nilai terendah kerusakan berat (0%) dijumpai pada kelompok KP2. Dengan demikian pencekokan ekstrak C. zedoaria menunjukkan adanya potensi antihepatotoksik pada kelompok perlakuan dengan dosis 50 mg/kg bb setelah dibandingkan dengan kelompok kontrol positif KK2."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S31470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyagita Meyril Rahmadhani
"Telah dilakukan penelitian di Laboratorium Biologi Perkembangan Hewan, Departemen Biologi FMIPA UI untuk mengetahui potensi antihepatotoksik infus simplisia Hippocampus kuda Bleeker (kuda laut) terhadap Mus musculus Linnaeus (mencit) jantan galur DDY. Dua puluh lima ekor mencit dibagi secara acak dalam 5 kelompok perlakuan, terdiri atas kelompok kontrol 1 (KK1) yang diinjeksi dengan minyak zaitun secara intraperitoneal, kelompok kontrol 2 (KK2) dan 3 kelompok perlakuan (KP1, KP2, dan KP3) yang diinjeksi dengan larutan CCl4 dosis tunggal 400 mg/kg bb secara intraperitoneal. Kelompok kontrol (KK1 dan KK2) selanjutnya diberi akuades secara oral sedangkan kelompok perlakuan (KP1,KP2, dan KP3) diberi infus simplisia H. kuda secara oral dengan dosis masing-masing 2,4%; 4,8%; dan 7,2% b/v sebanyak 4 kali dengan selang waktu 12 jam, dimulai pada 12 jam setelah pemberian CCl4. Seluruh mencit dikorbankan pada 48 jam setelah pemberian CCl4 (KK2, KP1, KP2, dan KP3) dan minyak zaitun (KK1), kemudian organ hati diisolasi melalui pembedahan untuk selanjutnya diamati dan dibuat sediaan histologisnya.
Hasil uji anava satu faktor menunjukkan adanya pengaruh (P < 0,05) pemberian infus simplisia H. kuda terhadap ukuran diameter vena sentralis dan berat basah organ hati antara kelompok perlakuan (KP1, KP2, dan KP3) dengan kelompok kontrol (KK1 dan KK2). Diameter rata-rata vena sentralis (50,084 μm  4,817) dan berat basah rata-rata organ hati (2,793 g  0,180) mencit yang diberi secara oral infus simplisia 7,2% b/v merupakan nilai yang paling mendekati diameter hati normal atau KK1 (47,402 μm  0,881) dan berat basah organ hati normal atau KK1 (2,519 g  0,109). Hasil pengamatan semikuantitatif menunjukkan bahwa pemberian infus simplisia H. kuda memiliki potensi antihepatotoksik dengan potensi tertinggi terdapat pada KP3 atau kelompok perlakuan dengan dosis 7,2% b/v."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S31562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rianti Adi Cahyaningsih
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33114
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Geraldi Hartono Kurniawan Tan
"Latar belakang: Periodontitis merupakan inflamasi kronis yang dapat merusak jaringan periodontal dan mempengaruhi hinggi 50% populasi dunia, sedangkan prevalensinya di Indonesia sebesar 77,8%. Perubahan pada proses inflamasi di jaringan periodontal terjadi akibat faktor mikrobial yang mengubah ekspresi faktor-faktor inflamasi seperti IL-1, TNF-, IL-6, IL-10. Konjac glucomannan (KGM) adalah polisakarida dari tanaman Amorphophallus konjac, yang sudah lama dikonsumsi sebagai sumber makanan dan obat tradisional. Banyak penelitian menunjukkan kemampuan KGM untuk memodulasi reaksi inflamasi, yang berpotensi untuk pencegahan dan perawatan penyakit periodontal. Tujuan: Mendapatkan efek anti-inflamasi KGM secara histologis (skor dan distribusi) dan biomolekuler (kadar IL-6 dan IL-10 di gingival crevicular fluid/GCF dan serum) pada model periodontitis di mencit Swiss Webster. Metode: Mencit Swiss Webster berusia 8 minggu dibagi secara acak ke dalam empat kelompok perlakuan (Kontrol, Konjac, Periodontitis, Periodontitis+Konjac). Suspensi KGM diberikan selama 14 hari dan induksi periodontitis dilakukan tujuh hari setelah pemberian KGM. Euthanasia dilakukan setelah 14 hari penelitian dan diambil sampel GCF, serum dan maksila mencit untuk pembuatan preparat histologis. Hasil: Kelompok periodontitis menunjukkan skor dan distribusi inflamasi tertinggi dan menurun setelah pemberian KGM. Pemberian KGM pada mencit periodontitis dapat mencegah penurunan kadar IL-10 serum dan peningkatan kadar IL-6 serum. Pemberian konjac pada mencit sehat cenderung meningkatkan kadar IL-6 GCF dan IL-10 GCF, walaupun tidak berbeda secara statistik. Kesimpulan: Pemberian KGM mampu menurunkan tingkat inflamasi pada model periodontitis secara histologis dan mengubah proses inflamasi.

Background: Periodontitis is chronic inflammation that characterized by the destruction of periodontal tissue, affecting up to 50% of the world’s population and having a prevalence as high as 77.8% in Indonesia. The inflammatory process in periodontal tissue changes as a result of microbial factors that will affect the expression of pro- and anti-inflammatory factors such as IL-1, TNF-, IL-6, IL-10. Konjac glucomannan (KGM) is a polysaccharide from the tubers of Amorphophallus konjac, that have long been used as a food source and traditional Chinese medicine. Many studies have shown that KGM is capable of modulating inflammation, which has potential usage for the prevention and treatment of periodontal diseases. Aim: To study anti-inflammatory effects of KGM thru histological (score and distribution) and biomolecular (levels of IL-6 and IL-10 in gingival crevicular fluid and serum) analysis on periodontitis model in Swiss Webster mice. Methods: Eight weeks old mice is randomly divided into four groups (Control, Konjac, Periodontitis, Periodontitis+Konjac). Konjac glucomannan suspension is administered daily for 14 days dan mice is ligated to induce periodontitis 7 days after administration of KGM. Mice is euthanized after 14 days and GCF, serum and maxilla is acquired for analysis. Results: Periodontitis group have the highest inflammation score and distribution out of all the groups and reduces with administration of KGM. Administration of konjac glucomannan prevents the reduction of IL-10 serum levels and increase of IL-6 serum levels in mice with periodontitis. While KGM increases both IL-6 and IL-10 GCF levels in healthy mice, though not statistically significant. Conclusion: Adminstration of KGM can supress inflammation in mice periodontitis model histologically and alter the inflammatory process."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Kusniati
"Indonesia kaya akan tanaman obat yang dapat mengobati penyakit asam urat. Sebagian dari tanaman tersebut dibuat dalam suatu sediaan teh celup jamu asam urat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh jamu teh celup asam urat terhadap fungsi organ hati ditinjau dari aktivitas ALT (alanin aminotransferase) dan alkali fosfatase plasma serta histologis hati tikus. Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang dibagi ke dalam empat kelompok masing-masing 10 ekor. Kelompok I adalah kelompok kontrol yang diberi larutan CMC 0,5%. Kelompok II, III, dan IV adalah kelompok perlakuan yang diberi larutan uji dengan dosis berturut-turut 1800, 3600 dan 7200 mg/kg bb tikus. Pada hari ke-91 tikus diambil darahnya melalui mata dan dibedah untuk diambil hatinya. Selanjutnya pengukuran aktivitas ALT dan alkali fosfatase plasma dengan metode kolorimetri serta histologis hati dengan pewarnaan Hemotoksilin-Eosin.
Hasil anava pada α=0,05 terhadap ALT, alkali fosfatase plasma dan diameter vena sentralis tidak menunjukkan perbedaan bermakna baik antar kelompok perlakuan maupun dengan kelompok kontrol. Demikian pula pada pengamatan struktur histologis hati menunjukkan tidak terdapat perbedaan kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Penggunaan sediaan jamu teh celup asam urat selama 90 hari tidak mempengaruhi fungsi organ hati tikus putih jantan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S32520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiet Nurwidya Hening
"Jamu hingga saat ini masih digunakan sebagai pengobatan alternatif di masyarakat. Jamu yang akan dikembangkan menjadi sediaan fitofarmaka harus terlebih dahulu diuji secara ilmiah dalam uji pre-klinik mengenai manfaat dan keamanannya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh sediaan jamu dalam bentuk teh celup untuk mengatasi kelainan asam urat terhadap organ jantung tikus putih jantan (Rattus novergicus) dengan melihat aktivitas AST dan kreatin kinase plasma serta gambaran histologis jantung sebagai parameter. Digunakan 40 ekor tikus yang dibagi menjadi satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan dosis. Kelompok I adalah kelompok kontrol normal yang diberi larutan CMC 0,5%. Kelompok II, III, dan IV adalah kelompok perlakuan yang diberi larutan uji dengan dosis berturutturut 1800 mg/kg bb, 3600 mg/kg bb, dan 7200 mg/kg bb. Larutan uji diberikan secara oral setiap hari selama 90 hari. Hasil pengukuran plasma tikus pada hari ke-91 menunjukkan tidak adanya perbedaan secara signifikan (α = 0,05) aktivitas AST plasma dan kreatin kinase plasma antara kelompok II, III, dan IV maupun kelompok I. Hal ini juga ditunjang oleh gambaran histologis otot jantung. Dengan demikian penggunaan jamu teh celup asam urat selama 90 hari tidak mempengaruhi organ jantung."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S32560
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desti Fajarwati
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32677
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Utami Ningrum
"Masyarakat Indonesia secara empiris menggunakan tanaman obat
untuk mengobati penyakit atau meningkatkan kesehatan. Jamu ?D? adalah
obat tradisional yang mengandung ekstrak tanaman obat Centella asiatica
(L.) Urban dan Apium graveolens L. yang digunakan untuk mengobati
hipertensi. Kebanyakan orang biasanya menggunakan obat tradisional ini
secara berulang dan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu, obat
tradisional harus tidak memiliki efek toksik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian jamu ?D? selama 90 hari terhadap organ
jantung tikus putih ditinjau dari aktivitas aspartat aminotransferase (AST) dan
kreatin kinase (CK) plasma serta gambaran histologis jantung. Jamu ?D?
diberikan secara oral pada 24 ekor tikus jantan dan 24 ekor tikus betina, yang
masing-masing dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok I, II, dan III masingmasing
diberikan dosis 1980; 3960; 7920 mg/kg bb tikus, sedangkan
kelompok IV merupakan kelompok kontrol yang hanya diberikan larutan CMC
0,5 %. Pada hari ke-91 dilakukan pengambilan darah dan organ jantung
untuk mengetahui aktivitas AST dan CK plasma serta gambaran histologis
jantung. Hasil pengukuran dianalisis menggunakan uji ANOVA satu arah (α =
0,05) dan menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan bermakna aktivitas
AST dan CK serta gambaran histologis jantung antara kelompok perlakuan
dengan kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengunaan jamu ?D?
selama 90 hari tidak mempengaruhi organ jantung tikus putih."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S32704
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuni
"Campuran ekstrak etanol daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) dan herba seledri (Apium graveolens L.) telah diteliti dapat menurunkan tekanan darah (antihipertensi). Senyawa aktif yang diduga memiliki aktifitas sebagai penurun tekanan darah adalah flavonoid yang merupakan senyawa polar. Pemisahan senyawa polar dengan senyawa nonpolar ekstrak etanol dapat dilakukan dengan fraksinasi. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan nilai Lethal Dose-50 (LD50) campuran fraksi air ekstrak etanol daun tempuyung dan herba seledri dengan metode Weil dan pengaruhnya terhadap fungsi ginjal berdasarkan kadar kreatinin plasma dan histologis ginjal.
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan acak lengkap menggunakan 25 ekor mencit jantan dan 25 ekor mencit betina galur DDY yang terbagi dalam 5 kelompok. Kelompok I sampai IV diberikan campuran fraksi air ekstrak etanol daun tempuyung dan herba seledri dengan dosis 8,33; 16,67; 33,33 dan 66,67 g/kg bb yang disuspensikan dengan CMC 0,5%. Kelompok V merupakan kelompok kontrol yang hanya diberikan suspensi CMC 0,5%. LD50 ditentukan berdasarkan jumlah kematian dalam kelompok uji selama 24 jam dari satu kali pemberian bahan uji secara oral.
Hasil menunjukkan bahwa bahan uji sampai dosis tertinggi bersifat praktis tidak toksik dengan nilai LD50 sebesar 27,058 g/kg bb untuk kelompok jantan dan 31,081 g/kg bb kelompok betina. Penelitian dilanjutkan dengan pengukuran kadar kreatinin plasma secara kolorimetri dan pengukuran preparat histologis ginjal yang dibuat dengan metode pewarnaan hematoksilin-eosin. Hasil menunjukkan bahwa dengan peningkatan dosis pemberian menyebabkan peningkatan kadar kreatinin plasma dan penurunan jarak ruang antara kapsula Bowman dengan glomerulus."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33142
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>