Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Christine Diah Pramana
"ABSTRAK
Menurut model sistem seksual Abramson, faktor yang mempengaruhi struktur kognitif seseorang sehingga ia
menampilkan perilaku seksual tertentu adalah faktor
kematangan, faktor norma sosial (narma agama, masyarakat,
teman sebaya), faktor standar yang ditanamkan orang tua,
faktor pengalaman seksual sebelumnya, faktor peristiwa
endukrinologis, faktor rangsang yang dikondisikan dan tak
dikondisikan, faktor fisiologis serta faktor parameter
situasi.
Dalam penelitian ini akan dilihat faktor-faktor
tersebut pada subyek, faktur yang
dirasakan/muncul/terlintas sesaat sebelum subyek terlibat
dalam perilaku hubungan seks pranikah serta bagaimana
faktor yang dirasakan/muncul/terlintas itu mempengaruhi struktur kognitif subyek sehingga subyek akhirnya terlibat
dalam perilaku tersebut. Selain itu akan dilakukan juga
tinjauan terhadap tiga hal yang dianggap berkaitan dengan
perilaku hubungan seks pranikah. Ketiga hal tersebut
adalah: situasi keluarga, ketaatan beribadah, dan hal-hal
yang berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan seksual.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang
dilakukan terhadap 5 orang remaja puteri yang berusia
antara 11 - 24 tahun dan belum menikah. Teknik
pengumpulan datanya adalah dengan wawancara mendalam.
Analisis dilakukan pada setiap kasus secara individual dan
rangkuman analisis dalam bentuk tabel.
Dari hasil analisis terhadap lima kasus dengan model
sistem seksual Abramson diperoleh hasil bahwa
faktor-faktor yang dirasakan/muncul/terlintas sesaat
sebelum subyek terlibat dalam hubungan seks pranikah
adalah hal-hal yang berkaitan dengan norma sementara
hal-hal yang bersifat biologis umumnya tidak disadari.
Tidak dipungkiri, faktor emosional dan situasional
berperan dalam keterlibatan subyek dengan hubungan seks
pranikah.
Dari analisis terhadap situasi keluarga diketahui
kurangnya pengawasan orang tua, pola asuh orang tua yang
permisif berpengaruh terhadap keterlibatan subyek dalam
perilaku hubungan seks pranikah. Terlihat pula adanya
gangguan komunikasi antara orang tua anak yang tampil
dalam perilaku negatif dari orang tua anak atau sebaliknya. Ketaatan beribadah dan latar belakang
keluarga yang religius tidak menjamin subyek tidak
terlibat dalam perilaku tersebut. Semua subyek tidak
pernah mendapat pendidikan seks dari orang tuanya. Subyek
lebih suka membicarakan masalah seksual bukan dengan orang
tua melainkan dengan teman.
Berdasarkan hasil tersebut, dirasakan pentingnya
pendidikan seks tidak hanya untuk remaja tapi juga untuk
orang tua.

"
1996
S2034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virlita Dwi Anggraeni
"Hubungan seksual yang diiakukan oleh wanita dewasa muda didorong oleh anggapan sebagai suatu cara untuk mengekspresikan rasa cinta pada pasangannya , sekaligus sebagai langkah menuju gerbang perkawinan. Namun hubungan seksual yang dilakukan biasanya tidak diikuti oieh usaha-usaha untuk menghindari konsekuensi yang sangat mungkin timbul, salah satunya adalah kehamilan. Terjadinya kehamilan yang sebenarnya tidak diinginkan ini adalah situasi yang sangat sulit bagi seorang wanita. Keputusan yang paling sering diambil adalah aborsi. Sementara masyarakat Indonesia kebanyakan masih bersikap negatif, yang umumnya didasarkan pada keyakinan bahwa janin adalah calon individu dan kelangsungan hidupnya harus dipertahankan semaksimal mungkin. Di Indonesia dibentuk Undang-Undang tentang aborsi yang kenyataannya sangat membatasi perilaku aborsi. Peraturan dalam agama pun melarang dilakukannya aborsi karena merupakan tindakan pembunuhan. Adanya hambatan dari Iingkungan yang kebanyakan melarang aborsi dan konsekuensi negatif lain dari aborsi ( infeksi,pendarahan, dsb), menyebabkan hubungan yang tak sesuai antara elemen-elemen kognitif (disonansi kognitif) pada diri seorang wanita dewasa muda. Hubungan yang tak sesuai ini menurut Festinger (1957), akan mendorong seseorang untuk menguranginya dengan cara merubah kognisi, tingkah laku atau menambah elemen kognitif baru.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran disonansi kognitif pada wanita dewasa muda pelaku aborsi akibat hubungan seksual sebelum menikah, meningkatkah pemahaman mengenai faktor-faktor yang mendorong mereka melakukan aborsi dan upaya untuk mengurangi masalah ini. Penelitian dilakukan dengan cara studi kasus, berupa wawancara mendalam terhadap 4 wanita dewasa muda yang telah melakukan aborsi akibat hubungan seksual sebelum menikah, berusia 21-25 tahun dan berdomisili di Jakarta dan sekitarnya.
Dari penelitian didapatkan bahwa pada umumnya penyebab disonansi kognitif sebagai akibat dan perilaku aborsi sebelum menikah adalah subyek menyadari adanya norma-norma masyarakat dan agama yang melarang seorang wanita melakukan aborsi, khususnya akibat hubungan seksual sebelum menikah (pada inkonsistensi Iogis, nilai-nilai budaya, pendapat umum) dan kesulitan- kesulitan fisik dan mental yang dihadapi subyek ketika dihadapkan pada aborsi (pada pengalaman masa Iaku). Hal ini juga terlihat pada perbedaan tingkat kepentingan elemen-elemen kognitif pada tiap subyek, yang mempengaruhi kadar disonansi kognitif (tinggi atau rendah). Usaha yang dilakukan subyek untuk mengurangi keadaan disonansi ini adalah dengan mengubah elemen kognitif (misalnya mangubah pendapat teman yang tak menyetujui aborsi), tingkah Iaku (misalnya dari yang mulanya berniat meneruskan kehamilan akhirnya melakukan aborsi dan menambah elemen kognitif baru (misalnya mencari dukungan teman-teman ketika akan melakukan aborsi), untuk kembali lagi pada keadaaan yang konsonan.
Sedangkan faktor-faktor penyebab dilakukannya aborsi adalah adanya keinginan untuk melanjutkan pendidikan tanpa adanya hambatan anak maupun perkawinan, ketidaksiapan secara mental dan materi untuk memasuki kehidupan perkawinan, ketakutan terhadap reaksi masyarakat terhadap kehamilannya, rasa takut pada pihak otoritas yaitu orang tua dan adanya paksaan dari orang tua. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Sofiati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustino Crisna
"Dispensasi perkawinan dini dapat artikan sebagai izin kawin yang diputuskan oleh pengadilan kepada pemohon kedua belah pihak yang belum menginjak usia Sembilan belas tahun melangsungkan pernikahan. Wewenang untuk pengadilan memberi dispensasi ada didalam pasal 7 angka 2 Undang-Undang No. 1/1974 tentang Perkawinan. Studi kualitatif ini bertujuan menemukan dan menganalisis rasionalitas pemberian dispensasi perkawinan usia anak serta efektivitas pengendalian sosial guna pencegahan perkawinan usia anak. Penelitian ini melibatkan 1 informan perempuan yang mengajukan dispensasi perkawinan 1 narasumber dari orang tua yang mengajukan dispensasi perkawinan, dan 2 narasumber terkait dari lembaga pemerintah (Pengadilan Agama Kab. Ponorogo dan Pemda Kab. Ponorogo). Yang dilakukan ialah wawancara langsung yang selanjutnya dianalisis melalui teori kriminologi. Kedua teori kriminologi tersebut memandang perkawinan usia anak menjadi akibat dari gejala perilaku menyimpang yang timbul di masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak tepatnya rasionalitas dalam pemberian dispensasi serta minimnya pengendalian sosial di pedesaan, peneliti memprioritaskan terlaksananya transformasi pembelajaran dari tingkat usia paling rendah dan sosialisasi secara merata mengenai regulasi serta penyuluhan di berbagai level kebijakan.

Early marriage dispensation can be defined as marriage permission, ruled by Court to be given to applicants on both parties, not having reached the age of 19 years when they get married. The Court Authority for this dispensation is in accordance with Law Number 1 of 1974 concerning marriages Article 7 (2). The qualitative study aimed to find and analyse the rationality in giving early marriage dispensation and the effectiveness of social control in order to prevent early marriage. The research involved a girl proposing marriage dispensation, source person from the girl’ s parent, and two source persons from government agencies (The Islamic Court of Ponorogo Regency and The Local Government of Ponorogo Regency). It covered direct interview, which then was analysed by criminology theory. Both theories considered that early marriage gave impacts on deviant behaviour in the society. The research results showed inappropriate rationality in early marriage dispensation and minimal social control as well in rural areas. The researcher prioritized the implementation of learning transformation from the lowest level of age, socialization evenly about regulation, and counselling at various policy levels."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Fransiska Elisabeth Tey Eda
"ABSTRAK
Latar Belakang. Hubungan seks pasca persalinan juga dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan budaya setempat. Hal ini juga dipengaruhi oleh pendidikan dan wilayah. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan wilayah terhadap periode kembali berhubungan seks pasca persalinan menurut regional di Indonesia tahun 2012. Metodologi. Analisis stratifikasi dengan data sekunder dari SDKI tahun 2012. Hasil analisis ditemukan adanya pengaruh pendidikan dan wilayah terhadap periode kembali berhubungan seks pasca persalinan di Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua. Hasil. Ada variasi pengaruh pendidikan dan wilayah. Pada Sumatera dan Kalimantan, untuk pendidikan lebih rendah dari SMA dan di kota 1,3 kali lebih cepat kembali berhubungan seks dibandingkan yang di desa. Di Maluku, untuk pendidikan lebih tinggi dari SMA dan di desa 1,2 kali lebih cepat kembali berhubungan seks dibandingkan pendidikan lebih rendah dari SMA. Di Papua, untuk pendidikan lebih rendah dari SMA dan di kota, 3,1 kali lebih cepat kembali berhubungan seks dibandingkan yang di desa. Pendidikan lebih tinggi dari SMA dan di kota, 2,2 kali lebih cepat kembali berhubungan seks dibandingkan yang di desa. Pada yang tinggal di desa dan pendidikan lebih tinggi dari SMA, 1,5 kali lebih cepat kembali berhubungan seks dibandingkan pendidikan lebih rendah dari SMA. Simpulan. Ditemukan adanya variasi pengaruh pendidikan dan wilayah terhadap periode kembali berhubungan seks pasca persalinan di Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua. Papua merupakan regional yang lebih lambat untuk kembali berhubungan seks pasca persalinan.

ABSTRACT
Introduction. Sex resumption after childbirth was influenced by social, economic and culture factors, where the women live. It was influenced by education and residence. Objective. The study aims on explore the effects of woman’s education and residence on sex resumption after childbirth by region in Indonesia 2012 Method. Stratified analysis with secondary data of the Indonesia Demographic Health Survey (IDHS) 2012. The results shows the effects of woman’s education and residence on sex resumption after childbirth in Sumatera, Kalimantan, Maluku and Papua. Results. There are variation in the effects of education and residence. In Sumatera and Kalimantan, effect of higher education in urban area is 1.3 times faster on sex resumption than rural area. In Maluku, effect of living in rural area for higher education is 1.2 times faster on sex resumption than lower education. In Papua, effect of lower education in urban area is 3.1 times faster on sex resumption than rural area. The effect of higher education in urban area is 2.2 times faster on sex resumption than rural area. The effect of living in rural area for higher education is 1.5 times faster on sex resumption than lower education. Conclusion. There are variation in the effects of education and residence on sex resumption after childbirth in Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua. Papua have the long abstinence after childbirth than other regions."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Yari Arfila
"[Prevalensi Infeksi sifilis sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat. Perilaku homoseksualitas, berganti-ganti pasangan serta penggunaan kondom memperbesar terjadinya risiko penularan sifilis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan statusinfeksi sifilis pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) di Klinik IMS/ VCT Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun 2015. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional, dengan penelitian kuantitatif dan data sekunder dengan jumlah sampel sebanyak 227 LSL.
Tekhnik pengambilan sampel menggunakan penentuan besar sampel minimal dengan rumus estimasi proporsi berdasarkan penelitian terdahulu (infeksi sifilis positif 38%). Pengolahan data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat.
Berdasarkan hasil analisis univariat terdapat 49% LSL yang positif sifilis, 59% LSL berumur muda (15-30 tahun), LSL yang tingkat pendidikan rendah (SMA) yaitu 61%. LSL yang tidak pernah menggunakan kondom dalam satu minggu terakhir sebanyak 68% , dan LSL yang mempunyak jumlah pasangan lebih dari 2 sebanyak 73%.
Berdasarkan hasil analisis bivariat variabel yang berhubungan terhadap status infeksi sifilis yaitu usia LSL (OR= 2,1 (95% CI; 1,272-3,723), penggunaan kondom (OR 4,8 (95% CI; 1,292-17,948), dan jumlah pasangan seksual (OR= 13,7 (95% CI; 5,831 -31,809).
Dari hasil penelitian ini diharapkan Puskesmas Pasar Rebo dapat meningkatkan kegiatan penyuluhan terkait dengan pencegahan infeksi sifilis yaitu penggunaan kondom dan aktivitas seksual yang berganti-ganti pasangan di kalangan LSL dengan untuk menekan angka infeksi sifilis pada LSL di Puskesmas Pasar Rebo Jakarta Timur.

The prevalence of syphilis infection until now a public health problem. Behavior homosexuality, promiscuity and condom use increase the risk of transmission of syphilis. The purpose of this study was to determine factors - factors related to the infection status of syphilis in men who have sex with men (MSM) in Clinical STI/VCT Puskesmas Pasar Rebo, East Jakarta in 2015.
The study design was cross sectional, with quantitative research and secondary data with a total sample of 227 LSL. The sampling technique using a minimum sample size determination by the formula estimates the proportion based on previous research (38% of positive syphilis infection). Data processing was performed with univariate and bivariate analyzes.
Based on the results of the univariate analysis there are 49% positive MSM with syphilis, 59% of MSM young age (15-30 years), low education level of MSM (SMA) is 61%. MSM who have never used a condom in the past week as much as 68%, and MSM who experiences a number of pairs of more than 2 as much as 73%.
Based on the results of the bivariate analysis of variables related to the status of that age MSM syphilis infection (OR = 2.1 (95% CI; 1.272 to 3.723), condom use (OR 4.8 (95% CI; 1.292 to 17.948), and the number of partners sex (OR = 13.7 (95% CI; 5.831 -31.809).
From the results ofthis study are expected Puskesmas Pasar Rebo could increase counseling activities related to the prevention of syphilis infectionis the use of condoms and sexual activity multiple partners among MSM with to reduce the number of syphilis infections in MSM in Puskesmas Pasar Rebo, East Jakarta., The prevalence of syphilis infection until now a public health problem. Behavior homosexuality, promiscuity and condom use increase the risk of transmission of syphilis. The purpose of this study was to determine factors - factors related to the infection status of syphilis in men who have sex with men (MSM) in Clinical STI / VCT Puskesmas Pasar Rebo, East Jakarta in 2015.The study design was cross sectional, with quantitative research and secondary data with a total sample of 227 LSL. The sampling technique using a minimum sample size determination by the formula estimates the proportion based on previous research (38% of positive syphilis infection). Data processing was performed with univariate and bivariate analyzes.Based on the results of the univariate analysis there are 49% positive MSM with syphilis, 59% of MSM young age (15-30 years), low education level of MSM (SMA) is 61%. MSM who have never used a condom in the past week as much as 68%, and MSM who experiences a number of pairs of more than 2 as much as 73%. Based on the results of the bivariate analysis of variables related to the status of that age MSM syphilis infection (OR = 2.1 (95% CI; 1.272 to 3.723), condom use (OR 4.8 (95% CI; 1.292 to 17.948), and the number of partners sex (OR = 13.7 (95% CI; 5.831 -31.809). From the results ofthis study are expectedPuskesmasPasarRebocould increasecounseling activitiesrelatedto the prevention ofsyphilisinfectionis the useof condoms andsexual activitymultiple partnersamong MSMwithtoreduce the number ofsyphilis infections inMSMinPuskesmasPasar Rebo, East Jakarta.]
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S61885
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Fattah
"ABSTRAK
Maraknya perilaku hubungan seks pranikah pada periode dewasa awal 18-25 tahun , berkontribusi terhadap meningkatnya Penyakit Menular Seksual, dan dampak psikis yang buruk. Faktor keluarga dianggap menjadi salah satu prediktor utama tingginya perilaku tersebut, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan persepsi dewasa awal terhadap hubungan seks pranikah. Dimana, persepsi diyakini sangat erat kaitannya terhadap perilaku. Penelitian kuantitatif ini melibatkan 110 orang dewasa awal berusia 18-25 tahun yang belum pernah menikah. Hasil penelitian menyatakan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan persepsi dewasa awal terhadap hubungan seks pranikah p=0,005 . Semakin baik dukungan keluarga yang dirasakan maka kecenderungan dewasa awal untuk memiliki persepsi yang negatif juga lebih besar. Dengan begitu diharapkan keluarga mampu memberikan dukungan yang optimal demi mendorong kesuksesan perkembangan dewasa awal, serta optimalisasi peran keperawatan komunitas dan keluarga untuk menyokong kesehatan keluarga secara bio-psiko-sosial-kultural-spiritual.

ABSTRACT
The occurrence of premarital sex behaviour among emerging adulthood 18 25 years old through these years, have contributed to an increase in sexually transmitted diseases, and negative psychological impacts. Family was considered to be main predictors that high related to individual rsquo s behaviour. This research aimed to explore the relationship between family social support and sexual perception among emerging adults, specifically to premarital sex activities. However, perception is believed closely related to individual rsquo s behaviour. This quantitative research involves 110 unmarried emerging adults at 18 25 years old in Kelurahan Manggarai, South Jakarta. The results of the study shows there are significant relationship between family social support and perception of premarital sex in emerging adulthood p 0,005 . The better family social support has perceived the greater tendency of having negative perception in premarital sex activities. Family is important and be able to provide optimal social support for successful development of emerging adulthood."
2017
S69315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luciana Barliantari
"Hingga saat ini laju penularan HIV cenderung terus meningkat, demikian pula peningkatan jumlah kasus AIDS. Data epidemiologis menunjukkan bahwa penularan HIV di Indonesia sejak tahun 1995 semakin memprihatinkan. Di beberapa daerah, prevalensi HIV positif di kalangan pekerja seks meningkat sampai mendekati 5%. Tingkat epidemi ini telah mengarah pada level epidemi terkonsentrasi di kalangan populasi berisiko. Angka kumulatif kasus AIDS tertinggi per September 2007 dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, dan Jawa Timur (www.aids-ina.org). AIDS memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan struktur masyarakat. Penyakit ini mempertinggi angka kematian ibu dan anak di Indonesia dan mengancam keberlangsungan hidup angkatan kerja di Indonesia karena kasus AIDS banyak ditemukan pada kalangan usia produktif. Penyakit ini juga semakin menyulitkan usaha-usaha untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia (UNDP, 2001). Tahun 2010 diperkirakan akan ada sekitar 110.000 orang yang menderita atau meninggal karena AIDS, serta 1 ? 5 juta orang yang mengidap virus HIV. Seriusnya ancaman HIV&AIDS membuat pencegahan penularan HIV& AIDS menjadi tujuan ke enam dari delapan tujuan penting dalam Millenium Development Goals (MDGs). AIDS adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini ditularkan melalui beberapa cara, salah satunya adalah melalui hubungan seks tanpa kondom, yang merupakan cara penularan dominan. Penyakit ini merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian dan hingga saat ini belum ditemukan vaksin untuk pencegahan serta obat yang mampu menyembuhkan penyakit ini. Beberapa hasil penelitian dan survei menunjukkan bahwa tingkat pemakaian kondom di kalangan pelanggan wanita penjaja seks masih rendah. Padahal, penggunaan kondom dalam seks komersil merupakan kunci penting pencegahan penularan HIV karena hubungan seks merupakan salah satu jalur utama penularan HIV (Depkes, 2005). Mengacu pada permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja mempengaruhi perilaku penggunaan kondom di kalangan pasangan tetap wanita penjaja seks (Gendak) pada saat melakukan hubungan seks dengan pasangan tetapnya dan/atau kelompok berisiko lainnya sebagai upaya untuk mencegah penularan IMS, HIV&AIDS. Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai 211 Gendak sebagai unit analisisnya, yang merupakan kelompok dampingan Yayasan Perkumpulan Bandungwangi (PBW) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DKI Jakarta, di wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Penulis menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis data primer yang diperoleh melalui survei untuk menjawab pertanyaan dasar tersebut. Data dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2002 dan SPSS for Windows Release 11.00. dengan aplikasi analisis regresi metode enter dan dilanjutkan dengan analisis jalur untuk melihat besarnya koefisien pengaruh langsung dan tidak langsung atas sejumlah varaibel yang diuji. Dilakukan uji asumsi, seperti uji normalitas sebaran, uji linieritas, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinieritas, terhadap data-data penelitian. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku penggunaan kondom, sedangkan variabel independen terdiri dari delapan yaitu (1) faktor pengalaman pernah terkena IMS, HIV&AIDS, (2) faktor pengetahuan IMS, HIV&AIDS, (3) faktor sikap, (4) faktor pendidikan, (5) faktor pekerjaan, (6) faktor umur, (7) faktor status perkawinan, dan (8) faktor akses terhadap kondom. Terdapat tiga hipotesis utama yang diuji dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan metode regresi dan analisis jalur, penelitian menyimpulkan (1) pengalaman dan pendidikan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pengetahuan, (2) pengalaman, pendidikan, umur, pekerjaan, status perkawinan dan pengetahuan secara bersama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap, dan (3) pendidikan, umur, pekerjaan, status perkawinan, akses dan sikap secara bersama berpengaruh signifikan terhadap perilaku penggunaan kondom di kalangan Gendak. Rekomendasi untuk meningkatkan perilaku penggunaan kondom di kalangan Gendak adalah antara lain (1) peningkatan dan perbaikan akses kondom dengan cara: a) perluasan pembentukan outlet kondom yang dekat dengan lokasi transaksi seks; b) kondom tidak diberikan secara gratis namun dijual dengan harga yang terjangkau, c) meningkatkan kualitas fisik kondom (lebih halus, tipis dan sesuai ukurannya); (2) kampanye penggunaan kondom; (3) diseminasi informasi HIV&AIDS dilakukan melalui media massa berupa TV, radio dan surat kabar; (4) membuat kebijakan Peraturan Daerah (Perda) penggunaan kondom 100% terutama di tempat lokalisasi; dan (5) pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan Peer Educators di kalangan Gendak maupun wanita penjaja seks.

To date, the spread of HIV in Indonesia is increased dramatically, as well as the cases of AIDS found. The epidemiology data shows that since 1995 the HIV cases have been worsening. In several areas, the prevalence of HIV among commercial sex workers is increasing and reaching approximately 5%. As a consequence, this level of epidemic has moved Indonesia towards a concentrating epidemical category amongst high risk group. The www.aids-ina.org reported that as of September 2007, four provinces as the highest cumulative AIDS cases in Indonesia include DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, and Jawa Timur. AIDS causes significant impact on the changes of society structure. This disease increases the mortality rate of mothers and children in Indonesia, and also endangers the workers life expectancy in Indonesia as this case tends to be found among the productive age of workers. The disease also creates an obstacle in the efforts to reduce poverty in Indonesia (UNDP, 2001). In 2010, it is predicted that about 110.000 people will suffer or die due to AIDS and there will be one to five million people infected by HIV. The serious threat of HIV&AIDS had made the prevention towards the spread of HIV&AIDS was taken as one goal of amongst eight important goals in the Millennium Development Goals (MDGs). AIDS is an infected disease caused by the Human Immunodeficiency Virus (HIV). This disease infects people through several ways and most dominant way is through unsafe sexual activity (without using condom). The disease is a very dangerous disease as it could cause death and until now, there have been no vaccines or drugs that could prevent or cure the disease. Several studies and surveys indicate that the level for the use of condom is still low among the clients of female commercial sex workers. Theoretically, the use of condom in commercial sex activities is the most important way to prevent the spread of HIV infection. Based on the above mentioned problems, this study is intended to know what factors which influence the behavior for the use of condom among the spouses of women commercial sex workers (Gendak) when they have sexual activities with their partners and/or other risky groups as one of the prevention methods to reduce the spread of HIV&AIDS. There are 211 Gendaks interviewed, consisting of 111 Gendaks, who are the assisted group of Yayasan Perkumpulan Bandungwangi (PBW) and the other 100 Gendaks, who are the assisted group of Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DKI Jakarta, in East Jakarta Municipality. Researcher applies the quantitative approach by analyzing the primary data which were collected through survey method by answering the main questions of this study. The data were collected and processed by using the computer program, namely Microsoft Excel 2002 and SPSS for Windows Release 11.00, then used the regression analysis of enter method and continued with path analysis to see the coefficient of Direct Influence and Indirect Influence of several variables which were tested. In this study, the dependent variable is the condom use behavior. While the independent variables are eight factors, namely (1) experience of having such diseases like sexual transmission infection (STI), HIV&AIDS; (2) knowledge about STI, HIV&AIDS; (3) attitude; (4) educational background; (5) jobs; (6) ages; (7) marital status; and (8) condoms accessibility. There are 3 main hypothesis are tested. Based on the statistical regression and path method analysis results conclude that (1) experience of having such diseases like STI, HIV/AIDS and educational background significantly influences on Gendak?s knowledge, (2) experience of having such diseases like sexual transmission infection (STI), HIV&AIDS, educational background, job, age, and marital status, and knowledge about STI, HIV&AIDS significantly influence on Gendak?s attitude; and (3) educational background, job, age, marital status, condom accessibility and attitude significantly influence on Gendak?s condom use behavior. Recommendations to increase the condom use behavior amongst Gendak include (1) increasing and improving condom accessibility through ways of: a) widening the condom outlets located near by the locations of the sexual transaction, b) no distribution of free condoms, but they should be sold at an affordable price, c) increasing the physical quality of condoms (tenderer, thinner and fit in size); (2) campaigns for the use of condom; (3) information disseminations of HIV&AIDS through mass media such as TV, radio, and newspapers, (4) develop a local policy for 100% use of condom in the commercial sex locations; and (5) community empowerment through the establishment of peer educators (PE) amongst Gendaks as well as amongst the female commercial sex workers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library