Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Solagratia Moza Tessalonika
"Pembagian harta waris berdasarkan Hukum Waris Adat Batak Toba yang dipilih oleh pewaris sebelum meninggal dunia dan dituangkan dalam Akta Wasiat, seharusnya dipertimbangkan oleh hakim ketika memutuskan penyelesaian sengketa pembagian harta waris. Hal tersebut tentu diperlukan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat Hukum Adat yang menghendaki pembagian harta waris mereka didasarkan pada norma Hukum Adat setempat. Dalam kenyataannya, sengketa pembagian harta waris diputuskan hakim dengan mempertimbangkan norma di luar Hukum Adat Batak Toba sehingga Akta Wasiat dibatalkan, sebagaimana ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 909 PK/Pdt/2019. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis akibat hukum Putusan a quo terhadap pembagian harta waris menurut Hukum Adat Batak Toba dan peran notaris dalam pembuatan Akta Wasiat yang memuat kehendak penghadap untuk membagi waris berdasarkan Hukum Adat Batak Toba. Penelitian doktrinal ini menggunakan data sekunder berupa bahan-bahan hukum yang relevan dengan tujuan penelitian. Data tersebut dikumpulkan melalui studi dokumen, dan didukung dengan wawancara terhadap beberapa informan dan narasumber. Selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa akibat hukum Putusan a quo terhadap pembagian harta waris berdasarkan Hukum Adat Batak Toba adalah Akta Wasiat dinyatakan sebagai cacat dan batal demi hukum. Selain itu dapat dinyatakan bahwa telah terjadi pergeseran dalam pembagian harta waris pada sebagian Masyarakat Adat Batak Toba yang semula memegang teguh norma hukum yang patrilineal menjadi mulai mengakomodasi persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Dalam kaitannya dengan peran notaris dalam pembuatan Akta Wasiat berdasarkan Hukum Adat Batak Toba dapat dikemukakan bahwa penyuluhan hukum tentang pembagian harta waris harus disampaikan sebelum pembuatan akta agar penghadap memahami ketentuan hukum yang dipilihnya untuk dijadikan dasar dalam pembagian waris. Kemudian, notaris dapat meminta Berita Acara dari penghadap mengenai pewarisan secara Hukum Adat dan membuat klausula dalam Akta Wasiat untuk mengklarifikasi maksud yang terkandung dalam akta, terutama dalam konteks pembagian harta waris berdasarkan kehendak terakhir pewaris.

The distribution of inheritance based on the Toba Batak Customary Inheritance Law, which was chosen by the testator before he or she died and stated in the Deed of Will, should be considered by the judge when deciding on the resolution of disputes over the distribution of inheritance. This is certainly necessary to fulfill the sense of justice of the Customary Law community who wants the distribution of their inheritance to be based on local Customary Law norms. In reality, disputes over the division of inheritance were decided by judges taking into account norms outside the Toba Batak Customary Law so that the Deed of Will was cancelled, as found in Supreme Court Decision Number 909 PK/Pdt/2019. The aim of this research is to analyze the legal consequences of the a quo decision on the distribution of inheritance according to Toba Batak Customary Law and the role of the notary in making a Deed of Will which contains the wishes of the party to divide inheritance based on Toba Batak Customary Law. This doctrinal research uses secondary data in the form of legal materials that are relevant to the research objectives. This data was collected through document study, and supported by interviews with several informants and sources. Next, a qualitative analysis was carried out. From the results of the analysis it can be explained that the legal consequence of the a quo decision regarding the distribution of inheritance based on Toba Batak Customary Law is that the Deed of Will is declared defective and null and void. Apart from that, it can be stated that there has been a shift in the distribution of inheritance among some of the Toba Batak Indigenous Peoples who previously adhered to patrilineal legal norms and have begun to accommodate equal rights between men and women. In relation to the role of a notary in making a Deed of Will based on Toba Batak Customary Law, it can be stated that legal counseling regarding the distribution of inheritance must be provided before making the deed so that the person who submits it understands the legal provisions he or she has chosen to use as a basis for the distribution of inheritance. Then, the notary can request an official report from the applicant regarding the distribution of inheritance according to customary law and make clauses in the Deed of Will to clarify the meaning contained in the deed, especially in the context of the distribution of inheritance based on the last will of the testator."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Graciella Ratna Jessica
"Penelitian hukum ini menganalisis masalah terkait Keterangan Hak Mewaris yaitu implementasinya menggunakan Hukum Adat Batak Toba, yang mana berbeda dari ketetapan yang tertulis di dalamnya. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan metode penelitian doktrinal. Keterangan Hak Mewaris merupakan suatu alat bukti tulisan yang menjelaskan mengenai ahli waris yang sah dari seorang pewaris, serta besaran harta warisan yang berhak diterima para ahli waris. Salah satu pihak berwenang untuk membuat Keterangan Hak Mewaris adalah Notaris. Sebagai pejabat umum, Notaris menyusun Keterangan Hak Mewaris atas permintaan dari para ahli waris yang datang menghadap. Hukum yang diterapkan dalam pembuatan Keterangan Hak Mewaris oleh Notaris haruslah hukum yang berlaku bagi si Pewaris. Namun akibat adanya pluralisme dalam sistem hukum dalam bidang Hukum Waris di Indonesia, beberapa ahli waris memanfaatkan pluralisme sistem hukum untuk mencari celah demi kepentingan pribadi, yakni hukum mana yang paling menguntungkan bagi ahli waris tersebut dalam hal pembagian harta warisan. Para ahli waris, dalam penelitian ini adalah keturunan Suku Batak Toba, datang kepada Notaris untuk meminta dibuatkan Keterangan Hak Mewaris. Namun saat hendak mengeksekusi harta warisan, beberapa ahli waris kerap menyimpang dari isi Keterangan Hak Mewaris dan memaksa menggunakan ketentuan Hukum Adat Batak Toba karena dinilai lebih menguntungkan, tanpa kesepakatan bersama dari seluruh ahli.

This legal research analyzes the problems related to the Statement of Inheritance Rights, namely its implementation using Batak Toba Customary Law, which is different from the provisions written in it. This research was conducted by utilizing doctrinal research methods. Statement of Inheritance Rights is a written evidence that explains the legal heirs of a testator, as well as the amount of inheritance that the heirs are entitled to receive. One of the parties authorized to make a Statement of Inheritance Rights is a Notary. As a public official, a Notary prepares a Statement of Inheritance Rights upon the request of the heirs who come before him. The law applied in the making of the Statement of Inheritance Rights by the Notary must be the law applicable to the Heir. However, due to the pluralism in the legal system in the field of Inheritance Law in Indonesia, some heirs utilize the pluralism of the legal system to find loopholes for personal interests, namely which law is most beneficial for the heirs in terms of the distribution of inheritance property. The heirs, in this research are descendants of the Batak Toba Tribe, came to the Notary to request a Statement of Inheritance. However, when they want to execute the inheritance, some heirs often deviate from the contents of the Statement of Inheritance Rights and insist on using the provisions of Batak Toba Customary Law because they are considered more profitable, without mutual agreement from all experts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Grace Delima S
"Skripsi ini membahas tentang konsep sinamot (uang jujur) sebagai tuhor ni boru ("alat beli" anak perempuan) dalam perkawinan adat Batak Toba yang merupakan bentuk perkawinan jujur. Sejak zaman Si Jolo-jolo Tubu (nenek moyang) hingga masa kini, sinamot masih bersifat kontroversial. Bentuk sinamot yang dahulu merupakan benda yang magis dan bersifat kekal, kemudian seiring berjalannya waktu berubah menjadi bentuk binatang yang bernyawa, dan kini semua orang memaknai sinamot dengan sejumlah uang demi "membeli" seorang perempuan Batak. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris dengan metode analisis data deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa sinamot sebaiknya dimaknai sebagai bentuk penghormatan kepada perempuan (dan parboru/keluarga perempuan) yang akan menjadi milik paranak/keluarga laki-laki.

This thesis discusses the concept of sinamot (bride-price) as tuhor ni boru (a symbolic act of “purchasing away” a Bataknese woman from her family) in Toba-Bataknese marriage custom which is a form of bride-price marriage. Sinamot has been a controversial issue since the time of Si Jolo-jolo Tubu (ancestors). In ancient times, sinamot took the form of a magical and eternal item; over time, it has also been interpreted into the form of animals and in modern times as a sum of money to symbolically “purchase” a Bataknese woman away from her family. This study uses a juridical-empirical approach with qualitative-descriptive data analysis method. The results of the study suggest that sinamot should be considered as a form to honor a woman (and parboru/woman family) that will be “owned” by paranak/man family.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library