Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Michael Chen
Abstrak :
Perkawinan campuran antara WNI dan WNA bukan merupakan suatu hal baru yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 2015, terdapat 1.200 perkawinan campuran yang diyakini dapat meningkat seiring waktu dengan kemudahan komunikasi serta mobilitas sosial. Perkawinan campuran pada dasarnya tunduk pada dua atau lebih hukum karena adanya perbedaan kewarganegaraan diantara pasangan. Keberlakuan hukum ini tidak hanya meliputi perkawinan tetapi juga harta benda perkawinan. Bila suatu perkawinan dinyatakan putus karena perceraian maka timbul persoalan berapa besaran harta yang diperoleh masing-masing pihak dan atas dasar apa pembagian tersebut dilangsungkan. Keberlakuan dari dua atau lebih hukum membuat Majelis Hakim di Indonesia memiliki kebijaksanaan tersendiri guna memilah dan menentukan besaran harta yang diperoleh oleh setiap pihak. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menentukan bagaimana Majelis Hakim di Indonesia menentukan hukum yang berlaku terhadap pembagian harta benda perkawinan dari perceraian perkawinan campuran. Penulisan ini membandingkan keberlakuan hukum Indonesia maupun negara lain dalam pengaturan terhadap perkawinan hingga pembagian harta benda perkawinan itu sendiri. Lebih lanjut, penulisan ini juga bermaksud untuk menganalisa penerapan dari kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional pada tiga studi kasus pembagian harta benda perkawinan dalam perceraian perkawinan campuran di Indonesia. Penulisan ini dikemas menggunakan penelitian yang bermetode yuridis normatif terhadap beberapa peraturan perundang-undangan baik di Indonesia maupun negara lain. ......Mixed marriage between Indonesian citizens and foreigners is not a new thing that has happened in Indonesia. In 2015, there were 1,200 mixed marriages which are believed to increase over time with ease of communication and social mobility. Mixed marriages are subject to two or more laws due to differences in nationality between the partners. The enactment of this law does not only cover marriage but also marital property. If a marriage is declared to have been broken up due to divorce, the question arises of how much property each party has acquired and on what basis the division takes place. The enforceability of two or more laws makes the Panel of Judges in Indonesia have its own discretion to sort and determine the amount of assets acquired by each party. The purpose of this paper is to determine how the Panel of Judges in Indonesia determines the law that applies to the distribution of marital assets from mixed marriage divorces. This writing compares the application of Indonesian law and other countries in regulating marriage to the division of the marital property itself. Furthermore, this paper also intends to analyze the application of the principles of Private International Law in three case studies of the division of marital property in the divorce of mixed marriages in Indonesia. This writing is packaged using normative juridical research on several laws and regulations both in Indonesia and other countries.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Telisa R. Saputro
Abstrak :
Kepentingan terbaik bagi anak merupakan suatu hal yang paling utama untuk diperhatikan dalam memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan anak. Hal ini sesuai dengan prinsip The Best Interest of the Child. Setiap anak memiliki hak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali pada kasus-kasus dimana pengasuhan oleh orang tua biologis anak tersebut justru bertentangan dengan prinsip The Best Interest of the Child. Namun, pengasuhan alternatif terhadap seorang anak juga tidak serta merta langsung menjamin prinsip tersebut telah diterapkan secara optimal. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menentukan apakah pengaturan prinsip The Best Interest of the Child menurut Hukum Perdata Internasional Indonesia telah cukup memadai serta untuk menentukan apakah penerapan dari prinsip ini telah dilaksanakan secara optimal dalam pengangkatan anak antarnegara di Indonesia. Penulisan ini menjelaskan mengenai hak-hak anak yang harus terpenuhi agar prinsip The Best Interest of the Child dapat dikatakan telah diterapkan secara optimal. Lebih lanjut, penulisan ini juga bermaksud untuk menganalisa penerapan dari prinsip The Best Interest of the Child pada tiga studi kasus pengangkatan anak antarnegara di Indonesia, yaitu pada Putusan No. 480/Pdt.P/2016/PN. Jkt. Sel., Penetapan No. 659/Pdt.P/2013/PN. Mlg, dan kasus Engeline di Bali yang merupakan pengangkatan anak secara ilegal. Penulisan ini memberikan gambaran mengenai akibat-akibat yang dapat terjadi jika prinsip The Best Interest of the Child tidak diterapkan secara optimal serta saran mengenai hal-hal yang dapat dilakukan agar prinsip ini dapat diterapkan secara lebih optimal. ......The child's best interest is the most important thing to consider in deciding every matter related to a child. This is in accordance with The Best Interest of the Child principle. Every child has the right to be cared for by their biological parents, except in cases where the care of the child's biological parents is contrary to The Best Interest of the Child principle. However, alternative care for a child also does not necessarily guarantee that this principle has been implemented optimally. This paper aims to determine whether the arrangement of The Best Interest of the Child principle according to Indonesian International Private Law is sufficient and whether this principle has been implemented optimally in intercountry adoption in Indonesia. This paper explains the rights of the child that must be fulfilled to say that The Best Interest of the Child principle has been applied optimally. Furthermore, this paper also analyzes the implementation of The Best Interest of the Child principle in three intercountry adoption cases in Indonesia, namely in Decision No. 480/Pdt.P/2016/PN. Jkt. Sel., Designation No. 659/Pdt.P/2013/PN. Mlg, and the Engeline case in Bali, which was illegal adoption. This paper provides an overview of the consequences that can occur if The Best Interest of the Child principle is not applied optimally and suggestions on things that can be done to ensure that this principle is applied more optimally.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risna Hartini
Abstrak :
Perkawinan campuran sejak awal telah menimbulkan banyak permasalahan hukum. Permasalahan hukum tersebut antara lain mengenai pilihan hukum untuk melangsungkan perkawinan, setelah terjadinya perkawinan dan perceraian, khususnya status hukum kewarganegaraan anak dari perkawinan campuran tersebut. Berdasarkan Pasal 30 ayat 12 dan 3) ROU- HPI dapat disimpulkan bahwa hukum yang berlaku bagi yang melaksanakan perkawinan campuran tersebut adalah hukum tempat kediaman sehari-hari dan atau hukus tempat perceraian diajukan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka hukum yang berlaku untuk kewarganegaraan anak dari perkawinan campuran di Indonesia adalah hukun Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan. Sebagai contoh dari permasalahan tersebut adalah kasus status kewarganegaraan OLIVIA NATHANIA yang ayahnya warga Negara Brunei dan kawin dengan ibunya Marga Negara Indonesia di Indonesia, kemudian berceral di Indonesia. Dalam menganalisa status kewarganegaraan anak tersebut maka penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif dan pendekatan kualitatif. Kemudian data yang dipergunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian bahan-bahan kepustakaan. Data tersebut kemudian diseleksi, dikelompokkan dan disusun sintimatis kemudian dianalisis. Berdasarkan xatentuan Perundangan-undangan yang berlaku yaitu Undang- Undang Perkawinan dan Undang-Undang Kewarganegaraan serta NOU-HP1 dan RUU-Kewarganegaraan. maka kewarganegaraan OLIVIA HATHANIA adalah Harga Indonesia. status Negara Seandainya ROU-HP1 dan K-Kewarganegaraan disahkan menjadi Undang-undang maka akan lebih menjamin keadilan Car sepastan hukum terhadap status kewarganegaraan anak dari perkawinan campuran Olen sarena itu penulis menyarankan kedua KUU Itu sebaiknya disahkan menjadi undang-undangan diberlakukan di Indonesia
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Ayu Desti Saputra
Abstrak :
Posisi strategis Indonesia menjadikannya sebagai salah satu negara transit bagi pengungsi di Kawasan ASEAN. Namun, keterbatasan kuota resettlement yang disediakan oleh negara ketiga membuat Indonesia menjadi rumah yang tidak disengaja bagi para pengungsi. Sebagian pengungsi terpaksa untuk menetap di Indonesia dalam waktu lama yang kemudian menimbulkan interaksi sosial antara pengungsi dengan masyarakat Indonesia dalam kegiatan sehari-hari. Akibatnya, fenomena perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia menjadi suatu hal yang sering dijumpai di kalangan masyarakat. Keadaan pengungsi sebagai kelompok rentan tidak dapat membatasi hak asasi manusia dari pengungsi untuk menikah dan berkeluarga. Namun, sebagai negara bukan pihak Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, Indonesia belum memiliki payung hukum yang mengatur secara komprehensif mengenai pengungsi sebagai subjek hukum dalam melakukan suatu perkawinan campuran. Keadaan ini kemudian menimbulkan berbagai persoalan hukum terkait legalitas perkawinan dan implikasinya. Banyaknya pengungsi dengan latar belakang orang tidak berdokumen yang sulit untuk membuktikan kewarganegaraannya membuat beberapa pengungsi di Indonesia kesulitan dalam memenuhi persyaratan formil dan materiil perkawinan yang kemudian berdampak kepada tidak dapatdicatatkannya perkawinan tersebut. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini akan membahas mengenai legalitas perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia ditinjau dari hukum perdata internasional Indonesia dan hukum perkawinan Indonesia. Tulisan ini akan meninjau lebih jauh mengenai kemungkinan penerapan prinsip habitual residence untuk menentukan hukum yang berlaku bagi pengungsi dalam melakukan perkawinan dengan warga negara Indonesia di tengah kekosongan hukum yang mengatur mengenai orang dengan keadaan kewarganegaraan tertentu di Indonesia. Penerapan itsbat nikah pada perkawinan campuran antara warga negara Indoonesia dengan pengungsi di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mencatatkan perkawinan akan turut dibahas pada penelitian ini. Sebagai perkawinan campuran yang sulit untuk dicatatkan, perlindungan hukum bagi para pihak dari perkawinan tersebut perlu diutamakan dengan mempertimbangkan itikad baik dari para pihak. 


Indonesia's strategic position makes it one of the transit countries for refugees in the ASEAN region. However, limited resettlement quotas provided by third countries have made Indonesia an accidental home for refugees. Some refugees are forced to stay in Indonesia for a long time, which then creates social interactions between refugees and Indonesian people in their daily activities. As a result, the phenomenon of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia is something that is often found in society. The situation of refugees as a vulnerable group cannot limit their human rights to marry and have a family. However, as a country that is not a party to the 1951 Convention on the Status of Refugees, Indonesia does not yet have a legal protection that regulates refugees as legal subjects in a mixed marriage comprehensively. This situation then gave rise to various legal issues related to the legality of marriage and its implications. The large number of refugees with undocumented backgrounds who find it difficult to prove their citizenship makes it difficult for some refugees in Indonesia to fulfil the formal and material requirements of marriage, which then has an impact on not being able to register the marriage. By using a juridical-normative method, this research will discuss the legality of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia from the perspective of Indonesian private international law and Indonesian marriage law. This paper will examine further the possibility of applying the principle of habitual residence to determine the law that applies to refugees who marry Indonesian citizens in the absence of laws governing people with certain citizenship conditions in Indonesia. The application of itsbat nikah in mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia as a solution to register marriages will also be discussed in this study. As mixed marriages that is difficult to register, legal protection for the parties to the marriage needs to be prioritized by considering the good faith of the parties.

Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library