Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edmon Makarim
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005
343.099 EDM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Edmon Makarim
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2022
343.099 EDM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Edmon Makarim
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003
343.099 EDM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Edmon Makarim
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
343.099 EDM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Giovani
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36275
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revino Irsali Vaditra
Abstrak :
ABSTRAK
Electronic commerce e-commerce merupakan kegiatan perdagangan yang dilakukan melalui sistem elektronik. Akibat adanya fenomena beralihnya kegiatan perdagangan konvensional kepada e-commerce khususnya di Indonesia, timbul juga permasalahan hukum terkait hal tersebut. Skripsi ini membahas mengenai dasar pengaturan e-commerce di Indonesia. Selain itu dibahas juga mengenai tanggung jawab yang diberikan oleh hukum di Indonesia kepada pihak penyedia platform e-commerce yang berbasis user generated content UGC sebagai pihak yang menyelenggarakan sarana perdagangan melalui sistem elektronik. Skripsi ini juga menganalisis mengenai Surat Edaran Menteri Kominfo No. 5 Tahun 2016 mengenai batasan tanggung jawab antara pihak penyedia platform dan pihak merchant yang terjadi didalam e-commerce UGC. Penelitian ini dilakukan dengan metode normatif empiris. Hasil penelitian menunjukan bahwa, mengenai kegiatan e-commerce sampai saat ini diatur didalam UU Perdagangan Tahun 2014, UU ITE, dan PP 82 Tahun 2012, selain itu untuk mengisi kekosongan hukum digunakan peraturan terkait kegiatan perdagangan konvensional. Berdasarkan ketentuan UU Perdagangan, UU ITE, UU Hak Cipta, dan UU Perlindungan Konsumen, pihak penyedia platform e-commerce UGC bertanggung jawab terhadap seluruh konten yang terdapat didalam platform yang dikelolanya. SE No.5 Tahun 2016 tidak dapat menjadi dasar hukum untuk memberikan batasan tanggung jawab bagi penyedia platform UGC karena ldquo;baju rdquo; surat edaran yang tidak termasuk dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia. Dikeluarkannya surat edaran tersebut oleh kementerian Kominfo dirasa kurang tepat, karena kominfo seharusnya mengatur mengenai penggunaan sistem elektronik dalam suatu kegiatan bisnis secara internal, dan tidak pada konteks komersia
ABSTRACT
E-commerce is a trading activity conducted through electronic systems. Due to the phenomenon of the shift of conventional trading activities to e commerce especially in Indonesia, there are legal issues related to it. This thesis discusses the legal basis of e commerce in Indonesia, discusses the responsibilities given by law in Indonesia to the user generated content e commerce providers as means of trading through electronic systems, and also analyzes the Circular Letter of the Minister of Communication and Information Technology No. 5 of 2016 concerning the limitation of liability between the e commerce UGC and the Merchant. This research is done by analytical descriptive method. The results show that, Indonesian e commerce activities regulated in KUHD, the Trade Act of 2014, EIT act, and GR 82 Year 2012, in addition to fill the legal void used rules related to conventional trading activities. Under the terms of the Trade Law, the EIT Act, the Copyright Act, and the Consumer Protection Act, UGC 39 s e commerce platform providers are responsible for all content contained within the platform they manage. CL No. 5 of 2016 can not be the legal basis for setting limits on liability for UGC e commerce because circulars letter are not included in the hierarchy of legislation in Indonesia. The release of the circular by the Ministry of Communications and Informatics is deemed inadequate, as it should regulate the use of electronic systems in an internal business activity, and not in a commercial context.
2017
S68301
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Gracia Putri, auhtor
Abstrak :

Internet Of Things (IoT) memungkinkan berbagai benda saling terhubung melalui jaringan internet. Keberadaan Internet Of Things (IoT) memiliki manfaat sekaligus menimbulkan permasalahan. Dengan Internet Of Things (IoT), dapat dilakukan otomatisasi dimana berbagai benda dapat diatur tanpa campur tangan manusia. Di sisi lain, akan ada banyak data yang melalui lalu lintas internet. Arus data ini mengandung berbagai macam jenis data berukuran besar yang dapat dikumpulkan dan diolah oleh kemampuan profiling sistem atau benda tersebut. Kemampuan ini dapat mengidentifikasi seseorang secara akurat. Hal ini tentu melanggar privasi dan mengancam perlindungan data pribadi seseorang. Oleh karena itu, dilakukan penelitian terhadap ketentuan perundang-undangan yang ada terhadap perlindungan hukum atas privasi dan data pribadi dalam penyelenggaraan Internet Of Things (IoT). Di Indonesia, aturan mengenai perlindungan hukum atas privasi dan data pribadi telah ada tersebar dalam beberapa aturan perundang-undangan. Namun, tetap diperlukan adanya undang-undang khusus mengenai perlindungan data pribadi terutama terhadap data yang dikumpulkan dan diolah secara otomatis dalam ekosistem Internet Of Things (IoT).


Internet of Things (IoT) allows various objects to be connected to each other through the internet network. The existence of the Internet of Things (IoT) give a lot of benefit while also causing some problems. With the Internet of Things (IoT), automation can be done in which various objects can be arranged without human intervention. On the other hand, there will be a lot of data going through internet traffic. This data stream contains various types of large-sized data that can be collected and processed by the profiling ability of the system or object. This ability can identify someone accurately. This certainly violates privacy and threatens the protection of one's personal data. Therefore, a study of existing legal provisions regarding the legal protection of privacy and personal data in the administration of the Internet of Things (IoT) is carried out. In Indonesia, the rules regarding legal protection of privacy and personal data have been spread in several laws and regulations. However, special laws are still needed regarding the protection of personal data, especially for data collected and processed automatically in the Internet of Things (IoT) ecosystem.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abi Jam An Kurnia
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang analisis hukum terhadap ketahanan dan keamanan nasional negara Indonesia dari adanya potensi konglomerasi industri informasi dan komunikasi yang ditimbulkan oleh perusahaan asing di Indonesia. Perkembangan dan akselerasi teknologi digital di bidang industri informasi dan komunikasi di masing-masing negara di dunia juga mempengaruhi persaingan industri secara global, termasuk Indonesia. Penelitian hukum dalam skripsi ini menggunakan pendekatan normatif dengan menganalisis kaedah-kaedah hukum dalam peraturan perundang-undangan yang terkait, dengan sifat peneltian yaitu preskriptif-analitis. Dengan mengambil kasus dari Google Application dan Google Loon di Indonesia, penelitian ini menemukan bahwa struktur industri informasi dan komunikasi yang tadinya terpisah satu sama lain berubah menjadi terintegrasi, karena dua atau lebih produk atau layanan yang sebelumnya diselenggarakan oleh perusahaan yang berbeda, kemudian diselenggarakan oleh perusahaan yang sama. Perlindungan hukum yang diberikan negara Indonesia terhadap potensi konglomerasi dalam industri informasi dan komunikasi dalam kasus Google Application dan Google Loon didasarkan pada ketentuan khusus mengenai larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam UU No. 5 Tahun 1999. Untuk penerapan Google Loon di Indonesia, dari hasil kajian yang telah ada, opsi yang menjadi pilihan pertama adalah opsi Status Quo atau Loon tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah harus bisa bertindak tegas terhadap produk-produk asing dalam industri informasi dan komunikasi yang tidak mentaati regulasi yang ada di Indonesia.
ABSTRAK
This thesis discusses the legal analysis of Indonesian national resilience and security against potential conglomeration of information and communication industry which is caused by foreign companies in Indonesia. The development and acceleration of digital technology in the field of information and communication industry in each country in the world also affect the industry competition globally, including Indonesia. The legal research in this thesis uses normative approach by analyzing the legal principles in the related laws and regulations, with the nature of research that is the prescriptive analytical. Taking the case of Google Application and Google Loon in Indonesia, the study found that the information and communication industry structure that was once separate from one another turned into integrated, because two or more products or services previously held by different companies became organized by the same company. Legal protection granted by the state of Indonesia to potential conglomeration in the information and communication industry in the case of Google Application and Google Loon is based on special provisions concerning the ban on monopolistic practices and unfair business competition in Law of Republic of Indonesia Number 5 of 1999. For the implementation of Google Loon in Indonesia, from the results of existing studies, the option that became the first choice is the Status Quo or Loon option is not implemented. Therefore, it is expected that the government should be able to act firmly against foreign products in the information and communication industries that do not comply with the existing regulations in Indonesia.
2017
S69494
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savana Orcaputri
Abstrak :
Media sosial merupakan wadah komunikasi baru bagi masyarakat, untuk bisa saling berinteraksi dan bertukar informasi dengan menggunakan sistem elektromagnetik. Namun, dengan meningkatnya jumlah pengguna media sosial, hal tersebut juga diikuti dengan berkembangnya tindak kejahatan pornografi dengan menyalahgunakan media sosial yang ada. Maka dari itu, media sosial sebagai salah satu penyelenggara sistem elektronik (PSE) di Indonesia, dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum atas tindak pidana pornografi yang difasilitasi dalam sistem elektroniknya. Fokus penelitian ini, akan membahas lebih mendalam mengenai aplikasi TikTok, dan menguraikan secara akademis tentang (i) bagaimana kewajiban media sosial TikTok sebagai PSE dalam mematuhi norma kesusilaan berdasarkan hukum positif di Indonesia; (ii) bagaimana media sosial TikTok mengatur pembatasan muatan seksual yang dilarang untuk disiarkan; (iii) bagaimana pertanggungjawaban media sosial Tiktok terhadap konten pornografi yang ditayangkan pada sistem elektroniknya dalam fitur live streaming. Metode penelitian yang digunakan penulis ialah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan sumber penelitian pustaka, serta dengan sifat penelitian yang analitis dan berbagai jenis data sekunder yang mendukung. Dasar hukum utama yang mengatur mengenai media sosial sesuai dengan hasil analisis penulis ialah, UU ITE, UU Pers, serta UU Penyiaran. Namun penulis akan memfokuskan pembahasan kepada TikTok sebagai PSE resmi di Indonesia, yang diatur oleh peraturan turunan UU ITE, yakni Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019, dan Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2020. Penelitian penulis juga ditinjau dari dasar hukum utama mengenai pornografi, yakni pada UU Pornografi dan KUHP. Pada dasarnya, ketentuan diatas telah memuat hak dan kewajiban TikTok sebagai PSE, yang dimana salah satunya untuk tidak menyebarkan informasi/dokumentasi elektronik yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Dalam praktiknya, TikTok masih menyebarkan konten pornografi, sehingga badan usaha asing tersebut wajib mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum dalam hal belum terpenuhi secara lengkap kewajibannya, sebagai PSE berdasarkan peraturan perundangundangan. ......Social media is a new communication platform for the public, to be able to interact and exchange information using electromagnetic systems. However, with the increasing number of social media users, this is also followed by the development of pornography crimes by abusing existing social media. Therefore, social media as one of the organizers of the electronic system (PSE) in Indonesia, can be held legally responsible for pornography crimes facilitated in its electronic system. The focus of this research, will go deeper into the TikTok app, and elaborate academically on (i) how TikTok’s as a social media comply with obligations as a PSE in based on moral norms positive law in Indonesia; (ii) how TikTok's as a social media regulates restrictions on sexual content that is prohibited from being broadcast; (iii) how Tiktok's as a social media is responsible for pornographic content that is aired on its electronic system in the live streaming feature. The research method used by the author is normative juridical research, using literature research sources, as well as with the analytical nature of research and various types of supporting secondary data. The main legal basis governing social media in accordance with the results of the author's analysis is the ITE Law, the Press Law, and the Broadcasting Law. However, the author will focus the discussion on TikTok as an official PSE in Indonesia, which is regulated by derivative regulations of the ITE Law, namely Government Regulation No. 71 of 2019, and Ministerial Regulation No. 5 of 2020. The author's research is also reviewed from the main legal basis regarding pornography, namely the Pornography Law and the KUHP. Basically, the provisions have contained the rights and obligations of TikTok as a PSE, one of which is not to disseminate electronic information/documentation that is prohibited by laws and regulations. In practice, TikTok still spreads pornographic content, so the foreign business entity is obliged to legally responsible its actions based on the law, in terms of they have not fully fulfilled their obligations as a PSE based on laws and regulations.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriela Nauli Christyanti
Abstrak :
Layanan kencan online memberikan kesempatan bagi pengguna untuk bertemu calon pasangan pada aplikasinya. Namun, dengan meningkatnya aktivitas kencan online dalam beberapa tahun terakhir, hal tersebut juga membuka pintu bagi terjadinya berbagai tindak pidana siber yang menargetkan pengguna aplikasi kencan online. Oleh karena itu, layanan kencan online dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum atas tindak pidana siber yang terjadi pada layanannya. Dengan fokus penelitian pada aplikasi kencan online Tinder dan Bumble, penelitian ini akan menguraikan lebih lanjut mengenai (i) bagaimana layanan kencan online sebagai penyelenggara sistem elektronik diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia; (ii) tanggung jawab hukum yang ditanggung oleh layanan kencan online jika terjadinya tindak pidana siber; dan (iii) kepatuhan layanan kencan online terhadap ketentuan yang mengatur penyelenggara sistem elektronik di Indonesia. Dengan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan kualitatif, ditemukan bahwa layanan kencan online di Indonesia diatur antara lain oleh UU ITE dan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019. Ketentuan tersebut mengatur bahwa layanan kencan online dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas terjadinya tindak pidana siber dalam hal tidak terpenuhinya kewajiban hukumnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tinder dan Bumble, sebagai penyelenggara sistem elektronik asing yang beroperasi di Indonesia, juga ditemukan belum sepenuhnya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. ......Online dating services provide an opportunity for users to meet potential romantic partners on their platforms. However, with the rise in activity on many online dating applications in recent years, it has also opened the doors to various cybercrimes targeting users on these platforms. Hence, online dating services could be held liable for the occurrence of cybercrimes on their platforms. With a focus on the online dating applications Tinder and Bumble, this research will further elaborate on (i) how online dating services as an electronic system provider are regulated within Indonesian laws and regulations; (ii) the legal liabilities online dating services bear in the occurrence of cybercrimes; and (iii) online dating services’ compliance to provisions governing electronic system providers in Indonesia. With a juridical-normative research method and a qualitative approach, it is found that online dating services in Indonesia are governed among others by the ITE Law and Government Regulation No. 71 of 2019. Such provisions stipulate that online dating services may be held liable for the occurrence of cybercrimes if they have not performed all of their legal obligations provided within the regulations. Tinder and Bumble, as foreign electronic system providers conducting operations in Indonesia, are also found to have not fully complied with Indonesian laws and regulations subjected to them.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library