Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wilson, Josephine F.
Australia: Tomson Wadsworth, 2003
152 WIL b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Hemisphere, 1991
302 BEH
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nersesian, Roy L.
New York: Quorum Books , 1990
658.4 NER c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hart, Carl L.
Boston: McGraw-Hill, 2009
362.29 HAR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Newstrom, John W.
New York: Tata McGraw-Hill , 1997
158.7 NEW o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ais Irmawati
"Tujuan dilakukannya studi ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh sosialisasi keluarga, sosialisasi sekolah, dan sosialisasi peergroup (teman sebaya) terhadap perilaku budi pekerti anak. Serta agen sosialisasi mana yang memegang peranan paling penting dalam mempengaruhi perilaku budi pekerti anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang besifat deskriptif, dengan metode studi kasus. Adapun cara pengumpulan datanya, terlebih dahulu dilakukan Focus Group Discussion, yang hasilnya kemudian dianalisa secara kualitatif, selain juga dijadikan kuesioner untuk data kuantitatif. Data kuesioner tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan korelasi dan regresi ganda.
Kerangka pemikiran teori yang dipergunakan adalah: dalam setiap tahap perkembangan manusia, sebagai makhluk sosial, yang selalu mendapat sosialisasi, baik primer maupun sekunder. Setiap orang, dalam hal ini populasi penelitiannya adalah siswa kelas III SMPN 123 Jakarta, akan mendapat pengaruh perilaku budi pekertinya dan orang lain. Namun, menurut Getting dan Donnermeyer, sumber sosialisasi sekunder hanya dapat bekerja melalui dampak dari sosialisasi primer.
Hasil studi ini mendapatkan kesimpulan bahwa variabel sosialisasi keluarga, sosialisasi sekolah, dan sosialisasi peergroup (teman sebaya) mempunyai pengaruh terhadap perilaku budi pekerti anak sebesar 0,388, atau 15 %. Artinya, terdapat 85 % perilaku budi pekerti dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel lain yang dimaksud berdasarkan hasil focus group discussion adalah media massa, dalam hal ini televisi.
Dan hasil analisa penelitian, penulis menyarankan 1) kepada para orang tua hendaklah mendidik putra-putrinya dengan pola asuh authoritative, yaitu pola asuh yang bersifat mencintai, mengontrol, komunikatif dan mempunyai tuntutan perilaku yang matang terhadap anak-anaknya.2) kepada guru, hendaklah dapat menjadi seorang guru, yang dapat digugu (dipatuhi) dan ditiru, sehingga siwa dapat melakukan imitasi terhadap perilaku guru di sekolahnya. 3) kepada badan sensor, hendaklah melakukan tugas sensor dengan baik, baik untuk produksi nasional, maupun asing. 4) kepada masyarakat luas, hendaklah selalu berperilaku budi pekerti yang baik, sehingga semua orang akan terbiasa melihat pola perilaku yang baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Harlan
"ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengkaji pengaruh perilaku tipe A serta sifat-sifat yang berkaitan, yaitu hostilitas, kesinisan, dan kemarahan terhadap kejadian nyeri kepala tipe tegang pada kelompok mahasiswa yang berasal dari lingkungan semi-perkotaan.
Metode: Seratus tujuh belas penderita nyeri kepala-tipe tegang dan 117 subjek bebas nyeri kepala direkrut melalui sampling konsekutif yang dilakukan terhadap mahasiswa yang memenuhi panggilan untuk ikut serta dalam penelitian. Peserta yang terpilih menjalani anamnesis, pemeriksaan medis umum dan neurologis, serta uji MMPI parsial yang terdiri atas skala validitas dan skala perilaku, yaitu skala tipe A, hostilitas, kesinisan, dan kemarahan. Sembilan penderita nyeri kepala dan tujuh subjek bebas nyeri kepala dikeluarkan karena menunjukkan profil invaliditas persisten pada hasil uji MMPI, sehingga diperoleh sampel akhir sebesar 218 orang responden. Empat model logistik ganda dikembangkan untuk mengestimasi pengaruh masing-masing skala perilaku MMPI terhadap nyeri kepala tipe-tegang dengan mengendalikan perancu potensial.
Hasil: Tiap pasangan skala perilaku MMPI menunjukkan korelasi yang bermakna secara statistik. Penderita nyeri kepala secara bermakna cenderung untuk memperoleh skor yang lebih tinggi pada tiap skala perilaku MMPI. Dengan mengendalikan faktor usia, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh, rasio imbangan suaian nyeri kepala-tipe tegang untuk skor tinggi pada skala tipe A, hostilitas, kesinisan, dan kemarahan masing-masing adalah ÔR = 5.4 (IK 95% 2.9-9.9), ÔR = 3.9 (IK 95% 2.2-7.1), ÔR = 3.6 (IK 95% 2.0-6.4), dan ÔR = 6.1 (IK 95% 3.2﷓11.8).
Keempat skala perilaku dapat dipersatukan menjadi satu skala perilaku gabungan, yang juga menunjukkan kemaknaan dalam hubungannya dengan kejadian nyeri kepala-tipe tegang. Kesimpulan: Perilaku tipe A serta sifat-sifat yang berkaitan, yaitu hostilitas, kesinisan, dan kemarahan merupakan faktor risiko bagi nyeri kepala-tipe tegang, baik secara independen maupun simultan. Probabilitas kejadian nyeri kepala-tipe tegang bagi individu tertentu pada berbagai tingkat prevalensi nyeri kepala-tipe tegang dalam populasi dapat diprediksi berdasarkan nilai skor perilaku gabungannya.

ABSTRACT
Objective: To investigate the effect of type A behavior and it?s related contents, namely hostility, cynicism, and anger on the occurrence of tension-type headache among university students from semi-urban community.
Methods: One hundred seventeen tension-type headache sufferers and 117 headache-free controls were recruited consecutively among those who accepted the invitations to participate in the study. They underwent medical interviews, general medical and neurological examinations, and partial MMPI tests, consisted of validity scales and behavioral content scales, i.e. type A, hostility, cynicism, anger scales. Nine headache sufferers and seven headache-free controls were excluded due to persistent invalidity profiles in MMPI test results, yielded to a total final sample of 218 respondents. Four multiple logistic regressions were developed to estimate the effect that each MMPI behavioral scale would have on tension-type headache while controlling for potential confounders.
Results: The correlations among the MMPI behavioral scales were all statistically significant. Headache sufferers were significantly more likely to achieve higher scores on each MMPI behavioral scale. Controlling for age, sex, and body mass index, adjusted odds ratios of tension﷓type headache for the high scores on type A, hostility, cynicism, and anger were ÔR = 5.4 (95% CI 2.9-9.9), ÔR = 3.9 (95% CI 2.2-7.1), ÔR, = 3.6 (95% CI 2.0-6.4), and ÔR = 6.1 (95% CI 3.2-11.8), respectively. Four behavior scales could be incorporated into single combined behavior scale, which was also significantly associated with the occurrence of tension-type headache.
Conclusion: Type A behavior and its related contents, namely hostility, cynicism, and hostility, either independently or simultaneously are risk factors for tension-type headache. Probability for the occurrence of tension-type headache in a certain subject at various level of tension-type headache prevalence in the population can be predicted by using the score on combined behavior scale.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
D576
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reis, Matthew
"Understanding how and why employees behave as they do is a critical skill for managers in every organization. Managers are responsible for ensuring that the organization?s mission and strategic goals are enacted, so it is of the utmost importance they know how motivate and engage employees. This updated and revised edition of A Manager?s Guide to Human Behavior will prepare managers to better understand, motivate, and focus the energies of individual employees and the collective energy of their work teams. Building on the content in the fourth edition, this updated course reexamines key theories and focuses on their practical application to typical management situations. New topics is this edition include learning organizations and open systems, as a context for understanding how individuals contribute to organizational effectiveness; self-awareness; Goleman?s emotional intelligence; and Bridge?s transitions model of change. The performance management section has been enhanced with a simplified process model (define, develop, review and reward), and the section on leadership examines the concept of the versatile leader who engages the spirit, head, heart, and hands of employees. Throughout the course, self-assessments, worksheets, checklists, and questionnaires give students the opportunity to apply what they are learning. Each chapter incorporates an action plan tied to the objectives and competencies for the topic area. Short case studies enable students to apply their new knowledge to analyze, understand, and influence human behavior. This is an ebook version of the AMA Self-Study course. If you want to take the course for credit you need to either purchase a hard copy of the course through amaselfstudy.
"
New York: [American Management Association;, ], 2010
e20436699
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Tono Setiadi
"ABSTRAK
Suatu rancangan rumah yang baik dapat memberikan Penampilan Bangunan (Building Performance) yang memenuhi kebutuhan kepuasan penghuni dalam penggunaan rumah itu sehari-hari. Dari ketiga aspek (aspek Teknikal, Fungsional, dan Perilaku) yang menentukan kualitas Penampilan Bangunan, aspek Perilaku (behavioral) sering kali kurang mendapat perhatian para arsitek dalam proses perancangan. Hal demikian diperkirakan terjadi pula pada unit rumah massal di lingkungan perumahan Real Estate yang dalam proses perancangan prototipe unitnya tidak dapat melibatkan partisipasi calon penghuni. Dengan kondisi proses seperti itu, memang patut dipertanyakan apakah karya arsitek tersebut benar-benar telah dapat memenuhi kebutuhan kesejahteraan sosiologikal dan psikologikal penghuni dari aspek Perilaku atau aspek lain-lain yang terkait. Pertanyaan yang sama pantas dilontarkan kepada para penghuni yang mendiami unit-unit rumah di lingkungan perumahan Bintaro Jaya. Penghuni dari golongan masyarakat berpenghasilan menengah ini dijadikan obyek penelitian karena memiliki beberapa kekhususan. Kelompok ini di Jakarta berjumlah cukup besar dan merupakan golongan profesional atau golongan tenaga terdidik yang potensial bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. Dari segi reliabilitas penelitian, golongan ini dapat diandalkan karena kemampuan mereka dalam memberikan pendapat atau opini yang obyektif dan netral. Dengan pertimbangan demikian, diharapkan hasil evaluasi Penampilan Bangunan dari aspek Perilaku dapat terungkap lebih akurat, dan sekaligus bermanfaat sebagai umpan balik penyempurnaan Kriteria Rancangan (Design Criteria) dalam penyiapan pembangunan unit rumah berikutnya.
Penelitian ini terutama bertujuan untuk mengungkapkan tanggapan penghuni terhadap Penampilan Bangunan ditinjau dari aspek Perilaku (dengan sub aspek Privasi, Teritorialitas, Ruang Personal, Kesesakan, dan Citra) dan bagaimana kondisi saling hubungan antar sub aspek Perilaku tersebut. Selain itu ingin pula mengetahui tingkat Kepuasan Keseluruhan (Overall Satisfaction) yang dirasakan penghuni atas unit rumah itu, dan bagaimana kondisi saling hubungan antara Kepuasan Keseluruhan tersebut dengan tiap sub aspek Perilaku. Untuk memperoleh pendapat atau opini penghuni, sebagai instrumen utama telah disebarkan sebanyak 152 kuesioner berskala kepada responden yang memenuhi kriteria/persyaratan sebagai penghuni kelas menengah di lingkungan Bintaro Jaya. Dari kuesioner yang masuk, setelah diseleksi, ditetapkan 80 kuesioner yang memenuhi syarat untuk dijadikan data penelitian. Data tersebut disusun dalam Tabel Induk, untuk kemudian dianalisis dan uji statistik, diinterpretasi, dan dibahas untuk memperoleh kejernihan masalah dan pemecahannya. Arah pembahasan ditujukan untuk memberikan bahan masukan terhadap pembentukan Kriteria Rancangan yang nantinya akan bermanfaat bagi para arsitek.
Hasil penelitian dilaporkan sebagai berikut:
1 Profit Penghuni
a. 58% berpendidikan Sarjana ke atas dan 42% Sarjana Muda/ SLTA.
b. 81% Pegawai Swasta dan 19% Pegawai Negeri.
c. 29% berpenghasilan kurang dari. 1 juta rupiah, 47% berpenghasilan 1-2 juta rupiah, 9% berpenghasilan 2-3 juta rupiah, 9% berpenghasilan 3-5 juta rupiah, dan 6% berpenghasilan lebih dari 5 juta rupiah.
d. 60% berusia 40 tahun ke bawah, 29% antara 41-50 tahun, dan 11% berusia 51 tahun ke atas.
e. 62% mempunyai anak 1-3 orang, 13% antara 4-5 orang, dan 25% tidak mempunyai anak/tidak tinggal bersamanya.
f. 79% memiliki pembantu antara 1-2 orang, 19% memiliki pembantu 3-4 orang, dan hanya 2% yang tidak memiliki.
2. Penampilan Bangunan dari aspek Perilaku
a. Privasi, Ruang Personal, Teritorialitas, dan Citra, dirasakan telah memadai.
b. Kesesakan, dirasakan kurang memadai.
3. Hubungan antar sub aspek Perilaku
a. Tidak semua variabel sub aspek saling berhubungan/berkorelasi.
b. Hubungan yang cukup signifikan terjadi antara: Ruang Personal dengan Kesesakan, Ruang Personal dengan Citra, Kesesakan dengan Citra.
4. Hubungan antara sub aspek Perilaku dengan Kepuasan Keseluruhan
a. Unit rumah dirasakan telah memenuhi Kepuasan Keseluruhan pars penghuninya.
b. Tidak semua variabel sub aspek Perilaku berhubungan dengan Kepuasan Keseluruhan. Teritorialitas, Ruang Personal, dan Citra mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Kepuasan Keseluruhan.
5. Tanggapan terhadap aspek Perilaku dan Kepuasan Keseluruhan ditinjau dari tingkat Pendidikan
a. Dalam menanggapi penampilan bangunan dari aspek Perilaku, penghuni berpendidikan Sarjana ke atas tidak berbeda jauh dengan penghuni yang berpendidikan Sarjana Muda/ SLTA. Perbedaan yang agak mencolok hanya terjadi pada sub aspek Teritorialitas dan Kesesakan.
b. Begitu pula terhadap Kepuasan Keseluruhan.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggoro
"Penggunaan teori Barat dalam penelitian indigenous tetap dipergunakan mengingat masih sedikitnya literatur berdasarkan teori lokal. Padahal penelitian budaya dengan menggunakan teori Barat secara bulat dapat menghasilkan temuan yang bias. Karena itulah peneliti lokal perlu kehati-hatian dalam mengaplikasikan teori Barat. Paham indigenizing merupakan salah satu terobosan dalam penelitian dengan penggunaan teori Barat, tetapi menggunakan aroma lokal (Berry, 1997a).
Dalam penelitian ini dilihat apakah generalisasi teoritis Barat dapat diterapkan dalam kultur Timur. Untuk itu dalam melihat nilai Jawa perlu suatu populasi yang koheren. Populasi tersebut terdapat dalam abdi dalem keraton. Dalam tradisi keraton, pelembagaan produksi dan distribusi nilai-nilai dan simbol-simbol ada di bawah patronese raja (Kuntowijoyo, 1999). Nilai-nilai Jawa sangat melekat pada tradisi keraton, sehingga nilai-nilai tersebut dapat dilihat di "masyarakat" keraton yakni abdi dalem.
Dalam penelitian ini, dipergunakan enam orientasi nilai milik Spranger. Spranger (1922) menyatakan dalam diri individu ada, salah satu orientasi nilai secara eksklusif. Keenam nilai tersebut adalah teoritis, ekonomi, sosial, estetika, politik, dan religius (Allport, 1960). Penelitian ini untuk melihat: Apakah nilai Spranger kompatibel dalam nilai Jawa?
Pembagian nilai Spranger dalam enam dimensi memudahkan dalam penyepadanan. Penyepadanan nilai Spranger dalam nilai Jawa secara literatur untuk memberi gambaran awal kompatibilitas nilai Spranger dalam nilai Jawa. Penyepadanan juga untuk memudahkan saat melakukan wawancara pakar sebagai salah satu metode pengarnbilan data. Kompatibilitas dalam penelitian ini didefinisikan: 1. Nilai Spranger tersebut ada dalam nilai Jawa. 2. Kedua nilai tersebut mempunyai perspektif/pandangan yang sama (antara nilai-nilai Jawa dan nilai Spranger).
Untuk melihat kompatibilitas maka dibutuhkan perbandingan, sehingga digunakan comparative research. Fokus Comparative Research pada persamaan dan perbedaan dalam obyek yang diteliti. Membandingkan adalah hal yang paling sentral untuk mendapatkan hal-hal yang patut untuk diketahui (Neuman, 1997).
Para pakar diambil dengan menggunakan metode snowball sampling (Neuman, 1997) atau kerap disebut sampel berantai (Poerwanti, 2001). Pakar yang diwawancarai memberikan nama narasumber lainnya. Ada dua lingkaran dalam penelitian ini. Pertama, dari kalangan keraton, sedang yang kedua dari kalangan akademisi. Tetapi tidak seluruh nama yang diajukan petunjuk langsung diterima, karena harus tetap berpedoman dengan karakteristik subyek penelitian.
Hasil analisa dan penelitian sebagai berikut:
1. Nilai Teoritis Spranger: proses pengendapan secara kognitif, rasional, kebenaran itu mutlak. Nilai Teoritis Jawa: proses pengendapan mengolah ruse, tidak rasional, kebenaran itu tidak mutlak.
2. Nilai Ekonomi Spranger: berupaya seoptimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan, nilai sifatnya sangat pribadi, keuntungan pribadi. Nilai Ekonomi Jawa: ada nilai ekonomi, namun tidak eksplisit dan tidak tegas menyatakan keberadaannya, nilai ekonomi lebih pada tataran nilai kolektif, tidak mencari keuntungan seoptimal mungkin.
3.Nilai Politik Spranger: nilai politik bisa ada pada pribadi mana saja, tidak membahas tentang kerelaan orang yang terdominasi, lebih pada karakteristik pendominasi. Nilai Politik Jawa: kekuasaan itu wahyu, hanya orang tertentu yang mendapatkan, dominasi Jawa atas dasar kerelaan.
4. Nilai Sosial Spranger: dalam bersikap tanpa menakar orang lain, lebih menghargai orang lain yang berorienlasi nilai sama. Nilai Sosial Jawa: dalam bersikap menempatkan pada diri sendiri dengan berkaca pada orang lain, orang yang dianggap tidak benilai sama dianggap durung Jawa.
5.Nilai Estetika Spranger: keselarasan lebih bersifat fisik, estetika lebih diterjemahkan sebagai enjoy with her/his life. Nilai Estetika Jawa: keselarasan selain fisik juga non fisik, estetika lebih mengarah mengolah wilayah batin roso hingga tercapai religiusitas.
6. Nilai Religius Spranger: Spranger tidak dengan tegas menyatakan penyatuan diri dengan Tuhan, namun segala proses pencariannya menuju ke arah itu. Nilai Religius Jawa: dengan sangat tegas menyatakan puncak religius adalah penyatuan diri pribadi dengan Tuhan.
Kesimpulan penelitian ini, hanya nilai religiuslah yang kompatibel karena memenuhi konstruk kompabilitas yakni ada dan memiliki perspektif dan pandangan yang sama. Walau dalam penjelasan di atas ada perbedaan antara nilai religius Spranger dan nilai religius Jawa, namun bukan perbedaan perspektif. Hanya saja dalam nilai religius Spranger kurang penegasan.
Diskusi dan Saran, dalam hasil analisa terlihat adanya parakdosial nilai politik tentang ada dan tidaknya sikap mendominasi. Nampaknya perlu pengkategorian baru, nilai politik yang tidak dikategorikan mendominasi dapat dimasukkan dalam orientasi nilai baru yakni loyalitas. Untuk penelitian sejenis nampaknya memerlukan penelitian awal sebagai pra kondisi, karena perlu pengenalan kultural sebelumnya. Penggunaan Focus Group Discussions perlu diwaspadai faktor kesensitifan subyek penelitian. Metode Delphi nampaknya dapat dipergunakan dengan menggunakan pendapat pakar secara panel."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T18523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>