Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jenni Pratita
Abstrak :
Hipotensi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien yang menjalani bedah sesar dengan anestesi spinal. Kejadian hipotensi dapat membahayakan baik ibu maupun janin. Penelitian yang telah dilakukan di luar negeri menunjukan angka kejadiannya mencapai 70-80% tanpa penggunaan profilaksis farmakologis, namun di Indonesia penelitian tentang subjek ini masih sangat minim, termasuk tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipotensi tersebut. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik sosio demografik dan klinik pasien yang menjalani bedah sesar dengan anestesi spinal di RSUPN Ciptomangunkusumo (status hipotensi, jenis cairan yang diberikan, usia, penyakit penyerta, lokasi penyuntikan, dosis cairan anestesi, dan tinggi badan) serta hubungan status hipotensi dengan berat badan lahir bayi. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan 107 subjek yang didapatkan melalui pemenuhan kriteria penelitian serta metode consecutive sampling. Subjek penelitian merupakan pasien yang menjalani bedah sesar emergensi di Instalasi Gawat Darurat RSUPN Ciptomangunkusumo. Pengertian hipotensi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penurunan tekanan darah sistolik dibawah 80% tekanan darah awal yang diukur sebelum operasi dilakukan. Penelitian menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hipotensi ditemukan pada 24,3% subjek. Dari segi karakteristik lainnya, mayoritas subjek tidak memiliki faktor risiko hipotensi berdasarkan penelitian terdahulu kecuali dari segi jenis cairan yang diberikan. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara berat badan lahir bayi dengan status hipotensi, namun ratarata berat badan lahir bayi dari subjek pada kelompok hipotensi lebih besar daripada kelompok non-hipotensi.
Hypotension is a common complication in patients undergoing caesar surgery with spinal anesthesia. Hypotension could endanger both the mother and the fetus. Studies done abroad show that the event rate of hypotension could reach 70-80% without pharmacologic profilaxis, but in Indonesia the number of studies on this subject is very limited, including about factors correlated with the event of hypotension. Therefore, this study is done to find out the sociodemographic and clinical characteristics of patients undergoing emergency Caesar surgery with spinal anesthesia in RSUPN Ciptomangunkusumo (type of fluid given, age, concurring illness, injection site, dosage of anesthetic solution, height, and hypotension status) and the correlation between hypotension status and the babies? birth weight. This study is a cross sectional study with 107 subjects acquired through criterias of the study and consecutive sampling. Subjects are patients undergoing emergency Caesar surgery in emergency installation of RSUPN Ciptomangunkusumo. The definition of hypotension used in this study is a decrease of systolic pressure under 80% baseline pressure measured before the surgery. Secondary data is used in this study. The study shows that hypotension was found in 24.3% subject. Based on other characteristics, majority of the subjects don?t have risk factors for hypotension, except about the type of the fluid given. No statistically significant correlation is found between the babies? birth weight and the hypotension status, but the mean birth weight of babies from the hypotension group is higher than non-hypotension group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Eka Ari Wirawan
Abstrak :
Latar Belakang : Hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada analgesia spinal. khususnya pada pasien obstetrik. Hipotensi terjadi karena blok simpatis. Salab satu cara untuk menurunkan insiden hipotensi adalah dengan menurunkan dosis obat analgetika lokal dan kombinasi dengan opioid untuk analgesia infra dan postoperatif. Fentanil intratekal memiliki rnula kerja yang lebih cepat dibanding morfin dan memberikan analgesia postoperatif yang cukup singkat. Intratekal fentanil menurunkan ketidaknyarnanan ibu intraoperatif saat penarikan peritonium atau manipulasi uterus. Metode : 86 ibu hamil yang akan menjalani operasi bedah sesar elektif maupun darurat dibagi secara random dalam 2 kelompok. Kelompok I diberikan 10 mg bupivakain 0.5;o hiperbarik plus 12,5 gig fentanil dan Kelompok 11 diberikan 12,5 mg bupivakain 0.5% hiperbarik. Tinggi hambatan maksimal, masa kerja dan masa pulih sensori diuji menggunakan uji pin-prick. Mula kerja, mass kerja dan masa pulih motorik dinilai dengan skala Modifikasi Bromage. Tekanan darah, frekuensi denyut nadi dan frekuensi nafas dicatat setiap 2 menit dalam 20 menit pertama. Insiden hipotensi. mual muntah_ pruritus dan depresi nafas dicatat. Hasi1 : Data demografik dan data dasar tidak berbeda bermakna. Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kelompok fentanil dan kontrol (39,5% banding 48.8%;p>0.05). Median tinggi maksimal blok sensori tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok (T5: p>0.05). Masa kerja dan masa pulih hambatan sensori Iebih lama pada kelompok fentanil dibanding kontrol (104,21±29,199 vs 72,60±19,538 menit; 153.21±30.671 vs 124,88±21,001 menu ; p<0.05). Masa kerja dan masa pulih hambatan motorik lebih singkat pada kelompok fentanil dibanding kontrol (99.44120.466 vs 65.95=17.845 menit ; 49.60±18.611 vs 114.14±11.823 menit : p<0,05). Insiden muai muntah tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Tidak ada pasien pada kedua kelompok mengalami insiden depresi nafas. Insiden pruritus berbeda bermakna (p>0,05). Kesimpulan : Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Dosis bupivakain yang lebih rendah akan menyebabkan masa kerja blok motorik lebih singkat tanpa berpengaruh pada blok sensori. Penambahan fentanil- intratekai _akan memperpanjang masa kerja hambatan sensori. Insiden pruritus berbeda bermakna pada kelompok fentanil jika dibandingkan dengan kelompok bupivakain.
Backgrounds : Hypotension was the most common complication ,franc spinal analgesia. especially in obstetric patients. Hypotension developed because of svmpatlretic blockade. One method to reduced hi pnten.vwn incidence in caesarean .section was two reduced the doses of local atutlge& drugs and combined with opioul for infra and post operative analgesia. hrtratltecal lipophilic opioid had faster onset of sensory blockade than nrorfne and produced a brief post operative analgesia. Intrathecal feuitanvl decreased maternal discomfort intraoperatively when peritoneum pulled or uterus exrerioration. Methods : 86 parturients undergoing elective or emergency cesarean section were randomized into one of 2 groups. In group I, spinal analgesia bras performed with 111 mg 0,5% hyperbaric hupivacaine plus /2,5 pg fenianyl and in Group 11 with 12,5 mg 0,5% hyperbaric hupiracain. the max/man season. blockade, duration of analgesia and recovery time were test using pin-prick test. Onset, duration and recovery of motor block were assessed using modified 1lromage scale. Blood pressure. heart rate and respiration rare were recorded even' 2 minute in f rst 20 minutes. The incidence of hypotension, nausea vomiting. pruritus and respiratory depression were recorded. Results : "There were no significant differences in demographic and baseline value. Incidence of hypotension did not significantly different between fentanyl group and control (39,5% versus 48,8%: p-° 0.115). Tire median maximum block height did not significantly different between two groups (75 ; p 0.05). Duration of analgesia and sensory recovery time was significantly longer in fentonvl group compared to control (104,21-29.199 vs 72.60=19,538 minute 153,21=30.67I vs 124,88=21,001 minute : p<0,05). Onset of motor blockade did not significantly different between two groups. Duration and recovery time of motor blockade was more, shorter in fentanyl group compared to control (99,44=20,466 vs 65,95=17,845 minute ; 49,60,18,611 vs 114,14 -11.823 minute p<0,05). Incidence of nausea and vomiting did not significantly different between two groups. None of the patient in hnt11 groups had respiratory depression episode. Pruritus incidence significantly different (p. (1,05). Conclusion : Incidence of hypotension did not significantly different between two groups. Smaller doses of bupivacaine results--more shorter time of-motor-blockade with no effect on sensory block. Adding fenianyl intrathecally will prolong the duration of analgesia. Pruritus incidence signifcanl/y different with intrathecal fentanyl when compared with bupivacaine alone.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jefferson
Abstrak :
Latar Belakang: Hipotensi dengan, segala efek buruknya adalah komplikasi yang paling sering ditemukan pada tindakan anestesia spinal sebagai teknik yang paling popular pada anestesia bedah sesar. Pemberian ringer laktat adalah salah satu usaha pencegahan dengan waktu pemberian sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi manlaat. Tujuan: Mengetahui efek hipotensi dan efek samping hipotensi akibat anestesia spinal setelah pemberian ringer iaktat saat dilakukan anestesia spinal dan 20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain eksperimental acak tersamar tunggal mengikutsertakan 155 subjek yang menjalani bedah sesar. 5 subjek dikeluarkan dari penelitian, dan subjek dibagi dalam dua kelompok yang sama besar (75 orang) secara acak sederhana. Kelompok perlakuan mendapat ringer laktat saat dilakukan anestesia spinal dan kelompok kontrol mendapat ringer laktat 20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal sebanyak 20 inl/KgBB maksimal 1000 ml. Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna antara angka kejadian hipotensi pada kedua kelompok dengan perbedaan sebesar 17% (interval kepercayaan 95% 1,4;32,6, dengan risk ratio 0,67 dan Number Needed to Treat (NNT) 6 orang. Terdapat perbedaan yang bermakna antara angka kejadian efek samping hipotensi pada kedua kelompok. Didapatkan penurunan angka kejadian efek samping hipotensi sebesar 24% (interval kepercayaan 95% 11,2;36,8), dengan risk ratio 0,31, dan NNT 4 orang. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipotensi dan efek samping hipotensi. Didapatkan perbedaan angka kejadian efek samping hipotensi yang timbul sebesar 52,3 % (interval kepercayaan 95% 40,15;64,45) pada pasien yang mengalami hipotensi. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah pernakaian efedrin dengan efek samping hipotensi, dengan korelasi yang sangat lemah. Kesimpulan: Pemberian ringer laktat saat dilakukannya anestesia spinal lebih baik dalani menurunkan angka kejadian hipotensi dan angka kejadian efek samping hipotensi akibat anestesia spinal dibandingkan dengan pemberian ringer laktat 20 menit sebelum anestesia spinal.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahran
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien saat menjalani hemodialisis adalah hipotensi intradialisis. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipotensi intradialisis pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian adalah analitik cross sectional dengan jumlah sampel 81 pasien hemodialisis. Analisa data menggunakan koefisien kontingensi, spearman dan regresi logistic. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit jantung, pertambahan berat badan antara waktu hemodialisis dan kadar albumin dengan kejadian hipotensi intradialisis (p < 0,05). Variabel independen yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipotensi intradialisis adalah riwayat penyakit jantung dengan OR = 3,525. Penelitian ini merekomendasi perawat untuk meningkatkan skrining terhadap faktor-faktor yang dapat mengakibatkan hipotensi intradialsis pada pre, intra dan post hemodialisi, memberikan edukasi tentang retriksi cairan dan diet serta melengkapi catatan medis pasien.
ABSTRACT
One of the most common complications of chronict kidney disease patients undergoing hemodialysis is intradialytic hypotension. This study aims to identify the factors that influence the occurrence of intradialytic hypotension in patients with end stage renal failure undergoing hemodialysis. The study design was cross sectional recruited of 81 patients of hemodialysis patients. Data were analyzed using contingency coefficient , spearman and logistic regression. The results showed a significant relationship between history of heart disease, intradialytic weight gain and albumin levels and the incidence of intradialytic hypotension (p <0.05). The most influence variables that influence on incidence of intradialytic hypotension was history of heart disease with OR=3.525. Nurses have to increase their capability in monitoring factors that influence intradialytic hypotension especially in pre, intra, and post hemodilaytic, giving education about water and dietary consumption. to increase their capability in the provision of nursing care for hemodialysis patients.
2016
T45544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abstrak :
Berbagai faktor yang berhubungan dengan hipotensi ortostatik, seperti umur, obat anti hipertensi, hipertensi, strok dan diabetes melitus masih diperdebatkan. Sampai saat ini belum ada data mengenai prevalensi hipotensi ortostatik di Indonesia. Sebagian besar penelitian hipotensi ortostatik yang ada di luar negeri dilakukan pada subjek berusia lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan prevalensi hipotensi ortostatik di Indonesia dan faktor prediktor terjadinya hipotensi ortostatik pada orang berusia 40 tahun ke atas di Indonesia. Empat ribu empat ratus tiga puluh enam subjek berusia 40-94 tahun didapatkan secara random dari berbagai praktek dokter di berbagai kabupaten di Indonesia. Data dikumpulkan dengan melakukan serangkaian anamnesis (riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan strok serta penggunaan obat anti hipertensi) dan pemeriksaan tekanan darah pada posisi tidur dan duduk setelah 1-3 menit. Regresi logistik multipel dilakukan untuk mendapatkan prediktor hipotensi ortostatik yang paling bermakna. Subjek yang mengalami hipotensi ortostatik sebesar 561 subjek (12,65%). Analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara riwayat diabetes melitus, riwayat strok, tekanan darah sistolik tinggi dan tekanan darah diastolik tinggi. Umur tidak berhubungan dengan hipotensi ortostatik. Hasil analisis multivariat mendapatkan tekanan darah sistolik tinggi dan tekanan darah diastolik tinggi sebagai prediktor hipotensi ortostatik. Penggunaan obat anti hipertensi merupakan faktor protektif terjadinya hipotensi ortostatik. Penelitian ini memastikan bahwa usia saja bukan merupakan prediktor terjadinya hipotensi ortostatik. Adanya komorbiditas seperti hipertensi (tekanan darah sistolik atau diastolik tinggi) merupakan prediktor terjadinya hipotensi ortostatik. Sedangkan obat anti hipertensi merupakan faktor protektif terjadinya hipotensi ortostatik. (Med J Indones 2004; 13: 180-9)
Factors associated with orthostatic hypotension such as age, drug induced hypotension, hypertension and diabetes mellitus have still been debatable. Most of previous studies were conducted in subjects 65 years or older, only a few were done in subjects from younger to older adults. The purpose of this study is to find the prevalence and predictor factors of orthostatic hypotension among adult population aged 40 years and above in Indonesia. This study is a part of Indonesian Hypertension Epidemiologic Survey. A random sample of 4436 subjects aged 40–94 years was obtained from various municipalities in every big island in Indonesia. Orthostatic testing, assesment of history of medical conditions (diabetes mellitus, stroke, and hypertension), blood pressure measurement and use of anti-hypertensive medications were performed. A stepwise logistic regression was used to determine the significant predictor of orthostatic hypotension. A total of 561 persons (12.6%) experienced orthostatic hypotension. Central a2-agonist and other centrally acting drug is the only anti hypertension medicine which influences orthostatic hypotension. Multivariate analysis showed that high systolic and diastolic blood pressures were predictor factors of orthostatic hypotension. The use of anti-hypertensive medicine was a protective factor for orthostatic hypotension. This study confirms the conclusion that age is not a predictor factor for orthostatic hypotension. In fact, the existence of comorbidities in the subjects such as hypertension (high systolic and diastolic blood pressure) is a predictor factor, while the use of anti-hypertensive medication is a protective factor. (Med J Indones 2004; 13: 180-9)
Medical Journal of Indonesia, 13 (3) Juli September 2004: 180-189, 2004
MJIN-13-3-JulSep2004-180
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Setiati
Abstrak :
Hipotensi ortostatik adalah turunnya tekanan darah sistolik (TDS) 20 mmHg atau turunnya tekanan darah diastolik (TDS) 10 mmHg pada saat perubahan posisi, dari posisi tidur ke posisi tegak. Berbagai faktor yang berhubungan dengan hipotensi ortostatik, seperti usia, obat anti hipertensi, hipertensi, strok dan diabetes melitus masih diperdebatkan. Sampai saat ini belum ada data mengenai prevalensi hipotensi ortostatik di Indonesia. Belum diketahui pula faktor prediktor hipotensi ortostatik. Sebagian besar penelitian hipotensi ortostatik yang ada di luar negeri dilakukan pada subjek berusia lanjut, Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan prevalensi hipotensi ortostatik di Indonesia dan faktor prediktor terjadinya hipotensi ortostatik pada orang berusia 40 tahun ke atas di Indonesia. Penelitian ini merupakan bagian penelitian survei epidemiology hipertensi di Indonesia. Empat ribu empat ratus tiga puluh enam subjek berusia 40-94 tahun didapatkan secara random dari berbagai praktek dokter di berbagai kabupaten di Indonesia. Data dikumpulkan dengan melakukan serangkaian anamnesis (riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan strok serta penggunaan obat anti hipertensi) dan pemeriksaan tekanan darah pada posisi tidur dan duduk setelah 1-3 menit. Regresi logistik ganda dilakukan untuk mendapatkan faktor prediktor hipotensi ortostatik yang paling bermakna. Subjek yang mengalami hipotensi ortostatik sebesar 561 subjek (12,65%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa riwayat diabetes melitus, riwayat strok, tekanan darah sistolik tinggi dan tekanan darah diastolik tinggi mempengaruhi terjadinya hipotensi ortostatik. Usia dan penggunaan obat anti hipertensi tidak mempengaruhi terjadinya hipotensi ortostatik. Obat agonis alfa-2 sentral dan kerja sentral lain merupakan satu-satunya obat anti hipertensi yang mempengaruhi terjadinya hipotensi ortostatik. Hasil analisis multivariat mendapatkan tekanan darah sistolik tinggi dan tekanan darah diastolik tinggi sebagai prediktor hipotensi ortostatik. Sedangkan riwayat diabetes melitus dan riwayat strok tidak mempengaruhi terjadinya hipotensi ortostatik. Penggunaan obat anti hipertensi merupakan faktor protektif terjadinya hipotensi ortostatik. Penelitian ini memastikan bahwa usia bukan merupakan prediktor terjadinya hipotensi ortostatik. Adanya komorbiditas seperti hipertensi (tekanan darah sistolik atau diastolik tinggi) merupakan prediktor terjadinya hipotensi ortostatik. Sedangkan obat anti hipertensi merupakan faktor protektif terjadinya hipotensi ortostatik. Penatalaksanaan hipertensi yang baik dan pemilihan obat anti hipertensi yang tepat amat diperlukan untuk mencegah terjadinya hipotensi ortostatik. Daftar bacaan : 32 (1978 - 2001)
The Prevalence And Predictor Of Orthostatic Hypotension Among 40 Years And Above Adult Population In Indonesia.Various factors associated with orthostatic hypotension such as age, drug induced hypotension, hypertension and diabetes mellitus have still been questioned and debatable with one another. No big scale population study done in this matter. Furthermore, most of previous studies were conducted in subjects 65 years or older, only a few were done in subjects from younger to older adults. The purpose of this study is to find the prevalence and predictor of orthostatic hypotension among 40 years and above adult population in Indonesia. This study is a part of Indonesian hypertension epidemiologic survey. A random sample of 4436 subjects aged 40-94 years was obtain from various municipilities in every big island in Indonesia. Orthostatic testing, as well as assesment of history of medical conditions (diabetes mellitus, stroke, and hypertension), blood pressure measurement and use of anti-hypertensive medications were performed. Blood pressure measurements were obtained by trained doctors with the subjects in supine position and after they had been seated for 1-3 minute. A stepwise logistic regression was used to determine significant predictor of orthostatic hypotension. A total of 561 persons (12.6%) experienced orthostatic hypotension. Bivariate analysis showed that orthostatic hypotension was influenced by history of diabetes mellitus, history of stroke, high systolic and diastolic blood pressure. Orthostatic hypotension was not influenced by age and the use of anti hypertension medicine. Central ccz-agonist and other centrally acting drug is the only anti hypertension medicine which influences orthostatic hypotension. Multivariate analysis showed that high systolic and diastolic blood pressure were predictor factors of ortostatic hypotension, while history of diabetes mellitus and stroke were not. The use of anti-hypertensive medicine was protective factor for orthostatic hypotension . This study confirms the conclusion that age by itself is not a predictor for orthostatic hypotension. In fact, the existence of comorbidities in the subjects such as hypertension (high systolic and diastolic blood pressure) is a predictor factor, while the use of anti-hypertensive medication is a protective factor. Proper management of hypertension and preference of anti hypertension medicine is a must to prevent orthostatic hypotension. References : 32 (1978 - 2001)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu K
Abstrak :
Latar Belakang. Hipotensi ortostatik merupakan masalah yang sering ditemukan pada usia lanjut, dan berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penyakit penyerta pads usia lanjut diketahui berpotensi mengakibatkan timbulnya hipotensi ortostatik Mengacu pada hal tersebut maka deteksi awal adanya hipotensi ortostatik pada pasien usia lanjut dan pengendalian faktor-faktor risiko hipotensi ortostatik perlu dilakukan dalam upaya mencapai kualitas hidup yang optimal. Tujuan. Mengetahui prevalensi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya hipotensi ortostatik pada usia lanjut yaitu usia, hipertensi, diabetes melitus, gagal jantung, riwayat strok, dehidrasi dan obat antihipertensi. Metodologi : Sembilan puluh tujuh subyek usia lanjut dengan usia 60 tahun atau lebih.yang berobat jalan di Poliklinik dan Instalasi Gawat Darurat RSCM diikutsertakan dalam penelitan. Data dikumpulkan dengan melakukan serangkaian anamnesis, pemeriksaan fisik, tekanan darah posisi berbaring, segera setelah 1-3 menit berdiri, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG dan foto torak. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional ..dengan variabel yang diteliti meliputi faktor usia, adanya hipertensi, diabetes melitus, gagal jantung, riwayat strok, dehidrasi dan penggunaan obat antihipertensi, dihubungkan dengan hipotensi ortostatik. Hasil : Laki-laki 40 (41,2%), wanita 57 (58,8%) dan usia rerata 67,4 tahun, didapatkan subyek yang mengalami hipotensi ortostatik sebanyak 15 orang(15,5%). Analisis bivariat dan multivariat menunjukkan bahwa variabel hipertensi dan dehidrasi menunjukkan hubungan bermakna dengan hipotensi ortostatik. Faktor risiko lainnya tidak terbukti secara bermakna dengan terjadinya hipotensi ortostatik. Kesimpulan : Hipertensi dan dehidrasi merupakan faktor risiko terjadinya hipotensi ortostatik. Subyek usia lanjut dengan hipertensi memerlukan pengendalian tekanan darah lebih baik. Kondisi dehidrasi pada usia lanjut perlu dikenali sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan tatalaksana guna mencegah timbulnya hipotensi ortostatik.
Background: Orthostatic hypotension is widely known as a problem that. frequently found in elderly individuals and is associated with an increase of morbidity and mortality rate. Comorbidity in elderly have been recognized to potentially give rise to the development of orthostatic hypotension. Reffering to this matter, early detection of orthostatic hypotension in elderly and management of.risk factors need to be done in effort to achieve the optimal quality of life. Objectives. To find out the prevalence and some risk factors for the development of orthostatic hypotension in elderly individuals such as age, hypertension, diabetes mellitus, heart failure, history of stroke,dehydration and anti-hypertension drug usage. Methods: Ninety-seven elderly subjects with 60 years of age or more who had come to Outpatient clinic and Emergency Room of Cipto Mangunkusumo Hospital were included in the study. Data were obtained by anamnesis, physical examination, blood pressure examination in lie down position, immediately after 1-3 minutes of standing. We also perfomed laboratory examination, ECG and thorax X-ray. This study had a cross-sectional design and the studied variables include age, hypertension, diabetes mellitus and heart failure, history of stroke, dehydration and anti-hypertension drug usage, which were correlated to orthostatic hypotension. Result: The subjects consists of found 40 males (41.2%), 57 females (58.8%) and mean of age 67.4 years. We found 15 subjects with orthostatic hypotension (15.5%)_ Analysis bivariate and multivariate indicated that the variables of hypertension and dehydration had a significant correlation to orthostatic hypotension. Other risk factors were not proven to have significant correlation with the development of orthostatic hypotension. Conclusion: Hypertension and dehydration were proven as risk factor of orthostatic hypotension. Elderly subject with hypertension needs a more careful management of blood pressure. Dehydration condition should be detected immediately in order to perform appropriate management to prevent the development of orthostatic hypotension.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caesariyo Suwardi
Abstrak :
Latar Belakang : Hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pads analgesia spinal, khususnya pada pasien obstetrik. Hipotensi terjadi karena blok simpatis. Salah satu cara untuk menurunkan insiden hipotensi adalah dengan menurunkan dosis obat analgetika lokal dan kombinasi dengan opioid untuk analgesia intra dan postoperatif. Fentanil intratekal memiliki mule kerja yang lebih cepat dibanding morfin dan memberikan analgesia postoperatif yang cukup singkat. Intratekal fentanii menurunkan ketidaknyamanan ibu intraoperatif saat penarikan peritonium atau manipulasi uterus. Metode : 86 ibu hamil yang akan menjalani operasi bedah sesar elektif maupun darurat dibagi secara random dalam 2 kelompok. Kelompok I diberikan 10 mg bupivakain 0,5% hiperbarik plus 12,5 µg fentanil dan Kelompok II diberikan 12,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik. Tinggi hambatan maksimal, masa kerja dan masa pulih sensori diuji menggunakan uji pin-prick. Mula kerja, masa kera dan masa pulih motorik dinilai dengan skala Modifikasi Bromage. Tekanan darah, frekuensi denyut nadi dan frekuensi nafas dicatat setiap 2 menit dalam 20 menit pertama. Insiden hipotensi, mual muntah, pruritus dan depresi nafas dicatat. Hasil : Data demografik dan data dasar tidak berbeda bermakna. Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kelompok fentanil dan kontrol (39,5% banding 48,8%;p0,05). Median tinggi maksimal blok sensori tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok (T5 ; pp0,05). Masa kerja dan mesa pulih hambatan sensori lebih lama pada kelompok fentanil dibanding kontrol (104,21129,199 vs 72,60+19,538 merit ; 153,21+30,671 vs 124,88+21,001 menit ; p<0,05). Mula kerja, masa kerja dan masa pulih lebih singkat pada kelompok fentanil dibanding kontrol (99,44+20,466 vs 65,95+17,845 minute ; 49,60+18,611 vs 114,14+11,823 minute ; p<0,05). Insiden mual muntah tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Tidak ada pasien pada kedua kelompok mengalami insiden depresi nafas. Insiden pruritus berbeda bermakna (p0,05). Kesimpulan : Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Dosis bupivakain yang lebih rendah akan menyebabkan masa kerja blok motorik lebih singkat tanpa berpengaruh pada blok sensori. Penambahan fentanil intratekal akan memperpanjang masa kerja hambatan sensori. Insiden pruritus berbeda bermakna pada kelompok fentanil jika dibandingkan dengan kelompok bupivakain.
Backgrounds : Hypotension was the most common complication from spinal analgesia, especially in obstetric patients. Hypotension developed because of sympathetic blockade. One method to reduced hypotension incidence in caesarean section was to reduced the doses of local analgesic drugs and combined with opioid for intro and post operative analgesia. Intrathecal Iipophilic opioid had faster onset of sensory blockade than morfine and produced a brief post operative analgesia. Intrathecal fentanyl decreased maternal discomfort intraoperatively when peritoneum pulled or uterus exteriozation. Methods : 86 parturients undergoing elective or emergency cesarean section were randomized into one of 2 groups. In Group I, spinal analgesia was performed with 10 mg 0,5% hyperbaric bupivacaine plus 12,5 pg fentanyl and in Group II with 12,5 mg 0,5% hyperbaric bupivacain. The maximum sensory blockade, duration of analgesia and recovery time were test using pin prick test. Onset, duration and recovery of motor block were assessed using modified Bromage scale. Blood pressure, heart rate and respiration rate were recorded every 2 minute in first 20 minutes. The incidence of hypotension, nausea vomitting, pruritus and respiratory depresion were recorded Results : There were no significant differences in demographic and baseline value. Incidence of hypotension did not significantly different between fentanyl group and control (39,5% versus 48,8%;p>0,05). The median maximum block height did not significantly different between two groups (5 ; p>0,05). Duration of analgesia and sensory recovery time was significantly longer in fentanyl group compared to control (104,211_29,199 vs 72,60119,538 minute ; 153,21130,671 vs 124,88±21,001 minute , p<0,05). Onset of motor blockade did not significantly different between two groups. Duration and recovery time of motor blockade was more shorter in fentanyl group compared to control (99,44+_20,466 vs 65,95±17,845 minute ; 49,60±18,611 vs 114,14111, 1,823 minute ; p<0,05). Incidence of nausea and vomitting did not significantly different between two groups. None of the patient in both groups had respiratory depresion episode. Pruritus was significantly different (p<0, 05). Conclusion : Incidence of hypotension did not significantly derent between two groups. Smaller doses of bupivacaine results more shorter time of motor blockade with no effect on sensory block Adding fentanyl intrathecally will prolong the duration of analgesia. Pruritus incidence significantly derent with intrathecal fentanyl when compared with bupivacaine alone.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>